Thursday, July 19, 2007

Pimpinan DPR Tak Bisa Anulir Putusan BK

Pimpinan DPR Tak Bisa Anulir Putusan BK

Soal Sanksi kepada Penerima Dana DKP
JAKARTA - Pro kontra terhadap sanksi yang dijatuhkan Badan Kehormatan DPR (BK DPR) kepada tiga anggota dewan yang menerima dana DKP berbuntut panjang. Kemarin tiga fraksi yang anggotanya terkena sanksi melayangkan protes kepada pimpinan DPR. Alasan protes itu adalah pimpinan DPR dianggap membiarkan sanksi tersebut.

Tetapi, Ketua DPR Agung Laksono bergeming. Menurut Agung, pimpinan DPR tidak bisa menganulir keputusan BK. "Pimpinan tidak dalam posisi mengubah keputusan BK," katanya usai memimpin rapat konsultasi pimpinan fraksi, BK, dan pimpinan DPR kemarin.

Pertemuan tersebut membahas standardisasi kinerja, hukum acara, dan etika yang dibangun alat kelengkapan dewan pimpinan Slamet Effendy Yusuf tersebut.

Dalam rapat konsultasi tersebut, Agung menyatakan telah menerima surat protes dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Fraksi Partai Golkar (FPG), dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP).

Ketiga fraksi menyayangkan keluarnya keputusan BK yang tidak dilaporkan dahulu kepada masing-masing fraksi dan memilih untuk menyiarkan melalui media massa.

Forum rapat konsultasi diharapkan bisa menghasilkan kesepahaman bagi seluruh fraksi di DPR atas keputusan BK. Sebab, sesuai tata tertib, sanksi yang sudah dijatuhkan kepada anggota DPR harus diumumkan melalui sidang paripurna.

Selain itu, pimpinan DPR diminta untuk membacakan usul sosialisasi etika dan kinerja BK di sidang paripurna besok. Namun, rapat konsultasi tidak menghasilkan keputusan apa pun. "Kami akan melakukan pertemuan sekali lagi untuk memutuskan teknis pembacaan sanksi di paripurna," lanjut Agung.

Dalam kesempatan itu, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera secara resmi menyerahkan nota protes atas penjatuhan sanksi terhadap Fahri Hamzah. Nota yang dilayangkan kepada pimpinan DPR dan BK tersebut dilampiri surat pernyataan dari Rokhmin Dahuri bahwa uang yang diterima Fahry adalah hasil kerja profesional.

Surat tertanggal 17 Juli 2007 tersebut ditandatangani Rokhmin di atas meterai. Isinya, Rokhmin tidak pernah memberkan dana atau fasilitas apa pun kepada Fahri dalam kedudukannya sebagai pejabat negara.

"Pernyataan ini sekaligus membantah semua tuduhan dan kekeliruan tuduhan kepadanya (Fahri, Red). Termasuk, yang menyebutkan bahwa yang bersangkutan telah menerima dana nonbujeter DKP pada 11 Oktober 2004," ujar Ketua FPKS Mahfud Siddiq membacakan surat pernyataan Rokhmin.

Dia berharap, surat pernyataan tersebut bisa dijadikan bukti baru BK untuk meninjau kembali putusannya atas Fahri. Yakni, Fahri dilarang menduduki pimpinan alat kelengkapan di DPR hingga akhir masa jabatannya itu. Sebab, dengan keputusan itu, BK telah melanggar prosedur dan melampaui kewenangannya sebagai alat kelengkapan DPR.

FPKS juga menyayangkan langkah BK yang mengumumkan putusannya kepada tiga anggota DPR kepada media massa sebelum menyerahkan hasil putusan kepada fraksi yang bersangkutan. "Hampir semua fraksi menyayangkan karena hingga saat ini belum menerima surat putusan dari BK," lanjut Mahfud.

Wakil Ketua BK Gayus Lumbuun, yang hadir dalam forum tersebut, enggan berkomentar banyak soal hasil pertemuan itu. Wajahnya tampak berkeringat kelelahan setelah menerima nota protes dari tiga fraksi besar di DPR. Dia juga tampak tidak percaya diri saat menegaskan bahwa sesuai dengan tata tertib DPR, sanksi yang telah dijatuhkan BK bersifat final dan mengikat. "BK sebagai alat kelangkapan DPR tentunya akan patuh pada keputusan sidang paripurna," terangnya.

Soal surat protes yang dilayangkan FPKS, Gayus berjanji akan mempelajari dahulu. Pihaknya juga tidak bisa menentukan status hukum surat pernyataan Rokhmin dan berita acara pemeriksaan (BAP) mantan Sekjen DKP Andin H. Taryoto.

"Saya belum bisa menentukan mana yang lebih kuat, apakah surat Pak Rokhmin atau BAP Andin. Sebab, kami harus mempelajari secara seksama dan teliti," tandas Gayus.
Sindo, 19 Juli 2007

F-PKS Sampaikan Protes ke BK DPR

F-PKS Sampaikan Protes ke BK DPR
ICW: Parpol Hendaknya Hormati Badan Kehormatan


Jakarta, Kompas - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR menyampaikan nota protes atas keputusan Badan Kehormatan DPR yang menjatuhkan sanksi kepada seorang anggotanya, yaitu Fahri Hamzah, atas tuduhan pelanggaran kode etik karena menerima dana nonbudgeter Departemen Kelautan dan Perikanan.

Ketua F-PKS Mahfudz Siddiq, didampingi Wakil Ketua F-PKS Zulkieflimansyah, menyerahkan nota protes itu secara resmi kepada pimpinan DPR, Rabu (18/7). F-PKS meminta keputusan BK dibatalkan dengan alasan, uang yang diterima Fahri adalah kompensasi jasa profesional dan diberikan sebelum menjadi anggota DPR. Dasar F-PKS adalah pernyataan tertulis mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri di atas kertas bermeterai tertanggal 17 Juli 2007.

"Kami minta putusan BK ditinjau kembali, sebab ada kesalahan prosedur dan kewenangan," ucap Mahfudz.

Fraksi Partai Golkar, pada 13 Juli lalu, juga melayangkan protes kepada BK DPR yang meneruskan kasus seorang anggotanya, Awal Kusumah, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Surat ditandatangani Wakil Ketua F-PG Darul Siska dan Wakil Sekretaris Syamsul Bachri.

Ketua DPR Agung Laksono, saat ditemui pers, menegaskan, pimpinan DPR tak memiliki kewenangan mengubah putusan BK. "Pimpinan Dewan bukan pada posisi mengubah," ucapnya.

BK DPR juga tetap bertahan pada posisinya. Argumen Wakil Ketua BK DPR T Gayus Lumbuun (F-Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) dalam menetapkan sanksi kepada Fahri, BK mendasarkan pada berita acara pemeriksaan dan keterangan Rokhmin serta Andin di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi serta pembukuan DKP yang menyatakan tanggal penerimaan 11 Oktober 2004.

Putusan BK juga bersifat final dan mengikat karena sanksi yang diputuskan BK langsung disampaikan pimpinan DPR kepada anggota atau dibacakan pimpinan DPR di rapat paripurna.

Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch Teten Masduki mengaku tidak puas dengan putusan BK karena ada yang diloloskan, tapi ada juga yang diteruskan ke KPK. Namun, dia mengharapkan pimpinan fraksi tetap menghormati keputusan itu. "Putusan BK ini harus dilihat sebagai cara untuk meningkatkan akuntabilitas politik dari wakil rakyat. Jangan dipersoalkan prosedurnya," paparnya.

Putusan BK juga jangan disamakan dengan putusan pengadilan yang harus ketat pada aturan normatif. Tapi, harus dilihat sebagai diskresi politik.

Thursday, July 12, 2007

Kebakaran Jenggot, Fraksi PKS Protes BK

Kebakaran Jenggot, Fraksi PKS Protes BK
Kamis, 12 Juli 2007, 09:45:50 WIB

Jakarta, Rakyat Merdeka. Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) berang. Mereka tidak bisa menerima sanksi bagi anggotanya, Fahri Hamzah, yang dijatuhkan oleh Badan Kehormatan DPR (BK DPR).

Seperti diberitakan Senin malam (9 Juli 07), BK DPR menjatuhkan sanksi kepada Fahri karena menerima aliran dana nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). Sanksinya, Fahri tak boleh menjadi pimpinan alat kelengkapan dewan.

Bahkan, BK juga menyerahkan kasus Fahri dan Endin Soefihara dari Fraksi PPP ke Komisi Pemberantasan Korupsi meskipun Endin membantah menerima kucuran dana DKP.

"FPKS tengah menyiapkan nota protes. Juga tindakan gugatan personal kepada BK," ujar Ketua FPKS Mahfudz Siddiq kemarin di gedung DPR, Senayan, Jakarta.

Fraksi PPP juga menyiapkan langkah serupa. Bedanya, jika FPKS menyiapkan nota protes, fraksi kepanjangan PPP itu akan mengevaluasi kewenangan BK.

Menurut Mahfudz, fraksinya masih menunggu surat putusan BK dari pimpinan dewan. Selanjutnya, kata dia, fraksinya mengkaji isi keputusan BK tersebut. "Jika banyak fakta yang dipaksakan, kita akan protes," lanjutnya.

Dalam minggu ini, PKS juga akan mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar segera menyelesaikan penyidikan terhadap Fahri. Kalau proses di KPK selesai, akan diketahui status uang yang diberikan kepada Fahri. "Apakah korupsi atau gratifikasi," tambahnya.

Dengan munculnya keputusan dari KPK, PKS akan merancang langkah selanjutnya untuk memprotes keputusan BK. Mahfudz sendiri yakin KPK akan memberikan putusan yang berimbang atas dugaan penerimaan gratifikasi terhadap wakil Sekjen DPP PKS tersebut.

"Kami sudah meminta klarifikasi dari Saudara Fahri dan hasilnya memang uang tersebut diberikan Pak Rokhmin atas dasar hubungan profesionalitas," kata Mahfudz. Menurut dia, sejak 2002, Fahri memang menjadi konsultan bagi Rokhmin Dahuri dalam penyusunan tesis dan sejumlah riset terkait dengan departemennya.

Fahri sore kemarin kembali mengadakan jumpa pers soal perlawanannya atas keputusan BK. Menurut dia, jika BK fair ingin menegakkan kehormatan anggota DPR, seharusnya dirinya satu-satunya orang yang harus dibebaskan di antara lima anggota lain.

Berikut percakapan pers dengan Fahri kemarin.

Kenapa Anda mengatakan seharusnya bebas dari sanksi BK DPR?

"Karena waktu menerima uang pada 2002, saya belum menjadi anggota DPR."

Jadi, Anda merasa uang itu tidak terkait dengan jabatan Anda?

"Ya. Bagaimana mungkin terkait? Saya menjadi anggota DPR pada periode 2004-2009 ini, sedangkan uang itu saya terima pada 2002."

Bagaimana empat anggota DPR lain penerima dana itu?

"Mereka sudah jadi anggota DPR. Mereka itu sudah jadi anggota dewan sejak 1999-2004 dan sampai (2004-2009, Red) masih menjabat."

Ditemui terpisah Wakil Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Chozin Chumaidy juga mengeluhkan sikap BK yang dinilainya arogan.

Apalagi, tegas Chozin, keputusan sanksi terhadap Endin A.J. Soefihara itu tidak diberitahukan terlebih dulu kepada yang bersangkutan atau PPP. "DPP PPP saja baru tahu sanksi tersebut dari media," katanya. Saat sanksi dijatuhkan, Endin juga masih berada di tanah suci dalam rangka umrah.

Saat ini FPPP, lanjut Chozin, masih menunggu turunnya surat keputusan BK dari pimpinan DPR. "Kami akan pelajari surat keputusan tersebut. Yang pasti, FPPP akan meminta keterangan dari BK," jelasnya. Menurut dia, FPPP juga akan mendesak pimpinan DPR untuk mengevaluasi kewenangan BK.

Jika FPKS dan FPPP mengecam BK DPR, Fraksi PAN justru memuji. Menurut Ketua FPAN Zulkifli Hasan, keputusan BK terhadap A.M. Fatwa dari FPAN sudah sangat tepat.

Seperti diberitakan, keputusan BK terhadap A.M. Fatwa ialah wakil ketua MPR itu tidak melakukan pelanggaran kode etik. Karena itu, namanya harus direhabilitasi.

"Saya tidak bisa memberi penilaian untuk yang lainnya. Tapi, khusus buat Pak Fatwa dari awal, saya sangat tahu persis itu sudah tepat," tambah Zulkifli di gedung DPR, Senayan, kemarin.

Dia mengaku mengetahui pasti bahwa uang Rp 10 juta yang diberikan Rokhmin pada 2003 kepada A.M. Fatwa digunakan untuk menghidupi Yayasan TK Islam Putra Fatahillah, di Kramat Pulo Gundul, Jakarta Pusat, yang didirikannya pada 1970an.

"Biasalah itu," ujarnya. "Tidak mungkin, Pak Fatwa bertanya ke Pak Rokhmin, uang ini kamu dapat dari merampok atau mencuri," ujarnya. Karena itu, Zulkifli berpandangan A.M. Fatwa seharusnya tidak perlu menjalani proses pemeriksaan di BK.

Terkait dengan berkembangnya tudingan ada indikasi BK berat sebelah dalam penegakan etika dewan, Zulkifli memandangnya wajar. "Contoh ketidakadilan BK yang paling sederhana adalah sikap BK terkait kehadiran anggota dalam sidang-sidang DPR," katanya.

Dia membandingkan anggota FPAN yang kebetulan sering lupa tanda tangan di daftar absen mendapat teguran BK, namun ada anggota DPR yang terang-terangan absen sampai setahun tidak ada teguran sama sekali. "Wajar kalau ada yang menganggap BK main politik. Tapi, saya yakin tidak sampai sejauh itu," ujarnya. jpnn





FPKS Protes BK DPR

Kamis, 12 Juli 2007,
FPKS Protes BK DPR
Jawa Pos

Fahri Hamzah Seharusnya Tidak Dikenai Sanksi
JAKARTA - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) berang. Mereka tidak bisa menerima sanksi bagi anggotanya, Fahri Hamzah, yang dijatuhkan oleh Badan Kehormatan DPR (BK DPR).

Seperti diberitakan Senin malam (9 Juli 07), BK DPR menjatuhkan sanksi kepada Fahri karena menerima aliran dana nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). Sanksinya, Fahri tak boleh menjadi pimpinan alat kelengkapan dewan.

Bahkan, BK juga menyerahkan kasus Fahri dan Endin Soefihara dari Fraksi PPP ke Komisi Pemberantasan Korupsi meskipun Endin membantah menerima kucuran dana DKP.

"FPKS tengah menyiapkan nota protes. Juga tindakan gugatan personal kepada BK," ujar Ketua FPKS Mahfudz Siddiq kemarin di gedung DPR, Senayan, Jakarta.

Fraksi PPP juga menyiapkan langkah serupa. Bedanya, jika FPKS menyiapkan nota protes, fraksi kepanjangan PPP itu akan mengevaluasi kewenangan BK.

Menurut Mahfudz, fraksinya masih menunggu surat putusan BK dari pimpinan dewan. Selanjutnya, kata dia, fraksinya mengkaji isi keputusan BK tersebut. "Jika banyak fakta yang dipaksakan, kita akan protes," lanjutnya.

Dalam minggu ini, PKS juga akan mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar segera menyelesaikan penyidikan terhadap Fahri. Kalau proses di KPK selesai, akan diketahui status uang yang diberikan kepada Fahri. "Apakah korupsi atau gratifikasi," tambahnya.

Dengan munculnya keputusan dari KPK, PKS akan merancang langkah selanjutnya untuk memprotes keputusan BK. Mahfudz sendiri yakin KPK akan memberikan putusan yang berimbang atas dugaan penerimaan gratifikasi terhadap wakil Sekjen DPP PKS tersebut.

"Kami sudah meminta klarifikasi dari Saudara Fahri dan hasilnya memang uang tersebut diberikan Pak Rokhmin atas dasar hubungan profesionalitas," kata Mahfudz. Menurut dia, sejak 2002, Fahri memang menjadi konsultan bagi Rokhmin Dahuri dalam penyusunan tesis dan sejumlah riset terkait dengan departemennya.

Fahri sore kemarin kembali mengadakan jumpa pers soal perlawanannya atas keputusan BK. Menurut dia, jika BK fair ingin menegakkan kehormatan anggota DPR, seharusnya dirinya satu-satunya orang yang harus dibebaskan di antara lima anggota lain.

Berikut percakapan pers dengan Fahri kemarin.

Kenapa Anda mengatakan seharusnya bebas dari sanksi BK DPR?

"Karena waktu menerima uang pada 2002, saya belum menjadi anggota DPR."

Jadi, Anda merasa uang itu tidak terkait dengan jabatan Anda?

"Ya. Bagaimana mungkin terkait? Saya menjadi anggota DPR pada periode 2004-2009 ini, sedangkan uang itu saya terima pada 2002."

Bagaimana empat anggota DPR lain penerima dana itu?

"Mereka sudah jadi anggota DPR. Mereka itu sudah jadi anggota dewan sejak 1999-2004 dan sampai (2004-2009, Red) masih menjabat."

Ditemui terpisah Wakil Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Chozin Chumaidy juga mengeluhkan sikap BK yang dinilainya arogan.

Apalagi, tegas Chozin, keputusan sanksi terhadap Endin A.J. Soefihara itu tidak diberitahukan terlebih dulu kepada yang bersangkutan atau PPP. "DPP PPP saja baru tahu sanksi tersebut dari media," katanya. Saat sanksi dijatuhkan, Endin juga masih berada di tanah suci dalam rangka umrah.

Saat ini FPPP, lanjut Chozin, masih menunggu turunnya surat keputusan BK dari pimpinan DPR. "Kami akan pelajari surat keputusan tersebut. Yang pasti, FPPP akan meminta keterangan dari BK," jelasnya. Menurut dia, FPPP juga akan mendesak pimpinan DPR untuk mengevaluasi kewenangan BK.

Jika FPKS dan FPPP mengecam BK DPR, Fraksi PAN justru memuji. Menurut Ketua FPAN Zulkifli Hasan, keputusan BK terhadap A.M. Fatwa dari FPAN sudah sangat tepat.

Seperti diberitakan, keputusan BK terhadap A.M. Fatwa ialah wakil ketua MPR itu tidak melakukan pelanggaran kode etik. Karena itu, namanya harus direhabilitasi.

"Saya tidak bisa memberi penilaian untuk yang lainnya. Tapi, khusus buat Pak Fatwa dari awal, saya sangat tahu persis itu sudah tepat," tambah Zulkifli di gedung DPR, Senayan, kemarin.

Dia mengaku mengetahui pasti bahwa uang Rp 10 juta yang diberikan Rokhmin pada 2003 kepada A.M. Fatwa digunakan untuk menghidupi Yayasan TK Islam Putra Fatahillah, di Kramat Pulo Gundul, Jakarta Pusat, yang didirikannya pada 1970an.

"Biasalah itu," ujarnya. "Tidak mungkin, Pak Fatwa bertanya ke Pak Rokhmin, uang ini kamu dapat dari merampok atau mencuri," ujarnya. Karena itu, Zulkifli berpandangan A.M. Fatwa seharusnya tidak perlu menjalani proses pemeriksaan di BK.

Terkait dengan berkembangnya tudingan ada indikasi BK berat sebelah dalam penegakan etika dewan, Zulkifli memandangnya wajar. "Contoh ketidakadilan BK yang paling sederhana adalah sikap BK terkait kehadiran anggota dalam sidang-sidang DPR," katanya.

Dia membandingkan anggota FPAN yang kebetulan sering lupa tanda tangan di daftar absen mendapat teguran BK, namun ada anggota DPR yang terang-terangan absen sampai setahun tidak ada teguran sama sekali. "Wajar kalau ada yang menganggap BK main politik. Tapi, saya yakin tidak sampai sejauh itu," ujarnya.

Tetapi, Zulkifli memberikan saran agar BK berbenah diri agar penegakan etika dewan dapat berjalan efektif. "BK harus menjawab semua tudingan negatif dengan tindakan-tindakan yang nyata," tegasnya.

Ditemui terpisah, Ketua Fraksi PPP DPR Lukman Hakim Syaifuddin mengajak semua pihak untuk menjunjung tinggi setiap keputusan BK. Meskipun salah satu anggota FPPP yang juga sempat menjadi Ketua FPPP, yakni Endin AJ. Soefihara direkomendasi BK agar dilimpahkan ke KPK, dia tetap mencoba menghormatinya.

"Sejauh itu dibuat berdasar mekanime yang diatur dalam ketentuan tatib dewan dan keputusannya didasari pada pertimbangan objektif," ujarnya. Kalau keputusan BK bersandar pada hal-hal itu, lanjut dia, tidak ada alasan bagi fraksinya untuk menolak keputusan BK.

Kendati demikian, dia menjelaskan sebelum persoalan ini didalami BK, Endin sebenarnya juga sudah dimintai keterangan oleh KPK. "Tanpa keputusan BK seperti itu pun, tampaknya KPK juga akan memprosesnya secara adil," katanya

Wednesday, July 11, 2007

Fachri Diberi Sanksi, FPKS Ancam Gugat Balik BK DPR


Muhammad Nur Hayid - detikcom

Jakarta - Tidak terima kadernya diberi sanksi Badan Kehormatan (BK) DPR, Fraksi PKS tak tinggal diam. Selain akan melayangkan surat pada KPK agar memproses secara tuntas, FPKS mengancam menggugat balik BK.

"Kalau dari keputusan KPK Fachri Hamzah clear, bukan korupsi atau gratifikasi, tetapi jasa konsultan, maka kita akan menggugat balik BK karena pencemaran nama baik," kata Ketua FPKS DPR, Mahfud Sidik, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (11/7/2007).

Menurut Mahfud, pertama-tama gugatan akan disampaikan ke internal DPR. Jika ditemukan bukti adanya upaya tendensius untuk mendiskreditkan anggota DPR tertentu, FPKS akan bertindak.

"Bukan tidak mungkin jika berlanjut pada proses hukum di pengadilan," tegas Mahfud.

Hingga saat ini, kata Mahfud, FPKS belum menerapkan sanksi BK pada Fachri yang disinyalir terkait aliran dana DKP. Sanksi itu melarang Fachri menempati jabatan apa pun dalam struktur alat kelengkapan DPR.

"PKS baru akan melaksanakan setelah terima surat resmi dari BK. Dari klarifikasi internal, Fachri terbukti tidak bersalah. Kita baru akan menindaklanjuti kalau keputusan BK sudah clear. Samapai saat ini Fachri clear, nggak korupsi," tegas Mahfud.

Nota Protes

FPKS memastikan pihaknya juga akan melayangkan nota protes pada pimpinan DPR terkait keputusan BK DPR yang menilai Fachri melanggar etika.

"Kami akan melayangkan nota protes ke pimpinan. Kami juga akan meminta KPK untuk memproses, karena ada fakta-fakta yang diabaikan oleh BK. Sehingga kesimpulannya digiring yang tidak berdasarkan fakta," kata Mahfud.

Fraksi PKS-PPP Protes BK DPR

Selasa, 10/07/2007


Keputusan Badan kehormatan (BK) yang menjatuhkan sanksi terhadap tiga anggota DPR terkait kasus dana nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) menuai protes dari fraksi dan partai politik (parpol).

JAKARTA (SINDO) –Bahkan, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang salah satu kadernya terkena sanksi,akan mengajukan nota protes terhadap keputusan BK DPR tersebut. Selain itu, PKS mengancam akan membeberkan bukti-bukti penerimaan dana nonbujeter DKP yang diterima sebagian besar anggota dewan yang diberikan selama kepemimpinan Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numbery.

Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq menyatakan, langkah ini diambil menindaklanjuti putusan BK mengeluarkan sanksi kepada salah satu anggotanya, Fachry Hamzah. Menurut dia, BK tidak mempunyai wewenang untuk menyatakan bersalah sebelum ada putusan tetap dari pengadilan.

Seperti diberitakan, tadi malam BK DPR mengeluarkan putusan untuk membebaskan dua dari lima anggota DPR yang diduga melanggar kode etik karena menerima dana nonbujeter DKP, sedangkan tiga lainnya diteruskan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).Bahkan,seorang di antaranya juga dilarang menjabat pimpinan alat kelengkapan DPR hingga jabatan terakhir.

BK DPR tak bisa menyebutkan nama orang yang terkena sanksi itu karena dilarang dalam Tata Tertib DPR.Wakil Ketua BK Gayus Lumbuun menyatakan bahwa putusan itu diambil secara aklamasi.’’Tidak ada voting,’’ ujarnya.

Lima anggota DPR yang selama ini diperiksa BK terkait dana nonbujeter DKP, yakni Ketua BK DPR Slamet Effendy Yusuf (Fraksi Partai Golkar),Wakil Ketua MPR AM Fatwa (Fraksi PAN), Fachri Hamzah (Fraksi PKS),Awal Kusumah (Fraksi Partai Golkar), dan Endin AJ Soefihara (Fraksi PPP). Berdasarkan informasi, dua nama pertama dibebaskan.

Pertimbangan BK membebaskan mereka karena dana yang diterima tidak besar dan memahami yang bersangkutan mengira uang itu milik mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri bukan dana pemerintah. Itu juga digunakan untuk kegiatan sosial.Tiga yang diteruskan kepada KPK karena ada bukti transfer dan catatan.

Mahfudz melanjutkan, kalaupun akan memaksakan diri mengeluarkan sanksi, tidak sepantasnya diberikan hanya kepada segelintir anggota DPR. Sebab, penerima dana nonbujeter DKP juga diterima anggota Dewan lain.

’’Ini tendensius dan merupakan putusan aneh. Sebab, sejak awal sudah clearbahwa Fachri menerima dana tersebut sebelum dia menjabat sebagai anggota DPR. Lagi pula, uang yang diterima merupakan kompensasi kerja. Semua itu telah diakui Rohmin Dahuri sendiri,” paparnya kepada SINDO,pukul 09.00 WIB,tadi pagi.

Terhadap persoalan ini, Mahfudz meminta BK segera mengklarifikasikan putusan tersebut dan mencabut sanksi terhadap anggota fraksinya. Sebab,putusan tersebut selain mencemarkan nama baik secara pribadi, juga terhadap partai. ’’Dia (BK) harus mengembalikan nama baik kami,”ujarnya.

Saat dihubungi SINDO kemarin, Fachri menduga bahwa BK telah menjadi alat kampanye Gayus Lumbuun selaku Wakil Ketua BK.Fachri yang menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PKS ini mengaku telah mengetahui dari awal agenda yang bermuatan politis ini. ’’Saya tahu dari awal, dia ada masalah,” ungkapnya.

Hal senada juga disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Irgan Chairul Mahfiz. Dia menilai bahwa ada pilih kasih dalam menjalankan tugasnya. Seharusnya, klarifikasi keterangan atas penerimaan dana DKP ini dilakukan terhadap seluruh anggota dewan. Sebab, diduga kuat tidak hanya lima orang, tapi hampir seluruh anggota DPR.

’’BK tidak profesional dalam menjalankan tugas. Anehnya lagi,Ketua BK (Slamet Effendy Yusuf) tidak dikenai sanksi. Padahal, dia mengakui telah menerima dana tersebut. Ini namanya pilih kasih,’’ ungkapnya.

Untuk sementara waktu, ujar Irgan,PPP belum mengambil sikap. Pihaknya akan menunggu langkah BK untuk mengklarifikasi kembali putusan tersebut. ’’Partai tidak akan mengambil langkah apa pun, baik terhadap BK maupun kepada Endin (Endin AJ Soefihara), sebelum ada keputusan hukum tetap dari penegak hukum. Jika tidak terbukti,kami bisa saja melakukan tuntutan balik,”paparnya.

Sementara itu, Direktur Indonesian Court Monitoring Denny Indrayana berpendapat, secara ilmu tata negara,BK tidak mempunyai hak untuk menyatakan bersalah atau tidak terhadap para anggota DPR. Sebab,yang memiliki hak untuk mengambil putusan tersebut adalah pengadilan.’’Apa yang dilakukan tidaklah tepat. Hasil ini juga tidak akan menghalangi langkah KPK mengusut persoalan ini,” ujarnya.

Sementara itu, pengamat Politik dari LIPI Indria Samego justru mendukung langkah BK.BK harus bisa mengusut secara tuntas penerimaan dana DKP ini. Hanya, dia mengkritisi bahwa putusan itu terkesan pilih kasih. Seharusnya, dalam membuat kesimpulan, tidak didasarkan besar-kecilnya penerimaan dana. ’’Mau menerima Rp15 juta atau Rp100 juta, seharusnya sanksi yang diberikan tetap sama karena itu bagian dari korupsi,”tegasnya

Dana Nonbudgeter DKP


F-PKS Minta Keberadaan


Jakarta, Kompas - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera atau F-PKS DPR meminta keberadaan Badan Kehormatan atau BK DPR ditinjau ulang. F-PKS menilai apa yang dilakukan BK DPR lebih kejam daripada peradilan.

Penilaian itu disampaikan Ketua F-PKS DPR Mahfudz Siddiq saat mengajukan interupsi pada Rapat Paripurna DPR di Jakarta, Selasa (10/7). "Apakah BK punya kewenangan memproses suatu tindakan yang dilakukan sebelum menjadi anggota DPR," ucapnya.

Rapat Pleno BK DPR, Senin malam, menjatuhkan sanksi kepada Fahri Hamzah, anggota DPR dari F-PKS yang diduga menerima dana nonbudgeter Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). BK memberikan teguran keras dan tak memperbolehkan Fahri menduduki jabatan pimpinan alat kelengkapan DPR sampai masa jabatannya berakhir. Kasusnya pun diteruskan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). BK juga meneruskan kasus Endin AJ Soefihara dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) dan Awal Kusumah dari Fraksi Partai Golkar (F-PG) ke KPK.

Sedangkan Slamet Effendy Yusuf dari F-PG dan AM Fatwa dari Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) dinyatakan tak melanggar kode etik (Kompas, 10/7).

Endin tak terima

Fahri memprotes putusan BK DPR. Menurut Fahri, uang dari Rokhmin Dahuri, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, diterimanya sebelum dirinya menjadi anggota DPR dan dalam kapasitas pribadi.

Endin, yang sedang beribadah umroh, mengaku belum menerima putusan resmi BK. Namun, ia tak menerima putusan tersebut.

"Saat dipanggil BK DPR, Gayus Lumbuun (Wakil Ketua BK DPR) berkata, saya menerima transfer dana DKP melalui rekening bank dan menerima pembiayaan untuk acara PPP di Cirebon. Saya disebut menerima dana itu sebagai pengurus PPP. Mana buktinya? Sampai sekarang, BK tidak menyampaikan bukti itu kepada saya," ucap Endin.

Awal Kusumah yang dihubungi terpisah tidak mau memberikan komentar tentang putusan BK.

Ditemui terpisah, Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Erry Rijana Hardjapamekas, Selasa di Jakarta, menyambut baik putusan BK DPR untuk meneruskan tiga kasus penerimaan dana nonbudgeter DKP ke KPK. KPK akan menerimanya sebagai masukan untuk proses penyelidikan lebih lanjut. Namun, KPK mempunyai norma tersendiri dalam menangani kasus itu.

"KPK tetap berpegang pada fakta hukum yang ada," ujar Erry. KPK juga belum menerima secara resmi hasil BK DPR. KPK hingga kini masih menyelidiki kasus penerimaan dana nonbudgeter DKP, termasuk sudah meminta keterangan sejumlah anggota DPR. (sut/ana)

Tuesday, July 10, 2007

Semua Fraksi Minus PDIP Kumpul Bahas Isu Iran Minggu

Semua Fraksi Minus PDIP Kumpul Bahas Isu Iran Minggu
Arfi Bambani Amri - detikcom

Jakarta - Forum lintas fraksi DPR dikabarkan menggodok sidang interpelasi Iran yang akan dilakukan Selasa 10 Juli 2007 nanti. Pertemuan minus fraksi PDIP itu digelar Minggu (8/7/2007) malam di Hotel Nikko, Jl MH Thamrin, Jakarta.

"Kita ngobrol-ngobrol, macam-macam isu kebangsaan," ungkap Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddik dalam perbincangan dengan detikcom, Senin (9/7/2007).

Termasuk soal interpelasi Iran? "Termasuk soal Iran, situasinya seperti apa," jawab Mahfudz.

Namun Mahfudz membantah kehadiran pejabat-pejabat Deplu dalam acara yang digelar di lantai 17 Hotel Nikko tersebut.

"Nggak ada itu. Cuma pimpinan-pimpinan fraksi seperti di forum Dharmawangsa saja, kecuali PDIP," kata Mahfudz.

Pertemuan itu pun, menurut Mahfudz, tak membuahkan rekomendasi apapun. "Informal saja," tandas Mahfudz.

DJoko

Thursday, July 05, 2007

Konsultasi Iran

Ketua FPDIP: Bisa Dikatakan SBY Terjebak
Nala Edwin - detikcom, 4 Juli 2007

Jakarta - Waktu terus bergulir dan rapat konsultasi presiden dengan pimpinan DPR masih berlangsung. Ketua Fraksi PDIP Tjahjo Kumolo menilai Presiden SBY bisa dikatakan terjebak karena mau datang ke rapat konsultasi.
 
Hal ini disampaikan Tjahjo Kumolo dalam pesan singkatnya kepada wartawan, Rabu (4/7/2007).

"Bisa dikatakan SBY terjebak karena dia mau datang ke rapat konsultasi DPR tapi tidak berani datang ke paripurna," kata Tjahjo.

Sementara itu, Ketua Fraksi PKS Mahfud Sidiq di DPR dalam pesan singkatnya menjelaskan SBY memberikan penjelasan yang panjang dalam rapat ini. Begitu pula dengan fraksi.

"Sekarang presiden sedang memberikan jawaban. Dikatakan tidak benar ada telepon dari Bush beberapa jam sebelum resolusi Iran.

Hingga pukul 00.55 WIB rapat masih berlangsung. Bahkan 5 termos berisi kopi dan teh sudah dikeluarkan dari ruangan.

Djoko Y
Interpelasi Diserahkan Bamus
Kamis, 05/07/2007
Sindo

JAKARTA (SINDO) – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyerahkan keputusan kelanjutan interpelasi Iran kepada Bamus DPR. Keputusan Presiden tersebut tertuang dalam rapat konsultasi yang berlangsung Selasa (3/7) malam.

“Tadi malam Presiden belum menjawab secara tegas apakah mau datang atau tidak. Presiden hanya menyerahkannya pada proses di DPR saja,” ungkap Sekretaris FPDIP Ganjar Pranowo di Jakarta, kemarin. Meski demikian, dia mengatakan, sejumlah fraksi DPR, di antaranya FPDIP, FPPP, FPKS, dan FBPD, tetap meminta kehadiran Presiden dalam sidang paripurna.

Sebab, penjelasan kebijakan luar negeri pemerintah dalam rapat konsultasi belum memfokuskan pada dukungan terhadap Resolusi 1747 Dewan Keamanan (DK) PBB tentang nuklir Iran. Sebagaimana diketahui, pada Selasa (3/7) malam,Presiden SBY hadir di Gedung DPR/ MPR Jakarta.Kedatangan Presiden adalah untuk mengikuti rapat konsultasi bersama pimpinan DPR, pimpinan komisi, dan pimpinan fraksi mengenai polemik interpelasi Iran.

Rapat konsultasi ini merupakan hasil keputusan dalam sidang paripurna terkait interpelasi Iran sebelumnya. Dalam paripurna itu, Presiden SBY tidak hadir untuk menjawab interpelasi, tapi hanya mewakilkan para menterinya. Menurut Ganjar, dalam rapat konsultasi itu, Presiden memang sempat menyinggung soal dukungan resolusi. Namun, penjelasan itu masih dilakukan secara parsial.

Meski begitu, dia juga mengaku bahwa penjelasan Presiden cukup bagus dan jelas.Terutama mengenai kebijakan luar negeri Indonesia. “Akan lebih bagus lagi jika Presiden datang dalam sidang interpelasi sehingga masyarakat banyak mengetahui,” tandasnya. Hal senada diungkapkan Ketua FBPD Jamaluddin Karim. Dia mengaku, pihaknya tetap meminta Presiden hadir untuk menjawab interpelasi DPR.

“Penjelasan soal Iran bagus, tetapi belum memenuhi seluruh pertanyaan anggota DPR,” katanya. Karena itu, dalam rapat Bamus,yang rencananya digelar hari ini, pihaknya akan tetap meminta kehadiran Presiden. Kedatangan Presiden, ujar Jamaluddin, selain untuk menjelaskan kepada publik soal dukungan atas resolusi itu, juga bertujuan saling menguatkan antara dua lembaga.

“Kalau Presiden datang, tentu ada pemahaman yang sama bahwa dua lembaga ini setara dan pemahaman seperti ini akan baik bagi demokrasi ke depan,” tandasnya. Tuntutan yang sama disampaikan Ketua FPPP DPR Lukman Hakiem Saifuddin. Dia mengaku salut atas penjelasan Presiden. Namun, PPP tetap menginginkan Presiden hadir dalam Sidang Paripurna DPR. Ketua FPKS Mahfudz Siddiq mengungkapkan, penjelasan Presiden soal politik luar negeri cukup jelas dan komprehensif.

Namun, untuk kasus resolusi PBB terhadap Iran dan perjanjian pertahanan banyak mendapat kritikan anggota DPR.Meski demikian,ujar dia, FPKS tetap meminta Presiden dapat menjelaskan secara langsung soal kebijakan itu. Sementara itu, Presiden SBY mengungkapkan, dirinya menerima baik berbagai masukan yang disampaikan DPR dalam rapat konsultasi. Menurut dia, pertemuan konsultasi perlu dibangun untuk meningkatkan komunikasi. (chamad hojin/ maya sofia)
Djoko Y

Fraksi Takkan Paksa Kehadiran Presiden

Interpelasi Iran
Fraksi Takkan Paksa Kehadiran Presiden


Jakarta, Kompas - Polemik antara pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat terkait Interpelasi Iran, sudah mulai mendekati "titik temu".

Mayoritas fraksi di DPR meskipun masih berharap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hadir langsung di Paripurna, tetapi seandainya Presiden tak bersedia, mereka tak akan memaksa.

Di sisi lain, Presiden berkomitmen untuk lebih mengintensifkan rapat konsultasi dengan Pimpinan DPR, Pimpinan Fraksi, dan Pimpinan Komisi agar ada persamaan persepsi, khususnya menyangkut isu-isu strategis.

Dalam Rapat Konsultasi dengan DPR yang berlangsung di Gedung Nusantara IV, DPR, mulai Selasa pukul 19.30 dan berakhir Rabu (4/7) pukul 01.30 dini hari, Presiden menjelaskan berbagai kebijakan politik luar negeri.

Salah satu yang paling menonjol adalah tentang persetujuan Pemerintah RI tanggal 27 Maret lalu atas Resolusi DK PBB No 1747 yang memberi perluasan sanksi pada Iran terkait dengan pengayaan uranium.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, mayoritas fraksi tetap mengharapkan presiden hadir langsung di paripurna untuk menjawab interpelasi. Akan tetapi, intensitasnya sudah mengendur. Mereka sudah berpandangan, seandainya Presiden tetap tidak bersedia hadir, mayoritas fraksi tidak akan lagi memaksakan.

"Akan jauh lebih baik jika presiden datang langsung memberi keterangan. Adapun penjelasan lanjutan bisa diserahkan kepada menterinya," kata Mahfudz Siddiq, Ketua F-Partai Keadilan Sejahtera.

F-Partai Persatuan Pembangunan pun senada. Mereka mengharapkan presiden hadir tetapi kalau tidak bisa, yang terpenting ada penjelasan.

Demikian juga menurut Fraksi Kebangkitan Bangsa, yang terpenting adalah apa yang dijelaskan bukan siapa yang datang.

F-Partai Golkar lebih lunak lagi. "F-PG menerima siapa pun yang diutus Presiden dan jika Presiden hadir, akan menghormati dan menjaga kewibawaan dan kehormatan Presiden di sidang paripurna," kata Priyo Budi Santoso, Ketua F-PG.

Namun, Penasihat Fraksi PAN Sayuti Asyathri mengatakan, Fraksi PAN tetap menginginkan Presiden hadir dalam paripurna. Kehadiran presiden itu merupakan kesempatan untuk memberikan penjelasan secara terbuka pada rakyat Indonesia tentang substansi interpelasi.

Pelaksanaan Rapat Paripurna untuk mendengarkan penjelasan Presiden, belum dijadwalkan. Namun Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar mengatakan, kemungkinan besar Paripurna dijadwalkan pada Selasa, 10 Juli 2007.

Tapi, apabila agenda hari itu padat, akan dijadwalkan pada Selasa 17 Juli 2007. "Soalnya, tanggal 20 Juli sudah penutupan masa sidang," ucapnya.

Ketua Fraksi Partai Bintang Reformasi Burzah Zarnubi berharap Paripurna bisa segera digelar agar tidak berlarut-larut.

"Lebih cepat akan lebih baik," katanya.

Akhiri polemik

Di hadapan para peneliti dan undangan di kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Serpong, Rabu (4/7), Yudhoyono mengatakan, ia bisa menerima kritik DPR dengan baik.

Presiden juga menilai rapat konsultasi merupakan forum yang bagus untuk mengembangkan interaksi bersama DPR, sehingga terjalin komunikasi yang sejati dan hasilnya baik bagi masyarakat.

Berbagai kalangan juga menyerukan agar polemik yang berlangsung antara pemerintah dan DPR sejak dijatuhkannya Resolusi DK PBB No 1747 tanggal 27 Maret lalu, segera diakhiri.

Menurut Sekjen Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia Sebastian Salang, polemik itu bukan saja tidak terkait langsung dengan kehidupan sebagian besar masyarakat, tapi juga masih banyak persoalan lain yang lebih penting diselesaikan saat ini, seperti kasus lumpur panas di Porong, kenaikan harga susu, dan lainnya.

Jika saja Presiden Yudhoyono sejak awal mau menghadiri sidang di DPR, kata Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama KH Hasyim Muzadi yang dihubungi terpisah, polemik ini tak akan berlarut-larut.

Kehadiran Presiden dalam sidang di DPR tidak akan menjatuhkan gengsi lembaga kepresidenan karena hal ini merupakan urusan kenegaraan semata.

"Presiden tinggal datang dan menjawab pertanyaan anggota DPR. Setelah itu, masalah selesai," kata Hasyim.

Djoko

Tuesday, July 03, 2007

Pemborosan Anggaran di DPR

Pemborosan Anggaran di DPR
Jumlahnya Diduga Ratusan Miliar


Jakarta, Kompas - Kenaikan anggaran di DPR sejak tahun 2005 hingga 2007 rata-rata mencapai 31 persen per tahun. Program-program yang berindikasi pemborosan diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah.

Atas dasar pertimbangan itu, pimpinan DPR didesak untuk membatalkan penambahan anggaran legislasi Rp 1 juta kepada 546 anggota Dewan. Tambahan itu rencananya akan diberikan setiap kali pengesahan rancangan undang-undang di rapat paripurna

Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Arif Nur Alam kepada Kompas mengungkapkan laporan Sekretariat Nasional Fitra tentang anggaran DPR 2005-2007, Senin (2/7).

"Rencana pemberian uang legislasi itu adalah upaya menambah komponen baru pundi-pundi anggota Dewan. Fakta yang terjadi selama ini, tidak semua anggota DPR terlibat secara langsung dalam penyusunan dan pembahasan RUU," ujar Arif.

Mengacu pada Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) DPR, Fitra mencatat, total anggaran DPR tahun 2007 Rp 1,85 triliun atau naik Rp 746 miliar (40 persen) dibandingkan tahun 2006 yang besarnya Rp 1,1 triliun. Potensi pemborosan tahun 2006 saja sebesar Rp 188 miliar (lihat tabel).

DPR terus berhemat

Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga DPR Diah Devawati Ande yang dihubungi terpisah menegaskan, DPR sudah berupaya terus menghemat anggaran. Menurut Diah, dari anggaran Rp 1,85 triliun yang diajukan Dewan, yang disetujui Departemen Keuangan hanya sekitar Rp 1,4 triliun.

Menurut catatan, Sekretaris Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Ganjar Pranowo dan Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Mahfudz Siddiq sudah menolak tambahan anggaran legislasi Rp 1 juta itu. Sedangkan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla menyetujuinya.

Djoko