Wednesday, December 29, 2010

Termarjinalkan di Setgab, Partai Tengah Rapatkan Barisan

Selasa, 28 Desember 2010, 13:19 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Sejumlah partai menegah di sekertariat gabungan (setgab) mulai merapatkan barisan. Komunikasi antar partai yang memiliki suara menegah ini terus dilakukan untuk mengimbangi dominasi Partai Demokrat dan Golkar -- yang memiliki suara lebih besar.

Wakil Sekjen Partai Keadilan Sejakhtera (PKS), Mahfudz Siddiq mengatakan, partainya bersama PPP, PAN, dan PKB memiliki sejumlah kesamaan sehingga wajar apabila terbina hubungan yang lebih harmonis. Menurutnya, tidak tertutup kemungkinan hubungan harmonis ini berkembang menjadi kekuatan baru penyeimbang.

"Kalau komunikasi di Setgab dibangun lebih banyak secara bilateral antar partai, maka wajar bila ada sejumlah partai merasa dimarjinalkan. Karena itu wajar pula jika muncul poros tengah," katanya saat dihubungi Republika, Selasa (28/12).

PKS bersama PPP, PAN, dan PKB, dipandangnya memiliki satu kesamaan kultur yang berpotensi menjadi sebuah kesatuan. Latar belakang yang agamis, perolehan suara yang relatif berimbang, serta corak massa yang sewarna, menjadi sebuah keniscayaan jika mereka dapat menjadi kekuatan penyeimbang baru. "Tentunya gagasan ini tak terlepas dari kritik terhadap setgab yang masih belum terbuka dalam berkomunikasi," ungkapnya.

Mahfud mengatakan, sudah saatnya partai tengah menyatukan pandangan dan berkomunikasi secara lebih intensif agar tercipta sebuah kondisi kesetaraan di setgab. Selama ini, dia merasa setgab masih terlalu didominasi suara dari Golkar dan Demokrat. "Harus disatukan pandangan antar partai tengah agar nantinya terjadi kondisi yang lebih equal dengan partai besar," ujar Mahfudz.
Red: Djibril Muhammad

Monday, December 27, 2010

PKS Nilai Setgab Perlu Perbaikan

Minggu, 26 Desember 2010
Penulis : Anata Syah Fitri

JAKARTA--MICOM: Ketua Fraksi Partai Kedilan Sejahtera DPR, Mustafa Kamal, menyatakan, masih banyak hal yang perlu diperbaiki dalam koalisi Sekretariat Gabungan (Setgab) memerlukan banyak perbaikan.

Menurutnya diperlukan evaluasi yang menyeluruh untuk memperjelas wujud Setgab. Evaluasi itu masalah mencakup manajemen, kepemimpinan, dan kerangka kerjasama politik yang lebih jelas dalam tubuh Setgab.

"Dalam rangka refleksi akhir tahun PKS, kami meberi masukan pada Setgab agar jangan reaksioner, melainkan visioner, dialogis, dan antisipatif," ujar Mustafa, Minjggu (26/12).

Mustafa mengakui proses pembahasan dalam Setgab seringkali tidak utuh substansinya sehingga melahirkan hasil yang tidak optimal. Berbagai perbedaan pendapat pun seringkali menghasilkan ketidakpuasan dari masing-masing anggota koalisi pendukung pemerintahan SBY-Boediono tersebut.

"Yang diperlukan paling penting adalah kedewasaan untuk melihat proses politik yang setara. Setgab tidak dibangun untuk menyatukan pendapat secara cepat, bukan untuk penyeragaman," tegas Mustafa.

Terkait perbedaan antar anggota koalisi tentang syarat peserta pemilu dalam RUU pemilu, Mustafa mengatakan, PKS masih terbuka untuk pembahasan lebih lanjut dengan Setgab. Mengenai kenaikan Parlimentary Treshold, Mustafa mengatakan, pada prinsipnya PKS setuju dengan kenaikan PT dalam rangka peningkatan kualitas pemilu. Namun ia mengatakan, PKS belum menyepakati angka tertentu karena fraksinya tersebut memilih untuk menyerahkannya pada dinamika politik yang ada.

PKS punh menyambut baik adanya terobosan-terobosan konsep sistem pemilu dari berbagai pihak. Terkait sistem liga partai sebagai solusi penyederhanaan partai yang ditawarkan oleh Penasehat Senior Kemitraan, Ramlan Surbakti, PKS menyatakaan terbuka untuk menerima masukan tersebut selama hal tersebut sejalan dengan sistem multi partai sederhana. (OL-3)

PKS tidak ke Luar dari Koalisi

Minggu, 26 Desember 2010
Penulis : Dinny Mutiah


JAKARTA--MICOM: Partai Keadilan Sejahtera menyatakan tak akan keluar dari koalisi meski mengakui ada ketidakpuasan dalam forum sekretariat gabungan. PKS menegaskan forum setgab tidak berkaitan dengan koalisi yang dibangun antara PKS dengan SBY.

Hal ini disampaikan oleh Presiden PKS Luthfi Hassan Ishaq kepada Media Indonesia di Jakarta, Jumat (24/12). Berikut petikan wawancaranya.

Bagaimana posisi PKS dalam koalisi setelah keluhan pada setgab itu terlontar?

Jadi, harus digambarkan jelas beda antara koalisi dan manajemen setgab. Koalisi itu ada kontrak politiknya, sementara forum setgab adalah implementasi dari kebutuhan komunikasi di antara mitra koalisi. Kami tidak akan keluar dari koalisi.

Mengapa tidak menyatakan keluar kalau memang kecewa terhadap setgab?

Kalau kami kecewa, wajar-wajar saja karena pola manajemen dan pola komunikasi itu menimbulkan seperti yang diungkapkan Pak Mahfudz (Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq). Tapi, itu tidak serta merta terhubung langsung dengan koalisi. Forum ini bersifat teknis. Di dalam kontrak politik, tidak ada setgab. Tapi, kami sebagai mitra koalisi menginginkan adanya komunikasi yang dibangun untuk hal yang bersifat nasional dan fundamental. Hanya, orang kecewa pada pola manajemen yang dibuat oleh Pak Ical dan Pak Syarief Hassan.

Lalu, apa maksud dari ajakan membuat poros partai menengah?

Ini formula solusi. Kalau bisa dibenahi (pola komunikasinya), kami tidak begitu. Kalau tidak bisa dibenahi, ya sudah kami laksanakan formula itu. Sekarang kan musim evaluasi jadi tidak usah overacting. Meresponsnya harus proporsional. Kami ini berkoalisi dengan SBY. Dia sambut kami dengan ramah dan santun. Tapi, orang lain berteriak-teriak. Ini tidak proporsional. (OL-5)

Bookmark and Share [SEO Monitor by MyPagerank.Net]

PKS Keluhkan Kepemimpinan Setgab

Monday, 27 December 2010

JAKARTA(SINDO) – Untuk ke sekian kalinya unsur pimpinan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengeluhkan kondisi Sekretariat Gabungan (Setgab) Koalisi.Kali ini langsung menyasar jajaran pimpinan Setgab.

Ketua DPP PKS Mustafa Kamal menyatakan, perlu ada evaluasi atas sektor kepemimpinan di Setgab.Tujuannya agar forum para mitra koalisi ini jauh lebih efektif sebagai instrumen pendukung pemerintah dalam menjalankan berbagai kebijakan. “Manajemen, leadership, dan kerangka kerja sama politiknya harus lebih baik dan lebih dialogis. Jangan reaksioner dan banyak menunjukkan sikap dadakan,” tutur Mustafa dalam Seminar ”Refleksi Akhir Tahun 2010” yang digelar DPP PKS di Jakarta kemarin. Dia menekankan, akibat karakter kepemimpinan yang kurang baik, manajemen kerja Setgab sejak dibentuk menjelang pertengahan tahun ini hingga kini tidak pernah jelas.

Menurut Mustafa,harus dicari model baru kepemimpinan dan pola komunikasi di Setgab agar langkah parpol-parpol mitra koalisi bisa seirama dengan berbagai kebijakan pemerintah. Jika tidak, Setgab tetap menjadi tempat penyeragaman sikap koalisi yang bisa mengarah pada politik konspiratif. Meski meminta ada evaluasi kepemimpinan di Setgab, Mustafa enggan menyebutkan apakah harus ada pergantian Ketua Harian Setgab yang saat ini dijabat Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie.Ketua Fraksi PKS DPR ini hanya menyatakan bahwa kepemimpinan dan komunikasi Setgab saat ini cenderung tertutup dan kurang ada kesetaraan antarsesama partai anggota koalisi pendukung pemerintah.

Sebelumnya, PKS juga berulang- ulang menyampaikan kekecewaannya atas dinamika politik di Setgab yang cenderung hanya didominasi Partai Demokrat dan Golkar.Menurut Wakil Sekjen DPP PKS Mahfud Siddiq,Setgab sering hanya berperan layaknya pemadam kebakaran ketika ada konflik kepentingan antara Demokrat dan Golkar.Beberapa pimpinan parpol anggota koalisi seperti dari PAN, PPP,dan PKS mengamini pandangan tersebut. Di tempat terpisah,Ketua DPP PAN Bima Arya Sugiarto mendukung usulan evaluasi Setgab. Bahkan, perlu juga dibahas penguatan struktur agar pola komunikasinya semakin jelas. ”Ini penting supaya komunikasi dan koordinasi parpol-parpol koalisi lebih intens. Ada baiknya disepakati pula penunjukan juru bicara resmi Setgab supaya informasi tidak simpang siur,” tutur Bima.

Dia melanjutkan, terpenting dari semua ini sebenarnya adalah komitmen. Percuma struktur disempurnakan bila komitmen parpol- parpol anggota koalisi lemah. ”Kalau begitu yatidak ada artinya. Kita jangan sampai ada lagi saling mencurigai atau menyalahkan dalam menghadapi dinamika politik yang berkembang,”paparnya. Sekjen DPP PPP Irgan Chairul Mahfidz mengapresiasi pernyataan Mahfudz Siddiq yang mengajak parpol tengah melakukan konsolidasi. Meskipun begitu, tidak ada rencana PPP atau parpol tengah lain ke luar koalisi.

“Tidak ada ke arah sana,”ujarnya. Menurutnya,kritikan terhadap Setgab itu muncul karena adanya pola komunikasi yang tertutup.Hal tersebut sangat tidak baik bagi hubungan antara anggota Setgab. Sementara itu, Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Idrus Marham mengklaim bahwa kepemimpinan dan pola komunikasi di Setgab sudah berjalan cukup bagus. Karena itu, kalau pun digelar evaluasi, titik tekannya adalah bagaimana merevitalisasi peran Setgab ke depan. ”Jadi, bukan masalah kepemimpinan. Toh peran Pak Ical kan hanya mengoordinasikan komunikasi antarparpol koalisi. Kalau ketuanya tetap Pak SBY (Susilo BambangYudhoyono),”ujar Idrus.

Dia mengungkapkan,Ical disepakati menjadi ketua harian karena Partai Golkar adalah partai terbesar kedua setelah Partai Demokrat berdasarkan hasil Pemilu 2009. Dengan penjelasan ini, dia berharap tidak lagi ada persoalan, ganjalan,atau saling curiga bahwa Setgab dimanfaatkan oleh partai tertentu. ”Jangan ada lagi pemikiran seperti itu. Dalam Setgab semua partai sama, anggota sebuah koalisi,” tandasnya. Di tempat terpisah, Sekretaris Setgab Syarif Hasan meminta parpol-parpol anggota koalisi tidak lagi berpolemik di internal Setgab.

Dia tidak memungkiri adanya dinamika politik di masing-masing parpol anggota koalisi.Namun,bila ada kader parpol anggota Setgab yang terus mempersoalkan keberadaan Setgab, sebaiknya hal itu diselesaikan melalui mekanisme internal partai tersebut. Dia juga mengaku yakin jika ada pentolan parpol anggota Setgab yang terus menerus mempersoalkan keberadaan Setgab, besar kemungkinan parpol-nya sedang dirundung persoalan internal.”Jangan lah masalah internal dibawabawa ke Setgab,”ujarnya.

Tegaskan Sikap

Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bakti memandang, kritikan dan keluhan dari PKS, PPP, PAN, dan PKB sebagai parpol menengah tentang kondisi di internal Setgab yang cenderung terlalu didominasi kepentingan Partai Demokrat dan Partai Golkar tidak akan didengar serius oleh kedua parpol besar tersebut. Bila ingin mendapat respons berupa perubahan yang, Ikrar menyarankan PKS,PPP,PAN, dan PKB menunjukkan sikap tegas dan menunjukkan posisi tawarnya di koalisi.

“Kalau hanya teriak, tidak akan didengar. Harus bersikap, mau tidak mau harus menggalang kekuatan,”tutur Ikrar. Sebenarnya bisa saja keempat partai tengah itu melakukan konsolidasi. Namun, pertanyaan, apakah mereka berani melakukan hal itu mengingat bagaimanapun mereka telah mendapat keuntungan dengan jatah menteri di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II. (rahmat sahid/ maesaroh)

PPP: Poros Tengah Layak Segera Dibentuk

"Ini bisa menjadi kekuatan penyeimbang antara partai berkuasa dengan oposisi."
Senin, 27 Desember 2010, 09:00 WIB
Ita Lismawati F. Malau

VIVAnews - Wakil Ketua Dewan Pakar DPP Partai Persatuan Pembangunan, Lukman Hakiem, menilai poros tengah perlu dibentuk untuk keseimbangan politik. Dia menilai koalisi yang ada saat ini terlalu gemuk sehingga tidak sehat untuk demokrasi.

"Bisa menimbulkan kolestrol politik dengan segala dampak buruknya bagi demokrasi," kata dia dalam pesan singkat, Senin 27 Desember 2010. "Poros tengah bagus untuk dibentuk."

Dia menambahkan monopoli dalam politik tidak boleh dibiarkan karena akan melahirkan demokrasi tanpa kontrol yang akhirnya melahirkan otoritarianisme baru.

Menurut dia, ide pembentukan poros tengah yang sempat mencuat setelah isu keretakan di Sekretariat Gabungan (Setgab) bisa direalisasikan melalui persekutuan PKS, PPP, dan PAN. "Ini bisa menjadi kekuatan penyeimbang dari tarik-menarik antara partai berkuasa dengan partai oposisi," tambahnya.

Dia menambahkan, persekutuan tiga partai ini bisa menjadi dinamisator dan stabilisator bagi kehidupan politik dan demokrasi yang kini cenderung beku.

Pada 1999, jelasnya, poros tengah berhasil memecahkan kebekuan politik antara BJ Habibie dan Megawati Soekarnoputri. Hasilnya, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur bisa diterima kedua belah pihak senagai Presiden. "Sekarang pun poros tengah harus mampu memecahkan kebekuan politik yang menjenuhkan ini," kata dia.

"Tidak ada alasan untuk menunda lahirnya portai tengah. Makin cepat makin baik."

Sebelumnya, keinginan membentuk partai tengah ini disampaikan Wakil Sekretaris Jenderal PKS Mahfudz Siddiq yang menyatakan tak puas dengan mekanisme yang berjalan di Setgab. Dia pun mengajak partai-partai untuk membangun koalisi 'partai tengah' untuk mengimbangi koalisi Partai Demokrat dan Golkar.
• VIVAnews

Analis: Setgab tidak berguna!

Sunday, 26 December 2010
Waspada Online
IRWAN SITINJAK

MEDAN - Kurang harmonisnya hubungan antar partai koalisi dalam Sekretariat Gabungan (Setgab) menandakan Setgab tidak berfungsi dengan baik. Apalagi pernyataan Sekjen PKS Mahfudz Siddiq yang yang kecewa dengan kinerja Setgab dan menganggap Setgab didominasi Partai Demokrat dan Golkar.

Namun, menurut pakar politik dari Universitas Sumatera Utara (USU), Syarifuddin Pohan, Setgab hanyalah sebagai akomodasi politik untuk mendapatkan sebuah legitimasi dalam pemerintahan, sehingga rentan dengan rasa cemburu.

“Wajar saja kalau ada konflik dalam Setgab, karena Setgab hanya sebuah upaya untuk mendapatkan legitimasi dalam pemerintahan, jadi terdapat banyak kepentingan sejumlah partai di dalamnya, jika kepentingan satu partai tidak terpenuhi, maka timbullah konflik,” ujarnya kepada Waspada Online sore ini.

Pohan menilai Setgab tidak seharusnya dibentuk sebab, kata Pohan, adanya Setgab menunjukkan Partai Demokrat tidak percaya diri dalam memerintah. Menurut Pohan Setgab tidak penting karena hanya mempertahankan kekuasaan dan kepentingan Partai Demokrat saja.

“Indonesia itu negara presidential, bukan perlementer, kenapa harus ada koalisi? Seharusnya SBY tidak perlu takut karena pemerintahannya tidak bisa digoyang oleh parlementer. Setgab ini hanya akan membuat kesenjangan dalam pemerintahan,” jelasnya.

Sedangkan pernyataan dari Sekretaris Fraksi Demokrat Saan Mustopa yang menantang PKS untuk keluar dari Setgab terkait ungkapan Sekjen PKS dinilai sebagai sebuah gertakan.

“Partai koalisi saling menggertak, PKS mulai kecewa karena merasa tidak diperhitungkan dalam Setgab membuat, sedangkan Partai Demokrat menantang PKS untuk keluar dari Setgab karena tidak komitmen terhadap koalisi,” kata Pohan.

Tidak terdapat adanya kepentingan untuk membela rakyat, jelas Pohan, membuat Setgab tidak berguna. Untuk itu, Pohan mengatakan pemerintahan tahun 2014 mendatang dirasa tidak perlu lagi ada Setgab.

“Siapa pun yang menang pemilu 2014, sebaiknya tidak membentuk Setgab lagi, karena Setgab hanya berujung pada kepentingan partai yang menciderai kontrak social pada masyarakat, bukan untuk kepentingan rakyat,” pungkasnya.

Editor: HARLES SILITONGA

Thursday, December 23, 2010

PKS Usulkan Partai Tengah Merapat ke PDIP

Tempo - Rabu, 22 Desember

TEMPO Interaktif, Jakarta - Wakil Sekretaris Jenderal PKS Mahfudz Siddiq mengusulkan agar partai tengah di Sekretariat Gabungan bersatu dalam menghadapi Pemilihan Presiden 2014. "Bahkan, kalau perlu, berkoalisi dengan PDIP," ujarnya via telepon kemarin.

Menurut Mahfudz, perbedaan ideologi partai tengah, khususnya PKS, dengan PDIP bukan kendala untuk berkoalisi. "Kami sudah semakin terbuka," kata dia.

Mahfudz menyatakan, gagasan penggabungan kekuatan partai tengah merupakan tanggapan atas pernyataan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan, Muhammad Romahurmuziy, yang menyebutkan komunikasi di Setgab kerap tidak jujur. »Disebutkan bahwa komunikasi di sana didominasi dua partai besar, yaitu Partai Demokrat dan juga Golkar,” ujarnya.

Menurut Mahfudz, konsolidasi PKS, PKB, PAN, dan PPP ini dapat menjadi alternatif dari dua kekuatan besar, Demokrat dan Golkar, jika kedua partai itu menggunakan Setgab untuk memperjuangkan kepentingan masing-masing. »Partai tengah yang kecil-kecil ini, bila tidak ingin terjepit, mending bergabung jadi satu,” kata dia.

Konsolidasi partai tengah itu berlaku untuk konteks sekarang, »Tapi bisa saja berlanjut hingga 2014,” Mahfudz menegaskan.

Menanggapi usul Mahfudz, Wakil Sekjen DPP PAN Viva Yoga Mauladi mengatakan usulan penggabungan partai tengah dengan PDIP terlalu dini untuk dipikirkan. »PAN saat ini fokus pada konsolidasi internal partai,” ujarnya tadi malam.

Ia juga mengatakan peta dukungan partai-partai untuk pemilihan presiden masih sangat cair. »Karena itu, kami masih menunggu hasil Pemilu Dewan 2014,” ujarnya.

Viva Yoga mengakui, ada masalah komunikasi di Setgab.»Sehingga di DPR antaranggota Setgab sering berbeda pandangan,”ujarnya.

Setgab tak cuma mengalami masalah komunikasi. Menurut Romahurmuziy, pola komunikasi di Setgab sering tidak jujur. »Ada beberapa keputusan penting diputuskan secara bilateral (dua parpol), bukan secara multilateral (enam parpol) dalam forum Setgab,” ujarnya di Jakarta kemarin.

Tak hanya itu, ketika tidak ada kebulatan sikap di Setgab, klaim yang keluar acap kali sebaliknya. »Misalnya dalam soal Rancangan Undang-Undang Keistimewaan DIY, yang diklaim Partai Demokrat sudah ada kebulatan sikap, padahal belum,” kata Sekretaris Fraksi PPP di Dewan Perwakilan Rakyat ini.

Ketua Fraksi PKB di DPR, Marwan Jafar, juga membenarkan adanya masalah komunikasi di lingkup internal Setgab. Itu sebabnya, ia mengusulkan agar Sekretariat menerapkan ganjaran dan hukuman bagi anggota koalisi, untuk memastikan bahwa kesepakatan bersama bakal dilaksanakan.

RATNANING ASIH | EKO ARI |AMIRULLAH | JOBPIE | DWI WIYANA

Internal Setgab Koalisi Ricuh, Ada Apa?

Headline
Oleh: R Ferdian Andi R
Nasional - Kamis, 23 Desember 2010 | 07:29 WIB


Sekjen DPP PKS Anis Matta - Foto:Istimewa

INILAH.COM, Jakarta - Dalam pekan-pekan ini, suasana di internal Sekretariat Gabungan (Setgab) Koalisi cenderung gaduh. Apa sebenarnya pokok persoalannya?

Kegaduhan Setgab Koalisi terpicu paling tidak akibat dua hal. Pertama terkait kondisi obyektif di Setgab Koalisi yakni persoalan komunikasi dan proses pengambilan keputusan yang cenderung diambil sepihak. Jika melihat fakta di lapangan sulit untuk menepis kemungkinan ini.

RUUK DIY menjadi contoh nyata, betapa Setgab Koalisi tak berperan efektif. Keputusan Setgab hanya diambil oleh segelintir pihak saja. Tak pelak, Sekjen DPP PKS Anis Matta merasa keberadaan PKS di dalam Setgab hanya untuk melengkapi stempel terhadap kebijakan pemerintah.

"Harusnya Setgab menjadi dapur penggodokan, bukan sosialisasi kebijakan pemerintah," ujarnya di Jakarta, Rabu (22/12/2010). Ia merasa PKS tidak dilibatkan secara menyeluruh atas penggodokan kebijakan pemerintah di DPR. Beberapa penggodokan hanya dilakukan di tataran pimpinan Setgab. Menurutnya sikap ini tidak transparan.

Kemungkinan kedua, gugatan terhadap Setgab dipicu konstalasi internal Setgab terkait rencana perombakan kabinet oleh presiden yang kemungkinan besar akan dilakukan pada Januari mendatang. Ancaman dan gugatan terhadap Setgab hanya menjadi alat bargain partai politik untuk menguatkan posisi kabinet di pemerintahan.

Jika melihat gugatan paling mencolok terhadap Setgab dilakukan PKS. Ancaman menggalang kekuatan partai tengah koalisi untuk merapat ke PDI Perjuangan merupakan pernyataan politik yang cukup keras. Kadar politik itu paling keras selama perjalanan Setgab.

Sekjen DPP PDIP Tjahjo Kumolo menegaskan pihaknya membuka diri jika partai tengah melakukan komunikasi dengan PDIP. Hanya saja, ia memberi syarat. "Kalau ada teman di Setgab ingin komunikasi dengan kami sah-sah saja, kami terbuka. Tapi ada syaratnya, mundur dari kabinet, jangan dua kaki," tegasnya.

Tjahjo menegaskan, pihaknya membuka tangan lebar-lebar untuk melakukan komunikasi dengan partai koalisi. Namun PDIP menolak jika cara seperti itu hanya menjadi alat bargain politik dengan Presiden SBY. "Tapi jangan partai kami dijadikan politik bargaining," cetusnya.

Untuk urusan strategis hingga Pemilu 2014, Tjahjo meminta agar partai politik yang ingin melakukan komunikasi dengan PDIP melepaskan diri dari koalisi. "Tinggalkan dulu koalisi. Kaki kiri di sana, kaki kanan di kita, enak dong mereka," selorohnya.

Pernyataan Tjahjo ada benarnya. Karena, faktanya ancaman yang dilakukan partai koalisi bukan kali ini saja terjadi. Apalagi, terkait rencana evaluasi menteri di KIB II. Pengamanan kursi kabinet dimungkinkan menjadi agenda terselubung dari gugatan atas Setgab oleh partai koalisi, khususnya PKS.

Karena rumor yang berkembang, jatah kursi PKS di KIB II yang saat ini berjumlah empat kursi, akan dikurangi hanya menjadi tiga saja. Satu kursi lainnya, disebut-sebut diperuntukkan bagi Partai Golkar.

Segala kemungkinan memang berpeluang terjadi. Meskipun secara obyektif, kondisi intertnal Setgab memang tidak ideal. Forum komunikasi untuk menggodok rencana kebijakan pemerintah nyatanya tak jalan. Yang ada justru penelikungan oleh partai politik tertentu atas persoalan yang dihadapi.

Jadi, jikapun PKS atau partai tengah lainnya memanfaatkan isu Setgab yang memang tak kondusif ini sebagai alat tawar untuk mengamankan kursi kabinet, sah-sah saja. Hanya saja isu utama persoalan di Setgab harus tetap menjadi sorotan. Seperti iklan sebuah produk, 'buy one get one free', itulah yang dilakukan PKS dan partai tengah lainnya. [mdr]

PKS: Demokrat Jangan Emosi Dong

Headline
Nasional - Kamis, 23 Desember 2010 | 11:31 WIB

- Foto:Istimewa
Oleh: Mevi Linawati


INILAH.COM, Jakarta - Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Mustafa Kamal meminta kader Partai Demokrat melihat substansi pernyataan Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq.

"Jadi omongan Mahfud adalah upaya reflektif, yang penting subtansi. Jangan keburu emosi kalau pilihan kata dirasa kurang pas di telinga," kata Mustafa ketika dihubungi di Jakarta, Kamis (23/12/2010).

Sebelumnya, Mahfudz menyatakan bahwa Demokrat dan Golkar mendominasi Setgab. Anggota parpol lain yang tergabung dalam Setgab merasa tersisih karena menjadi kepentingan dua partai tersebut. Mahfudz juga berencana membentuk poros tengah koalisi untuk kemudian mengajak PDIP bergabung untuk Pemilu mendatang.

Menanggapi pernyataan Mahfudz, Wasekjen Partai Demokrat Saan Mustofa mempersilakan PKS keluar dari Sekretariat Gabungan (Setgab).

"Kalau pernyataan Mahfudz Siddiq serius, maka kami menyatakan silakan PKS keluar dari Setgab," kata Wakil Sekjen Partai Demokrat Saan Mustofa saat dihubungi, Jakarta, Rabu malam (22/12/2010).

Mustafa menegaskan keluhan parpol koalisi yang tergabung dalam Setgab didudukan secara proposional. Dalam demokrasi, wajar ada dinamika seperti ketidakpuasan. Apalagi, Setgab belum berusia sampai satu tahun.

"Jadikan saja refleksi 1 tahun supaya kedepan koalisi bisa visioner," imbuhnya. [bar]

PKS: Setgab Dikerdilkan Golkar dan Demokrat

Tribunnews.com - Selasa, 21 Desember 2010 16:05 WIB


"Kalau mau dievaluasi kritis, Setgab masih cenderung, pertama, berfungsi sebagai pemadam kebakaran. Ada masalah baru rembukan dan mobilisasi dukungan. Kemudian, forum musyawarah teknis level pimpinan fraksi DPR atau level-level DPP. Belum jadi forum musyawarah strategis antara presiden dengan ketum parpol pendukungnya,"
Wakil Sekretaris Jenderal PKS, Mahfudz Siddiq
Share

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketidaknyamanan atas keberadaan Sekretariat Gabungan (Setgab) koalisi partai pendukung pemerintah, diungkapkan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) melalui Wakil Sekjennya, Mahfudz Siddiq.

Tanpa ragu, Mahfudz kepada wartawan di DPR, Selasa (21/12/2010) menganggap, Setgab sebagai lembaga pemadam kebakaran.

"Kalau mau dievaluasi kritis, Setgab masih cenderung, pertama, berfungsi sebagai pemadam kebakaran. Ada masalah baru rembukan dan mobilisasi dukungan. Kemudian, forum musyawarah teknis level pimpinan fraksi DPR atau level-level DPP. Belum jadi forum musyawarah strategis antara presiden dengan ketum parpol pendukungnya," ujarnya.

Tanpa ragu, Mahfudz kemudian mengungkap, keberadaan Setgab, kini cenderung dikerdilkan oleh peran Demokrat dan Golkar. Yang tentu saja, Setgab, tak bisa banyak untuk diharapkan.

Fungsinya dikerdilkan jadi sarana konsolidasi gesekan kepentingan-kepentingan parpol besar, Demokrat dan Golkar. Maka, Setgab nggak bisa diharapkan banyak. Kasus RUU DIY sebagai contoh gamblang," tandas Mahfudz.

"Dinamika Setgab memang lucu dan aneh. Demokrat dan Golkar yang kawin politik di tengah jalan, sering konflik kepentingan dan saling sandera. Tapi sering juga kolaborasi atas nama Setgab. Yang kejepit partai-partai tengah seperti PPP,PAN, PKB dan PKS. Maka, penting bagi partai-partai tengah konsolidasi biar tidak termarginalisasi," ungkapnya.

Ia kemudian memprediksi, baik Demokrat dan Golkar akan majukan capres. Golkar dan Demokrat akan menggunakan sisa waktu 3 tahun ke depan untuk konsolidasi dan melakukan mobilisasi sumber dayanya.

"Kemudian, Setgab akan dijadikan instrumen untuk kepentingan itu. Maka, partai-partai tengah harus cermat dan antisipasi.Bahkan sangat mungkin kekuatan tengah tampil dengann capresnya sendiri. Bahkan bisa kolaborasi dengan PDI-P yang kecil kemungkinan ke Demokrat atau Golkar," kata Mahfudz Siddiq.

Demokrat Persilakan PKS Keluar dari Setgab

Headline Nasional - Kamis, 23 Desember 2010 | 10:32 WIB


Wakil Sekjen Partai Demokrat Saan Mustofa - Foto: Istimewa
Oleh: Mevi Linawati

INILAH.COM, Jakarta - Partai Demokrat mempersilakan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) keluar dari Sekretariat Gabungan (Setgab).

"Tidak yakin kalau pernyataan Mahfudz Siddiq adalah pernyataan PKS sebagai anggota setgab. Sebab, PKS selalu hadir di Setgab. Kalau pernyataan Mahfudz Siddiq serius, maka kami menyatakan silakan PKS
keluar dari Setgab," kata Wakil Sekjen Partai Demokrat Saan Mustofa saat dihubungi, Jakarta, Rabu malam (22/12/2010).

Sebelumnya, Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq menyatakan bahwa Demokrat dan Golkar mendominasi Setgab. Anggota parpol lain yang tergabung dalam Setgab merasa tersisih karena menjadi kepentingan dua partai tersebut. Mahfudz juga berencana membentuk poros tengah koalisi untuk kemudian mengajak PDIP bergabung untuk Pemilu mendatang.

Menanggapi lebih jauh, Saan menegaskan Setgab dibentuk untuk tujuan bersama yaitu bagaimana agar program kebijakan bisa terimplementasi dengan baik sampai 2014.

Sikap resmi Setgab, tambahnya, selalu dikerjakan bersama dengan mengedepankan 'sharing' pendapat, termasuk berbagai undang-undang dibicarakan dalam Setgab.

"Bahwa dalam pembicaraan ada kepentingan subjektif masing-masing ya tentu ada. Itu bisa didialogkan, kita diskusikan dari kepentingan subyektif masing-masing," tutupnya. [bar]

PKS Evaluasi Posisinya di Setgab

Rabu, 22 Desember 2010, 10:08 WIB

Kampanye PKS


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Partai Keadilan Sejakhtera (PKS) melakukan evaluasi atas peran dan posisinya di sekertariant gabungan (setgab) koalisi. Dari hasil evaluasi yang dilakukan, PKS menilai setgab hanya jadi alat legitimasi kepentingan kelompok tertentu.

Hal itu diungkapkan Sekjen PKS, Anis Matta. Menurutnya, PKS merasa hanya dijadikan tukang stempel atas setiap kebijakan yang dihasilkan setgab. "Maksud dibangunnya setgab pada awalnya adalah sebagai dapur koalisi. Segala keputusan dibuat bersama di dapur itu. Tapi apa yang terjadi kini, setgab jadi seperti tukang stempel," ujarnya saat dihubungi Republika, Rabu (22/12).

PKS menangkap kesan jika selama ini setgab hanya menjadi alat untuk mengamankan kepentingan. Kepentingan yang hanya mengacu pada pihak tertentu, membuat pihak lain merasa disingkirkan. Karena itu dia memandang perjalanan setgab sudah melenceng dari tujuan awal sebagai dapur koalisi.

Apakah kepentingan pihak yang dimaksud adalah Golkar dan Demokrat? Anis mengiyakan. "Itu yang tadi saya bilang kepentingan kelompok tertentu," tambahnya.

Menurut Anis, PKS tetap akan kritis dalam memandang sejumlah persoalan. Dia menolak jika setgab dijadikan alat untuk menyeragamkan pendapat. Dia tak ingin, setgab hanya menjadi tukang stempel untuk mengamankan kepentingan kelompok tertentu.

"Seperti awal tujuan dibentuknya, setgab harusnya menjadi dapur dimana kita duduk bersama dan melakukan pembahasan terhadap masalah. Bukannya hanya menjadi tukang stempel kebijakan--untuk mengamankan aturan yang dibuat pemerintah," katanya.
Red: Stevy Maradona

Demokrat Ngambek, Minta PKS Keluar dari Koalisi

Kamis, 23 Desember 2010,

Demokrat-PKS

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Sekertaris Fraksi Demokrat DPR, Saan Mustopa mempersilahkan PKS untuk keluar dari sekertariat gabungan (setgab) koalisi. PKS juga dipersilahkan menarik menterinya di kabinet apabila tak puas dengan koalisi yang selama ini dibangun.

Hal ini diungkapkannya menanggapi pernyataan salah satu fungsionaris PKS, Mafudz Sidiq. "Kalau benar penyataan Mahfudz itu mewakili sikap PKS lebih baik secara gentel menarik diri saja dari segab dan menarik menterinya di kabinet. Itu konsekuensinya," ujar Saan kepada sejumlah wartawan di sela-sela seminar bertajuk "Rekruitmen Partai Politik, Penegakan Hukum, dan Pemberantasan Korupsi" di Jakarta, Kamis (23/12).

Saan mengatakan, saat terbentuknyta setgab seluruh partai telah memiliki komitmen bersama tentang koalisi. Dia berpandangan setgab adalah media untuk mendiskusikan sebual masalah, bukan justru menciptakan masalah baru.

Apa yang dikatakan Mahfudz, ujarnya, telah menyeleweng dari komitmen kebersamaan setgab. "Sebenarnya, kalau mengukur kekecewaan, Demokratlah yang pantas untuk kecewa. Kami sering ditinggalkan dalam berbagai hal," jelasnya.

Kasus Century, pembahasan sistem KPU, deponerring Bibit-Chandra, dan pemilihan ketua KPK, menjadi catatan kekecewaan Demokrat pada mitra koalisi. "Kami tentunya terus berkomitmen mempertahankan setgab bersama partai-partai mitra koalisi. Kami harap segala masalah dapat dibicarakan dan diselesaikan secara konstruktif," katanya.

Kecewa Setgab, PKS Galang Kekuatan Partai Tengah

Rabu, 22 Desember 2010 - 07:33 wib
Ferdinan - Okezone



JAKARTA - Kekecewaaan terhadap sekretariat gabungan (Setgab) partai koalisi pemerintah membuat Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memilih jalan lain dengan menggabungkan kekuatan partai tengah seperti PAN, PKB dan PPP.

Konsolidasi dilakukan PKS lantaran Partai Demokrat dan Partai Golkar dianggap menguasai Setgab tanpa menghiraukan keberadaan partai koalisi lainnya. "Kalau Setgab didominasi kepentingan dua partai Golkar dan Demokrat, maka partai tengah sebaiknya berkonsolidasi mengimbangi Demokrat dan Golkar," kata Wakil Sekjen PKS Mahfudz Siddiq saat dihubungi okezone, Selasa, 21 Desember malam.

Mahfudz menjelaskan, pola komunikasi yang ditampilkan dua partai terbesar tersebut meminggirkan aspirasi partai lainnya di koalisi. "Kita harus konsolidasi mengimbangi agar Setgab tidak jadi instrumen untuk menggolkan kepentingan Demokrat dan Golkar," sambungnya.

Dia mencontohkan, pola komunikasi superior yang ditampilkan Golkar terlihat ketika Ketum Golkar Aburizal Bakrie mengatakan Setgab akan mengusahakan kesamaan pandangan dengan usulan pemerintah mengenai draf RUU Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

"Macam-macam pola penyeragaman yang dibuat, soal ambang batas parlemen dan paling aktual mengenai RUUK Yogyakarta. Sepertinya sikap dua partai yakni Demokrat dan Golkar mengenai klausul pemilihan Gubernur dipaksakan menjadi sikap bersama partai di Setgab, padahal tidak demikian," tegasnya.

PKS, kata Mahfudz akan terus menggulirkan ide konsolidasi partai tengah. Dia kembali mempertegas konsolidasi penting agar terjadi keseimbangan pandangan. "Itu ide kita yang akan dijalankan. Ini lebih bagaimana partai tengah di Setgab tidak terkooptasi kepentingan Golkar dan Demokrat," ujarnya.(fer)

Monday, December 06, 2010

Sultan Harus Lepas Identitas Politik

Keistimewaaan Yogyakarta

Laporan wartawan KOMPAS.com Caroline Damanik
Senin, 29 November 2010 | 14:33 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Sekretaris Jenderal PKS Mahfudz Siddiq mengatakan tidak ada masalah jika keturunan Sultan Hamengkubuwono dari Keraton Yogyakarta langsung menjabat sebagai Gubernur DI Yogyakarta yang sah. Hanya saja, Sultan harus meninggalkan identitas politiknya.

"Enggak ada masalah. Catatan dari PKS, jika itu posisinya, maka Sultan itu harus berdiri di atas semua kepentingan, golongan, kelompok dan warga Yogyakarta, dalam arti kata, Sultan tidak boleh menjadi pimpinan atau pengurus parpol," ungkapnya di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Senin (29/11/2010).

Keistimewaan kepemimpinan DI Yogyakarta, lanjut Ketua Komisi I DPR RI ini, dijamin oleh UU Otonomi Daerah. Selain itu, sejumlah dokumen juga mendukung, seperti dokumen sejarah politik adanya kesepakatan kesultanan Yogyakarta saat bersatu dengan Republik Indonesia, serta tradisi dan kearifan lokal.

Dengan data-data ini, Mahfudz mengatakan tidak masalah jika Sultan otomatis menjadi gubernur. "Kan UU Otonomi Daerah memungkinkan kekhususan-kekhususan, sebagaimana DKI Jakarta, wali kota-wali kotanya kan enggak dipilih langsung (oleh rakyat) karena dia daerah khusus," katanya.

Sementara itu, menanggapi pernyataan Presiden, Mahfudz enggan berpolemik. "Ya kalau kemarin, itu urusan presiden, terserahlah mau bilang apa," tandasnya.

Yang terpenting, lanjutnya, jika rakyat Yogyakarta menginginkan hal itu dan Sultan teguh dalam prinsipnya, maka tak perlu keberatan Sultan otomatis menjadi Gubernur. Asalkan Sultan tidak terlibat dalam partai politik. Jika terlibat di ormas, seperti Nasional Demokrat, Mahfudz mempersilahkan saja. Asalkan juga Nasdem nantinya tidak bermetamorfosis menjadi partai politik.

Wednesday, December 01, 2010

SBY Dituding Punya Persoalan dengan Sultan

NASIONAL - POLITIK
Selasa, 30 November 2010 , 08:28:00


JAKARTA – Politisi PDIP Arif Wibowo menduga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memiliki persoalan pribadi dengan Sultan Hamengku Buwono X, sehingga terkesan SBY ingin menggusur posisi Sultan sebagai Gubernur Jogjakarta. Kesan itu tampak jelas dari kengototan pemerintah mengubah sistem pemilihan Gubernur Daerah Istimewa Jogjakarta dari penetapan menjadi pemilihan langsung melalui Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) Jogjakarta.

”Saya kira ini dampak dari konflik pribadi Presiden SBY-Sultan Hamengku Buwono X. Mestinya konflik pribadi ini tidak dibawa ke arena yang lebih luas, selesaikan saja secara pribadi di antara keduanya,” kata anggota Komisi II DPR ini, Senin (29/11).

Seperti diketahui, saat membuka Sidang Kabinet Terbatas Jumat (26/11), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan kembali menegaskan RUU Keistimewaan Jogjakarta harus memikirkan aspek demokrasi. Sebab saat ini sudah tidak mungkin lagi melanjutkan sistem monarki.

Menurut Arif Wibowo, pernyataan SBY itu tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat Jogjakarta yang masih memandang figur Sultan HB X sebagai pimpinan mereka. ”Kalau pun pemilihan langsung digelar di Jogjakarta, saya yakin Sultan akan terpilih lagi,” katanya.

Wakil Ketua Komisi II DPR Ganjar Pranowo juga mengaku tergelitik melihat sikap SBY yang terkesan hanya menyoroti proses pemilihan kepala daerah DIY semata. Padahal, sebagaimana tertulis dalam pasal 18A ayat 1 UUD 1945, kekhususan dan keragaman ini juga yang melandasi diberlakukannya hukum syariah di Aceh, otonomi khusus Papua, dan ditunjuknya Walikota di Provinsi DKI Jakarta.

”Ini ada hubungan apa kok presiden bersikap seperti ini kepada Sultan? Mestinya presiden sebelum mengatakan itu panggil saja Sultan, panggil saja Paku Alam, panggil saja pakar politik, panggil saja elemen masyarakat Yogya, biar presiden mengerti. Ada apa dengan presiden?” kata Ganjar yang juga politisi PDIP.

Sementara itu, Mahfudz Siddiq dari PKS meminta Sultan HB X tidak terlibat dalam kepentingan partai polilik tertentu. Sultan itu harus berdiri di atas semua kepentingan golongan, kelompok dan warga di Yogyakarta. ”Kami setuju penetapan Sultan sebagai Gubernur Jogjakarta tanpa harus melalui pemilihan langsung. Dengan syarat, dia tidak menjadi pengurus atau pimpinan partai politik mana pun,” kata mantan Ketua Komisi II DPR itu. (dri)

Soal Monarki, Sultan Menyerahkan ke Rakyat

Selasa, 30 November 2010 | 22:52 WIB


TEMPO Interaktif, YOGYAKARTA- Sri Sultan Hamengku Buwono X enggan mengkomentari pernyataan Presiden Susilo Yudhoyono tentang bentuk monarki dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) Yogyakarta.

Disela-sela acara "Pencanangan Penanaman Pohon Trembesi " di Kulon Progo mengatakan, dirinya hanya berbicara sekali, dan menyerahkan nasib keistimewaan kepada rakyat Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat.

"Pernyataan saya sudah cukup, nanti saya dianggap banyak komentar. Saya bicara cukup satu kali, dan saya serahkan sepenuhnya kepada rakyat," katanya, Selasa 30 November 2010.

Sultan HB X mengatakan, RUUK akan terus melihat aspirasi masyarakat kalau RUUK tidak sesuai dengan hati rakyat Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat. "Nanti lihat dulu hasil keputusan RUUK, pasti nanti ada perubahan," katanya.

Terkait berbagai kelompok masyarakat salah satunya paguyuban lurah se-DIY yang akan menggelar sidang rakyat, dirinya juga enggan berkomentar. "Saya tidak komentar, saya tutup mulut," katanya.

Sebelumnya, Bupati Kulon Progo, Toyo S. Dipo, akan mempelajari Maklumat 5 September 1945, dan surat dari Presiden RI tentang Kedudukan eistimewaan Yogyakarta terkait dengan Rancangan Undang-undang Keistimewaan yang dibahas DPR RI.

Menurut dia, berdasarkan informasi yang diperoleh, warga kabupaten Kulon Progo ini banyak yang mendukung penetapan Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Paku Alam IX sebagai gubernur dan wakil gubernur provinsi ini untuk periode mendatang.

"Kalau gubernur tidak ditetapkan, apa bedanya ada kata istimewa dengan tidak istimewa, tentu harus dipahami sejarah bergabungnya Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia pada saat itu," katanya.

WDA | ANT

Sultan Harus Lepas Identitas Politik

Keistimewaaan Yogyakarta

Laporan wartawan KOMPAS.com Caroline Damanik
Senin, 29 November 2010 | 14:33 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Sekretaris Jenderal PKS Mahfudz Siddiq mengatakan tidak ada masalah jika keturunan Sultan Hamengkubuwono dari Keraton Yogyakarta langsung menjabat sebagai Gubernur DI Yogyakarta yang sah. Hanya saja, Sultan harus meninggalkan identitas politiknya.

"Enggak ada masalah. Catatan dari PKS, jika itu posisinya, maka Sultan itu harus berdiri di atas semua kepentingan, golongan, kelompok dan warga Yogyakarta, dalam arti kata, Sultan tidak boleh menjadi pimpinan atau pengurus parpol," ungkapnya di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Senin (29/11/2010).

Keistimewaan kepemimpinan DI Yogyakarta, lanjut Ketua Komisi I DPR RI ini, dijamin oleh UU Otonomi Daerah. Selain itu, sejumlah dokumen juga mendukung, seperti dokumen sejarah politik adanya kesepakatan kesultanan Yogyakarta saat bersatu dengan Republik Indonesia, serta tradisi dan kearifan lokal.

Dengan data-data ini, Mahfudz mengatakan tidak masalah jika Sultan otomatis menjadi gubernur. "Kan UU Otonomi Daerah memungkinkan kekhususan-kekhususan, sebagaimana DKI Jakarta, wali kota-wali kotanya kan enggak dipilih langsung (oleh rakyat) karena dia daerah khusus," katanya.

Sementara itu, menanggapi pernyataan Presiden, Mahfudz enggan berpolemik. "Ya kalau kemarin, itu urusan presiden, terserahlah mau bilang apa," tandasnya.

Yang terpenting, lanjutnya, jika rakyat Yogyakarta menginginkan hal itu dan Sultan teguh dalam prinsipnya, maka tak perlu keberatan Sultan otomatis menjadi Gubernur. Asalkan Sultan tidak terlibat dalam partai politik. Jika terlibat di ormas, seperti Nasional Demokrat, Mahfudz mempersilahkan saja. Asalkan juga Nasdem nantinya tidak bermetamorfosis menjadi partai politik

Korea Utara-Selatan Konflik, Indonesia Bisa Kena Getahnya

Rabu, 24 November 2010 | 12:42 WIB


TEMPO Interaktif, Jakarta -Semenanjung Korea memanas. Korea Utara dan Korea Selatan kemarin saling berbalas roket di perbatasan.

Meski secara geografis, Korea Selatan dan Korea Utara terletak di Asia Timur. Tapi, kata Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Mahfud Siddiq, Indonesia bisa terkena dampak konflik keduanya. "Yang jelas secara ekonomi pasti dampaknya akan kelihatan," ujarnya di Gedung DPR, Rabu (24/11).

Mahfud tak memungkiri, Indonesia berada di kawasan yang berbeda dengan kedua negara tersebut. Hubungan dagang Indonesia pun tidak terlalu kuat, baik dengan Korea Utara maupun Korea Selatan. "Tapi kan ini terkait dengan Cina, bisa juga Taiwan yang terpengaruh. Bisa juga Jepang. Dan kalau ini berjalan panjang, maka implikasinya ke kawasan Asean juga besar. Bukan secara politik saja," kata dia.

Mahfud memperkirakan, konflik Korea Utara-Korea Selatan bisa berkembang jadi perang besar. Sebab sedang ada program pengayaan uranium oleh Korut, yang bisa jadi ancaman bagi kawasan Asean.

Itulah sebabnya, kata Mahfud, Indonesia, Amerika Serikat, dan negara lain juga harus mengambil langkah-langkah diplomatik untuk mencegah konflik membesar. "Sejarahnya Korut dan Korsel jadi dua negara kan karena konsekuensi Perang Dunia II. Jadi negara seperti AS, Rusia, Cina, harus menjaga betul kepentingan mereka, untuk tidak merusak kedua negara yang seharusnya satu ini."

ISMA SAVITRI

Komisi I Mendorong DPR Membentuk Pansus TKI

Polkam / Rabu, 24 November 2010 11:46 WIB

Metrotvnews.com, Jakarta: Komisi I DPR akan mendorong agar dewan membentuk Panitia Khusus untuk tenaga kerja Indonesia (TKI). Pasalnya, diduga banyak mafia ilegal yang menikmati uang dari jual-beli TKI.

"Di sinilah kelihatan sekali bahwa kepentingan-kepentingan bisnis yang dikelola oleh begitu banyak PJTKI dan rekruitmen ilegal oleh calo. Itu lebih menguasai ketimbang kebijakan pemerintah," kata Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Rabu (24/11).

Menurut Mahfudz, pemerintah tidak boleh tunduk pada kepentingan bisnis PJTKI. Pemerintah juga jangan mengambil manfaat dari keberadaan TKI ketika negara belum mampu menyediakan lapangan kerja. Tidak boleh negara mengorbankan warga negaranya di luar negeri.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini melihat, kasus penganiayaan TKI sudah terjadi ribuan kali. Karena itu, harus ada kebijakan menunda (moratorium) pengiriman TKI sektor informal, khususnya pembantu rumah tangga. Pasalnya lebih banyak keburukannya dari pada kebaikan.

Mahfudz menuturkan, hari ini Komisi I DPR akan menggelar rapat dengar pendapat dengan tiga lembaga swadaya masyarakat, salah satunya Migrant Care. Mereka akan membicarakan soal TKI terkait problem mendasar dan langkah yang akan dilakukan.

"Komisi 1 berpandangan dari aspek diplomasi dan posisi tawar Indonesia dengan negara-negara penerima TKI masih lemah," kata Mahfudz. Keberadaan TKI sektor informal menyulitkan Kedutaan Besar Republik Indonesia dan telah mendegadrasi posisi tawar serta diplomasi Indonesia di luar negeri.(Andhini)

Golkar dan Demokrat Coba Dibenturkan

WACANA RESHUFFLE



Kamis, 25 Nopember 2010
JAKARTA (Suara Karya): Isu perombakan (reshuffle) kabinet tidak memengaruhi hubungan Partai Golkar dan Partai Demokrat. Kedua parpol tetap kompak dan terus membangun komunikasi yang baik.

Demikian dikemukakan Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie, Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso, dan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum di Jakarta kemarin.

Sementara itu, Wakil Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mahfudz Siddiq mengatakan, apabila nekat menggeser kader Golkar dari kabinet, Demokrat niscaya rugi sendiri. Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri juga menilai wacana kader PDIP masuk kabinet lewat momentum reshuffle adalah mustahil karena PDIP sudah terikat hasil kongres.

Menurut Aburizal, Golkar dan Demokrat berada dalam satu koalisi dan tidak saling berhadapan. Karena itu, isu yang menyebutkan kedua partai secara politik tidak kompak lagi--bahkan berseberangan--merupakan upaya untuk memecah koalisi. Golkar dan Demokrat, katanya, dicoba dibenturkan.

Aburizal juga berkeyakinan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum juga berpandangan sama. "Pak Anas juga tidak menghendaki perpecahan," ucapnya.

Berkaitan dengan isu bahwa kader PDIP akan masuk koalisi, Aburizal menilai itu tidak jadi masalah. "Siapa pun boleh. Kalau perlu, semua partai masuk koalisi," ujarnya.

Sementara itu, Priyo Budi Santoso mengatakan, Golkar tidak mau ambil pusing dengan isu reshuffle kabinet yang diembuskan Demokrat. Golkar, katanya, bahkan menantang agar reshuffle segera diwujudkan. "Enggak perlu diwacanakan, kerjakan saja. Hanya, risiko politik ditanggung masing-masing," kata Priyo.

Dia menegaskan, reshuffle adalah hak yuridis dan kewenangan presiden. Karena itu, Golkar akan bersikap pasif. Priyo mempersilakan Juru Bicara Partai Demokrat Ruhut Sitompul berbicara sesuka hatinya, meskipun dia bertanya apakah Ruhut sudah mendapat restu pimpinan Demokrat, khususnya Dewan Pembina.

Menurut Priyo, kursi Golkar di kabinet silakan saja di-reshuffle dan kemudian diisi Demokrat atau bahkan diberikan kepada PDIP. Tapi, dia mengingatkan, isu reshuffle jangan dikaitkan dengan sikap kritis Golkar terhadap pemerintah. "Jadi, kalau mau reshuffle, kerjakan saja. Saya bilang, Golkar enggak ambil pusing," ujar Priyo.

Sementara itu, Anas Urbaningrum menyatakan kabar bahwa PDIP akan menggantikan Golkar dalam koalisi pendukung pemerintahan SBY-Boediono tidak perlu ditanggapi. Dia memastikan tidak ada perpecahan antara Demokrat dan Golkar. "Justru kami saling menjaga kekompakan dalam koalisi," ujarnya.

Anas tidak menutup mata apabila dalam perjalanan kebersamaan koalisi terjadi dinamika. Demikian pula dalam hubungan pribadi antarkader atau antarpolitikus kedua partai, mungkin saja mengalami persoalan.

Tapi, Anas yakin bahwa dinamika dan persoalan yang pernah terjadi di antara kedua partai bukan indikasi bahwa koalisi mengalami perpecahan. Sebab, pada dasarnya semua partai anggota koalisi lebih berpikir mendahulukan kepentingan bangsa.

Di lain pihak, Megawati Soekarnoputri menegaskan, koalisi PDIP-Demokrat tak mungkin terjadi. Usai diskusi tentang empat pilar kebangsaan di Jakarta, Rabu, dia menekankan, koalisi PDIP-Demokrat mustahil karena tidak menjadi kebutuhan PDIP. "Saya sudah katakan berkali-kali, hasil kongres (PDIP) sudah menjadi sikap politik kami, yaitu bahwa posisi kami adalah menjadi oposisi," kata Mega.

Mega mempertanyakan klaim Demokrat bahwa mereka sering berkomunikasi dengan PDIP. "Dengan saya? Saya minta fotonya," ujar Mega.

Dalam kesempatan terpisah, Mahfudz Siddiq menyebutkan, wacana reshuffle kabinet yang diembuskan Demokrat hanya gertak sambal. Dia menilai antara Golkar dan Demokrat terjadi upaya saling sandera. "Kalau Golkar di-reshuflle, yang rugi Demokrat," katanya.

Bagi Mahfudz, saling sandera itu merujuk beberapa kasus, seperti skandal Bank Century dan penjualan perdana saham (IPO) PT Krakatau Steel.

"Buat PKS simpel. Skandal Century selesaikan secara hukum. Soal IPO Krakatau Steel, DPR minta saja BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) melakukan audit investigatif," ujar mantan Wakil Ketua Pansus Skandal Bank Century itu. (Rully/Yudhiarma)