Wednesday, May 30, 2007

PKS: Dana DKP Harus Tetap Diusut

PKS: Dana DKP Harus Tetap Diusut

Jakarta-RoL-- Fraksi PKS DPR RI menyatakan, meskipun telah ada pertemuan antara Presidern Susilo Bambang Yudhoyono dengan mantan Ketua MPR Amien Rais tetapi pengusutan secara hukum dana nonbudgeter Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) harus tetap dilakukan.

"Kami sangat sayangkan kalau persoalan dana kampanye untuk Capres ini ini diselesaikan melalui cara-cara politik," kata Ketua Fraksi PKS DPR Mahfudz Sidik di Gedung DPR/MPR Jakarta, Selasa.

Mahfudz menyatakan bahwa persoalan aliran dana kampanye untuk Capres ini adalah persoalan hukum dan ada proses hukum sedang berjalan. "Ini persoalan hukum, harus diselesaikan secara hukum, meskipun telah ada pertemuan SBY dengan Amien," katanya.

Dia berpendapat, terkait merebaknya polemik dana DKP untuk Capres 2004 itu, pemerintah telah terjebak dalam "blunder" mengingat kampanye pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

Namun dia memperkirakan pengusutan dana untuk Capres tahun 2004 tidak akan tuntas walaupun telah mendapat perhatian dari publik.

Terkait adanya pengakuan dari anggota Fraksi PKS DPR Fahri Hamzah yang mengaku menerima dana DKP, Mahfudz Sidik mengemukakan, pihaknya telah meminta klarifikasi dari yang bersangkutan.

"Kita sudah klarifikasi kepada Fahri Hamzah. Dana itu diterima sebelum menjadi anggota DPR dan murni karena adanya hubungan profesional antara Fahri Hamzah dan Rokhmin Dahuri," katanya.

Fahri menerima dana DKP melalui sebuah LSM yang menjadi mitra DKP. Persoalan itu tidak terkait PKS dan Fahri telah menyatakan akan mengembalkan bila ada keharusan untuk mengembalikannya. antara.(Republika,30 Mei 2007)

Hafiz & Joko

FPKS Desak Pemerintah Bentuk Pengadilan Ad Hoc Lumpur

FPKS Desak Pemerintah Bentuk Pengadilan Ad Hoc Lumpur


Jakarta - Lambatnya penanganan kasus lumpur Lapindo oleh pemerintah membuat politisi Senayan geram. Fraksi PKS DPR mendesak pemerintah untuk segera membentuk pengadilan ad hoc dalam menyelesaikan bencana yang sudah berlangsung satu tahun tersebut.

Alasannya, proses di pengadilan umum dianggap terlalu panjang.

"Kita akan komunikasi dengan fraksi-fraksi dan pimpinan DPR untuk mendesak pemerintah membentuk pengadilan ad hoc," kata Ketua FPKS Mahfudz Siddiq di Gedung DPR, Jalan Gatot Soebroto, Jakarta, Selasa (29/5/2007).

Mahfudz mengatakan, jika komunikasi yang dibangun bersama fraksi-fraksi DPR berjalan lambat, pihaknya akan mendorong unsur-unsur masyarakat di Sidoarjo agar melakukan class action.

Dengan dibentuknya pengadilan ad hoc tersebut, lanjut Mahfudz, diharapkan kompromi-kompromi politik yang dilakukan selama ini tidak berkepanjangan. Mahfudz juga mengatakan, DPR dapat mengawasi secara langsung jika pengadilan ad hoc dibentuk.

"Sedangkan jika melalui pengadilan biasa, sulit untuk melakukan pengawasan," ujar Mahfudz.

Dalam hal ini, kata Mahfudz, PKS juga mendesak pemerintah agar secara terbuka dan berani menjelaskan kepada publik tentang dampak terburuk dari bencana lumpur Lapindo.

"Karena sebagian ahli memperkirakan, usia semburan akan mencapai waktu puluhan tahun. Bahkan seratusan tahun," pungkas Mahfudz. (rmd/sss) Detik

hafidz n Djoko


PKS: Masih Banyak Korupsi Raksasa

PKS: Masih Banyak Korupsi Raksasa
Rabu, 30 Mei 2007, 07:22:43 WIB

Jakarta, Rakyat Merdeka. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yakin tidak mu­dah mengusut kasus aliran dana Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). Sebab kasus itu melibatkan atau setidaknya menyerempet tokoh-tokoh nasional termasuk yang tengah berkuasa.

Penilaian itu disampaikan Ketua Fraksi PKS Mahfudz Sidik dan Wakil Ketua Fraksi PKS Zulkieflimansyah di gedung DPR kemarin. Menurut mereka kasus ini sudah blunder.

PKS mewanti-wanti agar para pihak jangan terlalu terlena dengan kasus ini, se­hingga melupakan kasus korupsi raksasa yang jauh lebih merugikan negara. “Di depan kita masih banyak kasus korupsi yang jauh lebih besar. Jangan sampai kasus-kasus itu terlupakan oleh kasus ini (dana DKP),” ujar Mahfudz Sidik.

Di samping itu, Mahfudz mengatakan Wakil Sekretaris Jenderal PKS Fahri Hamzah sempat menerima dana dari bekas Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri. Namun, seperti yang juga telah disampaikan Fahri sebelumnya, aliran dana itu tidak sampai ke PKS karena memang tidak ada hu­bungan apapun dengan aktivitas partai tersebut. Dia juga menyebut Fahri telah mengklarifikasi “keterlibatannya” dalam kasus ini, dan klarifikasi itu dapat diterima dan dipahami petinggi PKS.

Fahri di hari yang sama mengirimkan surat klarifikasi kepada Badan Kehormatan DPR. Dalam surat itu dia membantah laporan Indonesian Corrup­tion Watch (ICW) yang menyebut dirinya “anggota DPR yang menerima dana DKP”.

Fahri mengatakan ICW telah melakukan kesalahan fatal, sebab sewaktu menerima dana tersebut, dia bukanlah anggota DPR. Fahri menjadi anggota DPR sejak 23 September 2004 sesuai Keppres 137/2004. Dalam laporan ICW disebutkan Fahri menerima dana Rp 100 juta dari Rokhmin pada 8 Februari 2004.

Fahri meminta BK DPR meminta ICW meluruskan hal itu. “Hal ini penting untuk menjaga kewibawaan institusi DPR dan saya sebagai pihak yang dirugikan.” rm

Djoko Y

Wednesday, May 09, 2007

perombakan Kabinet

perombakan Kabinet
Golkar Berterima Kasih


Jakarta, Kompas - Partai Golongan Karya menyatakan terima kasih kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang telah menambah satu lagi kadernya dalam jajaran Kabinet Indonesia Bersatu, yaitu Andi Mattalatta sebagai Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Berbicara kepada pers, seusai memimpin rapat konsolidasi Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar di Kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta, Selasa (8/5), Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla, yang juga Wakil Presiden RI, menyatakan, partai-partai lainnya yang menjadi pendukung pemerintahan Presiden Yudhoyono, tidak ada yang bertambah.

Sebelumnya kader Partai Golkar yang menjadi menteri hanya tiga, yakni Menko Kesra Aburizal Bakrie, Menteri Perindustrian Fahmi Idris, dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzetta. Kini, menjadi empat orang.

"Dengan penambahan itu, Golkar harus bekerja sungguh-sungguh untuk menjalankan dan menjaga agar kebijakan pemerintah itu betul-betul sampai ke rakyat," ujar Wapres,

Sementara itu kemarin, usai menghadap presiden di kantor kepresidenan, Jakarta, Hatta Radjasa yang ditunjuk Presiden menjadi Menteri Sekretaris Negara menegaskan, Sekretariat Negara berfungsi melayani Presiden dan Wakil Presiden dan seluruh fungsi-fungsi kepresidenan. Tiga perintah Presiden akan jadi agenda kerja Sekretariat Negara yang dipimpinnya setelah pelantikan, Rabu (9/5) siang.

Tiga perintah Presiden yang akan dilaksanakan adalah, pertama, melakukan penataan, penertiban, dan inventarisasi aset-aset negara, baik dalam pembukuan dan pengelolaan. Kedua, harmonisasi hubungan antarlembaga dan lembaga dengan Presiden. Ketiga, mempercepat seluruh peraturan pemerintah yang merupakan turunan undang-undang.

Sementara itu kemarin usai pertemuan dengan anggota F-PPP DPR di gedung DPR Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suryadharma Ali yang menjabat Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, mengakui pihaknya kecewa karena kadernya terpental dari kabinet. Namun, ditegaskan PPP tidak akan menjadi partai oposisi. Sikap PPP adalah mendukung pemerintah namun tetap kritis.

Hari Sabtu (5/5) di kantor pusat PPP Jalan Diponegoro, Jakarta, Wakil Sekjen DPP PPP Romahurmuziy mengatakan, PPP menolak jika kadernya diganti. Jika diganti, katanya, PPP akan mengkaji ulang dukungannya terhadap pemerintahan Yudhoyono. Saifullah Yusuf (Wakil Ketua Majelis Pertimbangan Pusat PPP) dicopot dari Menteri Percepatan Pembangunan Daerah tertinggal karena masalah legitimasi partai.

Romahurmuziy semalam mengakui adanya sikap yang melunak di PPP. "Itu suatu dinamika suasana dalam partai," ujarnya.

Kemarin Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPR Mahfudz Siddiq secara terpisah mengharapkan publik dan media menghentikan polemik tentang perombakan kabinet.

GP Ansor Protes

Sekretaris Jenderal Gerakan Pemuda Ansor Malik Haramain di Jakarta, menyatakan, Ansor menyesalkan tindakan Presiden mencopot Ketua Umum GP Ansor Saifullah Yusuf dari kabinet.

"Ansor sangat menyesalkan tindakan Yudhoyono, mencopot Gus Ipul (panggilan akrab Saifullah, red) karena tidak berdasarkan kinerja dan profesionalitas, tapi hanya berdasarkan tekanan politik semata," ujar Malik Haramain.

Djoko Y