Tuesday, May 31, 2011

SBY Dinilai Terlalu Reaktif

"Kasihan saja presiden harus menanggapi."
Senin, 30 Mei 2011, 17:33 WIB
Muhammad Hasits, Suryanta Bakti Susila


VIVAnews - Pandangan beragam muncul menanggapi pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang 'SMS Nazaruddin' tadi siang, Senin, 30 Mei 2011.

Kali ini pernyataan Yudhoyono ditanggapi serius oleh Ketua Komisi I Bidang Pertahanan, Luar Negeri dan Informasi DPR, Mahfudz Siddiq. Menurut Mahfudz, pernyataan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu berlebihan. "Over reaktif," kata Mahfudz singkat.

Menurut Wakil Sekjen PKS ini, SMS pembunuhan karakter juga sering diterima oleh partainya. Namun, partainya enggan menanggapi informasi seperti itu.

"PKS kan mengalami hal yang sama. Di media, di Twitter juga begitu. Sejak awal, kami ambil sikap tidak merespons. Yang merespons cukup satu dua orang. Saya kasihan saja Presiden harus menanggapi," ujar Mahfudz.

Sebelumnya, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, dalam keterangan persnya hari ini menyesalkan sejumlah pihak yang menyebarkan fitnah tentang dirinya dan partainya.

"Saya tahu dalam keadaan seperti ini selalu ada penumpang gelap. Ini sering menimbulkan komplikasi masalah," ujar Yudhoyono.

Yudhoyono mengharapkan agar penyebaran fitnah itu dihentikan. "Janganlah negeri dan tanah air ini jadi tanah dan lautan fitnah. Karena, fitnah itu tidak akan mencerdaskan kehidupan bangsa," terangnya. (umi)
• VIVAnews

PKS Tanggapi Dingin Keputusan BK Tindak 10 Anggota DPR

Senin, 30 Mei 2011 , 17:23:00 WIB
Laporan: Ninding Julius Permana



RMOL. Keputusan Badan Kehormatan DPR menindak 10 anggota DPR yang terlibat kasus Century, cek pelawat, ijazah palsu, dan menonton video porno ditanggapi dingin oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Wasekjen DPP PKS Mahfudz Siddiq menilai, persoalan korupsi anggota DPR merupakan persoalan sistem yang harus diperbaiki. Sedangkan dalam kasus menonton video porno merupakan persoalan personal anggota DPR terkait.

Mahfudz yakin, sekeras apapun tindakan BK DPR tidak akan menghentikan aktor baru dalam praktek korupsi bila sistemnya tidak pernah dibenahi. Namun Mahfud juga bisa memahami keputusan BK DPR tersebut.

"Soal pemberhentian sementara, sepanjang acuan hukumnya ada, saya kira wajar saja," demikian Mahfudz.

Kata Mahfudz, pemberhentian sementara perlu diberikan kepada anggota DPR yang mengalami proses hukum. Sehingga publik tidak akan mempersoalkan karena anggota DPR tersebut tidak lagi menggunakan keuangan negara. [yan]

PKS Dorong Ambang Parlemen 5%

"Kalau sepakat pilihan politik penyederhanaan partai, ya paling mungkin menaikkan."
Senin, 30 Mei 2011, 17:37 WIB
Arfi Bambani Amri, Suryanta Bakti Susila


VIVAnews - Posisi Partai Keadilan Sejahtera terkait ambang parlemen (parliamentary threshold) bisa jadi berubah mengikuti sejumlah partai-partai besar. Wakil Sekretaris Jenderal PKS Mahfudz Siddiq menyatakan konsolidasi demokrasi bisa lebih cepat jika ambang parlemen lebih tinggi.

"Setiap pilihan politik punya harga. Kalau sepakat pilihan politik penyederhanaan partai, ya memang salah satu instrumen paling mungkin menaikkan parliamentary threshold," kata Mahfudz. "Memang, ada suara tidak terpakai dalam placement anggota DPR, tapi suara mereka sudah menunjukkan peta dukungan politik. Jadi suara hilang itu tidak juga," katanya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin 30 Mei 2011.

Mahfudz menyebut, Turki menganut ambang 10 persen. "Mereka sistem parlementer, multipartai lebih banyak tapi konsolidasi demokrasi cepat," kata Mahfudz.

Dan gagasan menaikkan ke 5 persen itu logis, menurut Mahfudz. Namun, ujar Mahfudz, biarlah Badan Legislasi membahas tiga persen dulu angka yang disepakati. "Nanti di pembahasan bersama pemerintah dibuka lagi. Saya tetap dorong 5 persen," katanya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Legislasi Ida Fauziah menyatakan tiga partai terbesar berkukuh angka ambang parlemen di atas 3 persen. Sementara enam partai lainnya termasuk PKS sudah sepakat di angka 3 persen. (umi)

Thursday, May 26, 2011

Anis: Tandatangani Piagam Koalisi, PKS Akan tetap Kritis

Rabu, 25 Mei 2011 17:04 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sekjen PKS, Anis Matta, berkomentar mengenai penandatangan piagam koalisi. Ia menyatakan hal tersebut hal yang bagus. Tetapi, ditegaskannya, meski sudah bersepakat, partai ini akan tetap kritis.

“PKS akan tetap kritis, otomatis. Itu kan kewajiban konstitusi,” katanya, Rabu (25/5). Ia mengakui proses sharing berlangsung cukup lama dan pihaknya merasa cukup diterima dengan baik di dalam kontrak tersebut.

Ia mengaku tak ada permasalahan dengan poin-poin yang disepakati. Namun, hal krusial yang disoroti dalam piagam itu yakni membedakan antara hak prerogratif presiden dengan konstitusi Dewan. “Itu (pembedaan) proporsinya sudah bagus,” katanya.

Sementara soal sanksi yang konon lebih tegas , Anis pun mengaku tak ada permasalahan dengan hal itu serta tidak takut dengan ‘ancaman’ yang diberikan dalam klausul piagam koalisi. Menurutnya, pihaknya akan lebih menjaga kepada keseimbangan antara hak prerografif presiden dan kewajiban konstitusi di DPR.

Sementara itu, Wasekjen DPP PKS, Mahfudz Siddiq menyakini jika mekanisme koalisi ini dijalankan semua pihak, maka tidak akan ada masalah. “Kalau mekanisme sudah diatur, terutama pertemuan periodik antara Presiden dengan pimpinan partai tidak berjalan ini implikasi akan macam-macam,” katanya.
Redaktur: Johar Arif
Reporter: Esthi Maharani

PKS: Kami Akan Tetap Kritisi Pemerintah

"Otomatis. Itu kan kewajiban konstitusi," kata Anis Matta, Sekretaris Jenderal PKS
Rabu, 25 Mei 2011, 14:32 WIB


VIVAnews - Sekretariat Gabungan Koalisi Pemerintah sudah menandatangani kontrak baru yang mengatur lebih detail hak dan kewajiban anggota. Meski ikut meneken kontrak baru, Partai Keadilan Sejahtera menyatakan akan tetap kritis dengan pemerintahan.

"Otomatis. Itu kan kewajiban konstitusi," kata Anis Matta, Sekretaris Jenderal PKS, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu 25 Mei 2011.

Anis menyatakan, kontrak baru ini lebih baik. "Ini hal yang bagus, kami sudah menandatangani. Proses sharingnya sudah berlangsung cukup lama dan kami merasa ide-ide kami cukup diterima dengan baik dalam kontrak itu," katanya.

Menurut Anis, masalah mendasar yang awalnya dipertanyakan oleh PKS adalah mengenai perbedaan hak dan kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan dengan hak dan kewajiban anggota koalisi di parlemen. Pertanyaan itu, kata Anis, sudah terjawab dalam kontrak koalisi tersebut. "Proporsinya sudah bagus," kata Anis.

Ke depan, Anis menyatakan keseimbangan antara lembaga eksekutif dan legislatif dapat terpelihara. "Yang kita jaga kan lebih banyak kepada menjaga keseimbangan antara hak prerogatif Presiden dengan kewajiban konstitusi di DPR. Menjadi kritis itu kan memang menjadi kewajiban konstitusi kita di DPR. Karena itu tugas pengawasan dewan," kata Anis. (umi)

Wednesday, May 25, 2011

BIN dan DPR Dukung Penambahan Wewenang Intelijen

Selasa, 24 Mei 2011 22:59 WIB

JAKARTA--MICOM: Badan Intelijen Negara (BIN) mendukung pemasukan pasal pemeriksaan intensif dan penyadapan di dalam rancangan undang-undang (RUU) intelijen. Pada rapat kerja Komisi I DPR di kompleks Senayan, Jakarta, Selasa (24/5), Kepala BIN Sutanto menekankan pentingnya pasal-pasal itu bagi penggalian informasi intelijen sekaligus mencegah gangguan keamanan NKRI.

"Ini sudah reformasi, tentu beda dengan masa lalu. Sudah tidak ada UU antisubversif yang bisa digunakan menangkap orang semena-mena," ujar Sutanto, di hadapan komisi yang membidangi pertahanan, luar negeri, dan informasi tersebut.

Kewenangan intelijen, kata dia, terbatas pada kasus-kasus yang bisa mengganggu keamanan nasional, seperti terorisme, mata-mata atau spionase, sabotase keamanan, atau provokasi yang berujung pada gerakan subversif. Ia menegaskan BIN hanya akan menggunakan kewenangan-kewenangan itu pada keadaan terdesak.

"Tentu kami lebih senang kalau Polri yang menangani. Kami tetap koordinasi dengan pihak kepolisian selaku penegak hukum," sambung Sutanto.

Lebih jauh, Sutanto mengemukakan intelijen RI tidak punya taring tanpa kewenangan intersepsi atau penyadapan. Ia membandingkan intelijen di negara-negara seperti Amerika Serikat (AS), Selandia Baru, dan Australia yang punya kewenangan penyadapan. Sutanto menekankan penyadapan bagi intelijen tidak bisa disamakan dengan aparat penegak hukum.

"Penegak hukum bekerja setelah ada pengadilan, tentu berbeda dengan intelijen. Kami mendeteksi ada ancaman tetapi kami belum tahu siapa pelakunya. Jadi, tidak mungkin mengajukan izin," imbuh Sutanto, yang menjamin penyadapan itu akan diawasi ketat pimpinan badan intelijen.

Pendapat Sutanto didukung anggota Komisi I Effendy Choirie dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Gus Choi, sapaan akrabnya, mengaku tidak paham mengapa sebagian LSM memandang pasal pemeriksaan intensif sebagai momok yang melanggar demokrasi dan hak asasi manusia (HAM).

Menurut dia, pemberian wewenang itu kepada intelijen bisa mendeteksi adanya ancaman keamanan negara sejak dini. Gus Choi lalu mendesak pemerintah meyakinkan kepada publik tentang urgensi pasal pemeriksaan intensif.

"Keselamatan itu adalah segala-segalanya," sahut Gus Choi, pada rapat kerja membahas RUU Intelijen di kompleks Senayan, Jakarta, Selasa (24/5).

Lebih jauh, Gus Choi mengemukakan pemeriksaan intensif dan penyadapan sangat krusial bagi penggalian informasi badan intelijen. Ia lantas menyarankan adanya ayat kompensasi bagi terduga yang dipastikan tidak bersalah setelah 7x24 jam diperiksa.

Seperti diketahui, rancangan undang-undang (RUU) intelijen saat ini tengah digodok pemerintah dan DPR. Salah satu wacana yang diduga masuk ke dalam daftar invetarisasi masalah (DIM) dari pemerintah adalah peraturan penangkapan oleh badan intelijen. Meski dinamai 'pemeriksaan intensif' selama 7x24 jam, kelompok-kelompok lembaga swadaya masyarakat (LSM) menentang habis-habisan usulan tersebut.

Raker yang dimulai pukul 10.00 WIB itu diakhiri pada 13.00 WIB. Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq mengatakan Dewan akan segera membawa pembahasan DIM RUU Intelijen ke dalam panitia kerja (panja). (SZ/OL-11)

Partai Koalisi Masih Boleh Mengkritik

Tidak ada yang mengejutkan dalam kontrak baru.
Selasa, 24 Mei 2011, 15:34 WIB


VIVAnews - Ketua DPP Partai Golkar, Priyo Budi Santoso mengatakan tidak ada hal yang mengejutkan dalam kontrak koalisi baru sudah ditanda tangani oleh peserta partai koalisi.

"Tanda tangan kontrak kemarin bukan hal yang mengejutkan dan baru, karena ini hanya penegasan terhadap keinginan koalisi rekatkan barisan," kata Priyo di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa, 24 Mei 2011.

Pandangan Golkar, lanjut Priyo, dalam kontrak tersebut masih ada ruang bagi anggota koalisi untuk menyampaikan perbedaan pandangan, sehingga identitas partai masing-masing tidak hilang. Mengenai sanksi yang diatur dalam kontrak itu, tambah Priyo, Golkar memandangnya sebagai hal yang memang merupakan kewenangan presiden.

"Kami tahu diri bahwa untuk merombak kabinet memang wewenang penuh presiden dan koalisi tak ada ruang untuk itu," kata Priyo.

Sebelumnya, partai-partai anggota koalisi telah menandatangani kesepakatan baru dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono. Ada empat poin pokok yang disepakati.

"Proses komunikasi politik antara ketua partai dengan wakil presiden dalam kesepakatan lama yang belum diakomodir dengan baik, sekarang diperkuat," kata Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Djoko Suyanto.

Komunikasi tersebut, kata dia, akan diatur lebih spesifik termasuk penjadwalan waktu dan periodisasi pertemuan. Selain itu, kesepakatan baru juga membahas soal komunikasi politik antar ketua umum partai politik.

Djoko mengatakan, kesepakatan itu juga menyebutkan tidak menutup ruang demokrasi bagi partai koalisi, termasuk dalam pembahasan APBN maupun lesgislasi dan pengawasan. "Wujud check and balance tetap dipelihara," ujar dia

Kemudian, kata Djoko, Koalisi sepakat mempekuat sistem presidensiil. Djoko menjelaskan Presiden memiliki kewenangan penuh untuk mengatur jumlah menteri. "Dalam hal ini parpol dapat memberikan nama kepada Presiden, tapi untuk menentukan nama dan posisi tergantung Presiden," ujarnya

Dia juga menjelaskan latar belakang penyempurnaan kesepakatan tersebut adalah evaluasi bahwa koalisi yang telah berlangsung selama 1,5 tahun ini belum menunjukkan efektivitas dan pola koalisi yang baik. "Lebih diramaikan oleh dinamika politik praktis yang mencuat di permukaan," ucap Djoko

Kesepakatan baru tersebut ditandatangani siang tadi di Wisma Negara. Semua ketua umum partai hadir, kecuali Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie yang berhalangan. Wakil Ketua Umum Golkar Agung Laksono mengatakan dalam kesepakatan tersebut juga diatur sanksi bagi partai yang melanggar kesepakatan koalisi. (umi)
• VIVAnews

PKS Tidak Akan Minta Adang Bawa Pulang Istrinya

Headline

Oleh: Santi Andriani
Nasional - Rabu, 25 Mei 2011 | 08:30 WIB


INILAH.COM, Jakarta- Internal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tidak akan meminta kadernya, Adang Daradjatun membantu memudahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan membawa pulang istrinya, Nunun Nurbaeti kembali ke Indonesia guna menjalani proses hukum menyusul ditetapkannya sebagai tersangka.

"PKS, kita tidak dalam kapasitas mendorong atau menahan seseorang (untuk melakukan sesuatu)," ujar Wakil Sekretaris Jendral (Wasekjen) PKS, Mahfudz Siddiq kepada INILAH.COM, melalui telepon, Selasa (24/5/2011) malam.

Senada dengan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq sebelumnya yang menegaskan perkara Nunun Nurbaeti adalah perkara lama sebelum Adang Daradjatun bergabung ke PKS, sehingga PKS tak campur tangan, Mahfudz juga menegaskan PKS tidak memiliki kepentingan apapun dan tidak sama sekali terlibat.

"PKS tidak ada kaitan dengan perkara itu, bahwa hanya kebetulan yang bersangkutan adalah istri kader PKS tapi kejadian itu jauh sebelum bergabung dengan PKS. Baik secara organisai dan kasus PKS tidak punya kepentingan dan menyerahakan sepenuhnya ke KPK," ujar Mahfudz.

Namun demikian ditegaskan Mahfudz, PKS sebagai organisasi mendukung sepenuhnya langkah penegakan hukum yang dilakukan KPK untuk menuntaskan kasus penerimaan cek oleh anggota dewan periode 1999-2004 seusai pemilihan Miranda S Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior BI (DGS BI) itu. Termasuk menetapkan tersangka terhadap siapapun yang dinilai sudah memiliki alat bukti yang kuat.

Mahfudz pun meminta semua kadernya juga ikut mendukung upaya KPK dalam penegakan hukum untuk pemberantasan korupsi. "Jika sebagai organisasi, PKS mendukung langkah KPK dalam penegakan hukum, maka semua kader PKS juga harus mendukung langkah penegakan hukum yang diambil KPK," tegas Mahfudz.

PKS Minta Kadernya Dukung Penuntasan Suap Cek

Headline

Oleh: Santi Andriani
Nasional - Rabu, 25 Mei 2011 | 07:15 WIB


INILAH.COM, Jakarta- Partai Keadilan Sejahtera (PKS) meminta semua kadernya mendukung proses penegakan hukum yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan penerimaan cek perjalanan oleh anggota dewan periode 1999-2004 silam dalam pemilihan Miranda S Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior BI (DGS BI).

Termasuk penetapan tersangka baru kasus itu yaitu Nunun Nurbaetie, istri mantan Wakapolri Komjen Polisi Adang Daradjatun yang tidak lain adalah kader PKS dan duduk sebagai anggota DPR RI, menurut Wakil Sekjen PKS, Mahfudz Siddiq, PKS menghormati dan mengapresiasi langkah KPK tersebut.

"Jika sebagai organisasi, PKS mendukung langkah KPK dalam penegakan hukum, maka semua kader PKS juga harus mendukung langkah penegakan hukum yang diambil KPK," tandas Mahfudz ketika dihubungi INILAH.COM, Selasa (24/5/2011) malam.

Menyusul penetapan Nunun sebagai tersangka, adalah tugas baru KPK yang cukup berat untuk memulangkan Nunun ke tanah air karena selama ini dikabarkan Nunun berada di Singapura menjalani pengobatan atas sakit lupa berat yang dialaminya belakangan tahun ini. Apalagi Indonesia tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Singapura. KPK akan meminta bantuan Kemenlu untuk langkah diplomasi dan juga bisa meminta Kemenkum dan HAM mencabut paspor Nunun Nurbaetie.

Tak hanya itu, KPK berharap keluarga Nunun Nurbaetie khususnya suami Nunun, Adang Daradjatun bisa diajak bekerjasama untuk membawa pulang istrinya ke tanah air. "Kami serahkan kembali pada Pak Adang Darajatun. Kalau beliau dengan legowo dan memberikan keteladanan bagus, ya dibawa saja dan dianter saja ke KPK," ujar Ketua KPK Busyro Muqqoddas Maret lalu.

Mahfudz menilai, adalah kewenangan KPK dalam menetapkan Nunun Nurbaetie sebagai tersangka dalam kasus tersebut berdasarkan alat bukti yang telah dimiliki KPK. Dia setuju menyusul para penerima suap yang sudah ditetapkan sebagai tersangka maka tidak ada alasan untuk tidak menetapkan si pemberi sebagai tersangka.

"Bukan hanya penerima saja tapi juga pemberi, dan juga pihak lain sebagai perantara dan kurir. KPK memiliki kewenangan melakukan penegakan hukum, dan ini diharapkan akan lebih memperjelas lagi siapa sebenarnya pemberi suap (pemilik cek perjalanan)," ujarnya.

Namun dia menegaskan, bahwa meski kasus itu melibatkan istri salah satu kader PKS, kasus itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan PKS sebagai partai politik. Karena menurutnya kasus itu terjadi jauh sebelum Adang Daradjatun masuk sebagai kader PKS. "PKS tidak dalam posisi untuk terlibat, kita tidak memiliki kepentingan," pungkas Mahfudz.

Thursday, May 19, 2011

PKS: Jangan Serahkan Telkomsel kepada Israel!

Rabu, 18 Mei 2011 , 17:25:00 WIB
Laporan: Widya Victoria



RMOL. Kemungkinan Amdocs ikut dalam tender Customer Relationship Management (CRM) Telkomsel digugat kalangan anggota Dewan di Senayan. Kemenangan Amdocs dikhawatirkan dapat mengganggu keamanan informasi nasional terlebih karena Amdocs adalah perusahaan yang menjadi salah satu penopang perekonomian Israel.

Anggota DPR RI, Ecky Awal Muharram, mengemukakan Kedutaan Besar Amerika Serikat pernah menyatakan bahwa Amdocs adalah perusahaan yang berbasis di Missouri, AS. Namun pada kenyataan, Amdocs Inc di Missouri hanyalah anak perusahaan dari Amdocs Ltd di Ra'anana, Israel. Karena itu, Telkomsel harus menggugurkan keikutsertaan Amdocs.

Amdocs telah memenangkan tender Telkomsel untuk pengadaan perangkat penagihan (billing system) senilai Rp 1,2 triliun tahun lalu. Sementara kali ini Amdocs diinformasikan juga ambil bagian dalam tender CRM senilai Rp 1,8 triliun.

Dalam pandangan Ecky, pengelolaan CRM tidak bisa begitu saja diserahkan kepada perusahaan asing tanpa mekanisme pengawasan yang jelas. Hal ini karena CRM berkaitan dengan data pelanggan Telkomsel yang mencapai 100 juta pelanggan dari berbagai kalangan, mulai dari tingkat pejabat pengambil keputusan sampai pelaku bisnis. Apalagi jika Israel memiliki akses untuk melakukan pemetaan profil pelanggan Telkomsel dan riwayat komunikasi mereka.

"Ini sangat berbahaya,” tegas politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini seraya menekankan bahwa siapapun pemenang tender CRM Telkomsel berpotensi untuk membocorkan data kepada pihak asing lantaran kontrol pemerintah yang masih lemah apalagi Israel seringkali melanggar Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).

“Telkomsel ini terbesar di Indonesia dan salah satu yang terbesar di dunia. Masak kita serahkan datanya kepada Israel yang jelas-jelas tidak menghargai komunitas internasional,” pungkasnya di Jakarta, Rabu (18/5). [wid]

Hati Umat Bisa Terganggu, PKS Panggil Menteri BUMN

BAYANG-BAYANG ISRAEL

Senin, 16 Mei 2011 , 15:17:00 WIB
Laporan: Yayan Sopyani Al Hadi


RMOL. Melibatkan perusahaan yang terkait dengan Yahudi atau Israel di Indonesia masih sangat sensitif.

"Hati umat bisa terganggu," kata anggota Komisi VI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mahfudz Abdurrahman, kepada Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu (Senin, 16/5).

Pernyataan Mahfudz ini terkait dengan rencana tender pembangunan Customer Relationship Management (CRM) senilai 200 juta dollar AS atau setara Rp 1,8 triliun oleh Telkomsel. Disinyalir, salah satu perusaahaan IT kelas dunia yang selama ini disebut-sebut memiliki kaitan dengan jejaring bisnis dan politik Yahudi-Israel, Amdocs, juga akan turut dalam tender tersebut.

Sementara kalangan khawatir bila Amdocs terlibat dan memenangkan tender tersebut. Pasalnya, Amdocs diduga bisa memetakan profil pelanggan Telkomsel yang jumlahnya diperkirakan hingga 100 juta. Dan banyak pejabat tinggi dan pengambil kebijakan Indonesia adalah pelanggan Telkomsel. Bukan tidak mungkin berbagai informasi strategis yang diperbincangkan tokoh-tokoh Indonesia dalam komunikasi seluler disadap dengan mudah dan dimanfaatkan untuk melemahkan sendi-sendi kenegaraan dan kebangsaan.

"Soal rahasia dan keamanan negara, mungkin itu terkait dengan Komisi I. Kami di Komisi VI akan memanggil Menteri BUMN (Mustafa Abubakar) karena Telkomsel ini anak perusahaan dari PT Telkom yang berada di bawah BUMN," demikian Mahfudz.[yan]

DPR: Tahun Ini Awal Konsolidasi UU KIP

Rabu, 18 Mei 2011 22:43 WIB


JAKARTA--MICOM: Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengatakan, tahun ini merupakan awal konsolidasi dari Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Melihat persoalan saat ini, kata Mahfud dalam dialog mengenai keterbukaan informasi di Gedung DPR/MPR di Senayan Jakarta, Rabu (18/5), semua harus mendudukkan konteks kebebasan informasi dalam alur kerja yang telah dijalani.

"Di dalam UU ini ada beberapa pihak yang terlibat subjek sekaligus objek, yaitu peminta informasi, kemudian badan publik yang di dalam UU ini diletakkan satu kewajiban secara definitif untuk menyediakan segala macam informasi yang merupakan tugas dan fungsi badan publik," katanya.

Karena itu, DPR sekarang sudah seperti aquarium dimana informasi sangat terbuka untuk publik. Publik yang biasa disebut masyarakat memiliki hak meminta informasi dan media massa yang tidak termasuk diatur ini merupakan gate keeper yang bisa berperan sebagai publik sehingga alur ini semakin dinamis.

Kendala saat ini, yaitu persoalan paradigmatik yang masih mengemuka di lapangan, artinya banyak terjadi perdebatan paradoks pandangan rezim keterbukaan dengan rezim ketertutupan. Rezim keterbukaan adalah suatu yang progresif seperti wikileaks yang menerobos sekat ketertutupan itu.

"Bergerak cepat sementara ada pihak yang merasa harus ada ketertutupan sebagian informasi," katanya.

Kemudian kendala lainnya menurut dia yaitu kultural. Yang diinginkan dari UU ini menurut dia, merupakan fenomena yang sudah global dan akses informasi publik merupakan kebutuhan dan keniscayaan dalam konteks global, bahkan sekitar 30 negara telah memiliki UU keterbukaan
informasi.

"Artinya ketika UU ini akan diimplementasikan, ternyata masyarakat informasi memiliki kriteria 'well educated', memiliki kecerdasan dan rasional," katanya.

Masyarakat Indonesia belum mencapai pada tingkatan masyarakat informasi. Bahkan masyarakat belum mampu membedakan tugas dan fungsi anggota dewan dengan pemerintah daerah. "Seringkali ketika di Dapil menemui masyarakat selalu menanyakan kapan jalan mereka dibangun," katanya.

Problem ketiga sistem keseluruhan dari KIP ini, artinya perlu aturan yang jelas terkait sengketa informasi dan penyelesaiannya sehingga konflik kepentingan bisa dikelola dengan baik. "Seberapa besar kita membuka informasi semua berada di tangan Komisi Informasi." (Ant/OL-9)

Wednesday, May 18, 2011

Anis : NII "Alat Politik"

Antara – Min, 15 Mei 2011

Banjarmasin (ANTARA) - Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera, Anis Matta menduga, Negara Islam Indonesia (NII) hanya sebuah alat politik.


Ia mengemukakan itu, usai memberi pengarahan dalam Musyawarah Kerja Wilayah (Mukerwil) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kalimantan selatan (Kalsel) di Banjarmasin atau sebelum kembali ke Jakarta, Minggu sore.


Namun Sekjen PKS yang juga Wakil Ketua DPR-RI itu tak menyebut pihak mana yang menjadikan atau memperalat isu NII sebagai alat politik, kecuali menyatakan, hal tersebut hanya akan memperburuk pemerintah sendiri.


Pasalnya isu NII tersebut sudah sejak lama atau beberapa kali ganti Presiden Republik Indonesia, tapi hal itu seakan dibiarkan, bahkan cenderung sebagai alat untuk memojokan Islam.


"Sebagai contoh selama ini isu teroris atau terorisme, bukan cuma sekedar isu, tapi untuk melemahkan perjuangan kaum muslim, yang mungkin sengaja sebagai skenario pihak tertentu," tandasnya.


Padahal dengan tetap tumbuh dan berkembangnya isu NII, menunjukkan penegakan hukum di Indonesia tak jalan, lanjutnya didampingi Habib Aboe Bakar Al Habsyie, anggota DPR-RI dari PKS asal daerah pemilihan (dapil) Kalsel.


Oleh sebab itu, jangan biarkan isu NII terus tumbuh dan berkembang, guna menjaga kewibawaan pemerintah, sarannya didamping Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PKS Kalsel, Ibnu Sina.


Selain itu, guna kenyamanan dan ketenangan masyarakat, terutama terbebas dari jaringan NII yang bisa meresahkan, demikian Anis Matta.


Sementara itu, anggota DPR-RI dari PKS asal Kalsel menyatakan syukur, kalau penduduk di dapilnya terbebas dari jaringan NII yang bisa mengganggu stabilitas keamanan dan keteriban masyarakat (Kamtibmas).


Anggota Komisi III DPR-RI yang juga membidangi hukum, hak asasi manusia dan keamanan itu berharap, penduduk Kalsel yang terkenal religius jangan sampai masuk jaringan NII.


"Kita minta warga Kalsel mewaspadai gerakan NII, sehingga bisa terbebas dari jaring mereka," demikian Aboe Bakar.

Mekanisme Pengaduan Sipil Korban Intelijen sangat Penting

RUU Intelijen
Penulis : Amahl Sharif Azwar
Selasa, 17 Mei 2011 19:00 WIB


JAKARTA--MICOM: Memasukkan aturan teknis pengumpulan data intelijen ke dalam rancangan Undang-Undang (RUU) Intelijen merupakan hal yang sia-sia. Pasalnya, sepak terjang intelijen bersifat tertutup, sehingga peraturan apa pun pasti akan dilanggar. Hal itu diungkapkan Pakar intelijen Universitas Indonesia (UI) Andi Widjajanto.

Andi justru menegaskan hal yang jauh lebih penting adalah mengatur mekanisme pengaduan bagi masyarakat sipil yang menjadi korban dari intelijen. Ia pun mengatakan badan intelijen tetap akan senang meski RUU Intelijen tidak jadi disahkan pada tahun ini.

"Kalau (RUU Intelijen) diundur, intelijen senang. Walau tidak ada kewenangan khusus, tidak ada aturan apa pun untuk mengontrol mereka," tutur Andi saat dihubungi Media Indonesia, Selasa (17/5).

Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq menjamin pengesahan RUU Intelijen pada tahun ini. Politisi PKS itu mengatakan saat ini DPR tengah mengkaji daftar invetarisasi masalah (DIM) dari pemerintah yang cenderung ingin menguatkan fungsi intelijen.

Menurut Andi, keinginan pemerintah untuk menguatkan intelijen sebetulnya wajar saja. Permasalahan justru terletak pada DPR yang kehilangan momentum pada saat mengajukan RUU Intelijen pada Desember 2010.

"DPR tidak mengusulkan prinsip HAM di dalam RUU Intelijen dan larangan untuk memolitisasi intelijen. Sekarang, apabila pemerintah ingin menguatkan BIN dan memberi kewenangan khusus, DPR harus menahan supaya intelijen tidak terlalu menguat tanpa pengimbangan dari masyarakat sipil," cetus Andi.

Menanggapi aspek lembaga pengawas intelijen yang menjadi perhatian banyak pihak, Andi mengatakan hampir semua negara demokrasi menyerahkan fungsi itu berada di DPR. Walau ada banyak kekhawatiran akan ada politisasi dari parlemen terhadap intelijen, pembentukan komisi independen tidak akan menyelesaikan masalah.

Fakta bahwa presiden selaku puncak komando intelijen, parlemen selaku pemilik fungsi check and balance harus berperan sebagai pengawas. "Selama ini kan ada subkomisi intelijen di Komisi I DPR RI. Saya tidak pernah melihat ada penolakan dari BIN kalau dipanggil rapat kerja," sambung dia.

Andi pun menyarankan penguatan dari lembaga-lembaga yang sudah ada selama ini untuk menghindari adanya penyalahgunaan kekuasaan dari intelijen. Beberapa lembaga yang mesti diperkuat, antara lain Komnas HAM, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan Ombudsman RI.

Khusus untuk penguatan Komnas HAM melalui RUU Komnas HAM, RUU Intelijen dapat memasukkan pasal yang bersifat peralihan. Komisi I DPR RI dapat dijadikan tempat mengadu untuk pelanggaran HAM oleh intelijen sampai Komnas HAM memiliki kewenangan tersebut.

"Tanpa harus menciptakan yang baru, menggunakan yang ada saja. Lebih baik lembaga yang sudah ada dijadikan tempat untuk mengadu," pungkasnya. (SZ/OL-11)

Cuti Bersama karena Pejabat Ingin Libur

18 May 2011


JAKARTA (Suara Karya) Kecaman terus bemunculan akibat penetapan hari Senin (16/5) sebagai hari cuti bersama. Dicurigai, hal ini hanya untuk mengakomodasi keinginan libur para pejabat pemerintah. DPR pun mengecam kebijakan tersebut karena "merusak" agenda kerja yang telah ditetapkan.

Demikian kumpulan pendapat pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI) Andrinof Chaniago, Wakil Ketua Komisi ID DPR dari Fraksi Partai Golkar Azis Syamsuddin, Ketua Komisi I DPR Mahfudz Shiddiq, dan anggota Badan Anggaran DPR Bachrudin Nason, yangdisampaikan secara terpisah di Jakarta kemarin.

Andrinof mempertanyakan alasan penetapan hari libur itu untuk efisiensi dan efektivitas kerja.

"Alasan ini tidak masuk akal, mungkin lebih karena pejabat ingin libur. Kita disuruh menyesuaikan dengan keinginan pribadinya," ujarnya.

Akhir pekan lalu, pemerintah memutuskan menetapkan tanggal 16 Mei 2011, di antara Minggu (15/5) dan libur Waisak, Selasa (17/5), sebagai cuti bersama.

Mcnurut Andrinof, cuti bersama lazimnya dilakukan agar kerja pegawai negeri sipil (PNS) lebih efisien dan efektif. Namun, pemberitahuan mesti dilakukan jauh-jauh hari sebelumnya. Dengan begitu, birokrat bisa merencanakan vakansinya. Sedangkan sektor jasa, perdagangan, dan pariwisata juga dapat menyiapkan diri menghadapi lonjakan konsumen. "Ini buruk sekali, dilakukan tanpa perencanaan, yang terjadi malah kekacauan," ucapnya.

Ia menilai libur mendadak kemarin sejatinya merugikan pegawai negeri. Sebab, mereka tak bisa merencanakan libur, sekaligus menjadi terbiasa dengan sistem pelayanan yang tidak jelas. Mereka yang sudah telanjur merencanakan kerja di hari Senin pun terpaksa membatalkannya, sehingga produktivitas merosot.

Masyarakat umum pun turut merugi. Pasalnya, kepentingan mereka boleh jaditak bisa terlayani di kantor pemerintah. Sikap pemerintah yang menetapkan 16 Mei 2011 sebagai libur fakultatif juga menyebabkan masyarakat ragu apakah pelayanan di kantor pemerintah tetap tersedia atau tidak. Sebelumnya, kritik terhadap cuti bersama dadakan tersebut telah datang pula dari beragam kalangan.

Wakil Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin juga mengaku kecewa atas keputusan pemerintah menjadikan Senin (16/5) sebagai cuti bersama. Sebab, hal tersebut mengganggu acara Komisi III yang sudah dijadwalkan jauh-jauh hari sebelumnya.

Aziz meminta agar ke depan pemerintah ndak seenaknya sendiri membuat keputusan soal libur bersama.

Ketua Komisi 1 DPR Mahfudz Siddiq juga mengaku sangat kecewa lantaran jadwal rapat kerja di komisi yang dipimpinnya Senin lalu itu mesti ditunda dan dijadwal ulang.

Sementara itu, berakhirnya libur panjang, sejak Sabtu (14/5) hingga Selasa (17/5) kemarin, membuat beberapa jalur lalu lintas (laliu) menuju Jakarta dipadati kendaraan arus balik. Jalur Nagreg macet total berjam-jam, sementara jalur pantura, antrean kendaraan mencapai sepanjang 20 km. Untuk jalur Puncak menuju Jakarta diberlakukan satu arah.

Para pengendara yang melintas di tanjakan Nagreg, Bandung, Jawa Barat, terpaksa harus bersabar selama berjam-jam menyusul kemacetan yang terjadi di jalur itu. Banyaknya kendaraan yang lewat ditambah kondisi jalan yang cukup curam memperparah kemacetan di kawasan tersebut

Kemacetan di jalur Nagreg pada Selasa (17/5) terjadi sejak pagi hari, baik dari arah Garut dan Tasikmalaya menuju Bandung maupun sebaliknya. Ratusan kendaraan menumpuk di kawasan itu, dan tidak bergerak selama berjam-jam.

Kemacetan di Nagreg itu mengakibatkan antrean lebih dari 7 kilometer. Titik kemacetan berada di kawasan tanjakan Nagreg. Adanya beberapa kendaraan yang mogok di jalur itu kian menambah parahnya kemacetan.

Peningkatan volume kendaraan menuju Jakarta juga terjadi di jalur pantai utara (pantura), Selasa (17/5). Kemacetan total terjadi di beberapa titik, terutama pada ruas jalur di perkotaan, seperti Pekalongan, Tegal, Losari, serta Brebes. Adanya perbaikan jembatan di Sungai Sepait, Kecamatan Sragi, Kabupaten Pekalongan, mengakibatkan antrean kendaraan sepanjang 20 km. Pasalnya, arus kendaraan dari dua arah harus secara bergantian melintasi jembatan tersebut.

"Kemacetan terjadi akibat satu lajur jembatan yang tersisa harus dilalui kendaraan dari dua arah," kata Suryono (40), warga Tegal yang akan balik ke Jakarta.

IFebci S/Rully/Budl Seno/Padyo S)

Thursday, May 12, 2011

DPR Tak Buru-Buru Selesaikan RUU Intelijen

Rabu, 11 Mei 2011 | 22:53 WIB


TEMPO Interaktif, Jakarta - Ketua Komisi Pertahanan DPR Mahfudz Siddiq menyatakan tak akan terburu-buru membahas rancangan undang-undang intelijen. Soalnya Dewan tak ingin masyarakat atau publik memahami bias persepsi terhadap pentingnya undang-undang tersebut.

"Ini bukan soal teknis, tapi serius. yang menghasilkan keliru. Mohon maaf kalau ada pihak-pihak yang mendesak Juni harus tuntas. Sorry, tidak ada alasan kuat,"kata dia dalam seminar "Kenapa UU Intelijen Diperlukan?" di Wisma Antara, Jakarta, Rabu 11 Mei 2011.

Menurut Mahfudz, keberadaan Undang-Undang Intelijen bukan dilatari maraknya kasus ancaman teror atau bom, yang belakangan ramai terjadi tapi belum juga tuntas diselesaikan oleh penegak hukum. Kejadian yang belakangan meresahkan masyarakat ini memang bisa saja secara tidak langsung mengiring persepsi kearah perlunya undang-undang tersebut.

"Bias persepsi bisa muncul disiapa saja. Contohnya kalau intelijen tidak dikasih ini (undang-undang) karena sekarang ada kondisi yang muncul disekeling kita aksi bom, isu NII, atau muncul orang-orang muda yang berimajinasi dan melakukan teror,akhiranya berfikir rangkaian teror ini akibat lemahnya intelijen. Agar selesai intelijen diberikan apapun yang mereka butuhkan. Tidak boleh seperti itu,"ujarnya.

Untuk menghindari imajinasi dan persepsi yang demikianlah, tambah Mahfudz, DPR akan secara terbuka membahas RUU ini. Menampung semua aspirasi dan pemahaman mengenai hal-hal seputar intelijen. "Sekali lagi dari sisi timetable harus dibuka, RUU ini tidak ditargetkan selesai juni. Kami tidak ingin masyarakat memahami bias persepsi, yang ujungnya hasilkan keliru,"kata politisi dari Partai Keadilan Sejahtera ini.

MUNAWWAROH

Pembahasan RUU Intelijen Tak Bisa Dikejar Tayang

Headline

Oleh: Renny Sundayani
Nasional - Rabu, 11 Mei 2011 | 12:02 WIB


INILAH.COM, Jakarta - Rancangan Undang-undang Intelijen yang ditargetkan selesai pada bulan Juli 2011 tampaknya bakal molor.

”Kemarin bersama pimpinan DPR kita membahas RUU intelijen dan kita sepakat dari internal harus dibuka jadi RUU tidak ditargetkan Juli,“ ujar Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq dalam diskusi publik RUU Intelijen, yang diadakan oleh Kantor Berita Antara, di Gedung Antara, Rabu (11/5/2011), siang.

Mahfudz menjelaskan, DPR memiliki alasan menunda penyelesaian RUU intelijen karena akan menggodok betul RUU tersebut, agar tidak terjadi persepsi bias dari masyarakat.

”Kita tidak ingin masyarakat bias soal persepsi RUU sehingga hasilkan output yang keliru,“ ucapnya. Menurut Mahfudz, diundurnya penyelesaian RUU agar masyarakat tidak digiring dengan serangkaian teror akibatnya menyalahkan sistem lemahnya intelijen.

”Kalau ada yang mendesak RUU selesai bulan juli, saya katakan sorry, kami tidak bisa didesak,“ ucapnya. [mah]

Mahfudz: Walah Saya Enggak Pernah Dapat Pulsa

NEWS » Polhukam

Ferdinan - Okezone
Rabu, 11 Mei 2011 15:18 wib


JAKARTA - Ketua Komisi Pertahanan, Informasi, dan Luar Negeri DPR Mahfudz Siddiq mengaku tidak tahu menahu soal jatah pulsa anggota dewan.

Mahfudz juga enggan berkomentar terkait rilis Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) yang menyebut anggota dewan mendapat jatah Rp270 juta per tahun.

"Walah saya nggak pernah dapat pulsa. Pulsa HP bayar sendiri," kata Mahfudz kepada okezone, Rabu (11/5/2011). Mahfudz juga mengaku tak tahu anggaran pulsa seperti yang disebut LSM Fitra. "Saya enggak tahu soal itu," tandasnya.

Fitra merilis anggaran untuk komunikasi atau isi pulsa HP pribadi anggaran DPR sebesar Rp102 juta per tahun untuk 5 kali reses bagi satu anggota dewan.

Selain itu, anggota DPR juga mendapat uang isi pulsa untuk setiap bulan sebesar Rp14 juta per anggota. Total per tahun uang pulsa anggota dewan sebanyak Rp270 juta.

Mahfudz sendiri mengaku menerima tunjangan komunikasi sebagai wakil rakyat. "Kalau enggak salah ada. Tapi saya enggak tahu berapa," katanya.

(ded)

Tuesday, May 10, 2011

Fraksi PKS Dukung Moratorium Kunker ke Luar Negeri

Jakarta , 9 Mei 2011 16:22

Anggota DPR Komisi I dari Fraksi PKS Mahfudz Siddiq menyatakan, fraksinya akan mendukung moratorium atau jeda kunjungan kerja dan studi banding anggota DPR ke luar negeri.

"Saya setuju moratorium dalam artian secara umum itu dihentikan. Tapi kalau ada yang mau melakukan kunker ke luar negeri, dia harus mempresentasikan dulu proposalnya itu dan bisa mempertanggungjawabkan proposalnya," kata Mahfudz Siddiq kepada pers di Gedung DPR Jakarta, Senin (9/5).

Mahfudz yang ketua Komisi DPR RI mengatakan, kalaupun nantinya rencana moratorium itu disepakati, anggaran untuk kunker maupun studi banding ke luar negeri harus tetap disediakan.

"Dengan demikian, apabila sewaktu-waktu diperlukan satu studi banding atau kunker ke luar negeri yang memang penting, anggaran itu sudah ada dan bisa segera digunakan," katanya.

Terkait banyaknya pertanyaan masyarakat soal urgensi kunker DPR ke luar negeri, Mahfudz menilai hal itu terjadi karena adanya perbedaan pandangan antara anggota DPR dengan masyarakat. Hal itu juga diperparah lagi dengan adanya komunikasi yang kurang baik.

"Saya melihat masyarakat punya persepsi sendiri dan melihat secara negatif. Sedangkan DPR pastilah argumentasinya perlu. Makanya bagi yang mau berangkat harus bisa menjelaskan terlebih dahulu ke publik mengenai rencana tersebut termasuk tujuan dan hasil yang akan dicapai," ujarnya. [TMA, Ant] URL: http://www.gatra.com/2011-05-09/versi_cetak.php?id=147964

Mahfudz: Batalkan Saja Gedung Baru DPR

Anggaran Diturunkan
Wakil Sekjen PKS Mahfudz Siddiq mengaitkan pembangunan gedung DPR dengan suap Kemenpora.
Senin, 9 Mei 2011, 13:39 WIB
Ita Lismawati F. Malau, Suryanta Bakti Susila
Politisi PKS Mahfudz Siddiq (VIVAnews/ Tri Saputro)


VIVAnews - Wakil Sekretaris Jenderal PKS Mahfudz Siddiq menilai pembangunan gedung baru sebaiknya dibatalkan saja. Hal ini menanggapi turunnya anggaran pembangunan gedung yang semula direncanakan 36 lantai itu.

"Daripada ribut enggak karuan. Masyarakat sudah terkonsolidasi menolak gedung baru. Maka batalkan saja gedung baru itu," kata dia di Gedung DPR, Senin 9 Mei 2011.

Selain itu, dia juga mengaitkan pembangunan gedung baru DPR yang tendernya sempat diikuti oleh PT Duta Graha Indah (DGI).

Perusahaan ini, sambungnya, juga terseret kasus suap Sekretaris Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga, Wafid Muharram terkait pembangunan wisma altet Sea Games di Palembang. "Jika DGI terbukti melakukan suap untuk meluluskan proyek kementerian itu, di tempat lain pun bisa menggunakan modus serupa," tegasnya.

Dia pun meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serius mengusut keterlibatan PT DGI dalam suap itu karena terindikasi menyeret petinggi partai politik tertentu. "Jika terbukti (PT DGI menyuap) di sana, KPK perlu buktikan di sini (DPR)," kata dia.

PT DGI sendiri telah menyatakan mundur dari proses tender gedung DPR yang baru. DGI mundur untuk mencegah polemik yang muncul setelah salah satu bosnya tertangkap tangan KPK menyuap Wafid.

Menurut Mahfudz, pembangunan wisma merupakan ujian bagi KPK karena disebut-sebut menyeret partai politik penguasa. "Setelah masyarakat kecewa dengan kasus Century, apakah KPK bisa menuntaskan kasus ini," kata dia. (umi)
• VIVAnews

PKS Duga Kasus Suap Sesmenpora Mau Dikaburkan

Headline
Oleh: Windi Widia Ningsih
Nasional - Senin, 9 Mei 2011 | 15:03 WIB




INILAH.COM, Jakarta - Wakil Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mahfudz Siddiq meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut tuntas keterlibatan elite politik dalam kasus suap di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).

"KPK harus mengusut pihak-pihak yang terlibat dalam kasus tersebut seperti PT DGI, keterlibatan elite-elite partai politik," kata Mahfudz di DPR, Jakarta, Senin (9/5/2011).

Mahfudz menduga, KPK saat ini mencoba mengaburkan kasus dugaan suap tersebut. Hal itu terlihat dari perubahan status Mirdo Rosalina Manulang mengenai keterkaitan dengan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin.

"KPK mencoba mengaburkan kasus PT DGI. Ini bisa terlihat dari pengakuan atau Rosa yang awalnya menyebutkan atasanya adalah elite politik partai tertentu. Tapi terakhir Rosa mengaku atasanya bukan pimpinan parpol tertentu," kata Mahfudz.

Mahfudz menambahkan, praktek suap yang terjadi di proyek Kemenpora bisa saja terjadi dalam proyek pembangunan gedung baru DPR mengingat salah satu calon peserta tender adalah PT Duta Graha Indah (DGI).

"PT DGI adalah salah satu peserta tender pembangunan gedung baru. Tidak tertutup kasus dugaan suap juga terjadi di pembangunan gedung baru," kata Mahfudz. [mah]

Monday, May 09, 2011

Eks Peserta Tender, KPK Diminta Periksa PT DGI

Proyek Gedung Baru

Susi Fatimah - Okezone
Senin, 9 Mei 2011 12:35 wib


JAKARTA - Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) diminta memeriksa petinggi PT Duta Graha Indonesia (DGI) dalam proyek pembangunan gedung baru DPR. Pasalnya PT DGI sempat menjadi salah satu pemenang tender proyek ini.

Menurut Wakil Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mahfudz Siddiq, PT DGI memiliki indikasi melakukan hal yang sama seperti dilakukan dalam proyek Wisma Altet Sea Games di Palembang.

“Kasus PT DGI ada dugaan melibatkan petinggi parpol. Indikasinya juga terlibat kasus korupsi gedung baru di DPR. Dengan indikasi adanya parpol yang sama di DPR, ada upaya untuk mengaburkan kasus ini,” katanya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (9/5/2011).

Hal ini, kata Mahfud, dikuatkan dengan berbelit-belitnya keterangan yang disampaikan Mindo Rosallie Manulang, tersangka dugaan suap Seskemenpora. “Pengakuan si perempuan (Rosalline), yang semula mengaku bosnya pimpinan parpol, sekarang ngakunya lain,” imbuhnya.

Karena itu, dia mendorong KPK untuk segera mengusut kasus ini agar semuanya klir dan kepercayaan masyarakat tidak berkurang lantaran kecewa dengan kasus Bank Century.

“Jangan lagi ada upaya rekayasa kasus-kasus dan masuk dalam upaya menutup kasus, kalau seperti itu wasalamlah KPK. Masyarakat sudah terlalu muak. Kita lihat apakah bisa menuntaskan kasus ini,” tegasnya.

(ded)

Gedung Baru DPR Enggak Jadi 36 Lantai

K. Yudha Wirakusuma - Okezone
Senin, 9 Mei 2011 11:50 wib


JAKARTA - Kementerian Pekerjaan telah mengevaluasi rencana pembangunan gedung baru DPR. Hasilnya, gedung DPR hanya akan dibangun 26 lantai dengan memanfaatkan gedung lama.

"Jadi gedung lama, Nusantara 1 masih kita pakai. Maka kebutuhan gedung baru berkurang, dari yang direncakan 36 lantai,” kata Menteri Pekerjaan Umum Joko Kirmanto di Kantor Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Senin (9/5/2011).

Gedung lama, kata Joko, masih bisa digunakan seperti untuk keperluan sidang komisi dan lain-lain. “Sehingga gedung baru tidak diperlukan bangunan sebesar yang sudah didesain. Jadi kalau sekarang mintanya 36 lantai. Diperkirakan menurut perhitungan sementara kita hitung cukup dengan 26 lantai," jelasnya.

Menurut Menteri PU, dengan penambahan 26 lantai gedung diperkirakan sudah cukup menampung anggota DPR plus penambahan staf ahli seperti diminta anggota DPR.

“Ke depan akan bertambah kurang lebih 600 orang. Setiap anggota akan dibantu seorang sekretaris dan 5 orang staf ahli dan kalau dijumlah 600 dikali 6, kira-kira seperti itu jmlahnya. Setelah dihitung jumlahnya gedung yang ada sekarang tidak akan bisa memenuhi dan memang diperlukan gedung baru,” terang Joko.

Untuk desainnya, kata dia, diserahkan sepenuhnya kepada DPR. "Saya berikan alternatif, mau desain baru atau yang lama saja diperbaiki. Fasilitas yang ada hanya kantin dan perpustakaan, itu saja," tutupnya.

(ded)

Wednesday, May 04, 2011

Presiden PKS: Indonesia Jangan Turuti AS

Kompas GramediaKompas – Sen, 2 Mei 2011


JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia diminta tidak mengikuti agenda Amerika Serikat dalam mengantisipasi potensi kekerasan dan terorisme oleh generasi muda Indonesia. Justru, kepemimpinanlah yang harus diperkuat untuk mengantisipasi potensi kekerasan dan terorisme yang ditunjukkan oleh survei Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian bahwa 49 persen siswa menyetujui aksi radikal dalam menyelesaikan masalah agama dan moral.

"Mengubah kurikulum itu agenda Amerika Serikat untuk terorisme di Timur Tengah. Indonesia tak perlu ikut-ikutan menyuarakan agenda AS untuk negeri kita. Biarlah itu untuk Timur Tengah dan jangan dibawa di dalam negeri," kata Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaq di Hotel Sahid Jaya, Senin (2/5/2011).

Menurut dia, peran pemimpin, baik negara maupun institusi-institusi yang lebih kecil, termasuk sekolah dan keluarga yang seharusnya diperkuat. Kepemimpinan harus memberikan perhatian penuh bagi generasi muda. Salah satunya dengan membuka seluas-luasnya kanal bagi para pemuda dan remaja untuk menyalurkan aspirasi mereka.

Para pemimpin juga harus duduk bersama untuk memberikan harapan yang cerah bagi aspirasi para generasi muda tersebut, dengan merumuskan solusi yang konkret daripada sekadar janji yang tak jelas juntrungannya. Kalaupun Indonesia disebut sebagai lahan subur terorisme saat ini, Luthfi mengatakan, negara lain juga mengalaminya.

"Indonesia bukan satu-satunya negara yang seperti itu. Yang harus dievaluasi, kan, harusnya bukan anak-anak SMA saja, tetapi juga seluruh pimpinan formal dan informal harus mengevaluasi diri agar bisa mengambil peran yang konstruktif terhadap anak-anak SMA dan mahasiswa saat ini. Mereka, kan, selama ini merasa tak memiliki saluran aspirasi, tak merasa diperhatikan, hak-hak tak dipenuhi sehingga mengambil langkah-langkah destruktif," katanya.

Semua pihak, mulai dari keluarga, guru, dosen, pimpinan masyarakat, hingga tokoh agama seharusnya mengambil peran untuk melakukan pendidikan yang komprehensif. Pendekatan ini harus dibarengi pula dengan pendekatan represif dan antisipatif oleh aparat keamanan.