Selasa, 08/03/2011 11:10 WIB
Elvan Dany Sutrisno - detikNews
Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) punya hitung-hitungan politik sendiri terkait evaluasi koalisi yang bakal dilakukan SBY. PKS siap menghadapi keputusan terakhir Presiden SBY.
"Masalah yang memusingkan Presiden SBY, yaitu mencari unsur koalisi baru pengganti Golkar dan PKS, melalui tawaran politik ke PDIP dan Gerindra. Ini bukan perkara mudah. Kalaupun bisa diajak masuk namun dengan kompensasi yang sangat besar tapi juga rawan terhadap gejolak baru," ujar Wakil Sekjen PKS, Mahfudz Siddiq, kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (8/3/2011).
Hitung-hitungan PKS, Presiden SBY kini dalam posisi sulit. Apalagi jika PDIP dan Gerindra menolak masuk koalisi karena persyaratan yang diajukan sulit terpenuhi.
"Akhirnya, jika negosiasi dengan PDIP dan Gerindra gagal, Presiden SBY terperangkap dalam pilihan tidak ada pilihan (choice of no choice). Opsi paling akhir adalah Presiden SBY melepas PKS namun tetap mengikat Golkar. Porsi suara koalisi masih cukup besar," terang Mahfudz.
Mahfudz mengatakan, dengan menendang PKS dari koalisi, Presiden SBY harus punya alasan konkret. Karena kalau tidak ada alasan yang bisa diterima, maka PKS bisa mengambil sikap keras terhadap pemerintah.
"Namun kesulitannya adalah membuat penjelasan rasional atas pilihan ini. Sementara PKS sudah mengkalkulasi dan siap jika akhirnya Presiden SBY mengambil opsi terakhir ini," tegas Mahfudz.
Karenanya, PKS menilai keputusan melakukan evaluasi koalisi adalah blunder politik SBY akibat dorongan sejumlah elit Partai Demokrat (PD). Risiko yang dihadapi Presiden SBY terlalu berat dibandingkan semangat PD menendang PKS dan Golkar dari koalisi.
"Inilah blunder politik yang dihadapi Presiden SBY akibat sikap dan manuver politik sejumlah elit PD. Mereka didorong oleh kemarahan sesaat, disisipi kepentingan tersembunyi, namun tidak mengkalkulasi implikasi serius yang harus ditanggung oleh Presiden SBY yang kadung sudah pidato di Istana akan mengambil keputusan politik soal koalisi," terang Mahfudz.
Mahfudz menyarankan Presiden SBY mengambil langkah konkret saja, yakni membenahi Setgab koalisi untuk mengefektifkan koalisi.
"Format koalisi baru apapun yang akan diputuskan oleh Presiden SBY akan tetap memunculkan perbedaan dan perselisihan politik, jika pola komunikasi dan koordinasi koalisi yang dikelola PD tidak berubah," tandasnya.
(van/gun)
No comments:
Post a Comment