Wednesday, September 07, 2011

Gejolak UI Jangan Rusak Hubungan RI-Saudi

Selasa, 06 September 2011 |
Jakarta - Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq menyatakan tidak akan ikut camput terkait perdebatan pemberian gelar Doktor Honoris Causa atau HC kepada Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul Azis.

Karena menurut politisi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini dalam pemberian gelar tersebut, pihak Universitas Indonesia (UI) memiliki pertimbangan tertentu.

"DPR tidak perlu ikut ribut soal HC (gelar Doktor Honoris Causa) begitupun unsur-unsur di UI jangan bawa DPR," ujar Mahfudz di Gedung DPR, Senayan, Senin (5/9/2011).

Menurut Mahfudz, sebagai lembaga pendidik, seharusnya pihak UI bisa menyelesaikan perdebatan pemberian gelar tersebut di internal UI. "Perguruan tinggi kan center of excellence dan harus mampu tunjukkan cara berdemokrasi dan manajemen konflik yang baik," imbuhnya.

Lebih lanjut, Wakil Sekertaris Jendral PKS ini menilai jika perdebatan pemberian gelar Doktor Honoris Causa tersebut, diyakininya tidak terkait dengan persoalan internal kepemimpinan di UI. Karena pemberian gelar tersebut merupakan inisiatif dari UI tanpa diminta oleh siapapun khususnya raja Arab.

"Jadi kalau UI punya persoalan intern ya diselesaikan secara intern jangan masuk ke wilayah yang bisa berimbas buruk bagi hubungan dua negara. Apa urusan hubungan bilateral dua negara mau dipertaruhkan untuk urusan intern sebuah universitas? Perguruan tinggi itu independen," ungkapnya.

Sebelumnya, kritikan tertuju kepada Gumilar menyusul langkah UI memberikan gelar Doktor Honoris Causa kepada raja Arab Saudi. Sejumlah kalangan menilai gelar itu tidak selayaknya diberikan kepada Raja Abdullah karena ia menghukum pancung warga Indonesia, yakni Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Ruyati. [mah]

Mahfudz Siddiq Terus Berupaya Indonesia-Israel Tidak Berhubungan Diplomatik


JAKARTA - Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq berjanji untuk menjaga agar Indonesia tidak menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. Israel dinilai terus melakukan okupasi secara biadab di atas tanah sah bangsa Palestina.

"Selama saya menjadi Ketua Komisi I DPR, akan tetap menjaga supaya Indonesia tidak membangun hubungan dengan Israel," ujar Mahfudz di Jakarta.

Dia juga mengingatkan agar bangsa Indonesia tidak melupakan peran Palestina dalam mendukung terwujudnya kemerdekaan bangsa Indonesia ketika mengalami penjajahan dari Belanda. Karena itu, kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, sudah sepatutnya bangsa Indonesia terus berupaya mendorong kemerdekaan negara Palestina dari penjajahan zionis Israel.

"Pada masa-masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, M Ali Taher, Perdana Menteri Palestina, menyumbangkan seluruh uangnya dari bank internasional untuk perjuangan kemerdekaan Indonesia. Di saat agresi militer I dan II terjadi, Palestina bersama Mesir, Irak dan negara-negara lain melakukan boikot, demonstrasi anti Belanda," pungkasnya.

Monday, September 05, 2011




Gugatan Arbitrase Kuatkan Hasil Pansus Century

Minggu, 04 September 2011
JAKARTA--MICOM: Permohonan arbitrase oleh mantan pengendali Bank Century Rafat Ali Rizvi di International Center for Settlement of Investment Disputes (ICSID) di Amerika Serikat semakin menguatkan keputusan Panitia Khusus Century. Yakni, bail out senilai Rp6,7 triliun bermasalah.

Salah satu anggota tim pengawas Century Mahfudz Siddiq dari PKS, mengatakan itu ketika dihubungi, Minggu (4/9). "Terlepas penggugat nanti menang atau kalah, gugatan tersebut semakin menguatkan keputusan pansus bahwa Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP) dan Penyertaan Modal Sementara (PMS) bermasalah," ujar Mahfudz.

Meski begitu, politikus PKS itu tidak yakin gugatan arbitrase dapat menjadi bom politik baru. Bom tersebut, lanjutnya, diprediksi meledak bulan Oktober nanti. Yakni setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan hasil resmi audit forensik.

"Ada informasi sampingan yang sudah kami dapat. Tapi, karena belum resmi jadi belum bisa dipublikasikan. Bulan Oktober ini, BPK diharapkan sudah memberikan laporan audit forensik ke DPR melalui timwas. Saat itulah akan kembali terjadi kehebohan," ungkapnya. (OL-8) Penulis : Irvan Sihombing

PKS Akui Adang Daradjatun Nyetor untuk DKI 1

Heboh Wikileaks
Senin, 5 September 2011

JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengakui menanyakan sokongan dana Adang Daradjatun saat akan dicalonan menjadi Gubernur DKI Jakarta tahun 2007. Namun PKS menampik telah meminta Rp15 miliar supaya Adang diloloskan menjadi calon gubernur yang diusung.

"Tidak ada ada tawaran Rp15 mililar supaya Adang terpilih sebagai cagub dari PKS. Kalau calon mengeluarkan uang untuk maju ya memang semua begitu," kata Wakil Sekjen PKS Mahfudz Siddiq saat dikonfirmasi okezone, Senin (5/9/2011).

Mahfudz menjelaskan PKS menang memiliki dua kandidat yang bakal diusung yakni Adang dan Fauzi Bowo. Namun, karena Foke sudah diusung partai koalisi di DKI, PKS memutuskan memilih mantan Wakapolri tersebut untuk dipasangkan bersama Dani Anwar.

PKS sudah mengakui menerima setoran dari calon Gubernur DKI Jakarta Adang Daradjatun. Menurut Anda, wajarkah budaya setor-menyetor dalam pelaksanaan Pemilukada?

"Struktur PKS mengerucutkan calon maka kemudian secara resmi ada pembicaraan antara struktur dengan calon. Maka kebijakan politik PKS mengusung calon sendiri maka kami pilih Pak Adang," sambungnya.

Menurutnya, ada tiga hal yang dibicarakan antara PKS dengan Adang. Pertama, calon diminta menjelaskan visi dan misi untuk memimpin Jakarta. Kedua, strategi pemenangan pilkada dan kebutuhan anggaran.

"Disitulah dibicarakan Pak Adang bisa menyiapkan dana berapa dan berapa dana dari struktur DPW dan DPP. Itu lomitmen pendanaan calon. Memang semua begitu calon pasti menyiapkan dana, tapi bukan berarti kita minta supaya dia diloloskan," terang Ketua Komisi I DPR ini.

PKS, sambung Mahfudz, mengeluarkan Rp40 miliar lebih untuk mengusung Adang-Dani sebagai orang nomer satu di DKI Jakarta. "Dana itu tidak termasuk dana-dana swadaya oleh kader-kader PKS yang jadi partisan kampanye,"
pungkasnya.
Okezone.com

DPR: Postur Laut Harus Prioritas

RAPBN PERTAHANAN 2012
Senin, 5 September 2011

JAKARTA (Suara Karya): Komisi I DPR RI meminta Kementerian Pertahanan (Kemhan) agar memberi prioritas penguatan postur pertahanan dan keamanan laut. Prioritas ini perlu ditetapkan sebagai program utama 2012, menyusul peningkatan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) bidang pertahanan sebesar Rp 64,4 triliun.

Hal tersebut dikatakan Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq, anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Enggartiasto Lukita yang dihubungi secara terpisah di Jakarta, Minggu (4/9).

Seperti diketahui, Kemhan menetapkan 75 persen untuk belanja kelengkapan kantor dan kesejahteraan prajurit. Sedangkan, 25 persen untuk belanja alat utama sistem senajata (alutsista).

Selama ini, dikatakan Mahfudz, wilayah laut Indonesia masih rawan pelanggaran hukum dan penyeludupan. "Karena itu, perlu ada penambahan alutsista yang berteknologi tinggi untuk mengantisipasi pelanggaran itu," ujar dia.

Ia menyontohkan penambahan kapal selam dan kapal patroli cepat yang dilengkapi persenjataan canggih.

Selain itu, Mahfudz menilai, pengawasan perbatasan laut Indonesia dengan negara tetangga masih perlu diberi prioritas, selain peningkatkan kesejahteraan para prajurit yang menjaga perbatasan negara.

"Seperti halnya di wilayah laut yang masih lemah, di wilayah perbatasan juga lemah dalam pengawasannya selama ini. Sehingga pada 2012, DPR akan dorong agar ada peningkatan pasukan TNI yang ditempatkan di sepanjang wilayah perbatasan, untuk menjaga keamanan, teritorial dan sebagainya," kata dia.

Selanjutnya, program prioritas ketiga adalah penambahan pasukan dan gelar persenjataan di wilayah yang berbatasan dengan negara tetangga. DPR akan mendorong TNI untuk bisa menambah penempatan alutsistadi wilayah perbatasan untuk memberikan efek gentar terhadap pihak asing.

"Dalam gelar persenjataan di wilayah perbatasan ini, akan banyak ditempatkan persenjataan darat dan udara. Seperti penambahan dan penempatan rudal dengan jangkauan sekita 20-40 km," tegas Mahfudz.

Lokasi Strategis

Sementara itu, Enggar mengatakan, gelar kekuatan persenjataan TNI di wilayah perbatasan itu akan ditempatkan di beberapa lokasi strategis seperti, di wilayah Sumatera yang berbatasan langsung dengan Malaysia dan Singapura, di Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat.

"Misalnya, di Papua yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini dan NTT yang berbatasan dengan Timor Leste, pada 2012 belum menjadi skala prioritas untuk gelar persenjataan TNI," ujar dia.

Pada sisi lain, usulan program prioritas Kemhan tetap memperhatikan peningkatan sarana dan prasana TNI nonperang, seperti penanggulangan bencana alam.

Selama ini, kata Enggar, peran TNI cukup efektif dimobilisasi untuk operasi nonperang, terutama dalam penanggulangan bencana.

Misalnya dalam kasus tsunami di Aceh dan Nias. Ternyata alat angkut TNI kita kan masih terbatas terutama heli untuk droping logistik dan obat-batan, masih terbatas.

"Sehingga kita perkirakan juga akan ada penambahan pesawat angkut untuk TNI. Yaitu hibah dari pesawat Hercules dari Australia 4 unit, yang kini masih terus diretrofit. Pada 2012 diperkirakan 2 unit selesai dilakukan retrofitnya dan sisanya tahun berikutnya," tegas Enggar. (Feber S)

Raja Arab Dapat Gelar dari UI, DPR Jangan Pusing

Headline
Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq
Kamis, 1 September 2011

Jakarta - DPR diminta untuk tidak lagi mempersoalkan pemberian gelar Honoris Causa oleh Rektor Universitas Indonesia (UI) Gumilar Sumantri kepada Raja Arab Saudi Raja Abdullah, dalam bidang kemanusiaan dan iptek, di Jeddah.

"DPR sebaiknya tidak persoalkan pemberian gelar doktor honoris causa yang diberikan pihak UI kepada Raja Arab Saudi, Abdullah," kata Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq, Jakarta, Kamis (1/9/2011).

Menurutnya, pemberian gelar semacam ini hal yang biasa diberikan pihak universitas di berbagai negara kepada tokoh-tokoh tertentu atas pertimbangan-pertimbangan khusus.

"UI menurut saya justru menunjukkan komunikasi dan diplomasi yang baik kepada pihak kerajaan Arab Saudi yang tentu saja bisa menarik sumber-sumber pendanaan negara tersebut untuk membantu pengembangan pendidikan di UI dan Indonesia pada umumnya," kata politisi PKS itu.

Ia menambahkan, mempersoalkan pemberian gelar ini justru dikhawatirkan akan kontra produktif. "Jadi tak perlu dipersoalkan lagi karena hal itu tak bermanfaat," kata dia.

Sebelumnya, sejumlah guru besar UI menyampaikan protes kerasnya atas pemberian gelar Doktor kehormatan yang diberikan kepada Raja Arab Saudi, Abdullah.

Para Guru Besar itu memberikan keterangan pers di Gedung DPR pada Jumat siang, (26/8/2011). Mereka menilai raja Arab Saudi belum layak mendapat penghargaan seperti itu dari universitas di Indonesia. Sebab, Raja itu merestui hukuman pancung kepada warga Indonesia, yakni Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang terlibat kasus hukum di Arab Saudi.

"Kami mencatatnya sebagai Black Sunday," kata Guru Besar Sosiologi UI Thamrin Amal Tamagola.

Sebab, pemberian gelar kehormatan itu dilakukan pada Ahad pekan lalu. Ia dan kerabatnya di lingkungan UI akan melakukan upaya internal agar bisa memproses penggugatan terhadap rektor UI atas tindakanya itu.

"Saya akan lawan. Ini soal bangsa. Tapi perlawanan akan dilakukan dengan cara terhormat. Ada tata caranya. Akan ada langkah internal meskipun ada rasa malu," katanya.

Menurutnya, pemberian gelar itu sama dengan pengkhianatan terhadap bangsa dan rakyat. Sebab, Arab Saudi sering terjadi pelanggaran HAM terhadap buruh migran seperti penyiksaan, pelecehan seksual, pembunuhan, dan hukuman mati. Apalagi, pemberian gelar itu dilakukan di Arab, bukan di lingkungan kampus.

"Di UI bukan hanya diasah nalar tapi juga diasah nurani. Tapi dengan pemberian gelar itu, kelihatan sekali tidak ada nurani. Kita sangat menyesalkan lambang UI diperjualbelikan dan dipersembahkan sebagai upeti ke Raja. Kita merasa terhina dan terinjak-injak," katanya.

Guru Besar FE UI, Mayling Oey mengaku terkejut dan mempertanyakan tindakan rektor UI tersebut. Terlebih lagi, pemberian gelar itu mengatasnamakan warga UI.

"Tapi warga UI tidak ada yang tahu. Pemberian itu lebih pada bertindak sebagai pribadi. Lalu bagaimana pertanggungjawabannya terhadap warga UI," katanya.

Ia mengatakan, sebagai perempuan dirinya sangat terluka karena pemberian itu tidak melihat banyaknya TKI yang mendapatkan perlakuan yang tidak sepatutnya. "Bagaimana Arab Saudi memperlakukan TKI kita tetapi diberikan kehormatan atas nama kemanusiaan yang tidak manusiawi," katanya.

Anggota Komisi IX dari Fraksi PPP, Okky Asokawati menegaskan pihaknya akan memanggil rektor UI terkait masalah ini. "Kami akan coba mencari tahu apa yang melatari kenapa rektor UI bisa memberikan gelar itu," katanya.

Sejauh ini, ia melihat ada beberapa keanehan dari pemberian gelar tersebut. Contohnya, berdasarkan surat keputusan rektor, seharusnya pemberian gelar kehormatan dilakukan di lingkungan kampus, bukan di tempat lain, apalagi di wilayah Arab Saudi. Pemberian gelar di bidang kemanusiaan dan Iptek pun, lanjutnya, perlu dipertanyakan. [Antara/lal]