Monday, July 18, 2011

RUU Intelijen Jalan di Tempat

Monday, 18 July 2011
JAKARTA– Pembahasan RUU Intelijen di Komisi I DPR jalan di tempat. Dipastikan RUU ini tidak akan disahkan pada masa sidang mendatang.Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengatakan, pembahasan ini memang alot karena pemerintah masih bersikukuh pada pendapatnya.


Hingga akhir masa sidang,kata dia,komisi di level Panitia Kerja (Panja) masih dalam proses mengonsolidasi sikap bersama terhadap daftar inventarisasi masalah (DIM) pemerintah. ”Berdasarkan jadwal, Komisi I baru akan bersama pemerintah melakukan pembahasan DIM pada masa sidang depan,”ujar dia kepada SINDO kemarin.

Ada dua perspektif berbeda yang penting dan menyebabkan alotnya pembahasan RUU Intelijen oleh Komisi I DPR dan pemerintah. Pertama, soal penyadapan. Komisi I tetap berpegang pada draf usulan DPR, di mana penyadapan diatur dalam undang-undang. Pasalnya, jelas dia,soal penangkapan itu bukan bidangnya intelijen.

Kedua, soal institusi di luar intelijen untuk mengawasi kinerja intelijen.Komisi I menginginkan dibentuknya institusi tersebut namun pemerintah tidak menginginkannya. Kalau saja pemerintah membuka DIM bagi akuntabilitas internal, lanjutnya, artinya ada satu institusi di luar intelijen untuk mengawasi kinerja mereka dan bisa memproses jika ada penyalahgunaan kekuasaan.

“Itu akan lebih mudah.Hanya,persoalannya lembaga pengawas semacam ini tidak disetujui oleh pemerintah. Kamiheran,disatusisi intelijen minta kewenangannya ditambah tapi di sisi lain pengawasan eksternal mereka tidak mau,”tegas politikus PKS ini.

Sementara itu,Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin membantah RUU Intelijen akan segera disahkan dalam Rapat Paripurna DPR mendatang. Menurutnya, Komisi I masih menyelesaikan dan membahas RUU Intelijen dan diperkirakan baru akan selesai pada masa sidang ini.

Selanjutnya pada masa sidang berikutnya,Panja DPR baru akan membahas bersama dengan Panja pemerintah. Jika semuanya lancar, diperkirakan tiga hingga empat bulan mendatang baru dibawa ke paripurna untuk disahkan. Tubagus mengutarakan, materi yang masih krusial adalah soal perbedaan pendapat antara lain masalah kewenangan menangkap dan kewenangan menyadap.

“Mari kita laksanakan secara terbuka agar publik tahu fraksi mana yang cenderung punya keinginan melanggar HAM melalui UU Intelijen,” pungkas politikus senior PDIP ini. radi saputro

Dua Fraksi Absen, Rapat Panja RUU Industri Pertahanan Batal

Senin, 18 Juli 2011 | 10:22 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta - Dua fraksi tidak hadir dalam rapat internal Panitia Kerja Rancangan Undang-undang Industri Strategis yang rencananya digelar Senin pagi ini. Akibatnya, rapat pun batal dilaksanakan oleh Komisi Pertahanan dan Luar Negeri Dewan Perwakilan Rakyat. "Digeser karena ada dua fraksi yang sedang rapat internal," kata Ketua Komisi, Mahfudz Shiddiq, ketika dihubungi, Senin, 18 Juli 2011.

Ketika ditanya fraksi mana saja yang absen dalam rapat tersebut, Mahfudz enggan menjawab secara gamblang. "Ada lah," kata dia. "Mereka sedang membahas soal RUU BPJS dan RUU Pemilu."

Rapat internal ini sedianya membahas tentang kompilasi pandangan fraksi-fraksi terhadap draf RUU tentang Pengembangan dan Pemanfaatan Industri Strategis untuk Pertahanan. "RUU ini akan menjadi rancangan inisiatif DPR," kata Mahfudz.

Menurut dia, rapat yang rencananya dilaksanakan pukul 10.00 WIB hanya dilakukan di internal Panja, tak lagi mengundang narasumber untuk memperkaya masukan. Panja akan melakukan finalisasi draf rancangan untuk selanjutnya dibawa ke rapat internal Komisi. "Karena ini tahap finalisasi draf, jadi lebih baik jika semua unsur fraksi bisa hadir," katanya.

MAHARDIKA SATRIA HADI

Friday, July 15, 2011

Mahfudz: Pidato SBY Justru Perluas Konflik

Jum'at, 15 Juli 2011

suarasurabaya.net| Mahfudz Siddiq Wakil Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai pidato Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) soal Nazaruddin justru memperluas konflik.

Mahfudz yang juga Ketua Komisi I DPR mengatakan SBY sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat justru membuka masalah baru waktu menyebut pers ikut berperan membuat panas masalah Partai Pemokrat.

Menurut Mahfudz, pidato SBY juga membuat reaksi balik, sampai dewan pers pun menanggapi pidato itu. Mahfudz melihat, sejauh ini pemberitaan pers soal kasus Muhammad Nazarudin masih sesuai kode etik jurnalistik.

Dilaporkan Fais reporter Suara Surabaya di Jakarta, kata Mahfudz pemberitaan media soal BlackBerry (BBM) Nazaruddin juga tidak salah dijadikan sumber, karena pers masih menyebut kata 'diduga'.

Rencananya Partai Demokrat akan menggelar Rakornas tanggal 23 Juli mendatang. Rakornas diantaranya membahas kasus Nazaruddin dan Andi Nurpati.

Partai demokrat akan mengambil sikap apakah akan memecat Nazarudin dari partai atau tidak tanggal 26 Juli mendatang.(faz/ipg)

PKS: SBY Kembali Pasang Badan untuk Demokrat

Jum'at,15 Juli 2011

Jakarta - PKS melihat Ketua Dewan Pembina PD Presiden SBY sedang pasang badan untuk Partai Demokrat (PD). Padahal konflik internal PD yang timbul seiring kasus Nazaruddin harusnya dituntasnya Ketua Umum PD Anas Urbaningrum.

"SBY akhirnya kembali pasang badan buat PD. Secara moral adalah keharusan sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Tapi secara politik serangan publik bisa berbalik ke SBY," ujar Wasekjen DPP PKS, Mahfudz Siddik.

Hal ini disampaikan Mahfudz kepada detikcom, Selasa (12/7/2011).

Menurut Mahfud seharusnya Ketua Umum PD Anas Urbaningrum mengambil inisiatif menyelesaikan permasalahan internal PD ini. Sehingga SBY tak perlu repot-repot membentengi PD.

"Seharusnya Anas sebagai ketum DPP PD yang sekarang tampil di depan selesaikan persoalan ini dan bicara ke media,"tuturnya.

Alhasil, saat ini SBY yang disalahkan banyak pihak. Pengorbanan SBY untuk melindungi nama baik PD ini justru menurunkan reputasinya di depan masyarakat.

"Ya kalau menurut saya ya mungkin Pak SBY melihat DPP PD tidak bisa menghandle sehingga beliau harus bicara dan pasang badan dan implikasinya seperti yang terjadi sekarang," tegasnya.

(van/feb)
sumber:Detiknews.com

Selain Darsem, pemerintah akan membayar diyat untuk 7 TKI lain senilai total US$1,2 juta.

Nasional
Jawa Timur
Mahfudz: Pemerintah Bayar Diyat 7 TKI Lain
Rabu, 13 Juli 2011, 13:07 WIB
Anggi Kusumadewi, Suryanta Bakti Susila


VIVAnews – Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengungkapkan, pemerintah akan membayar diyat (uang ganti rugi atau santunan) bagi tujuh Tenaga Kerja Indonesia lain, selain Darsem yang pulang ke tanah air hari ini.

“Berdasarkan info dari Wakil Menteri Luar Negeri, saat ini ada sekitar tujuh TKI yang diputuskan akan dibayar diyatnya oleh pemerintah senilai total US$1,2 juta,” kata Mahfudz di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu, 13 Juli 2011.

Keputusan tersebut, ujar Mahfudz, disepakati setelah Komisi I DPR mendesak Kementerian Tenaga Kerja dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) untuk mengalokasikan anggaran guna membayar diyat tersebut.

Sementara diyat bagi Darsem, kata Mahfudz, dibayar dengan anggaran dari Kementerian Luar Negeri RI. “Diyat Darsem merupakan keputusan ad hoc, di mana Komisi I dan Kemenlu sepakat untuk membayarnya dari anggaran Kemenlu, akibat ketidakjelasan penyelesaian kasus Darsem dari Kemmenaker dan BNP2TKI yang sebenarnya punya pos anggaran bagi perlindungan TKI di luar negeri,” papar Wasekjen PKS itu.

Darsem binti Dawud Tawar, TKI asal Subang yang bekerja di Arab Saudi, hari ini diserahterimakan dari Kemenlu ke pihak keluarga. Darsem semula terancam hukum pancung karena ia membunuh majikannya yang asal Yaman pada Desember 2007 lalu. Darsem terpaksa membunuh sang majikan, karena majikannya itu mencoba untuk memperkosanya.

Berdasarkan keputusan pengadilan di Riyadh pada 6 Mei 2009, Darsem divonis pancung. Namun pada 7 Januari 2011, ia mendapat pengampunan dari keluarga korban, dengan syarat membayar diyat sebesar Rp4,7 miliar. Uang itu telah dibayarkan oleh pemerintah RI. Hari ini, Darsem pun kembali menginjakkan kaki di tanah air. (eh)
• VIVAnews