Tuesday, March 15, 2011

Mahfudz: Siapa yang Mendikte Presiden?

Penulis: Caroline Damanik | Editor: I Made Asdhiana
Sabtu, 12 Maret 2011 | 10:38 WIB



JAKARTA, KOMPAS.com - Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengenai rencana evaluasi koalisi dan wacana perombakan kabinet (reshuffle) mengundang banyak pertanyaan. Selain soal sikap Istana terhadap nasib para menteri dari partai anggota koalisi, pernyataan Presiden bahwa dirinya tak ingin dipaksa dan didikte untuk melakukan reshuffle merupakan pertanyaan menarik.

"Jadi kalau kita lihat, gagasan reshuffle yang disampaikan sejumlah kalangan enggak match dengan jalan pikiran Presiden SBY. Nah, siapa yang mendikte?" tanya Wakil Sekjen PKS Mahfudz Siddiq dalam diskusi mingguan Polemik di Warung Daun Cikini, Sabtu (12/3/2011).

Menurutnya, peluru reshuffle itu pertama kali diderukan oleh orang-orang Demokrat sendiri. Oleh karena itu, sejak digulirkan, Anggota Komisi I DPR ini melihatnya sebagai bola panas yang dilemparkan ke SBY dan bisa jadi blunder politik.

"Kekhawatiran saya terbukti ketika Presiden menyampaikan pidato, misalnya dalam kalimat 'menyangkut isu reshuffle arahnya ada yang kurang logis, seolah-olah saya dipaksa diharuskan didikte untuk segera melakukan reshuffle. Lalu ada yang katakan kenapa lamban?' Iya kan?" tambahnya.

Mahfud juga merujuk pernyataan tiga elit Demokrat, Ulil Abshar Abdala, Ikhsan Mojo dan Rahlan Nasidiq yang dinilainya telah melontarkan desakan tajam kepada Presiden untuk melakukan reshuffle.

"Setelah Pak Sudi Silalahi pidato, memang ada permintaan presiden agar cooling down. Tapi Ulil sepertinya gasnya panas, dia bilang waktu reshuffle sudah mendesak. Waktu untuk reshuffle saat ini. Ada Rahlan Nasiddiq, katanya kami ingin segera dilakukan reshuffle. Terakhir dari Ikhsan Mojo, katanya kinerja kedua menteri PKS, Mentan dan Menkominfo masuk karegori buruk dan mereka harus di-reshuffle. Ini kan jelas dimensi desakan kuat," paparnya.

Demokrat bantah

Hal ini langsung dibantah oleh Wasekjen Demokrat Saan Mustofa. Menurutnya, Demokrat tahu betul mana yang menjadi wilayah partai dan mana yang menjadi wilayah kekuasaan Presiden. "Saya katakan itu bukan domain Partai Demokrat. Jangankan ngasih advise, masa depan menteri-menteri Demokrat di kabinet saja kita enggak tahu posisinya seperti apa, kinerjanya bagaimana dan posisinya aman atau tidak, kita enggak tahu. Kalau ada kader Demokrat begitu, itu mungkin pendapat pribadi," tegasnya.

Saan mengatakan partai sudah mengingatkan bahwa partai harus memahami perbedaan wilayah kewenangan partai dan wilayah presiden. Meski Presiden SBY adalah ketua dewan pembina partai, Demokrat tak akan mencampuri hak presiden.

Ketua DPP PAN, Bima Arya menambahkan terlalu picik bila mengartikan desakan yang dimaksud Presiden SBY diarahkan kepada elit Demokrat. "Sangat simplisitis, kalau pernyataan kurang logis mengarah kepada Ulil, Ihsan dan Rahlan. Bisa jadi mengarah kepada pengamat, atau ke Buya Maarif. Banyak riak-riak. Jadi bukan reshuffle batal karena pernyataan elit Demokrat. Kalau kita anggap mereka provokator sehingga reshuffle batal, itu terlalu naif," tegasnya.

1 comment:

Anonymous said...

Ketua DPP PAN, Bima Arya menambahkan terlalu picik bila mengartikan desakan yang dimaksud Presiden SBY diarahkan kepada elit Demokrat. "Sangat simplisitis, kalau pernyataan kurang logis mengarah kepada Ulil, Ihsan dan Rahlan.

comment :

Hei Bung, itu data lansiran media massa, bukan opini pengamat. Terlalu banyak berkomentar demi menyenangkan Demokrat saat ini, bikin PAN terus berada diketek Demokrat 2014. Mau..?

(Kasihan pak Amin & Hatta Rajasa)