Monday, October 29, 2007

PERCALOAN ANGGARAN LINGKARAN SETAN

"Percaloan anggaran sudah menjadi lingkaran setasn karena melibatkan pihak eksekutif, legislatif dan pengusaha. Untuk membasmi percaloan, perlu pembicaraan dan kesepakatan dilevel kelembagaan. "Perlu digelar rapat konsultasi khusus antara presiden, DPR, dan BPK. JIka hal ini tidak dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah percaloan anggaran, yang dirugiakan adalah negara dan rakyat". Kata Ketua Fraksi PKS DPR Mahfudz Siddiq mengatakan hal itu kepada Media Indonesia 29 Oktober 2007

Thursday, October 25, 2007

Presiden Minta Kejagung Memastikan Status Syamsul Bahri

Presiden Minta Kejagung Memastikan Status Syamsul Bahri
Liputan6.com

Liputan6.com, Jakarta: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggelar rapat dengan sejumlah menteri di Istana Presiden, Kamis (18/10). Rapat membahas kontroversi calon anggota Komisi Pemilihan Umum, Syamsul Bahri yang terlilit kasus korupsi. Namun, hasil rapat belum mengambil posisi tegas apakah menolak atau menerima Syamsul Bahri sebagai anggota KPU.

Terkait dengan itu Presiden meminta Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa dan Menteri Dalam Negeri Mardiyanto menjalin komunikasi intensif dengan DPR. Presiden juga memerintahkan Jaksa Agung Hendarman Supandji memastikan status hukum Syamsul Bahri [baca: Presiden Akan Berkomunikasi dengan DPR].

Menanggapi kontroversi ini anggota komisi II DPR masih belum satu kata. Menurut Mahfudz Siddiq, anggota Komisi, Presiden sebenarnya memiliki kewenangan untuk memutuskan tanpa menunggu ajuan dari yang bersangkutan. Sedangkan Sayuti Asyatry, Wakil Ketua Komisi II DPR menyatakan, tidak ada pilihan bagi DPR untuk melantik atau tidak. "Itu hanya bersifat administratif," kata Sayuti.

Sementara pengamat politik J. Kristiadi menyatakan, Presiden sebaiknya tegas menolak calon KPU yang jelas menjadi tersangka dalam kasus korupsi. "KPU memerlukan orang yang berintegritas dan bermartabat," kata dia.

Nama Syamsul Bahri memang menuai kontroversi karena dia dianggap berbohong dalam uji kepatutan dan kelayakan di DPR. Saat itu Syamsul mengaku sebagai saksi padahal diduga statusnya sudah menjadi tersangka dalam kasus korupsi di Malang, Jawa Timur dengan kerugian negara mencapai Rp 489 juta. Adapun penetapan anggota baru KPU harus dilaksanakan paling lambat 23 Oktober mendatang [baca: Meski Tersangka, Syamsul Bahri Tetap Anggota KPU].(IAN/Tim Liputan 6 SCTV)

Samsul Bahri Minta tak Dilantik

Jumat, 19 Oktober 2007

Samsul Bahri Minta tak Dilantik

Anggota KPU terpilih ini minta kasus pidana yang dihadapinya jelas.

JAKARTA --- Polemik anggota Komisi Pemilihan Umum, Samsul Bahri, terus berlangsung. Untuk meredakannya, Samsul mengirim surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Surat itu berisi permintaan Samsul kepada Presiden untuk tidak melantik dirinya terlebih dahulu sebelum kasus pidana yang sedang dihadapinya jelas.

Selain Presiden, Samsul juga mengirim surat kepada Jaksa Agung, Hendarman Supandji. Isinya meminta klarifikasi atas kasus yang menimpa dirinya. Surat itu diterima Presiden dan Jaksa Agung pada 15 Oktober 2007 itu, ''Atas perkembangan surat ini, Presiden memerintahkan kepada para menteri, terutama kami dengan Mensesneg untuk melakukan komunikasi lebih intensif kepada DPR,'' ungkap Menteri Dalam Negeri, Mardiyanto, di Kantor Presiden, Kamis (18/10).

Secara khusus surat dari Samsul itu dibahas oleh Presiden SBY bersama Mendagri, Mensesneg, Menkum dan HAM, serta Jaksa Agung, Kamis (18/10). Sehari setelah surat itu diterimanya, Mardiyanto langsung meneruskannya ke Presiden. Menurutnya, surat yang ditujukan kepada Jaksa Agung juga ditembuskan kepada Presiden. Surat ini selanjutnya akan menjadi bagian pertimbangan Presiden untuk memutuskan nasib guru besar Universitas Brawijaya ini.

Mendagri berjanji akan mencari penyelesaian terbaik untuk semua pihak. Pemerintah tak akan saling menyalahkan dengan pihak lain terkait pada kasus ini. Dalam sisa waktu yang tersedia, para menteri yang ditugaskan Presiden akan menggelar komunikasi intensif dengan DPR.

Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, batas akhir pelantikan atau penetapan anggota KPU ditentukan 22 atau 23 Oktober 2007. Selain menugaskan dirinya dan Mensesneg, ungkap Mardiyanto, Presiden SBY juga memerintahkan Jaksa Agung untuk mempercepat proses penanganan kasus Samsul Bahri. Dengan percepatan ini diharapkan status hukumnya bisa segera disimpulkan.

Sementara itu Wakil Ketua Komisi II DPR, Sayuti Asyhatri, menilai sikap Presiden yang tak segera melantik anggota KPU sebagai bagian dari politik citra. Persoalan KPU merupakan kesalahan pemerintah yang sejak awal tidak cermat dalam mengirim calon anggota KPU ke DPR. ''Kita pahami, di saat sekarang, Presiden perlu pencitraan. Dengan mempersoalkan pertimbangan moral itu akan bagus buat pencitraannya. Sayangnya, ini bukanlah waktu yang tepat,'' katanya.

Seharusnya, menurut Sayuti, pertimbangan moral atas status tersangka Samsul Bahri dilakukan sebelum nama dikirim ke DPR. Saat itu, kewenangan sepenuhnya ada di tangan Presiden. ''Kenapa waktu itu tidak digunakan kewenangannya untuk melakukan pertimbangan moral. Padahal, informasi atas kasus itu seharusnya sudah dipegang pihak kejaksaan,'' paparnya.

Jika Presiden SBY mencoret Samsul Bahri, Sayuti mengingatkan akan munculnya polemik. Komisi II bisa saja meminta dilakukan kocok ulang atas calon anggota KPU. Sebab, calon yang ada di bawah Samsul Bahri, yaitu Saut H Sirait, tidak bisa otomatis langsung naik menggantikan Samsul Bahri. Berbeda dengan Sayuti, anggota Komisi II, Mahfudz Siddiq (FPKS), melihat kasus Samsul Bahri merupakan ujian hukum bagi Presiden. Dijelaskannya, saat ini, dibutuhkan KPU yang anggotanya memiliki kredibiltas tinggi dan tidak punya sandungan hukum.

Supaya tak berlarut-larut, menurut Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi Partai Golkar, Idrus Marham, Presiden cukup melantik enam anggota KPU tanpa Samsul Bahri. Soalnya, waktu bagi KPU untuk mempersiapkan Pemilihan Umum (Pemilu) 2009 semakin mendekat. ''Sebenarnya, persoalan ini jangan jadi alasan untuk tidak melantik. Presiden jangan ragu untuk melantik. Kalau memang ada masalah di satu orang, yang enam saja dilantik dulu,'' katanya Dia menyatakan, pelantikan enam orang itu tak ada larangan secara hukum. Demikian pula dengan UU, tak ada UU yang melarang Presiden untuk melantik enam orang terlebih dahulu.

Demikian juga dengan penilaian anggota Komisi II, Agus Condro (FPDIP). Ia mengusulkan agar mengesahkan enam orang saja. `'Kalau Presiden mencoret Samsul Bahri atau DPR menarik kembali tujuh nama itu pasti akan timbul polemik yang panjang,'' katanya. djo/wed/dwo

Anggota KPU Hasil Lobi Partai

Anggota KPU Hasil Lobi Partai
Penulis: Fardiansah Noor

JAKARTA--MEDIA: Tujuh anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang baru saja terpilih disinyalir merupakan rekayasa partai politik untuk memuluskan langkah pada pemilu 2009.

Dugaan itu menguat karena pemilihan anggota KPU oleh Komisi II DPR sempat terhambat karena menunggu hasil lobi sekjen-sekjen partai di sebuah hotel di Jakarta pada Rabu (4/10) malam.

Anggota Komisi II Nasir Jamil (FPKS) mengakui bahwa lambatnya pengambilan suara untuk memilih anggota KPU salah satu penyebab utamanya adalah menunggu keputusan hasil lobi para Sekjen di salah satu hotel di Jakarta.

"Yang saya dengar seperti itu. Ada beberapa yang masih menunggu informasi terbaru dari Sekjen partainya," kata Nasir.

Sekjen DPP PPP Irgan Chairul Mahfidz membenarkan ada pertemuan para sekjen untuk menentukan kriteria calon anggota KPU yang akan menjadi penyelenggara pemilu 2009. "Walaupun saya tidak hadir pada pertemuan Hotel Sultan, tapi memang pertemuan itu direncanakan untuk membicarakan kriteria anggota KPU. Bukan personnya. Kalaupun ada kesepakatan-kesepakatan itu untuk kebutuhan bersama pada masa akan datang," kata Irgan.

Dia menjelaskan, dirinya mendukung sepenuhnya hasil kerja keras anggota Komisi II DPR yang telah melahirkan tujuh orang anggota KPU periode 2007-2012. Apalagi Pemilu 2009 sudah dekat maka para anggota harus bekerja secara maksimal sesuai dengan kapasitas, integritas, dan kompetensi masing-masing anggota terpilih.

"Ada tiga orang perempuan dan itu sudah memenuhi unsur minimal 30% kuota perempuan. Saya berharap agar anggota KPU terpilih bisa menjaga martabat dan kredibilitas lembaga agar bisa kembali menjadi 'Wasit Pemilu' yang terpercaya, dan masyarakat merasakan manfaatnya," ungkap Irgan.

Namun Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq membantah adanya lobi di sebuah hotel di Jakarta. "Di tahap awal memang ada upaya agar setiap fraksi sebutkan nama. Tapi kita tetap berpedoman pada performance saat uji kelayakan dan kepatutan. Itu pertimbangan utamanya," jelas Mahfudz.

Tapi, lanjutnya, tidak tertutup kemungkinan ada beberapa fraksi yang berusaha mengkonsolidasikan pilihannya. "Tapi pada kenyataannya tidak ada itu. Kalau ada tiga perempuan yang terpilih itu karena semangat pada pemenuhan syarat 30% itu. Biar tidak sulit kalau ada PAW," ujar Mahfudz.

Sementara itu, Sekjen DPP PAN Zulkifili Hasan mengakui adanya pertemuan dengan Sekjen DPP PDIP Pramono Anung di Hotel Sultan. "Tapi bukan dalam konteks KPU. Soal calon Presiden. Pertemuan itu juga bukan antar Sekjen, tapi ada Ketua Umum DPP PAN Sutrisno Bachir dan Ketua Dewan Pertimbangan PDIP Taufik Kiemas," cetus Zulkifli. (Far/OL-06)

Beberapa Opsi Hukum Membatalkan Keputusan Timsel KPU

Beberapa Opsi Hukum Membatalkan Keputusan Timsel KPU
[1/9/07]

Tekanan penolakan terhadap hasil seleksi KPU menguat. Pengamat hukum tata negara Refly Harun mengeluarkan pilihan yang bisa dipakai, yang kemudian direspon positif oleh Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq.

Tekanan untuk membatalkan hasil seleksi Tim Seleksi Komisi Pemilihan Umum (Timsel KPU) semakin membesar. Setelah Indra J. Piliang menggugat hasil seleksi itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), kali ini aktivis, anggota DPR, pakar hukum berkumpul mensinyalkan akan mempermasalahkan hasil tersebut. Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Indra Piliang, Hadar Gumay, Ramlan Surbakti dll merupakan nama-nama tenar yang tidak lolos.

Pengamat Hukum Tata Negara, Refly Harun mengemukakan ada beberapa pilihan hukum yang bisa ditempuh. Pertama, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dapat membubarkan tim seleksi KPU. Menurutnya, hal ini merupakan diskresi presiden. “Tetapi harus ada public distrust (ketidakpercayaan masyarakat,-red) yang konkret terhadap Timsel dan 45 nama yang lolos,” ujarnya dalam diskusi seleksi di Hotel Santika, hari ini (31/8).

Refly menjelaskan wujud dari ketidakpercayaan itu dapat berbentuk surat pernyataan. Kelompok masyarakat dapat meminta presiden membubarkan Timsel. Memang sangat sulit mengukur ketidakpercayaan masyarakat ini, lantaran didasarkan pada subjektifitas presiden. “Tergantung presiden mau menerima atau tidak,” tuturnya. Tenaga ahli hakim konstitusi ini mencontohkan subjektifitas presiden dalam menentukan keadaan bahaya ketika membuat Perpu.

Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia, Ray Rangkuti langsung merespon usulan Refly ini. Bersama dengan beberapa LSM, ia akan mengirim surat ke presiden paling cepat hari senin (3/9). Langkah itu ditempuh sebagai upaya meyakinkan Pemerintah bahwa hasil seleksi anggota KPU tidak layak.

Refly menjelaskan presiden tidak perlu takut bila DPR mempertanyakan tindakannya. Menurutnya, secara hukum, Timsel ditunjuk dan bertanggung jawab kepada presiden. Bila presiden menilai ada ketidakpercayaan masyarakat maka ia bisa bertindak. “Surat pernyataan itu bisa menjadi buktinya,” tambahnya.

Pilihan hukum kedua yang bisa digunakan oleh presiden, menurut Refly, adalah menolak 21 nama yang akan diajukan ke presiden dan meminta calon yang baru. Sebagai catatan, saat ini masih ada 45 calon anggota yang akan diseleksi menjadi 21 calon untuk dikirim ke presiden. Setelah ditetapkan, presiden akan mengirim 21 nama itu ke DPR untuk kemudian dipilih 7 orang sebagai anggota KPU.

Refly menggunakan penafsiran a contrario dalam hal ini. Menurutnya, tidak ada larangan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu terkait penolakan itu. “Presiden punya hak meminta nama calon yang baru. Asalkan ia (presiden,-red) tidak menunjuk sendiri,” tambahnya.

Dalam hal ini, Refly menyadari kemungkinan 45 nama yang sudah lolos menggugat presiden cukup besar. “Gugatan terhadap presiden terserah nantinya. Yang jelas presiden punya kewenangan untuk mengevaluasi kinerja Timsel,” jelasnya.

Opsi terakhir yang tak kalah seru adalah DPR menolak 21 nama yang nantinya akan diajukan. Tetapi, menurut Refly penolakan harus dilakukan dari awal. “Kalau sempat diterima dan menjalankan uji kepatutan dan kelayakan, maka DPR terikat untuk menentukan anggota KPU dalam waktu 20 hari sesuai perintah undang-undang,” jelasnya.

Pasal 15 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007

(1) Proses pemilihan anggota KPU di Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan dalam waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya berkas calon anggota KPU dari presiden.

(2) Dewan Perwakilan Rakyat memilih dan menyusun urutan peringkat dari 21 (dua puluh satu) nama calon anggota KPU berdasarkan hasil uji kelayakan dan kepatutan sesuai dengan mekanisme yang berlaku.

(3) Dewan Perwakilan Rakyat menetapkan 7 (tujuh) peringkat atas dari 21 (dua puluh satu) nama calon anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai anggota KPU terpilih.

Frase “sejak diterimanya berkas” memang bisa menimbulkan perdebatan terkait usaha penolakan ini. Namun Refly menjelaskan penerimaannya hanya secara teoritis atau fisik. “DPR bisa mengkonstruksikan tidak menerima secara politik,” jelasnya.

Sinyal penolakan dari DPR pun semakin kuat. Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq menilai proses seleksi itu ada ketentuan UU yang tidak dijalankan. “Misalnya, terkait syarat keahlian dan pengetahuan yang tidak tercover dalam proses seleksi,” ujarnya. “Timsel sendiri mengakui itu,” ujarnya. Padahal menurut Mahfudz syarat keahlian dan pengetahuan merupakan syarat yang primer. Sedangkan syarat seperti setia pada Pancasila, UUD 45, NKRI dll hanya merupakan syarat sekunder.

Indikasi awal pelanggaran UU, menurut Mahfudz sudah ditemukan. Namun, Refly memiliki pendapat yang berbeda. Sepanjang pengamatannya, Refly mengaku belum menemukan adanya pelanggaran UU. “Sepintas, Timsel telah memenuhi prosedur yang ditetapkan UU. Kalau salah metodologi atau tidak profesional, itu bukan melanggar UU,” jelasnya. “Itu hanya kesalahan metodologi ilmiah.

Masalah metodologi ini memang juga sempat menjadi perbincangan hangat. Pakar Psikologi UI Hamdan Muluk mengkritik metode psikologi yang dilakukan oleh Timsel. Meskipun di Timsel bercokol pakar Psikologi terkenal, Prof. Sarlito Wiryawan.

Namun, meski Mahfudz menilai akan ada penolakan dari DPR, ia lebih setuju bila presiden yang menyelesaikannya. Alasannya karena proses seleksi masih berlangsung dan berada dalam domainnya presiden. “Saya kira akan jauh lebih baik bila presiden yang mengambil langkah inisiatif untuk meluruskan dan memperbaiki proses yang berlangsung,” jelasnya.


FPKS: Tidak Berdasar Presiden Tunda Pelantikan Anggota KPU

FPKS: Tidak Berdasar Presiden Tunda
Pelantikan Anggota KPU
Muhammad Nur Hayid - detikcom

Jakarta - Permintaan calon anggota KPU
Syamsul Bahri agar presiden menunda
pelantikan dirinya ditentang kalangan DPR.
Ketua FPKS Mahfudz Siddiq meminta
Presiden SBY tidak terpengaruh dan segera
melantik 7 orang anggota KPU baru.
"Nggak bisa ditunda dong karena Presiden
punya keterbatasan waktu. Apalagi alasan
penundaannya atas permintaan calon. Tidak
ada dasar hukumnya itu," kata Mahfudz
pada detikcom, Kamis (18/10/2007).
Sebagai solusinya Mahfudz menyarankan
Presiden mengunakan hak diskresinya
dengan menganulir Syamsul Bahri jika
diyakini secara hukum tidak memungkinkan
untuk dilantik dan menggantikannya dengan
nomor urut di bawahnya.
"Presiden punya diskresi soal ini. Mestinya
langsung saja dieksekusi
Presiden langsung putuskan 7," katanya.
Kasus ini, lanjut Mahfudz, merupakan
tantangan dan ujian bagi pemerintah
tentang komitmen penegakan hukum.
Karena saat ini dibutuhkan KPU yang anggotanya memiliki kredibilitas tinggi
dan tidak punya sandungan masalah hukum.
"Jika hal ini dibiarkan dan diabaikan, masyarakat akan cenderung
menyalahkan Presiden sebagai pengambil keputusan akhir," pungkasnya.

Seorang Calon Anggota KPU Dapat Nilai ASeorang Calon Anggota KPU Dapat Nilai A

Seorang Calon Anggota KPU Dapat Nilai A

Antara.co.id

Jakarta (ANTARA News) - Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mahfudz Siddiq, mengungkapkan dari tujuh calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mengikuti "fit and proper test" (uji kelayakan dan kepatutan) pada hari pertama (Senin, 1/10) hanya satu yang mendapat nilai A.

"Dari tujuh calon anggota, satu gugur sehingga ada enam, dan satu yang nilainya A," kata Mahfudz di sela-sela "fit and proper test" calon anggota KPU oleh Komisi II DPR di gedung DPR RI Jakarta, Selasa.

Tanpa menyebutkan nama dari yang memperoleh penilaian tersebut, Mahfudz juga menyebutkan ada dua calon anggota KPU yang memperoleh nilai B, dua orang memperoleh nilai C, dan satu orang mendapat nilai D.

Mahfudz menjelaskan, dari 21 nama calon anggota KPU, DPR hanya akan memilih tujuh orang yang mendapat ranking suara terbanyak.

Mengenai jatah kursi anggota KPU untuk dua perempuan, Mahfudz mengatakan hal itu, merupakan amanat dari UU.

"Itu, amanat UU, mau tidak mau bagaimana lagi, itu definitif," katanya.

Lebih jauh Mahfudz menilai bahwa ada beberapa kandidat yang tidak memiliki pengalaman masalah pemilu tapi memiliki latarbelakang pendidikan politik.

"Secara akademik, mereka ada yang memiliki `background` (latar belakang) bidang politik dan itu akan menjadi pertimbangan tersendiri," katanya.

Pada hari pertama "fit and proper test" dilakukan terhadap Abdul Aziz, Abdul Hafiz Anshary, Achmad Herry, Andi Nurpati, Dyah Arum Muninggar, Elvyani NH Gaffar, Endang Sulastri, dan Theofilus Waimuri (dinyatakan gugur).

Sementara itu, pada hari kedua (Selasa, 2/10), terhadap Hamdan Rasyid, I Gusti Putu Artha, Laurel Heydir, M Jafar, dan Mossadeq Bahri. (*)

KPU Harus Segera Konsolidasi

Sindo Edisi Sore Nasional Sore
KPU Harus Segera Konsolidasi
Selasa, 23/10/2007

HARI ini, enam orang anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2007–2012 akan dilantik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Istana Negara.Pelantikan kali ini menuai kritik sebab proses terpilihnya anggota KPU tersebut terganjal status tersangka salah satu anggotanya.

Selain itu, Komisi II DPR ternyata masih sanksi terhadap kemampuan mereka yang terpilih. Berikut petikan wawancara SINDO dengan anggota Komisi II Mahfudz Siddiq:

Bagaimana komposisi anggota KPU yang baru?
Secara personal, mereka yang telah terpilih dan akan dilantik itu mungkin mereka tidak lebih baik dari KPU yang lalu. Dari aspek kemampuan dan kepemimpinan, mereka ini masih harus membenahi diri. Selain itu,mereka harus belajar dengan cepat sebab waktu pemilihan umum (pemilu) tinggal dua tahun lagi.

Langkah apa yang harus segera mereka lakukan?
Mereka harus melakukan inventarisasi masalah terlebih dahulu dan mengambil langkah alternatif sehingga tidak mewarisi masalah KPU sebelumnya. Anggota KPU yang baru itu juga harus membangun soliditas tim dan membangun kerja sama yang baik dengan Sekretariat Jenderal (Sekjen) KPU agar lembaga ini tidak bekerja dari nol lagi. Pasalnya, waktu persiapan pemilu yang terbatas.

Supaya kinerja lebih baik?
Yang pertama dan terpenting untuk dilakukan adalah harus segera menyusun langkah komprehensif seperti membangun soliditas tim agar kerja sama antaranggota bisa terbentuk, tidak mementingkan ego pribadi. Hal ini penting, sebab sebagus apa pun kemampuan individu kalau tidak ada kerja sama maka KPU tidak akan mampu berbuat banyak dan memberikan yang terbaik untuk negara.

Anda puas dengan komposisi anggota KPU sekarang?
Saya masih belum puas dengan anggota KPU yang terpilih sekarang. Apalagi sejak awal sudah ada kontroversi dari masyarakat, baik dari proses seleksinya atau masalah lain. Saya juga menyayangkan mengapa sejak awal orang-orang yang kredibilitasnya tidak diragukan lagi ternyata gagal terpilih. Namun, kita harapkan semoga KPU ini bisa melaksanakan tugasnya dengan baik agar pemilu 2009 nanti dapat berjalan lebih baik dari pemilu sebelumnya.

Jika yang dilantik hanya enam orang,melanggar Undang-Undang Pemilu?
Presiden mempunyai kewenangan untuk melantik para anggota KPU yang lolos dalam uji kelayakan dan kepatutan DPR.Dalam UU memang diatur kewenangan Presiden itu sebatas administratif.Artinya, tinggal mengesahkan keputusan DPR. Tapi dalam kasus Syamsul Bahri ini,Presiden tidak boleh ragu-ragu dan harus berani memutuskan untuk membatalkan pelantikan anggota KPU yang sedang bermasalah tersebut. (eko budiono)

PKS Tanggapi Serius Hasil Survei Pusdeham

PKS Tanggapi Serius Hasil Survei Pusdeham
Kamis, 25 Oktober 2007, 09:07:17 WIB
Rakyat Merdeka Online

Jakarta, myRMnews. Hasil survei Pusdeham
langsung direspons Partai Keadilan Sejahtera. Ketua
Fraksi PKS DPR Mahfudz Sidik mengatakan,
partainya selalu menganggap penting semua hasil
survei. "Survei itu baru bagi kami, lembaga mana pun
yang membuat tetap penting jadi bahan masukan
partai," katanya di Jakarta kemarin.
Menurut Mahfudz, tren masing-masing survei
beragam. "Dari hasil yang berbeda-beda itu, kami
bisa memprediksi kemungkinan-kemungkinan,"
ujarnya. Anggota DPR dari daerah pemilihan Cirebon
itu melanjutkan, strategi partainya menghadapi
Pemilu 2009 baru dirancang tahun depan.
"Setahun sebelum hari H pemilu, survei-survei itu
akan dijadikan modal mencari strategi terbaik,"
tambah Mahfudz. Alumnus Universitas Indonesia itu
mengaku, konstituen di daerah sering klarifikasi soal
hasil prediksi perolehan suara PKS yang terus
merosot.
"Tapi, PKS tetap tidak cemas. Dulu tahun 2004,
prediksi survei kami hanya dua persen, tapi nyatanya
bisa delapan persen. Jadi, justru memacu kinerja,"
paparnya.
PKS juga membuat survei internal dengan responden 15.000 orang di 33 provinsi.
"Terakhir Mei 2007, hasilnya cenderung meningkat dari 2004," katanya. jpnn