Tuesday, March 29, 2011

Jika PBB Bentuk Pasukan Perdamaian di Libya, RI Siap Turut Serta

Selasa, 29/03/2011 10:37 WIB
Anwar Khumaini - detikNews



Jakarta - Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) diminta melibatkan organisasi kawasan dalam menangani konflik di Libya. Misi dan pasukan perdamaian juga perlu dibentuk bila gencatan senjata bisa diwujudkan di Libya. Indonesia akan berperan serta bila PBB membentuk misi tersebut.

"Di sini Indonesia berharap Perserikatan Bangsa Bangsa tetap tenang mengambil peran dan inisiatif kemudian melibatkan organisasi kawasan, dalam hal ini Uni Afrika, dan Liga Arab dan tentunya melibatkan pihak yang berkonflik," demikian pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tentang konflik di Libya.

Hal itu disampaikan SBY dalam jumpa pers di Kantor Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (29/3/2011).

SBY juga mengimbau agar dibentuk misi dan pasukan perdamaian, manakala gencatan senjata dapat diwujudkan.

"Dalam Resolusi Nomor 1973 belum diatur eksplisit dan nyata dan kuat perlunya semacam peace keeping mission yang manakala gencatan senjata dapat dilakukan maka gencatan senjata mesti diawasi dan dipantau, mesti ada supervisi dan dalam interstate conflict yang terjadi di banyak negara, sering kita saksikan yang mengawasi peace keeping mission, peace keeping forces dan lazim di bawah PBB," jelas SBY.

Jika PBB membentuk misi pasukan perdamaian, maka, Indonesia akan konsekuen dan konsisten berperan serta. Turut ambil bagian dalam pasukan penjaga perdamaian seperti halnya di Libanon, yang hingga kini pasukan Indonesia masih berjaga di perbatasan Libanon-Israel.

"Bila dilakukan seperti itu seperti usulan Indonesia ketika gencatan senjata dilakukan di Libanon dan akhirnya terwujud, Indonesia secara konsekuen dan konsisten, saya berinisiatif untuk menawarkan menjadi bagian dari pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa Bangsa, seperti yang hingga kini masih digelar bertugas di perbatasan Libanon dan Israel," jelas SBY.

(nwk/nrl)

Bertemu Dubes AS, DPR Minta PBB Kirim Pasukan Perdamaian ke Libya

Senin, 28/03/2011 20:50 WIB
Febrina Ayu Scottiati - detikNews


Jakarta - Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq bersama Duta Besar Amerika Serikat Scot Marciel membahas keterlibatan pasukan sekutu dalam perang di Libya. Komisi I DPR mengusulkan agar PBB mengirimkan pasukan perdamaian usai pelaksanaan resolusi Dewan Keamanan PBB 1973.

"Kami sampaikan usul dari Komisi I agar PBB mengirim pasukan penjaga perdamaian dan tadi Pak Dubes Amerika mengatakan akan menyampaikan usulan komisi I ke Washington," kata Mahfudz kepada wartawan usai pertemuan tertutup dengan Dubes AS di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (28/3/2011).

Dalam pertemuan tersebut, Mahfudz menyampaikan, dibahas berbagai isu dan tukar informasi bersama dengan Komisi I DPR. Termasuk bocoran informasi dari kawat diplomatik Wikileaks yang dibocorkan media Australia.

Apakah membahas wikileaks? "Kita berbicara tentang berbagai isu. Kebanyakan tentang Libya. Masalah Wikilieaks tidak banyak," jelasnya.

Mengenai banyaknya kritikan terhadap 'penyelamatan' yang dilakukan pemerintah AS dan koalisinya, Marciel mengatakan hal tersebut sudah berdasarkan kemanusiaan. Dengan tujuan untuk menyelamatkan warga sipil Libya yang diserang pemerintah Muammar Khadafi.

"PBB melindungi warga Libya dari pemerintahannya dan itu kemanusiaan. Dan tujuan operasi sama seperti resolusi DK PBB untuk melindungi warga Libya dari pemerintahannya," tutupnya.

(feb/van)

Mahfudz Siddiq Persilakan Yusuf Supendi Laporkan Presiden PKS ke Polisi

Senin, 28 Maret 2011 , 11:39:00 WIB
Laporan: Yayan Sopyani Al Hadi



RMOL. Rencana salah seorang pendiri Partai Keadilan, sebelum berubah menjadi PKS, Yusuf Supendi, melaporkan Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq, ke Mabes Polri ditanggapi dingin pimpinan PKS.

"Silakan saja," kata Wasekjen DPP PKS, Mahfudz Siddiq, di gedung Nusantara I DPR, Senayan, Jakarta (Senin, 28/3).

Menurut Mahfudz, DPP PKS tidak akan mengambil langkah apapun terhadap laporan Yusuf Supendi tersebut.

"Silakan saja melaporkan, itu hak warga negara. Silakan melaporkan ke sana kemari, kita no comment," demikian Mahfudz. [zul]

Mahfudz Siddiq: Ada Operasi Hancurkan Citra PKS

Tribunnews.com - Selasa, 22 Maret 2011 10:59 WIB

TRIBUNNEWS.COM/DANY PERMANA

Ketua Komisi X DPR-RI, Fraksi Demokrat, Mahfudz Siddik
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Upaya mantan pendiri Partai Keadilan, Yusuf Supendi dinilai untuk menjatuhkan citra Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Isu-isu yang dikembangkan Yusuf Supendi ini bagian dari rangkaian isu yang terjadi sebelumnya, dengan target melakukan demarketing terhadap PKS secara opini dan pencitraan.

"Ada upaya men-downgrade citra dan posisi PKS secara opini dan pencitraan," ujar Wasekjen PKS, Mahfudz Siddiq saat ditemui di gedung DPR, Jakarta, Selasa(22/3/2011).

Apa yang dilakukan Yusuf Supendi menurut Mahfudz adalah bagian sebuah operasi. Sebab, banyak rentetan kasus yang lebih banyak menyudutkan PKS semenjak pansus hak angket pajak beberapa waktu lalu.

"Ingat kalau kita ambil dari kasus angket pajak, setelah itu muncul kasus isu reshuffle dan opini bahwa PKS akan menikam dari belakang, tidak loyal dan seterusnya, dan ketika itu tidak direspon maka hilang dengan sendirinya," ungkapnya.

Mantan Ketua Fraksi PKS ini pun mempertanyakan aksi operasi menjungkirkan nama baik PKS tersebut.

"Siapa yang punya kepentingan dibalik itu semua," ucapnya seraya menyebut, sebelum isu Yusuf Supendi muncul, PKS diserang dengan kabar video mesum mirip Sekjen PKS Anis Matta.

"Saat muncul video mesum yang dikatakan orang mirip Anis Matta, kami juga tidak bereaksi dan ternyata masyarakat membatasi diri. Lalu muncul isu daging berjenggot. Fakta-fakta itu adalah fakta yang sangat lemah dan sekarang isu-isu Yusuf Supendi," jelas Mahfudz.

Secara substansi lanjut Mahfudz, kasus Yusuf Supendi bukan hal yang baru. Apa yang dikerjakan Yusuf juga tak perlu direspon.

"Ini pada tataran kami, ini sesuai yang tidak perlu kami respon, karena nanti masyarakat sendiri atau institusi yang bersangkutan melapor itu akan bisa menjelaskan soal layak tidaknya informasi yang disampaikan untuk ditindaklanjuti," sergahnya.

Penulis: Willy Widianto | Editor: Ade Mayasanto

Wednesday, March 23, 2011

Serangan ke Libya, Indonesia Harus Bersikap

Nasional

"Bahwa operasi ini terbatas serangan udara, untuk melumpuhkan udara Libya."
Rabu, 23 Maret 2011, 12:42 WIB
Ismoko Widjaya, Suryanta Bakti Susila
Pemimpin Libya, Muammar Khadafi (therealtimer.com)


VIVAnews - Komisi I Bidang Pertahanan dan Luar Negeri DPR telah mengundang Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa untuk membicarakan soal krisis di Libya. DPR mendesak agar pemerintah mengambil sikap tegas atas krisis di negara-negara Arab. "Pemerintah harus bersikap," kata Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq di gedung DPR, Jakarta, Rabu 23 Maret 2011.

Menurut Mahfudz, aksi militer Perserikatan Bangsa-Bangsa di negara yang krisis itu dikhawatirkan bisa tak sesuai tujuan. Aksi militer PBB bisa berubah menjadi pendudukan.

"Kalau kita lihat kasus-kasus sebelumnya sangat mungkin agendanya bukan menjamin warga sipil, tapi agenda lebih besar," ujar politisi dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.

Mahfudz berharap, delegasi Indonesia pada sidang PBB bisa tegas dalam mengkritisi serangan negara sekutu ke Libya. "Bahwa operasi ini terbatas serangan udara, untuk melumpuhkan udara Libya. Mediasi. Itu yang harus dilakukan," ujar dia menambahkan.

Pemerintah Indonesia sendiri sudah menyatakan prihatin, dan menyesalkan kekerasan di Libya yang mengatasnamakan perlindungan atas warga sipil.
"Kita tentu prihatin, situasi dan kondisi di libya berkembang sedemikian rupa, sehingga semakin tampillah sosok penggunaan kekerasan," kata Menlu Marty Natalegawa di gedung DPR, kemarin.
• VIVAnews

Tifatul: Banyak Isu Miring, Kader PKS Tetap Solid

K. Yudha Wirakusuma - Okezone

JAKARTA - Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Tifatul Sembiring tak terlalu hirau dengan isu-isu miring yang memojokkan PKS belakangan ini. Tifatul pun yakin kader PKS tetap solid.

"Yang namanya politik semuanya mungkin. Tapi (isu keborokan) itu kan harus dibuktikan," katanya di Jakarta Convention Centre (JCC), Rabu (23/3/2011).

Menurut Tifatul, isu-isu yang kini menggoyang penggurus DPP PKS, tidak akan berpengaruh bagi soliditas kader di daerah. ”Enggak ada apa-apa baik pusat atau daerah. Ada 1,5 juta kader solid semuanya,” ujar Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) ini.

Dimintai komentarnya soalnya serangan-serangan yang dilancarkan mantan kader PKS Yusuf Supendi, Tifatul tak menampik jika kemungkinan ada konspirasi untuk menjatuhkan PKS.

"Ya, kemungkinan itu kan ada tapi itu kan perlu pembuktian semuanya. Jadi semua bisa diselesaikan melalui cara kekeluargaan, melalui internal saja . Ini kan bukan konflik di dalam tubuh (PKS). Dalam kepengurusan kan tidak. Jadi ada orang yang diberikan suatu hukuman struktur PKS, nah kemudian yang bersangkutan merasa itu tidak tepat,” paparnya.

“Isu dan fitnah yang disampaikan itu, sudah saya terima sejak 2008 lalu sewaktu saya menjadi presiden PKS. Ya saya serahkan kepada lembaga-lembaga yudikatif dan ini juga saya serahkan ke DPP," katanya lagi.

(ded)

Fachri Hamzah: PKS Diserang Luar Dalam

Ferdinan - Okezone
Selasa, 22 Maret 2011 13:55 wib

JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) kini dilanda isu miring yang ditujukkan untuk menggembosi partai. Petinggi PKS dituding melakukan korupsi dan poligami.

Wakil Sekjen PKS Fahri Hamzah menengarai, upaya penggembosan itu dilakukan lawan politik termasuk dari kelompok sakit hati yang pernah berada di lingkaran internal PKS.

Menurut Fahri terdapat tiga kelompok yang melakukan penggembosan PKS. Pertama, kelompok yang khawatir dengan pertumbuhan PKS sebagai partai politik besar. Kelompok ini, kata Fahri berusaha agar PKS tidak mengubah platform sebagai partai Islam menjadi partai berbasis moderat.

"Kelompok ini berkepentingan agar PKS tidak lagi mendapat dukungan konstituen dan publik. Bisa jadi ini dilakukan lawan politik atau serangan dari dalam," ujar Fahri saat kepada okezone, Selasa (22/3/2011).

Kelompok kedua, barisan sakit hati. Fahri menyebut kelompok ini menginginkan perpecahan di tubuh PKS. Barisan sakit hati ini kemudian menggelindingkan isu miring terkait PKS. Mereka sengaja melemparkan tuduhan karena kecewa terhadap sanksi yang diberikan partai."Padahal tudingan itu fitnah," tegas Wakil Ketua Komisi Hukum DPR ini.

Terakhir, kelompok ketiga yang ikut menunggangi kisruh internal PKS. "Serangan ini murni dari luar, bagaimanapun parpol selalu bersaing. Itu sebabnya kita perlu mewaspadai persaingan," pungkasnya.

Namun, Fahri menegaskan PKS solid menghadapi serangan bertubi-tubi ke partai dengan suara terbanyak keempat di Pemilu 2009. "Insya Allah PKS masih solid, pemimpin masih solid, kader solid, kita bergeming soal isu-isu miring itu," tandasnya.

Sebelumnya, Sekjen PKS Anis Matta meyakini upaya penggembosan PKS akan terus berlanjut. Menurut Anis, serangan ke PKS dimulai saat beredar video porno yang disebut mirip dirinya.

Kedua, serangan dilakukan melalui isu daging impor yang melibatkan kader PKS.

Testimoni dan aduan mantan kader PKS Yusuf Supendi ke Badan Kehormatan DPR dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi serial ketiga operasi politik ke PKS.

"Ini rangkaian cerita panjang, masih ada serial keempat dan kelima, tunggu saja," ujar Anis.

Tifatul Duga Ada yang Ingin Jatuhkan PKS

Aduan Yusuf Supendi
Penulis: Hindra Liu | Editor: Inggried
Rabu, 23 Maret 2011 | 13:34 WIB
KRISTIANTO PURNOMO/KOMPAS IMAGES


JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera, Tifatul Sembiring, membenarkan pernyataan Sekjen Anis Matta bahwa ada pihak-pihak yang sengaja ingin menjatuhkan PKS melalui manuver yang dilakukan Yusuf Supendi. Dalam sepekan terakhir, mantan pendiri PKS, Yusuf Supendi, muncul dengan melaporkan sejumlah elite PKS ke Badan Kehormatan DPR dan Komisi Pemberantasan Korupsi.

”Ya, namanya politik, mungkin-mungkin saja, tapi itu kan harus dibuktikan,” kata Tifatul yang juga Menteri Komunikasi dan Informatika kepada para wartawan di sela-sela acara Jakarta International Defense Dialog di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Rabu (23/3/2011).

Ketika ditanya mengenai dugaan apakah pihak yang berada di balik Yusuf adalah lingkaran dalam Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Tifatul enggan berkomentar. ”Tidak, tidak. Saya tidak ingin menduga seperti itu, tapi ini perlu diselesaikan. Ini masalah internal sebetulnya dan bukan persoalan kepengurusan dan sebagainya. Ini murni masalah internal,” kata Tifatul singkat.

Seperti diwartakan, Anis menduga, rangkaian serangan yang ditujukan untuk PKS belakangan ini dilakukan pihak yang sama, mulai dari kasus video porno yang diduga melibatkan dirinya, skandal impor daging, hingga dugaan penggelapan dana kampanye partai yang muncul terakhir kali. Menurut Anis, skenario ini berbau politis untuk menyerang PKS.

”Kalau logikanya, mulai kasus video, isu daging, dan beberapa isu lagi yang saya perkirakan akan muncul, saya kira ini operasi politik untuk PKS. Ini serial yang belum selesai,” tuturnya di gedung DPR, Selasa (22/3/2011).



Ia menyebut rangkaian serangan politik terhadap PKS sebagai satu paket atau satu film serial yang belum selesai yang berhubungan dengan sikap PKS yang kritis terhadap pemerintah belakangan ini. Yusuf Supendi, pendiri PKS yang melaporkan Anis dan sejumlah elite PKS lainnya terkait banyak kasus hukum dan moral, juga dinilai Anis tidak bekerja sendirian.

Namun, Anis tak mau menyebutkan secara gamblang pihak-pihak yang dimaksudnya. Wakil Ketua DPR ini sendiri mengaku sudah mendapatkan data-data yang dilaporkan Yusuf sejak tahun 2005. Oleh karena itu, patut dipertanyakan jika Yusuf kemudian baru memunculkannya sekarang. Lagipula, lanjutnya, besaran jumlah yang dilaporkan Yusuf terlalu kecil dibandingkan dana kampanye yang tertulis sebelumnya.

”Yang kami laporkan Rp 76 miliar. Bukan Rp 10 miliar atau Rp 40 miliar seperti yang dia katakan. Saya kira dia lupa angkanya, salah. Sudah dilaporkan ke KPUD dan diaudit. Anda saya kira bisa paham. Ini operasi politik untuk men-downgrade PKS karena kemungkinan ada langkah-langkah selanjutnya yang akan diambil. Ini kan serial yang belum selesai, kita tinggal menunggu,” ujarnya.

Mahfudz: Telah Disiapkan 1-2 Isu untuk Perburuk Citra PKS

Polkam / Selasa, 22 Maret 2011 14:44 WIB

Metrotvnews.com, Jakarta: Wakil Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mahfudz Siddiq kembali menegaskan partainya tak akan melakukan langkah apapun atas isu yang dikembangkan pendiri Partai Keadilan, Yusuf Supendi. PKS ingin mengetahui sampai di mana ujung dari operasi serangan sistematis tersebut.

"Isu yang dikembangkan oleh Yusuf Supendi ini bagian dari rangkaian isu-isu yang terjadi sebelumnya, yang targetnya adalah melakukan de-marketing terhadap PKS secara opini dan pencitraan," kata Mahfudz Siddiq di DPR/MPR RI, Jakarta, Selasa (22/3).

Menurut Mahfudz, dalam waktu dekat akan disiapkan satu-dua isu baru untuk PKS. Karena itu, PKS memilih membiarkannya dan menunggu di mana ujung serangan tersebut. Setelah itu, PKS akan melakukan langkah-langkah yang sistematis.

Terkait aduan Yusuf kepada Badan Kehormatan DPR dan Komisi Pemberantasan Korupsi, Ketua Komisi I DPR tersebut menyerahkan kepada kedua lembaga tersebut untuk memverifikasi.

"Kalau sekarang dia mau mengadu kemana lagi, silakan saja. Ini adalah sesuatu yang dalam takaran kami, tidak perlu dan tidak urgen kami respons," tegasnya.

Jika PKS merespons dengan kuat, maka akan menyenangkan pihak-pihak yang menjadi otak operasi serangan. Sebab, mereka ingin memancing reaksi spontan dari PKS terhadap rincian isu-isu yang disampaikan. "Makanya kami tidak akan merespons itu, kita tunggu sampai ujungnya di mana," kata Mahfudz.(Andhini)

Hidayat Nur Wahid: Langkah Yusuf Lapor ke KPK Tidak Tepat

Polkam / Rabu, 23 Maret 2011 12:15 WIB

Metrotvnews.com, Jakarta: Anggota Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid menilai, laporan pendiri Partai Keadilan Yusuf Supendi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak tepat. Sebab, Ketua Majelis Syuro PKS Hilmi Aminuddin bukanlah pejabat negara. Yusuf Supendi adalah salah satu pendiri Partai Keadilan, cikal-bakal PKS.

Hidayat berharap KPK bisa bekerja profesional dan mendudukan persoalan yang sebenarnya. "Karena mereka terkait dengan pejabat negara dan keuangan negara. Sedangkan Hilmi kan bukan," kata HIdayat di DPR/MPR RI, Jakarta, Rabu (23/3).

Mantan Ketua MPR ini menyatakan, kasus penggelapan dana pemilihan kepala daerah DKI Jakarta yang ditudingkan Yusuf kepada Sekretaris Jenderal PKS Anis Matta masih bisa diperdebatkan. Sebab, jika itu dipermasalahkan, yang harus dilaporkan adalah Adang Daradjatun sebagai mantan calon Gubernur DKI Jakarta dari PKS.

"Tapi, apapun sekarag bola di KPK, dan kita harapkan mereka bekerja profesional untuk menghadirkan kepastian hukum," kata mantan Presiden PKS itu.(Andhini)

Hidayat Nur Wahid Membantah Ada Kubu-kubuan di PKS

Polkam / Selasa, 22 Maret 2011 16:12 WIB

Metrotvnews.com, Jakarta: Hidayat Nur Wahid membantah ada kubu-kubuan di Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Di PKS hanya ada satu, tidak ada faksi tua dan faksi muda. Dalam Musyawarah Kerja Nasional juga diputuskan PKS hanya satu. "Nama kita adalah PKS, tidak dipisah Partai keadilan atau Sejahtera," kata Hidayat di DPR, Jakarta, Selasa (22/3).

Soal kubu-kubuan itu hanya kesan. Deklarator Partai Keadilan, yang kemudian bermetamorfosa menjadi PKS, itu membantah ia masuk kubu faksi tua. "Padahal, anak saya baru umur dua tahun," kata Hidayat berkelakar. Ia mengakui, yang terjadi di PKS adalah sebuah dinamika. Menjadi tugas partai untuk menuntaskan itu agak tidak jadi fitnah, bola liar, bahkan politisasi pihak-pihak tertentu guna mencari celah membombardir PKS.

Hidayat enggan mengomentari aksi Yusuf Supendi, pendiri Partai Keadilan, yang melaporkan sejumlah elite PKS ke Badan Kehormatan DPR dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut Hidayat, semua yang terkait pelaporan Yusuf sudah dibahas di internal partai. "Pak Mahfudz Siddiq sudah banyak menanggapi. Ya sudah itu saja," kata Hidayat.

Hidaya juga membantah ada perubahan sejak Partai Keadilan berubah menjadi PKS. "Saya tahu persis Partai Keadilan dan PKS adalah rangkaian yang tidak berbeda secara berlawanan. Prinsipnya sama. Ini partai asasnya Islam. Sekarang pun asasnya tetap Islam. Dari dulu partai ini bertujuan untuk membuat bangsa Indonesia menjadi adil makmur dan sejahtera dalam konteks NKRI yang diridhoi oleh Tuhan Yang Maha Esa," kata Hidayat.

Dari dulu, baik saat Partai Keadilan maupun PKS sekarang, sudah biasa bekerja sama dengan komponen politik yang ada. Bahkan berkoalisi dengan beragam pihak. Partai Keadilan misalnya, berkoalisi dengan Partai Amanat Nasional (PAN) di Fraksi Reformasi. Padahal, PAN pada dasarnya buksan berdasaskan Islam. "Dari dulu Partai Keadilan dan PKS berjuang melawan korupsi, menghadirkan pemerintah yang bersih dan peduli dengan rakyat."

Secara prinsip, kata Hidayat, tidak ada perbedaan mendasar antara Partai Keadilan dan PKS. Bahwa PKS kemudian semakin berkembang itu hasil perjuangan yang telah dilakukan oleh aktiviasnya. Pada hakekatnya, kata Hidaya, ini berkaitan dengan disiplin partai, partai yang membuat begitu banyak keputusan. "Dan keputusan itu tidak dikaitkan dengan Anda yang dulu dan Anda yang belakangan. Apakah Anda generasi awal atau akhir, semua diukur dengan AD/ART yang diatur partai sangat jelas," kata Hidayat.

Prinsip di internal partai juga sangat jelas, lembaga-lembaga partai juga jelas. Lembaga partai membuat keputusan-keputusan. "Saya kira tidak serta merta dulu yang seolah-olah menjadi segala-galanya sekarang menomorsatukan. Sementara yang belakangan harus diakhirkan, dinomor limakan." Semua, kata Hidayat, dasarnya AD/ART, kode etik. "Konkrit kok," katanya.

Siapapun yang tidak salah, kata Hidayat, tidak akan dijatuhi sanksi. "Siapapun kalau bersalah akan dikenai sanksi. Lalu kalau sekarang dikaitkan dengan yang telah dilaporkan Pak Yusuf Supendi, biarkan partai menyelesaikan itu dengan cara yang efektif. Tapi saya berharap bahwa permasalahan ini tidak berlarut-larut ang akan mengganggu kinerja partai," kata Hidayat. (Andhini)

Tuesday, March 22, 2011

Anis: Yusuf Supendi Itu Adalah Guru Saya

Arry Anggadha, Dedy Priatmojo | Senin, 21 Maret 2011, 16:05 WIB

VIVAnews - Sekjen Partai Keadilan Sejahtera, Anis Matta, mengaku tidak risau dengan tudingan dan pengaduan pendiri Partai Keadilan (sekarang PKS) Yusuf Supendi ke Badan Kehormatan DPR.

"Sebagai warga negara beliau tentu bebas melaporkan siapa saja dan beliau punya hak penuh untuk itu. Kita menghargai hak itu. Sepanjang tidak ada fakta hukum, maka kita tentu tidak akan menyikapi secara serius. Kan baru tuduhan," kata Anis Matta di DPR, Senin 21 Maret 2011.

Menurut Anis, ancaman ini sudah ada sejak 2005-2006. Semua yang dilaporkan Yusuf sudah disebarkan ke kader PKS . "Kami sudah tahu dokumen itu, kami juga tidak kaget," ujarnya.

Menurutnya, PKS memiliki sistem yang berjalan di atas kepentingan individu. Jadi siapa pun yang melakukan pelanggaran pasti dikenakan sanksi tidak peduli pendiri, pejabat, senior atau apapun. "Termasuk saya juga setiap saat bisa terkena seperti itu," tambahnya.

"Beliau ini kan (Yusuf) pendiri PKS, mantan wakil ketua Dewan Syariah PKS. Boleh dibilang guru saya juga. Beliau juga ketua Mahkamah Syariah PKS.Ttapi di PKS sistem itu di atas individu jadi pejabat siapapun yang melakukan pelanggaran pasti kena sanksi tidak peduli siapa," jelas Anis.

Apakah PKS akan menggugat balik? Wakil Ketua DPR Ini mengaku sejauh ini memang ada tuntutan kader-kader untuk menggugat balik, tapi DPP tidak berfikir hingga ke arah itu. "Alasannya, Pertama, karena kita ini memiliki adab internal di PKS, jadi semua orang yang kena hukuman di PKS tidak disosialisaikan, kenapa? Karena kita tidak mau sanksi itu sebagai karakter asasinasi kepada yang bersangkutan kita menjaga keutuhan keluarga mereka," jelasnya.

"Itu etika, jadi di satu sisi sistem kita keras di satu sisi lain kita punya perlakuan manusiawi kepada semua anggota, lagi pula ini kan organisasi dakwah. Setiap saat orang bisa berubah ini kan bukan akhir dari hidupnya. Kita memberikan ruang bagi orang untuk berubah," tuturnya.

Sementara itu, soal tuduhan Yusuf yang mengatakan Anis Matta menilep uang sisa kampanye sebesar Rp10 miliar, Anis enggan mengomentarinya. Anis justru berseloroh, "Kok cuma sepuluh ya, yang dilaporkan PKS ke KPUD itu Rp76 miliar itu dari rame-rame kita laporkan." (umi)

Anis Matta Kantongi Pihak yang Tunggangi Yusuf Supendi

Senin, 21/03/2011 14:53 WIB
Febrina Ayu Scottiati - detikNews



Jakarta - Sekjen PKS Anis Matta enggan bersikap reaksioner menanggapi Yusuf Supendi. Namun Anis menilai, pendiri Partai Keadilan, cikal bakal PKS, itu ada yang menunggangi untuk menggembosi partainya.

"Ya saya tahu, tapi saya tidak mau buka. Itu etika internal," kata Anis di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (21/3/2011).

Anis mengambil positif saja apa yang disampaikan Yusuf ke publik terkait PKS. Justru hal itu akan mengenalkan PKS kepada publik.

"Kita tidak ingin bereaksi jauh, kita tidak melihat sebagai ancaman," imbuhnya.

Tindakan Yusuf yang ditunggangi pihak tertentu dinilai Anis sebagai serangan balik. Dari peta politik sudah kelihatan polanya.

"Sudah saya duga akan ada serangan lain, ini ada permainan, tidak ada ancaman. Tapi permainan ini menjadi panggung besar," tuturnya.

Yusuf Supendi adalah salah seorang pendiri Partai Keadilan. Dia menjadi anggota DPR dari FPKS periode 2004-2009. Di DPR, Yusuf Supendi pernah menjadi anggota Komisi X, sekaligus anggota Badan Legislasi DPR.

Yusuf Supendi pernah menjabat anggota Majelis Syuro PKS periode 2000-2005. Dia juga pernah menjabat anggota Dewan Syariah PK/PKS periode 2000-2005.

Yusuf melaporkan Presiden PKS Luthfie Hasan Ishaaq ke Badan Kehormatan DPR atas SMS ancaman dan dugaan penerimaan dana dari luar negeri. Yusuf juga akan menyambangi KPK untuk memberikan klarifikasi terkait elit PKS.

Sedang petinggi PKS telah membantah seluruh tuduhan Yusuf dan menganggapnya sebagai fitnah.

(ndr/nrl)

Mahfudz Siddiq: Biarkan Saja Yusuf Ngomong Sampai Selesai

Selasa, 22/03/2011 00:15 WIB
Poligami 3 Elit PKS


Jakarta - Wasekjen PKS Mahfudz Siddiq menanggapi dingin tudingan miring soal poligami yang dilontarkan oleh pendiri Partai Keadilan, cikal bakal PKS, Yusuf Supendi. Mahfudz tidak menggubris tuduhan bahwa ia telah melakukan poligami.

"Biarin aja Yusuf Supendi ngomong sampai selesai. PKS tidak akan sibukan diri dengan urusan ini" ujar Mahfudz melalui pesan singkat kepada detikcom, Senin (21/3/2011).

Namun, saat ditanya apakah tudingan soal poligami yang dialamatkan kepadanya itu betul adanya, Mahfudz tidak menjawab.

Salah satu pendiri PK, Yusuf Supendi tidak hanya melaporkan dugaan korupsi yang dilakukan Sekjen PKS Anis Matta ke KPK. Yusuf juga membeberkan poligami yang dilakukan petinggi PKS.

"Yang poligaminya bermasalah ada 3, Luthfi Hasan Ishaaq, Tifatul dan Mahfudz," ujar Yusuf.

Menurut Yusuf, poligami yang dilakukan Luthfi yang saat ini menjabat sebagai Presiden PKS tidak direstui direstui oleh Dewan Syariah. Bahkan Lutfi juga tidak mendapatkan restu dari istri pertamanya.

"Istri pertamanya bahkan minta supaya saya yang mendamaikan dengan Lutfi dan istri keduanya. Istri pertamanya minta cuma saya bisa mendamaikan, itu waktu saya masih menjadi Dewan Syariah, Lutfi masih bendara PK," terang Yusuf.

Sedangkan menurut Yusuf, poligami yang dilakukan Tifatul dan Mahfudz tidak sah. Keduanya tidak mendapatkan restu dari Dewan Syariah.

"Poligami yang dilakukan (Tifatul dan Mahfudz) juga tidak sah karena walinya juga tidak sah. Saya sebagai Dewan Syariah yang memeriksanya sendiri," imbuhnya.
(her/irw)

PKS: Soliditas Kader Tak Terpengaruh Oleh Serangan Yusuf Supendi

Senin, 21/03/2011 21:46 WIB
Novi Christiastuti Adiputri - detikNews


Jakarta - Langkah Yusuf Supendi menghentak publik. Pendiri PK yang juga cikal bakal PKS ini membuka 'aib' partainya. PKS menanggapi biasa saja aksi Yusuf tersebut. Kesolidan partai tidak akan terganggu.

"Aktivitas Yusuf Supendi, tidak memengaruhi soliditas partai," kata Ketua DPP PKS Bidang Kebijakan Publik Mustafa Kamal dalam siaran pers, Senin (21/3/2011).

Mustafa yang juga Ketua FPKS ini sudah mendapat laporan dari wilayah-wilayah, bahwa kader tetap solid. "Dan meyakini bahwa apa yang terjadi hanya fitnah yang dilakukan pihak yang tidak senang atas pertumbuhan PKS," imbuh Mustafa.

Mustafa menjelaskan, fitnah yang diterima PKS adalah cobaan. PKS pun tidak mau menuduh pihak manapun sebagai kambing hitam.

"Cobaan atau ujian ini insya Allah akan menguatkan partai sekaligus para kader PKS untuk semakin giat bekerja untuk kemaslahatan," tutur Kamal.

Yusuf Supendi adalah salah seorang pendiri Partai Keadilan (PK) yang merupakan cikal bakal Partai Keadilan Sosial (PKS). Kepada KPK, dia menyampaikan laporan mengenai dugaan tindak penggelapan uang kas PKS yang dilakukan oleh politisi senior PKS, Anis Matta.

Jumlah uang kas PKS yang digelapkan Anis Matta, diyakini Yusuf sebesar Rp 10 miliar. Uang sebanyak itu adalah bagian dari Rp 40 milyar yang disumbangkan Adang Dorodjatun kepada PKS ketika mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 2007 silam.

Untuk mendukung laporannya, Yusuf Supendi tidak sekedar menyampaikan surat kepada Pimpinan KPK. Melainkan juga daftar nama saksi berikut berkas-berkas dokumen yang diyakini sebagai bukti terjadinya tindak penggelapan.

(ndr/irw)

PKS Kaji 'Permainan' Dibalik Sikap Yusuf

Antique, Mohammad Adam | Senin, 21 Maret 2011, 19:15 WIB

VIVAnews - Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mahfudz Siddiq mengaku partainya tidak mempermasalahkan tindakan Yusuf Supendi yang melaporkan para petinggi PKS ke Komisi Pemberantasan Korupsi.

Sebab, menurut Mahfudz, partainya tidak melarang mantan Wakil Ketua Dewan Syuro PKS, Yusuf Supendi membuat aduan-aduan, termasuk ke KPK.
"Selama ini, baik DPP maupun fraksi kan tidak melarang. Ya, silakan saja," ujar Mahfudz di DPR, Jakarta, Senin 21 maret 2011.

Seperti diketahui, petinggi PKS yang dilaporkan ke KPK adalah Ketua Majelis Syuro PKS Hilmi Aminuddin, Presiden PKS Luthfi Hasan, Sekjen PKS Anis Matta dan Wakil Sekjen PKS Mahfudz Siddiq. Laporan Yusuf terkait dugaan penggelapan dana pilkada DKI oleh Anis Matta dan penerimaan dana dari negara asing yakni Timur Tengah untuk partai.

Mahfudz melanjutkan, PKS sedang mengkaji apakah memang ada permainan tertentu dari semua yang disampaikan Yusuf Supendi. Namun, dalam hal itu yang diserahkan untuk mengkaji adalah fraksi.

"Sekarang fraksi sedang mengkaji semua pernyataan-pernyataan dia (Yusuf) yang sudah disampaikan, baik ke Badan Kehormatan, ke KPK, dan statement dia di tempat lainnya," kata Mahfudz.

Nantinya, kata Mahfudz, fraksi pula yang akan menentukan langkah apa yang akan dilakukan terhadap Yusuf Supendi. "Opsi-opsi respon yang akan dilakukan seperti apa, apakah opsi langkah hukum atau tidak, ya macam-macamlah," ujarnya. (umi)

Thursday, March 17, 2011

Dituding Makan Uang Haram, Inilah Jawaban Hilmi Aminuddin

Kamis, 17 Mar 2011 07:20 WIB

JAKARTA, RIMANEWS - Hilmi Aminuddin, Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera membantah tudingan Yusuf Supendi terhadap sejumlah elit partainya. Yusuf menuding sejumlah elit Partai PKS termasuk Hilmi melakukan penggelapan dana dan melanggar kode etik anggota parlemen.

"Itu fitnah, dan itu dekat dengan hukum. Saya tegaskan itu fitnah," katanya ketika dihubungi, Jumat (17/3/2011).

Hilmi juga menduga, Yusuf mengeluarkan tudingan tersebut lantaran sakit hati karena diberhentikan dari PKS setahun lalu. "Dia (Yusuf) indisipliner, dipecat partai," ucapnya. Sebelumnya, Yusuf melaporkan Presiden PKS, Luthfi Hasa Ishaaq ke Badan Kehormatan DPR karena dinilai melanggar kode etik anggota parlemen.

Menurut Yusuf, Luthfi kerap mengirim pesan singkat kepadanya dengan nada mengancam. Dia juga menuding Luthfi menerima uang Rp 34 miliar dari Jusuf Kalla pada Pemilu Presiden 2007 dan menggelapkan 94 persen dana bantuan dari Timur Tengah dalam Pemilu 1999.

Yusuf juga mengatakan bahwa Hilmi gemar mengumpulkan setoran untuk memperkaya diri sendiri. "Hilmi, putra pentolan Darul Islam, Danu Muhammad Hasan, gesit mengumpulkan setoran untuk memperkaya diri," katanya.

Tak hanya itu, Yusuf juga menuding Sekretaris Jenderal PKS, Anis Matta menggelapkan uang Rp 10 miliar dari dana kampanye calon gubernur DKI 2007, Adang Daradjatun yang masuk ke PKS.

Atas tuduhan tersebut, Luthfi belum dapat berkomentar. Dia akan mempelajari laporan dan menelusuri motif Yusuf terlebih dahulu. Sementara Anis Matta, hingga kini belum dapat dikonfirmasi. (ian/pks)

Mahfudz Siddiq: Ledakan Bom untuk Mengalihkan Isu Yudhoyono ‘Abused Power’

Rabu, 16 Mar 2011 08:32 WIB

JAKARTA, RIMANEWS - Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq yang juga Politisi PKS menilai, peristiwa peledakan bom adalah modus untuk mengalihkan isu politik strategis di Indonesia. Terutama tentang Ketegangan politik akibat pemberitaan Wikileaks, Hak Angket Pajak, dan perselisihan internal Setgab

Menurut Mahfudz , modus bom sangat mungkin dipakai untuk mengalihkan isu politik nasional. Berdasarkan pengalaman, sejumlah kalangan di Indonesia pandai memanfaatkan keadaan sosiopolitik masyarakat Indonesia yang suka akan kegaduhan.

Kegaduhan menyebabkan rakyat Indonesia kehilangan konsentrasi pada masalah urgen dalam kehidupan berbangsa. "Bom itu kan bentuk kegaduhan baru yang bisa mengalihkan isu-isu strategis di Indonesia," ujarnya di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (16/3/2011).

Alasan Mahfudz, hingga sekarang tujuan dan target dari peledakan bom tersebut tidak jelas. Bila maksudnya ingin membunuh Ulil Abshar Abdalla saja tidak masuk akal. Bom juga BNN dan Ketua Pemuda Pancasila (PP) Yapto S Soeryosumarno. "Apa korelasi ketiga bom tersebut? Kan sangat tidak jelas," uajrnya.(mi/ian)

Mahfudz-PKS: Tafsir Politik Bom JIL Terbantah

Arfi Bambani Amri, Mohammad Adam | Rabu, 16 Maret 2011, 16:23 WIB

VIVAnews - Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat, Mahfudz Siddiq, menyatakan perlu dicari apakah tiga paket bom beredar kemarin adalah pengalihan isu. Soal bom, kata Wakil Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera itu, bukanlah peristiwa baru.

"Jadi masyarakat tidak perlu terkejut-kejut. Yang paling penting bagaimana penanganan kasus ini oleh aparat keamanan," kata Mahfudz di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu 16 Maret 2011. "Ini juga harus tuntas dengan cepat, dan aparat intelijen juga harus terlibat."

"Cuma saya menyayangkan ketika bom pertama itu terjadi di KBR68H, terlalu cepat reaksi sejumlah kalangan dengan tafsir-tafsir politiknya. Yang ternyata kan kemudian bom ini juga terjadi di kantor BNN dan rumah Pak Japto, jadi kelihatan memang ini aksi-aksi dilakukan tapi juga ingin membiaskan proses identifikasi target dan tujuan," kata Mahfudz.

Paket bom ke tempat yang di mana Jaringan Islam Liberal berkumpul itu lalu dikaitkan dengan politik. "Bahkan ada yang mengaitkan dengan reshuffle-lah, urusan polisi, bahkan ada yang mengarahkan isunya ke mana," kata Mahfudz.

Dan tafsir politik itu pun terbantahkan. "Ternyata ada (juga paket bom) di BNN dan Japto, ini kan jadi bias lagi. Kalau ini memang agak unik ya. Ada sejumlah bom, dan targetnya acak. Dia tidak menjelaskan satu objek spesifik. Menurut saya yang perlu dijawab apakah ada target tertentu, atau ini upaya menciptakan satu keributan baru di masyarakat. Semacam pengalihan isu," kata Mahfudz.

Mahfudz melanjutkan, ketiga paket bom ini harus segera diungkap agar nanti tak muncul spekulasi. Kalau ini tak terungkap, berarti ini cuma aksi pengalihan isu yang sebelumnya berkembang.

"Menurut saya, sudahlah. Kepolisian, intelijen segera ungkap kasus ini, lakukan proses penyelidikan cepat. Dibuka saja seterang-terangnya siapa aktor di balik ini semua, sehingga nanti terjawab tafsir-tafsir politik terhadap aksi-aksi itu seperti apa."

Tuesday, March 15, 2011

Biar Waktu yang Menjawab WikiLeaks

Headline
Oleh: Renny Sundayani
Nasional - Sabtu, 12 Maret 2011 | 13:00 WIB

INILAH.COM, Jakarta - Wasekjen PKS Mahfudz Siddiq menilai pemberitaan di harian Australia, The Age dan Sydney Morning Herald mengenai penyalahgunaan kekuasaan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah pepesan kosong. Berita yang bersumber dari situs Wikileaks itu dinilai tidak memiliki kebenaran.

"Wikileaks itu sampah, kalau misalkan memang benar terjadi biar waktu yang akan menjawab dan ungkapkan," ucap Mahfudz usai acara diskusi polemik di warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (12/3/2011).

Kendati demikian, pemerintah Indonesia tidak perlu terlalu reaktif menanggapi bocoran kawat diplomatik yang dimuat WikiLeaks. "Pemerintah Indonesia tidak perlu terlalu reaktif, karena begitu kita reaktif dan mengikuti isu yang sedemikian ramai dibicarakan target WikiLeaks pertama tercapai," ucapnya.

Menurutnya, pemanggilan Dubes Amerika Serikat oleh Menteri Luar Negeri untuk meminta klarifikasi secara terbuka sudah cukup. "Cukuplah Menlu memanggil Dubes AS dan sudah dilakukan untuk mengklarifikasi. Kita minta Dubes AS juga melakukan klarifikasi secara terbuka."

Sebagaimana diberitakan, harian The Age edisi Jumat, 11 Maret 2011, menurunkan laporan bertajuk 'Yudhoyono Abused Power'. Laporan yang sama juga diterbitkan Sydney Morning Herald. Tak hanya memberi gambaran tentang buruknya kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), artikel yang didasarkan pada bocoran kawat diplomatik kedubes AS itu juga menyoroti perilaku keluarga Presiden, khususnya Ibu Negara. [tjs]

Mahfudz: Ada Upaya Mendiskreditkan PKS

Penulis: Caroline Damanik | Editor: I Made Asdhiana
Sabtu, 12 Maret 2011 | 12:02 WIB



JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Sekjen Partai Keadilan Sejahtera Mahfudz Siddiq menyadari bahwa dinamika koalisi terus terjadi. Namun, dinamika yang berpotensi banyak masalah justru terjadi di tingkat legislatif, bukan di tingkat eksekutif. Dalam dinamika ini, Mahfudz mengatakan seluruh anggota koalisi di parlemen harus berorientasi membangun sebanyak-banyaknya kesamaan dan mengelola secantik-cantiknya perbedaan.

”Tapi, jangan ada dusta di antara kita. Saya dengar ada distorsi informasi ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengenai anggota-anggota partai koalisi. Saya punya informasi-informasi A1 (terpercaya), tapi saya enggak mau buka,” katanya saat diskusi mingguan Polemik, Sabtu (12/3/2011).

Menurut Mahfudz, pihak-pihak ini melakukan disinformasi dan berupaya mendiskreditkan PKS di hadapan Presiden Yudhoyono. Pihak-pihak ini disebutnya ada yang berasal dari partai politik ada juga yang dari luar parpol. Namun, yang pasti mereka memiliki akses khusus untuk berkomunikasi langsung dengan Presiden.

”Saya kira Pak SBY lebih kenal PKS karena kita berinteraksi sejak 2004 sehingga informasi-informasi itu tak akan mempengaruhi belia, tapi cara-cara itu harus dihindari karena akan mempengaruhi suasana kondisi di dalam politik,” katanya.

Tapi, lanjutnya, PKS tak akan ambil pusing. Mahfudz kembali menegaskan sikap PKS sangat jelas untuk mengawal pemerintahan Presiden Yudhoyono hingga tahun 2014. PKS bahkan mendorong kepemimpinan Yudhoyono yang sangat dihormati pemimpin negara-negara Islam.

Mahfudz: Siapa yang Mendikte Presiden?

Penulis: Caroline Damanik | Editor: I Made Asdhiana
Sabtu, 12 Maret 2011 | 10:38 WIB



JAKARTA, KOMPAS.com - Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengenai rencana evaluasi koalisi dan wacana perombakan kabinet (reshuffle) mengundang banyak pertanyaan. Selain soal sikap Istana terhadap nasib para menteri dari partai anggota koalisi, pernyataan Presiden bahwa dirinya tak ingin dipaksa dan didikte untuk melakukan reshuffle merupakan pertanyaan menarik.

"Jadi kalau kita lihat, gagasan reshuffle yang disampaikan sejumlah kalangan enggak match dengan jalan pikiran Presiden SBY. Nah, siapa yang mendikte?" tanya Wakil Sekjen PKS Mahfudz Siddiq dalam diskusi mingguan Polemik di Warung Daun Cikini, Sabtu (12/3/2011).

Menurutnya, peluru reshuffle itu pertama kali diderukan oleh orang-orang Demokrat sendiri. Oleh karena itu, sejak digulirkan, Anggota Komisi I DPR ini melihatnya sebagai bola panas yang dilemparkan ke SBY dan bisa jadi blunder politik.

"Kekhawatiran saya terbukti ketika Presiden menyampaikan pidato, misalnya dalam kalimat 'menyangkut isu reshuffle arahnya ada yang kurang logis, seolah-olah saya dipaksa diharuskan didikte untuk segera melakukan reshuffle. Lalu ada yang katakan kenapa lamban?' Iya kan?" tambahnya.

Mahfud juga merujuk pernyataan tiga elit Demokrat, Ulil Abshar Abdala, Ikhsan Mojo dan Rahlan Nasidiq yang dinilainya telah melontarkan desakan tajam kepada Presiden untuk melakukan reshuffle.

"Setelah Pak Sudi Silalahi pidato, memang ada permintaan presiden agar cooling down. Tapi Ulil sepertinya gasnya panas, dia bilang waktu reshuffle sudah mendesak. Waktu untuk reshuffle saat ini. Ada Rahlan Nasiddiq, katanya kami ingin segera dilakukan reshuffle. Terakhir dari Ikhsan Mojo, katanya kinerja kedua menteri PKS, Mentan dan Menkominfo masuk karegori buruk dan mereka harus di-reshuffle. Ini kan jelas dimensi desakan kuat," paparnya.

Demokrat bantah

Hal ini langsung dibantah oleh Wasekjen Demokrat Saan Mustofa. Menurutnya, Demokrat tahu betul mana yang menjadi wilayah partai dan mana yang menjadi wilayah kekuasaan Presiden. "Saya katakan itu bukan domain Partai Demokrat. Jangankan ngasih advise, masa depan menteri-menteri Demokrat di kabinet saja kita enggak tahu posisinya seperti apa, kinerjanya bagaimana dan posisinya aman atau tidak, kita enggak tahu. Kalau ada kader Demokrat begitu, itu mungkin pendapat pribadi," tegasnya.

Saan mengatakan partai sudah mengingatkan bahwa partai harus memahami perbedaan wilayah kewenangan partai dan wilayah presiden. Meski Presiden SBY adalah ketua dewan pembina partai, Demokrat tak akan mencampuri hak presiden.

Ketua DPP PAN, Bima Arya menambahkan terlalu picik bila mengartikan desakan yang dimaksud Presiden SBY diarahkan kepada elit Demokrat. "Sangat simplisitis, kalau pernyataan kurang logis mengarah kepada Ulil, Ihsan dan Rahlan. Bisa jadi mengarah kepada pengamat, atau ke Buya Maarif. Banyak riak-riak. Jadi bukan reshuffle batal karena pernyataan elit Demokrat. Kalau kita anggap mereka provokator sehingga reshuffle batal, itu terlalu naif," tegasnya.

Friday, March 11, 2011

Inilah Politisi Demokrat yang Desak Reshuffle Kabinet. Dasar Pembohong!

Jumat, 11 Mar 2011 09:19 WIB

JAKARTA, RIMANEWS - Berbagai kalangan menilai sejumlah elit Partai Demokrat telah dengan sengaja menekan Presiden SBY melakukan reshuffle kabinet, khususnya mencopot menteri-menteri PKS.

Bahkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merasa seperti dipaksa untuk melakukan reshuffle kabinet. Hal tersebut disampaikan saat memberikan pidato sambutan dalam sidang kabinet tentang bidang Polhukam di Kantor Presiden, Kamis (10/3/2011).

"Seolah-olah saya dipaksa, diharuskan di dikte untuk segera melaksanakan reshuffle dan kemudian apa yang saya dengarkan, ada yang mengatakan kenapa lamban," jelas Presiden.

Siapa saja elit-elit Demokrat tersebut? Berikut ini adalah pernyataan para elit Demokrat yang terkesan memaksa Presiden SBY mereshuffle kabinet.

1. Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
"Intinya, kalau ada menteri yang tidak mungkin lagi disuntik atau diinjeksi energi baru untuk meningkatkan kinerjanya, ya untuk kebaikan pemerintah dan kebaikan bangsa serta untuk kebaikan pelayanan kepada rakyat, ya, kan, lebih bagus (menteri) itu disegarkan (diganti)," tandas Anas, Minggu (9/1/2010).

2. Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Syarif Hasan.
"Sebelum mengambil keputusan harus dianalisa. Untuk melakukan analisa harus dikonfirmasi kembali. Partai koalisi masih komited nggak. Kita tunggu aja. Kita nggak tahu. Tapi secepatnya. Mungkin dalam waktu dekat," tandas Syarif, Rabu (2/3/2011).

3. Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Sutan Bhatoegana.

"Langkah ini (reshuffle) perlu dilakukan secepat mungkin. Meski itu hak prerogatif Presiden. Tapi saya sepakat dipercepat agar tidak ramai terus. Menurut saya kalau sudah diberikan kesempatan, tapi masih seperti itu juga, ini kan perlu untuk dirombak. Katakanlah perubahan secara terbatas. Kan ini sudah pernah dilakukan SBY dalam KIB I. Sampai tiga kali reshuffle, kan kinerjanya jauh lebih baik. Buktinya apa, beliau terpilih kembali " ujar Sutan, Senin (7/1/2011).

4. Wasekjen Partai Demokrat Saan Mustopa.

"Sepertinya reshuffle kabinet semakin dekat," ujar Wasekjen DPP PD, Saan Mustopa, Rabu (2/2/2011).

5. Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Ahmad Mubarok.
"Insya Allah, perombakan akan dilakukan dalam 1-2 hari atau 1-2 minggu ini dengan penataan ulang yang signifikan," kata Mubarok, Selasa (8/3/2011).

6. Ketua Departemen Keuangan Partai Demokrat M Ikhsan Modjo.

"Kami menilai dua menteri dari PKS, yakni Menteri Pertanian dan Menteri Kominfo memiliki kinerja yang kurang baik. Evaluasi terhadap anggota koalisi bisa dilakukan dengan me-reshuffle dua menteri dari PKS, yakni Menteri Pertanian dan Menteri Kominfo" kata Muhammad Ikhsan Modjo, Senin (28/2/2011).

7. Ketua Divisi Pusat Pengembangan Strategi dan Kebijakan Partai Demokrat Ulil Abshar Abdalla.
"Dalam satu-dua minggu ini. Waktu sudah mendesak untuk reshuffle, time for reshuffle adalah saat ini. Kami memberikan dukungan politik dan moral kepada Presiden Yudhoyono agar segera melakukan reshuffle," kata Ulil, Senin (28/2/2011).

8. Sekretaris Departemen HAM Partai Demokrat Rachland Nashidik.

"Kami ingin secepatnya diadakan reshuffle kabinet untuk memastikan kebijakan publik berjalan dengan baik," ujar Rachland, Senin (28/2/2011).

9. Ketua Divisi Humas Partai Demokrat Ruhut Sitompul.

"Pidato Pak SBY itu sudah sangat tepat, bapak dengan tegas mengatakan ada etika berpolitik yang merujuk pada kesepakatan koalisi. Reshuffle semakin dekat, tapi mungkin bertahap," kata Ruhut, Selasa, (1/3/2011).

"Taruh dimana muka kita jika tidak terjadi reshuffle kabinet," kata Ruhut, beberapa hari lalu.

Partai Demokrat Pembohong

Politisi partai Gerindra Desmon Junaidi Mahesa mengatakan Partai Gerindra putus asa dan memilih untuk tidak lagi percaya pada SBY.

“Mengapa kami harus berharap lagi pada SBY dan tawarannya. Masa kita percaya dengan orang yang plintat-plintut?” kata politisi partai Gerindra Desmon Junaidi Mahesa, Selasa (8/3/2011).

Menurut Desmon, Bola Reshuffle sudah berada di tangan SBY. SBY tinggal menendangnya.

Namun, keraguan berlebihan SBY menyebabkan Gerindra tidak bisa memahami semua keinginan Demokrat untuk berkoalisi dengan Gerindra. “Kalau mau reshuffle sekarang, secepatnya. Jangan menunggu-nunggu,” tegasnya.

Dengan demikian, kata Desmon, Gerindra merasa semua keputusan soal berkoalisi dan tawaran menteri telah usai. Gerindra sudah tenang dan tidak lagi melakukan konsolidasi internal berlebihan untuk bahas soal koalisi dengan Demokrat.

“Sudah tidak ada lagi pertemuan-pertemuan internal. Sudah selesai. Bagi kami, Demokrat itu pembohong,” ujarnya.(inil/ian)

F-PKS: Impor Beras Bukan Kebijakan Mentan

Arfi Bambani Amri | Jum'at, 11 Maret 2011, 05:38 WIB

VIVAnews - Salah satu syarat yang diminta Partai Gerakan Indonesia Raya untuk masuk kabinet adalah pemerintah menghentikan impor pangan. Dan pos di kabinet yang diincar adalah Kementerian Pertanian yang saat ini diduduki kader Partai Keadilan Sejahtera, Suswono.

Ketua Kelompok Fraksi PKS di Komisi Pertanian, Rofi' Munawar, menyatakan tak tepat mengaitkan impor pangan dengan Kementerian Pertanian. "Kementerian Pertanian mengurusi produksi dalam negeri," kata Rofi' kepada VIVAnews. "Kalau impor pangan, itu restu Menteri Perekonomian, bukan restu Menteri Pertanian."

Secara khusus Rofi’ mengritik Menko Perekonomian yang menyatakan bahwa alokasi beras yang diimpor hanya akan digunakan untuk operasi pasar dan operasi pasar khusus, guna stabilisasi harga.

Menurut Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Jawa Timur ini kebijakan tersebut sangat rawan penyimpangan. “Bisa jadi beras impor, yang memiliki selisih harga beli yang cukup jauh dengan beras nasional, akan bocor dan kemudian dikomersilkan kembali oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab,” katanya.

Dalam pandangan Rofi’, Bulog perlu memperhatikan kajian BPS di mana disebutkan bahwa pada akhir 2011 diperkirakan jumlah penduduk akan bertambah 3,8 juta jiwa, sehingga total penduduk mencapai 241, 1 juta jiwa. Sementara, pertumbuhan padi diyakini mencapai 1,35 persen.

“Dengan kondisi tersebut masih akan terjadi surplus beras sebesar 4,29 juta ton sehingga tidak ada alasan memperpanjang kebijakan impor dan pembebasan bea masuk beras impor,” ujar Rofi'.

Impor pangan diperkirakan bisa membuat anjlok harga beras karena pada Maret 2011 ini akan ada panen raya hampir di seluruh wilayah Indonesia. Dengan kebijakan tersebut beban petani akan semakin berat. ”Ini menyengsarakan petani, karena menghilangkan insentif harga dan mematikan diversifikasi pangan berbasis bahan baku lokal,” kata Rofi’. (kd)

Ruhut: Jika PKS Koalisi Tanda SBY Murah Hati

Pipiet Tri Noorastuti, Sandy Adam Mahaputra | Jum'at, 11 Maret 2011, 07:03 WIB

VIVAnews - Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait isu reshuffle dan koalisi mengundang spekulasi, terutama menyangkut nasib PKS. Hingga kini, dari seluruh partai koalisi, hanya PKS yang belum bertemu Presiden membicarakan kelangsungan koalisi.

Juru Bicara Partai Demokrat, Ruhut Sitompul, melihat pidato SBY sebagai ajakan untuk membangun komitmen koalisi yang lebih kuat dengan politik santun. Termasuk dengan Golkar dan PKS yang sempat dianggap melanggar komitmen koalisi saat voting Hak Angket Mafia Perpajakan.

Menurutnya apa yang sudah terjadi saat ini, bisa menjadi pembelajaran bagi Golkar dan PKS agar lebih mendukung pemerintahan. “Ini semua kemurahan hati dari Partai Demokrat dan Pak SBY,” kata Ruhut.

Ruhut mengungkap sinyal bahwa PKS bisa jadi bernasib sama dengan Partai Golkar yang sepakat bertahan di koalisi melalui komitmen ulang. “Wajar kalau awalnya Partai Demokrat kesal , tapi itulah Pak SBY lebih mementingkan kepentingan rakyat ketimbang masalah kepentingan politik semata,” kata Ruhut.

Lalu Presiden akan memanggil PKS? “Pak SBY tidak mau memanggil tanpa mendapatkan informasi yang sifatnya sepihak, jika sudah lengkap informasinya tentu akan langsung dipanggil,” kata dia.

Mendengar pidato Presiden, Wakil Sekretaris Jenderal PKS Bidang Informasi, Mahfudz Siddiq, juga semakin optimistis tak terdepak dari koalisi dan kabinet.

“Kalau pun memang ada reshuffle menteri itu berdasarkan pada kinerja bukan karena latar belakang partai menteri itu berasal,” ujarnya. “Kalau berlatar belakang karena hak angket pajak, tentunya itu tidak fair.”

Namun, pihaknya mengaku saat ini masih menunggu adanya komunikasi langsung antara PKS dengan Presiden SBY. “Posisi kami hanya menunggu, semoga hasil pertemuan itu nantinya ada komunikasi yang lebih baik untuk membangun komitmen yang lebih baik,” jelas Mahfudz. (adi)

Soal Kisruh PSSI, Dubes RI di Swiss Sudah Keluar Tupoksi

Republika OnLine » Sepakbola » Liga Indonesia
Jumat, 11 Maret 2011, 08:24 WIB


REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Ketua Komisi I DPR RI, Mahfudz Siddiq, menilai pernyataan-pernyataan maupun sikap Dubes RI di Swiss, Djoko Susilo, tentang kisruh PSSI itu sudah keluar dari Tupoksi-nya.

"Sebagai duta besar (Dubes) dengan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) yang diembannya, maka pernyataan-pernyataan dan sikapnya itu (tentang kisruh PSSI) sudah melenceng keluar dari Tupoksinya sebagai Dubes," tandasnya kepada ANTARA, di Jakarta, Jumat (11/3).

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini kemudian menilai Djoko Susilo terkesan kuat sudah ikut masuk dalam pusaran konflik (PSSI) dengan menyampaikan penilaian-penilaian subyektif terhadap para pihak yang terlibat konflik. "Sebagai Dubes, saudara Djoko bisa saja memfasilitasi untuk mendapatkan dokumen atau informasi dari kantor pusat FIFA (di Swiss). Lalu, dokumen atau info itu diserahkan ke para pihak yang berkepentingan. Jangan lebih dari itu," tegasnya.

Karena itu, Mahfud Siddiq mendesak pihak Menteri Luar Negeri (Menlu) menegur Dubes tersebut atas posisi dan sikapnya yang tidak profesional. "Tugas Dubes adalah mewakili kepentingan Negara di luar negeri dengan menggunakan jalur diplomasi," ujarnya.

Baginya, apa yang dipertontonkan Djoko Susilo benar-benar sudah melenceng dari Tupoksi. "Sebagai Ketua Komis I DPR RI, saya tidak punya kepentingan terhadap kisruh di tubuh PSSI. Tapi, saya wajib mengingatkan Dubes untuk tetap profesional jalankan tugasnya," tegas Mahfuds Siddiq lagi.
Red: Didi Purwadi
Sumber: Antara

Golkar: Demokrat Harus Sesuai dengan Presiden

"Syukurlah kalau Presiden menegaskan reshuffle bukan dari beliau," kata Priyo Budi Santoso
Kamis, 10 Maret 2011, 18:36 WIB
Arfi Bambani Amri, Suryanta Bakti Susila


VIVAnews - Hari ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan isu reshuffle kabinet bukan dari dirinya. Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso mengatakan dia gembira atas pernyataan tersebut.

"Syukurlah kalau Presiden menegaskan reshuffle bukan dari beliau. Mestinya teman-teman Demokrat, dan lainnya bisa menyesuaikan dengan kehendak Presiden," kata Priyo di DPR, Kamis 10 Maret 2011.

Priyo berharap seluruh lingkaran Presiden termasuk Demokrat bisa menyesuaikan diri dengan kehendak Presiden. Pimpinan teras partai-partai anggota koalisi juga harus menyesuaikan.

"Kami semua tokh akhirnya menghormati hak prerogatif Presiden. Janganlah terkesan Presiden didorong-dorong melakukan itu. Jangan terkesan kami berdua terkesan terusir," kata Priyo.

Yang dimaksud 'kami berdua' oleh Priyo adalah Partai Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera, dua partai berlawanan aspirasinya dengan Partai Demokrat dalam rapat paripurna DPR membahas usulan Angket Mafia Perpajakan. Meski usulan yang didukung PKS dan Golkar ini kandas, diduga kejadian ini membuat Presiden SBY menyinggung 'satu-dua partai koalisi melanggar komitmen.'
• VIVAnews

Golkar Minta Elit Demokrat Jangan Terus 'Mainkan' Isu Reshuffle

Kamis, 10/03/2011 17:16 WIB
Elvan Dany Sutrisno - detikNews

Jakarta - Partai Golkar angkat bicara terkait pidato Presiden SBY yang merasa ada yang mencoba mendorong isu reshuffle kabinet. Golkar mengingatkan agar partai koalisi termasuk Partai Demokrat (PD) tidak mendorong isu tersebut.

"Syukurlah kalau presiden menegaskan bahwa reshuffle bukan dari beliau karena itu mestinya seluruh teman-teman koalisi termasuk rekan elit PD menyesuaikan apa yang menjadi kehendak presiden. Jangan mendorong-dorong isu yang satu itu," ujar Ketua DPP Golkar, Priyo Budi Santoso, dalam konferensi pers di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (10/3/2011).

Priyo menuturkan, reshuffle kabinet adalah hak prerogatif presiden. Statemen Presiden SBY menegaskan bahwa tidak satu partai pun berhak mengintervensi hak prerogatif tersebut.

"Kami semua toh akhirnya menghormati hak prerogatif presiden tanpa didorong-dorong," tutur Priyo.

Selain itu, Priyo menuturkan, desakan serupa juga menganggu komunikasi di internal koalisi. Sebab beberapa mitra koalisi merasa dipojokkan.

"Jangan terkesan kami diusir seperti itu, itu tidak elok untuk kebersamaan," tutur Priyo.

Namun demikian jika Presiden SBY akhirnya mereshuffle kabinet, Priyo mengajak semua partai koalisi menerimanya dengan lapang dada. "Demikian kalau dilakukan rehuffle kami semua menghormati langkah itu. Seyogyanya pertimbangannya adalah kinerja menteri," tandasnya.

(van/ndr)

PD Tak Pernah Desak SBY untuk Lakukan Reshuffle Kabinet

Kamis, 10/03/2011 17:14 WIB
Mega Putra Ratya - detikNews


Jakarta - Partai Demokrat (PD) menyatakan mereka tidak pernah memaksa Presiden SBY untuk melakukan reshuffle kabinet. PD menegaskan perombakan kabinet adalah hak prerogatif SBY.

"Tidak (mendesak reshuffle), kita menghargai presden," kata Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Marzuki Alie usai diskusi 'Cita-cita Negara Pancasila' di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (10/3/2011).

Marzuki menjelaskan, PD tahu persis perombakan kabinet adalah kewenangan Presiden. "Jadi tidak ada dan itu hanya Presiden yang tahu. Silakan tanya ke Presiden," katanya.

Marzuki membantah kabar PD terbelah. Menurutnya adanya perbedaan pendapat di dalam partai itu adalah hal yang wajar.

"Tidak (terpecah), bahwa ada dinamika dan ada pendapat-pendapat, ya semuanya punya hak untuk itu," katanya.

Marzuki menyatakan, semua keputusan yang diambil oleh Presiden SBY akan diterima oleh PD.

"Tidak ada perbedaan, bahasa Demorat satu yaitu diserahkan pada Presiden. Apa pun keputusan Presiden kita terima," katanya.

Sebelumnya SBY menegaskan dirinya tidak bisa dipaksa-paksa untuk merombak susunan kabinet. Pernyataan ini diungkapan SBY untuk menanggapi isu reshuffle yang saat ini berhembus kencang.

(nal/fay)

Demokrat Evaluasi Koalisi, Bukan Reshuffle

Politisi Demokrat kini kerepotan menjelaskan berbagai desakan mereka untuk reshuffle.
Kamis, 10 Maret 2011, 15:25 WIB
Arfi Bambani Amri, Suryanta Bakti Susila


VIVAnews - Setelah Presiden SBY menyatakan dia tak pernah mengatakan akan merombak kabinet, giliran politisi Demokrat yang kelimpungan. Mereka kini berupaya menjelaskan berbagai desakan gencar mereka selama ini agar Presiden melakukan reshuffle kabinet.

Sekretaris Fraksi Demokrat Saan Mustofa, misalnya, menjelaskan evaluasi koalisi dan reshuffle kabinet adalah dua hal berbeda. Menurut dia, reshuffle kabinet adalah murni wilayah Presiden. Adapun Partai Demokrat selama ini hanya fokus pada evaluasi koalisi.

"Presiden sekaligus Ketua Dewan Pembina dan Ketua Setgab juga bisa mengevaluasi. Bahwa nanti evaluasi berpengaruh terhadap reshuffle kabinet itu soal lain," kata Saan di DPR, Kamis, 10 Maret 2011.

Menurut dia, soal perlu adanya reward dan punishment yang gencar dilontarkan para elite Demokrat belakangan ini semata berkaitan dengan koalisi, bukan dengan reshuffle kabinet. Itu dilakukan para tokoh Demokrat, masih kata Saan, karena mereka punya tanggung jawab moral untuk menjaga koalisi agar tetap solid.

"Dinamika, pengalaman, sikap politik di parlemen yang dialami Demokrat itu merupakan tanggung jawab moral Demokrat untuk menyampaikan kepada Ketua Koalisi, yaitu Pak SBY," kata Saan.

Dia menekankan, dalam konteks itu partai mitra koalisi pun boleh-boleh saja membuat evaluasi. Golkar pun boleh mengevaluasi dinamika koalisi. "Nanti kan evaluasi dari masing-masing partai dilihat Pak SBY. Evaluasi mana yang obyektif, yang berdasarkan fakta, supaya Pak SBY mengambil sebuah sikap terhadap koalisi," katanya. "Itu yang namanya menata ulang dalam istilah Pak SBY."

Dari penataan ulang koalisi itulah, akan diputuskan sikap politik SBY. "Apakah punya dampak reshuffle kabinet, itu urusan berikutnya," kata Saan. (kd)
• VIVAnews

SBY: Ada yang SMS 'Mengapa Permainkan Saya'

SBY menegaskan akan melakukan perombakan kabinet hanya bila memang diperlukan.
Kamis, 10 Maret 2011, 14:18 WIB
Ismoko Widjaya, Fadila Fikriani Armadita


VIVAnews - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan ia tidak pernah sekalipun mengatakan akan merombak kabinet. SBY khawatir nama-nama orang yang selama ini disebut-sebut akan mengganti atau digantikan posisinya, bakal kecewa.

"Saya tidak tahu dari mana itu keluar. Mengapa itu penting?" kata Presiden SBY saat membuka sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Kamis, 10 Maret 2011.

SBY menjelaskan pengalamannya saat melakukan reshuffle kabinet dan fit and proper test calon menteri di waktu lalu. Saat itu, nama-nama calon menteri yang diunggulkan juga bermunculan.

"Ada calon Menteri X, calon Menteri Z. Ketika Beliau-beliau yang diunggulkan tidak menjadi menteri, mereka sangat tidak senang. Bahkan, ada yang SMS mengatakan: 'mengapa mempermainkan saya? Mengapa berbohong'," kata SBY tanpa menyebut siapa gerangan si pengirim pesan singkat itu.

Maka itu, SBY mengingatkan jangan sampai dimunculkannya nama-nama tertentu pada saat ini, justru menimbulkan dampak negatif. Presiden meminta semua pihak agar berpikir jernih dan logis. "Terutama bagi mereka yang terus menggoreng isu reshuffle dengan persepsinya sendiri-sendiri."

SBY menegaskan, dirinya akan melakukan perombakan kabinet hanya bila memang diperlukan. "Percayalah, semua ada alasan, ada aturannya."

Saat berpidato pada 1 Maret lalu, Presiden SBY mengatakan akan mengevaluasi komposisi koalisi pemerintahannya saat ini. Hal itu, SBY mengatakan, karena ada satu-dua partai anggota koalisi yang dia nilai telah melanggar kesepakatan. (kd)
• VIVAnews

Penjelasan Lengkap Presiden SBY tentang Koalisi

Kamis, 10/03/2011 15:19 WIB
Anwar Khumaini - detikNews

Jakarta - Presiden SBY berbicara tentang isu reshuffle dan koalisi saat membuka rapat kabinet di kantor presiden, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Kamis (10/3/2011). Statemen soal reshuffle bisa diklik di sini. Sedangkan statemen lengkap SBY tentang koalisi sbb:

Yang kedua, menyangkut koalisi, saya sedang bekerja untuk menata kembali koalisi yang ada ini. Tentu pekerjaan menyangkut penataan koalisi ini tanpa meninggalkan tugas dan kewajiban saya untuk menjalankan roda pemerintahan.

Ini yang kita jalankan sekarang ini mengatasi masalah dan tugas-tugas lain. Telah dan sedang saya lakukan dengan para pimpinan parpol-parpol yang berkoalisi, ganti-berganti termasuk pihak-pihak lain yang patut saya ajak berkomunikasi meskipun tidak menjadi bagian dari koalisi.

Saya telah melakukan evaluasi selama 1.5 tahun ini tentang koalisi. Saya juga banyak sekali mendapatkan pandangan usulan dan rekomendasi dari berbagai kalangan. Dan saya berkesimpulan koalisi harus dibenahi, harus ditata kembalil.

Pembenahan dan penataan kembali sesungguhnya tidak luar biasa. Kita kembalikan saja pada apa sih hakekat kita berkoalisi bagi parpol-parpol berkoalisi. 9 Juni 1945 Bung Karno yang jadi Presiden pertama kita dalam pidato bersejarah dikenal pidato 1 Juni. Beliau menyitir Ernest ketika mendefinikan what is a nation.

Banyak sekali definisi tentang bangsa. Bung karno menyitir Ernest, bangsa itu tiada lain kehendak, mereka yang punya kehendak bersatu, bersama sama. Jadi hakekat koalisi mereka-mereka yang berkehendak untuk berkoalisi, bersama sama. Kalau sejak awal punya kehendak, maka the spirit, perilaku mencerminkan berkoalisi. Sama saja ayo kita beroposisi, kehendaknya beroposisi. Kita kembalikan ke situ, publik juga melihat apakah the spirit is still alive untuk bersama sama berkoalisi. Apakah semangat dan kehendak itu tetap ada, tetap eksis.

Saya membawa copy dari kesepakatan parpol-parpol yang bergabung dalam koalisi dengan Presiden RI. Sekali lagi sebagai Presiden RI, tentang code of conduct atau tata etika pemerintahan Indonesia 2009, 2011. Karena ini dalam kapasitas saya sebagai presiden maka forum ini tidak perlu kalau saya sampaikan juga dalam posisi saya sebagai presiden yang menandatangani kesepakatan koalisi ini.

Saya hanya ingin mengatakan alinea pertama saja yang penting dan mendasari koalisi, apa yang harus dilakukan jajaran koalisi. Pada hari ini kami Oktober 2009, kami pimpinan parpol x, telah bersepakat utk berkoalisi. Untuk berkoalisi bukan untuk masing-masing, bukan untuk beroposisi dan mendukung penuh suksesnya pemerintahan SBY-Boediono 2009-2014 baik di eksekutif maupun di legislatif. Begitu bunyinya, baik di bidang eksekutif maupun di legislatif.

Kemudian ada 11 butir. Sehingga tugas saya sebenarnya tidak berat untuk pembenahan dan penataan koalisi. Saya hanya ingin kembalikan pada kehendak dulu. Tercermin dalam kebersamaan di antara koalisi dalam bidang eksekutif dan legislatif untuk mendukung penuh suksesnya pemerintahan yang saya pimpin. Apa yang saya kerjakan tidak ada keharusan rampung dalam 1 minggu. Saya menerima banyak sekali desakan-desakan segera-segera.

Ini beda dengan krisis bencana alam, jam itu juga kita melakukan sesuatu. Ini kan kabinet masih ada, politik masih berjalan, kenapa dibikin 1 hari selesai, 2 hari selesai.

Boleh kita jengkel boleh emosional tapi tidak mengambil keputusan pada saat itu. Catatan kecil, dibanding-bandingkan dulu, bisa kok menteri ganti. Biasanya sih bisa tapi saya memilih untuk tidak seperti itu. Ada yang mendengar talkshow, saya juga dengar. Itu era dulu malah presiden sepenuhnya menentukan menteri, tidak perlu dari partai partai bisa sepenuhnya profesional. Konteksnya beda, sekarang demokrasi multi partai dengan meskipun kabinet presidensial. Kabinet presidensial bisa mayoritas tunggal.

Demikian juga di MPR, barangkali amat kuatnya. Dengan demikian bisa saja katakanlah apa yang menjadi keinginan presiden, situasinya berubah. OKI tidak boleh, kalau dulu begini, sekarang harus begini, berbeda-beda. Semua punya tujuan yang sama, pemerintahan efektif.

Saya ingin memberikan pengertian pada kita semua agar realistis kalau memberikan kritik, komentar dan pandangan-pandangan. Karena sekali lagi situasi berbeda, kondisi berbeda.
(nik/nrl)

Ulil Yakin Ada Hukuman untuk Golkar & PKS

Selasa, 08/03/2011 14:41 WIB
Didi Syafirdi - detikNews


Jakarta - Pengumuman hasil evaluasi koalisi yang akan disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi momen yang paling ditunggu-tunggu. Politisi Partai Demokrat Ulil Abshar Abdala, yakin Golkar dan PKS bakal mendapat hukuman dari SBY.

"Saya yakin akan ada hukuman untuk Golkar dan PKS. Bahkan PKS tidak hanya hukuman, bisa saja dikeluarkan dari koalisi. Tetapi, itu sepenuhnya adalah keputusan dari Presiden SBY," kata Ulil.

Hal ini disampaikan Ulil dalam jumpa pers bertajuk 'Kenapa PDIP Sebaiknya Bergabung dalam Koalisi' di Restoran Satay House, Pakubuwono, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (8/3/2011).

Dalam kesempatan itu, Ulil mengatakan proses mengajak PDIP bergabung dalam koalisi masih berlangsung. Selain undangan terbuka, Partai Demokrat juga melakukan undangan informal yang dikerjakan secara informal antara SBY dan Ketum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri.

"Kami optimis itu terjadi. Tentu, koalisi yang ideal jika PDIP masuk, PKS dan Golkar keluar. Tentu alasannya, bukan hanya untuk bagi-bagi kekuasaan. Tetapi, perlunya menekankan pembangunan yang pro kepada rakyat," ujar dia.

Menurut dia, masih ada ganjalan keputusan kongres PDIP yang menyatakan PDIP berada di luar pemerintahan.

"Tetapi, kami yakin dalam waktu yang tidak lama lagi akan ada jawaban dari PDIP dan reshuffle akan dilakukan oleh Presiden SBY," kata Ulil.

Dikatakan dia, apabila PDIP gagal ditarik masuk koalisi maka hal ini akan menjadi kabar yang kurang baik. "Kita akan bekerja dengan realitas yang ada, berhadapan dengan Golkar," kata Ulil.

(aan/fay)

Ulil: Semua Menteri PKS Dipangkas

Minggu, 06/03/2011 16:24 WIB
Muhammad Taufiqqurahman - detikNews

Jakarta - Partai Demokrat (PD) menegaskan seluruh menteri dari PKS akan direshuffle oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di dalam kabinetnya. Gerindra dipastikan akan mendapatkan jatah menteri di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid II.

"Seluruh menteri dari PKS akan dipangkas di dalam kabinet," ujar Ketua Pusat Pengkajian Strategi dan Kebijakan Partai Demokrat Ulil Absyar Abdalla.

Hal tersebut dikatakannya usai acara 'Persiapan Rekonsiliasi dan Rekonstruksi Bangsa dan Negara' di kantor PNBK, Jl Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, Minggu (6/3/2011). Ulil menjelaskan, dalam koalisi pemerinatahan, anggota koalisi harus menjamin pemerintahan yang efektif.

"Pemerintahan tidak akan melaksanakan kebijakan dengan tenang karena selalu diterpedo. Ini harus diwaspadai," terangnya.

Terdepaknya PKS dari kabinet, menurut Ulil, dikarenakan partai tersebut menciptakan kondisi yang tidak stabil dalam pemerintahan.

"Golkar dan terutama PKS itu selalu mengganggu citra pemerintahan SBY yang seharusnya nasionalis, pro Bhinekka Tunggal Ika, dan Pancasila," kata Ulil.

Pada kesempatan itu, Ulil juga membenarkan peluang masuknya Gerindra dalam kabinet SBY. Namun Ulil tidak menyebut berapa jatah kursi yang didapatkan oleh Gerindra.

"Gerindra kemungkinan besar akan ditampung, dan keluarnya PKS," jelasnya.

(fiq/fay)

Thursday, March 10, 2011

Partai Demokrat Kurang Canggih Bermanuver

Nasional - Rabu, 9 Maret 2011 | 20:25 WIB


Pengamat Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Muchtar

INILAH.COM, Jakarta - Menurut Pengamat Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Muchtar Partai Demokrat seolah tunduk terhadap kekuasaan Partai Golkar.

"Hal itu sudah terlihat seperti ketika Ketua Umum Golkar (Aburizal Bakrie) ditemui oleh Dewan Pembina Demokrat (Susilo Bambang Yudhoyono). Tidak seharusnya Ketua Dewan Pembina, harus equal saja, Ketua Umum juga harus ditemui oleh Ketua Umum, ini seperti menunjukkan kalau PD tunduk dengan Golkar," tandas Zainal di Jakarta, Rabu (9/3/2011).

Zainal pun berpendapat, Partai Demokrat tidak mampu membaca pikiran politik lawannya sehingga selalu dijadikan bulan-bulanan. "Jangan-jangan benar apa yang dikatakan bahwa PD tidak mampu bermanuver politik," tandas Zainal.

Menanggapi itu, Ketua DPP PD, Didi Irawady hanya menganggap penilaian itu sebagai kritikan sekaligus masukan bagi Parta Demokrat. Namun dia membantah jika PD dinilai tidak mampu melawan isu politik yang disampaikan lawannya.

Menurut dia, dalam berpolitik, PD tetap harus mengedepankan asas berpolitik yang santun dan beretika. [mah

Inilah Kelemahan Partai Demokrat

Oleh: Santi Andriani
Nasional - Rabu, 9 Maret 2011 | 23:59 WIB

INILAH.COM, Jakarta - Meski menjadi partai berkuasa, Partai Demokrat pun tak luput dari kelemahan. Diantaranya, yaitu Demokrat dianggap kurang mampu membaca pikiran lawan politiknya sehingga lebih banyak dirongrong bahkan oleh anggota koalisinya sendiri.

"Politik itu perang isu, bukan perang media, inilah yang kurang dari PD, bagaimana seharusnya ia mampu membaca pikiran lawan. Lalu isu apa yang harus dikeluarkan untuk melawan," tandas Pengamat Politik dari Universitas Indonesia, Arbi Sanit di Jakarta, Rabu (9/3/2011).

Partai Demokrat, lanjut Arbi, sebaliknya lebih suka menggunakan media untuk menyampaikan reaksinya menanggapi manuver-manuver politik dari lawannya. Padahal sebagai partai berkuasa, seharusnya, PD lebih banyak memiliki kesempatan untuk terlebih dahulu melakukan manuver politik ketimbang hanya menjadi partai yang bereaksi.

Akibatnya, PD dan juga pemerintahan SBY-Boediono tidak berhenti mendapat rongrongan bahkan oleh anggota koalisinya sendiri yang seharusnya mendukung pemerintahan berkuasa. [mah]

Golkar Tetap di Koalisi, SBY Abaikan Elite PD

Oleh: R Ferdian Andi R
Nasional - Rabu, 9 Maret 2011 | 06:00 WIB

INILAH.COM, Jakarta - Kesepakatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Partai Golkar dinilai sebagai gambaran bahwa keputusan SBY dalam hal koalisi tidak dipengaruhi oleh Partai Demokrat (PD).

Demikian disampaikan politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mahfudz Siddiq dalam pesan singkatnya kepada INILAH.COM, Selasa (8/3/2011). "Ini pertanda bahwa SBY mengambil keputusan tanpa terpengaruh oleh provokasi dari elite Partai Demokrat."

Sebelumnya, pertemuan SBY dengan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie di Wisma Negara, Selasa (8/3/2011) sore, menyepakati bahwa Golkar tetap berada dalam koalisi. Pertemuan itu, menurut Aburizal tidak membicarakan masalah reshuffle kabinet.

Menurut Mahfudz, ini merupakan pelajaran penting bagi Demokrat yang selama ini agresif menyerang Golkar karena pilihan sikap politiknya mendukung usul angket mafia pajak. "Banyak yang harus diperbaiki dari gaya dan cara Demokrat berkomunikasi dengan sesama unsur koalisi. Istilah saya, gaya dan cara komunikasi Demokrat, tidak SBY banget gitu loh!"

PKS Masih Menanti Undangan SBY

Rabu, 09 Maret 2011 , 10:30:00 WIB
Laporan: Yayan Sopyani Al Hadi


RMOL. Presiden SBY sudah bertemu dengan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie di Istana Negara, Selasa sore (8/3). Dan hasilnya, Golkar tetap berada dalam koalisi. Bagaimana dengan nasib Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang bersikap sama dengan Golkar dalam menyikapi hak angket pajak?

Wakil Sekjen DPP PKS, Mahfudz Siddiq, mengatakan bahwa PKS masih menunggu sikap SBY. Sampai saat ini belum ada pertemuan antara PKS dan SBY. Bila ada undangan dari SBY untuk bertemu, PKS akan menyerahkan sepenuhnya kepada Ketua Majelis Syura PKS.

"Urusan koalisi akan diwakili Ustadz Hilmi Aminuddin," kata Mahfudz kepada Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu (Rabu, 9/3).

Mahfudz yakin bila pertemuan SBY dan KH Hilmi Aminuddin terjadi akan berlangsung secara baik dan dialogis. Dan PKS, katanya, akan mematuhi segala keputusan yang diambil SBY dan KH Hilmi.

Terkait isu reshuffle yang akan menggusur sebagian menteri dari PKS, Mahfudz Siddiq mengaku tidak mau berspekulasi. PKS menyerahkan urusan menteri di kabinet kepada SBY. [yan]

PKS Tuding Demokrat Jerumuskan Presiden SBY

Oleh: Windi Widia Ningsih
Nasional - Selasa, 8 Maret 2011 | 12:10 WIB


INILAH.COM, Jakarta - Wasekjen PKS Mahfudz Siddiq menilai belum juga keluarnya keputusan Presiden SBY soal koalisi menunjukan desakan-desakan elit Partai Demokrat telah menjadikan blunder politik bagi Presiden SBY.

"Inilah blunder politik yang dihadapi Presiden SBY akibat sikap dan manuver politik sejumlah elit PD. Mereka didorong oleh kemarahan sesaat, disisipi kepentingan-kepentingan tersembunyi, namun tidak mengkalkulasi implikasi serius yang harus ditanggung oleh Presiden SBY," tulis Mahfudz Siddiq dalam keterangan yang diterima wartawan, di Jakarta, Selasa (8/3/2011).

Menurut Mahfudz, elit Partai Demokrat sudah melempar bola panas ke Presiden yang 'dipaksa' mengambil keputusan berat serta beresiko politik besar. Mahfudz menduga dalam desakan reshuffle terhadap Golkar dan PKS pastilah ada kepentingan-kepentingan elit demokrat untuk menggantikan posisi menteri-menteri yang keluar.

"Jika alasan kinerja maka tidak otomatis bisa membidik menteri-menteri dari Golkar dan PKS. Jika gara-gara angket, maka bisa dipastikan Presiden SBY akan kehilangan dua partai pendukungnya di koalisi. Resiko yang terlalu berbahaya," tulisnya.

Belum lagi, lanjut dia Presiden SBY akan dipusingkan dengan mencari unsur koalisi baru pengganti Golkar dan PKS, melalui tawaran politik ke PDIP dan Gerindra. "Ini bukan perkara mudah, dan kalaupun bisa diajak masuk namun dengan kompensasi yang sangat besar tapi juga rawan terhadap gejolak baru. Akhirnya, jika negosiasi dengan PDIP dan Gerindra gagal, Presiden SBY terperangkap dalam pilihan tidak ada pilihan (choice of no choice)," jelasnya.

Dan jika Presiden SBY mengambil opsi melepas PKS namun tetap mempertahankan Golkar. Kesulitan yang akan dihadapi adalah membuat penjelasan rasional atas pilihan ini. Mahfudz juga menyakini bahwa Presiden SBY tidak mendapatkan penjelasan utuh dan obyektif tentang persoalan dan akar persoalan yang sebenarnya.

Sejumlah unsur partai koalisi sudah sejak lama mengeluhkan pola komunikasi dan koordinasi koalisi yang dikomandani Demokrat, khususnya di DPR. Misalnya dalam kasus usul angket mafia pajak, setgab belum sampai pada kesepakatan bersama. Belum lagi sikap balik badan FPD sebagai penginisiasi usul tersebut. [bay]

Mahfudz Siddiq: Gaya Demokrat Bukan SBY Bangat

Tribunnews.com - Rabu, 9 Maret 2011 10:46 WIB




TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PKS sama sekali tidak terpengaruh oleh provokasi dari elit Partai Demokrat terkait koalisi. Adanya kesepakatan prinsip bahwa Golkar tetap di koalisi dan akan dilakukan pembenahan manajemen koalisi terutama untuk PKS pertanda bahwa SBY mengambil keputusan penting.

"Ini pelajaran penting bagi Partai Demokrat yang selama ini agresif menyerang Partai Golkar karena pilihan sikap politiknya dukung usul angket mafia pajak. Banyak yang harus diperbaiki dari gaya dan cara Partai Demokrat berkomunikasi dengan sesama unsur koalisi. Istilah saya, gaya dan cara komunikasi PD "tidak SBY banget gitu loh!"
" kata Wasekjen DPP PKS Mahfudz Siddiq saat ditemui di gedung DPR, Jakarta, Rabu (9/3/2011).

Menurutnya, PKS sendiri saat ini masih dalam posisi menunggu pertemuan dengan Presiden SBY.

"Posisi PKS tetap menunggu komunikasi Presiden SBY dengan pimpinan PKS," ucapnya.

Penulis: Willy Widianto | Editor: Ade Mayasanto

Wednesday, March 09, 2011

PKS Konsolidasi Menjelang Bertemu SBY

PKS Konsolidasi Menjelang Bertemu SBY
Rabu, 09 Maret 2011 | 13:29 WIB
Besar Kecil Normal
foto
Rabu, 09 Maret 2011 | 13:29 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera akan menggelar rapat konsolidasi membahas rencana pertemuan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Rapat rencananya akan dipimpin langsung oleh Luthfi Hasan Ishaq. "Ya betul, pak Luhtfi sedang on the way," ujar Wakil Sekretaris Jendral PKS, Mahfudz Sidiq, saat dihubungi Tempo, Rabu 9 Maret 2011.

Soal pertemuan dengan SBY, Mahfudz sendiri belum dapat memastikan akan terjadi sore ini. Namun, ia mengaku telah mendengar berita bahwa hari ini SBY akan melakukan pertemuan dengan Ketua Majelis Syuro PKS, Hilmi Aminudin. "Dari kemarin memang kabarnya sudah beredar, tapi saya sendiri belum mendengar ada undangan resminya," tuturnya.

Terkait pertemuan Luthfi Hasan Ishaq dengan para anggota Fraksi PKS di DPR, Mahfudz mengatakan bahwa pertemuan ini tak spesifik membahas rencana pertemuan SBY dengan PKS. " Juga perkembangan-perkembangan terakhir," tuturnya.

Posisi PKS sendiri saat ini tengah genting. Setelah Golkar dipastikan akan tetap berada dalam koalisi, PKS sampai saat ini belum jelas nasibnya. Namun, PKS sejak kemarin menawarkan upaya damai melalui rekonsilidasi dengan Demokrat.

FEBRIYAN

Demokrat Harus Perbaiki Cara Komunikasi

Penulis: Icha Rastika | Editor: Heru Margianto
Rabu, 9 Maret 2011 | 11:09 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera, Mahfudz Siddiq menilai, gaya komunikasi Partai Demokrat dengan mitra koalisi perlu diperbaiki.

Menurutnya, gaya Partai Demokrat yang selama ini agresif menyerang Partai Golkar karena tak sependapat terhadap usulan hak angket mafia pajak tidak senada dengan gaya berpolitik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selaku Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat.

"Banyak yang harus diperbaiki dari cara dan gaya Partai Demokrat berkomunikasi dengan sesama unsur koalisi. Istilah saya, gaya dan cara komunikasi PD, tidak SBY banget gitu loh," kata Mahfudz di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (9/3/2011).

Hal tersebut disampaikan Mahfudz mengomentari kesepakatan Golkar dan Presiden untuk memperbaiki manajemen koalisi pasca-bertemunya Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie dengan Presiden, Selasa (8/3/2011).

Seperti diberitakan, usai pertemuan empat mata selama 45 menit dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie menyatakan, Golkar memutuskan untuk tetap berkoalisi dengan Partai Demokrat.

Golkar meminta kesepakatan koalisi yang ditandatangani pimpinan parpol pada tahun 2009 diperbarui. Golkar juga meminta Presiden tetap memberi ruang kepada parpol anggota koalisi untuk bersikap kritis kepada pemerintah.

Menurut Mahfudz, dengan menyetujui perbaikan manajemen koalisi di mana Golkar tetap berada di dalam koalisi, menandakan bahwa Presiden Yudhoyono tidak terpengaruh provokasi elit Partai Demokrat dalam mengambil keputusan.

Ia juga mengatakan, posisi PKS dalam koalisi masih menunggu komunikasi Presiden dengan pimpinan PKS.

Ini Dia Hitung-hitungan Politik PKS

Selasa, 08/03/2011 11:10 WIB
Elvan Dany Sutrisno - detikNews

Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) punya hitung-hitungan politik sendiri terkait evaluasi koalisi yang bakal dilakukan SBY. PKS siap menghadapi keputusan terakhir Presiden SBY.

"Masalah yang memusingkan Presiden SBY, yaitu mencari unsur koalisi baru pengganti Golkar dan PKS, melalui tawaran politik ke PDIP dan Gerindra. Ini bukan perkara mudah. Kalaupun bisa diajak masuk namun dengan kompensasi yang sangat besar tapi juga rawan terhadap gejolak baru," ujar Wakil Sekjen PKS, Mahfudz Siddiq, kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (8/3/2011).

Hitung-hitungan PKS, Presiden SBY kini dalam posisi sulit. Apalagi jika PDIP dan Gerindra menolak masuk koalisi karena persyaratan yang diajukan sulit terpenuhi.

"Akhirnya, jika negosiasi dengan PDIP dan Gerindra gagal, Presiden SBY terperangkap dalam pilihan tidak ada pilihan (choice of no choice). Opsi paling akhir adalah Presiden SBY melepas PKS namun tetap mengikat Golkar. Porsi suara koalisi masih cukup besar," terang Mahfudz.

Mahfudz mengatakan, dengan menendang PKS dari koalisi, Presiden SBY harus punya alasan konkret. Karena kalau tidak ada alasan yang bisa diterima, maka PKS bisa mengambil sikap keras terhadap pemerintah.

"Namun kesulitannya adalah membuat penjelasan rasional atas pilihan ini. Sementara PKS sudah mengkalkulasi dan siap jika akhirnya Presiden SBY mengambil opsi terakhir ini," tegas Mahfudz.

Karenanya, PKS menilai keputusan melakukan evaluasi koalisi adalah blunder politik SBY akibat dorongan sejumlah elit Partai Demokrat (PD). Risiko yang dihadapi Presiden SBY terlalu berat dibandingkan semangat PD menendang PKS dan Golkar dari koalisi.

"Inilah blunder politik yang dihadapi Presiden SBY akibat sikap dan manuver politik sejumlah elit PD. Mereka didorong oleh kemarahan sesaat, disisipi kepentingan tersembunyi, namun tidak mengkalkulasi implikasi serius yang harus ditanggung oleh Presiden SBY yang kadung sudah pidato di Istana akan mengambil keputusan politik soal koalisi," terang Mahfudz.

Mahfudz menyarankan Presiden SBY mengambil langkah konkret saja, yakni membenahi Setgab koalisi untuk mengefektifkan koalisi.

"Format koalisi baru apapun yang akan diputuskan oleh Presiden SBY akan tetap memunculkan perbedaan dan perselisihan politik, jika pola komunikasi dan koordinasi koalisi yang dikelola PD tidak berubah," tandasnya.

(van/gun)

Drs. H. Mahfudz Siddiq, M.Si: Pertemuan SBY-Ical, Pelajaran Bagi Demokrat

Drs. H. Mahfudz Siddiq, M.Si: Pertemuan SBY-Ical, Pelajaran Bagi Demokrat

Pertemuan SBY-Ical, Pelajaran Bagi Demokrat

Republika OnLine » Breaking News » Nasional
Selasa, 08 Maret 2011, 21:17 WIB

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-Wakil Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mahfudz Siddiq mengatakan, pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie di Istana Negara, Selasa (8/3), menunjukkan adanya kesepakatan prinsip bahwa Golkar tetap di koalisi dan akan dilakukan pembenahan manajemen koalisi.

"Pertanda bahwa SBY mengambil keputusan tanpa terpengaruh oleh provokasi dari elit Partai Demokrat," kata Mahfudz, Selasa (8/3). Menurut Mahfudz, ini merupakan pelajaran penting bagi Partai Demokrat yang selama ini agresif menyerang Golkar karena pilihan sikap politiknya mendukung usulan Hak Angket mafia pajak.

"Banyak yang harus diperbaiki dari gaya dan cara Partai Demokrat berkomunikasi dengan sesama unsur koalisi, istilah saya, gaya dan cara komunikasi Partai Demokrat 'tidak SBY banget gitu loh'," kata Mahfudz. Dia menegaskan, posisi PKS tetap menunggu komunikasi Presiden SBY dengan pimpinan PKS.
Red: taufik rachman
Rep: M Ikhsan Shiddieqy

Mahfudz Siddiq: Elit PD Incar Posisi Menteri Golkar & PKS

Selasa, 08/03/2011 10:47 WIB
Elvan Dany Sutrisno - detikNews



Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yakin jika isu desakan evaluasi koalisi dihembuskan oleh para elit Partai Demokrat. Sebab, mereka mengincar kursi menteri yang bakal ditinggalkan oleh PKS dan Partai Golkar.

"Dalam desakan reshuffle kabinet pastilah ada kepentingan elit Demokrat untuk menggantikan posisi menteri yang keluar," ujar Wakil Sekjen PKS, Mahduz Siddiq kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (8/3/2011).

Menurut Mahfudz, keinginan untuk mengevalusi koalisi bukan berasal dari Presiden SBY, tapi karena didesak oleh elit PD. Hal ini terlihat dari lamanya keluarnya keputusan Presiden SBY.

"Belum juga keluarnya keputusan Presiden SBY soal koalisi menandakan sikap dan manuver politik sejumlah elit Partai Demokrat yang mendesakkan reshuflle terhadap menteri Golkar dan PKS telah menjadi blunder politik bagi Presiden SBY," kata Mahfudz.

Mahfudz mengatakan, jika Presiden SBY mengeluarkan 2 partai ini, maka pemerintahan akan 'menikmati' blunder politik. Karena akan kehilangan 2 partai pendukungnya.

"Elit PD sudah melempar bola panas ke Presiden yang dipaksa mengambil keputusan berat serta beresiko politik besar," terang Mahfudz.

Selain itu, jika tetap dipaksakan reshuffle, Mahfudz yakin jika akan memicu hubungan yang renggang antara pemerintahan dengan PKS dan Golkar.

"Persoalan berikut muncul terkait basis alasan reshuffle, apakah karena sikap politik terhadap usul angket mafia pajak atau karena evaluasi kinerja. Jika alasan kinerja maka tidak otomatis bisa membidik menteri dari Golkar dan PKS," jelasnya.

(van/gun)

PKS Optimistis Tak Terdepak dari Kabinet

Pipiet Tri Noorastuti, Sandy Adam Mahaputra | Rabu, 9 Maret 2011, 05:52 WIB

VIVAnews - Hampir semua pimpinan partai koalisi sudah bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Hanya pimpinan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang belum mendapat undangan untuk membicarakan perkembangan dinamika politik terkini.

Wakil Sekretaris Jenderal PKS Bidang Informasi, Mahfudz Siddiq, mengatakan masih menunggu panggilan Presiden Yudhoyono terkait persoalan koalisi. “Pemimpin PKS masih menunggu, belum tahu kapan akan dipanggil. Yang jelas kami siap apapun keputusan Presiden,” ujar Mahfudz, Selasa malam, 8 Maret 2011.

Terlepas dari itu, Mahfudz sangat optimistis bahwa Presiden Yudhoyono tidak akan melepas PKS dari koalisi dan mengeluarkan menteri asal PKS dari kabinet. "Kami yakin tidak akan dikeluarkan, karena saya yakin reshuffle itu dihembuskan jajaran elit Partai Demokrat yang terus mendesak," ujarnya.

Mahfudz bercermin dari hasil pertemuan antara Presiden Yudhoyono dan Ketua Umum Aburizal Bakrie, kemarin, yang tak membahas soal perombakan kabinet. Pertemuan hanya fokus membicarakan perbaikan koalisi. “Tapi semua kami serahkan ke Presiden, apapun keputusannya kami terima,” ujarnya.

Isu perombakan kabinet mencuat tak lama sesudah Angket Mafia Perpajakan kandas. 1 Maret lalu, Presiden menegaskan akan menata ulang koalisi. Presiden juga menyebut ada satu atau dua partai koalisi yang melanggar komitmen.

Bagi Presiden, koalisi bukan hanya di eksekutif tapi juga di bidang legislatif. "Ini tertulis, tersurat, bukan hanya tersirat dalam nota kesepahaman yang kami tanda tangani," kata SBY dalam jumpa pers di Kantor Presiden, kala itu.

Pernyataan Presiden itu kemudian yang ditafsirkan sebagai isyarat perombakan kabinet. Tafsir itu menguat setelah sejumlah politisi Demokrat ramai memberi pernyataan tentang partai politik yang mungkin terpental dari kabinet dan partai di luar koalisi yang mungkin masuk kabinet.

Mentan Tak Terpengaruh Isu "Reshuffle"

Penulis: K1-11 | Editor: I Made Asdhiana
Senin, 7 Maret 2011 | 19:54 WIB




SRIWIJAYA POST/SYAHRUL HIDAYAT Menteri Pertanian, H Suswono (tengah) didampingi Walikota Palembang H Eddy Santana Putra dan Wagub Sumsel, H Eddy Yusuf melakukan sidak harga dan stok daging di Pasar Cinde, Minggu (8/8/2010).


DENPASAR, KOMPAS.com — Menteri Pertanian Suswono mengaku tak terpengaruh dengan isu perombakan kabinet. Suswono yang merupakan kader PKS ini disebut-sebut terancam dicopot karena partainya dianggap sebagai pembelot koalisi.

”Saya tidak terpengaruh dengan isu-isu yang ada mengingat persoalan reshuffle hak prerogatif Presiden karena itu harus dihormati. Kalau sudah menjadi hak Presiden, sepenuhnya diberikan kepada Presiden,” ujar Suswono di Denpasar, Bali, Senin (7/3/2011). Suswono tetap legawa jika akhirnya ia benar-benar harus mengakhiri tugas yang telah diemban selama satu setengah tahun ini.

”Kalau kemudian diberhentikan ya sudah, berarti saya menjabat sampai saat diberhentikan, jadi bagi saya tidak ada masalah karena ini penugasan,” katanya.

Sampai saat ini Suswono masih terus bekerja untuk menjalankan program-program Pemerintah tanpa memedulikan isu perpecahan koalisi yang semakin memanas.

”Buktinya saya ke Bali, saya bekerja seperti biasa, saya tidak terpengaruh hiruk pikuk politik,” ucap Suswono.

Apa pun keputusan Presiden Suswono berharap tidak ada ancam-mengancam terhadap keputusan tersebut karena hak Presiden harus dihormati.

PKS: Manuver Elit Demokrat Jadi Blunder Presiden

Polkam / Selasa, 8 Maret 2011 12:48 WIB

Metrotvnews.com, Jakarta: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hingga kini belum memutuskan hasil evaluasi terhadap Sekretariat Gabungan Partai Koalisi. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai itu menandakan sikap dan manuver politik sejumlah elit Partai Demokrat yang mendesakkan reshuflle atau perombakan kabinet terhadap PKS dan Partai Golkar telah menjadi blunder politik bagi SBY.

"Elit Partai Demokrat sudah melempar bola panas ke Presiden yang "dipaksa" mengambil keputusan berat serta berisiko politik besar. Dalam desakan reshuffle kabinet pastilah ada kepentingan-kepentingan elit Demokrat untuk menggantikan posisi menteri-menteri yang keluar," kata Wakil Sekretaris Jenderal PKS Mahfudz Siddiq di gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Selasa (8/3).

Mahfudz menuturkan, persoalan berikut muncul terkait basis alasan reshuffle, apakah karena sikap politik terhadap usul angket mafia pajak atau karena evaluasi kinerja. Jika alasan kinerja tidak otomatis bisa membidik menteri-menteri dari Golkar dan PKS. Namun, bila karena angket, maka bisa dipastikan Presiden SBY akan kehilangan dua partai pendukungnya di koalisi. "Ini risiko yang terlalu berbahaya," kata Mahfudz.

Dengan kondisi sekarang ini, Presiden SBY pusing mencari calon anggota koalisi baru pengganti Golkar dan PKS. Karenanya, ia menawarkan itu kepada PDI Perjuangan dan Gerindra. Tapi akhirnya, negosiasi dengan PDI P dan Gerindra gagal. "Presiden SBY terperangkap dalam pilihan tidak ada pilihan (choice of no choice)," kata Mahfudz.

Ketua Komisi I DPR ini pun melihat, opsi paling akhir bisa saja SBY melepas PKS dan tetap mengikat Golkar. Namun kesulitannya adalah membuat penjelasan rasional atas pilihan ini. Sementara PKS sudah mengalkulasi dan siap jika akhirnya Presiden SBY mengambil opsi terakhir ini.

"Inilah blunder politik yang dihadapi Presiden SBY akibat sikap dan manuver politik sejumlah elit Partai Demokrat. Mereka didorong oleh kemarahan sesaat, disisipi kepentingan-kepentingan tersembunyi," sindir dia.

Namun, Demokrat tidak mengkalkulasi implikasi serius yang harus ditanggung oleh Presiden SBY. Ironisnya, sangat mungkin Presiden SBY sampai saat ini tidak mendapatkan penjelasan utuh dan obyektif tentang persoalan dan akar persoalan yang sebenarnya.

"Sejumlah unsur partai koalisi sudah sejak lama mengeluhkan pola komunikasi dan koordinasi koalisi yang dikomandani Demokrat, khususnya di DPR. Format koalisi baru apapun yang akan diputuskan Presiden SBY akan tetap munculkan perbedaan dan perselisihan politik, jika pola komunikasi dan koordinasi koalisi yang dikelola Demokrat tidak berubah," kata Mahfudz.(Andhini)

PKS: SBY Terbukti Tak Terprovokasi Demokrat

Muhammad Saifullah - Okezone
Rabu, 9 Maret 2011 08:14 wib



JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai kesepakatan Presiden tetap mempertahankan Golkar dalam barisan koalisi, menunjukan SBY tidak terpengaruh provokasi elite Partai Demokrat.

“Itu menunjukkan bahwa SBY tidak terprovokasi oleh desakan-desakan dari elit Demokrat,” ujar Wakil Sekjen DPP PKS Mahfudz Siddiq kepada okezone di Jakarta, Rabu (9/3/2011).

“Saya kira ini suatu pembelajaran politik bagi elit Partai Demokrat agar tidak bereaksi berlebihan dan cenderung provokatif karena belum tentu itu sejalan dengan pikiran Pak SBY.”

Menurut Mahfud, masih banyak hal yang harus diperbaiki dari gaya dan cara elit partai Demokrat dalam berkomunikasi dengan mitra koalisi.

Sehingga koalisi ke depan akan semakin efektif untuk mengawal program-program pemerintah. “Yang masih kami tunggu kan pembenahan yang disepakati nanti seperti apa? Yang jelas apa yang menjadi sikap politik Golkar, PKS menghormati,” tegasnya.

Sementara terkait keputusan Presiden atas PKS di koalisi, Mahfud menyatakan pihaknya masih menunggu. “PKS tetap menunggu, kalau Presiden akan komunikasi ya kami siap, kami akan sampaikan apa yang menjadi pandangan-pandangan PKS,” tandasnya.
(ful)

PKS Kumpulkan Kekuatannya di DPR Tanpa Anis Matta

Selasa, 08/03/2011 10:02 WIB
Elvan Dany Sutrisno - detikNews

Jakarta - PKS terus menggelar konsolidasi menjelang evaluasi koalisi oleh Presiden SBY. Setelah kemarin di DPP, PKS kini mengkonsolidasikan kekuatannya di DPR.

Pertemuan dipimpin oleh Presiden PKS Luhtfi Hasan Ishaaq di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (8/3/2011). Rapat ini dihadiri semua jajaran petinggi PKS di DPR.

Namun Sekjen PKS Anis Matta yang juga menjabat Wakil Ketua DPR tidak bisa hadir karena sedang berada di luar negeri.

"Ada rapat fraksi di DPR dipimpin oleh Presiden PKS membahas isu terkini," ujar Sekjen PKS Mahfudz Siddiq kepada detikcom.

Menurut Mahfudz dalam rapat ini akan dibahas banyak hal antara lain persiapan PKS menghadapi evaluasi koalisi.

"Akan dibahas seputar informasi terkini yakni sikap partai atas hasil rapat konsolidasi kemarin dan mensosialisasikan keputusan DPP," beber Mahfudz.

Sebelumnya diberitakan DPP PKS menggelar konsolidasi untuk mengundang DPD dan DPC PKS. Dalam pertemuan itu Ketua Majelis Syuro PKS Hilmi Aminuddin menegaskan sikap politik PKS yang menunggu keputusan dari SBY.

Dalam pertemuan itu, Hilmi juga menegaskan, bahwa PKS tidak pernah melanggar kontrak politik dengan Presiden SBY.

(nik/nrl)

Tuesday, March 08, 2011

PKS: Elite Demokrat Lempar Bola Panas ke SBY


"Mereka tidak mengkalkulasi implikasi serius yang harus ditanggung oleh Presiden."

Selasa, 8 Maret 2011, 11:45 WIB
Arfi Bambani Amri, Mohammad Adam


VIVAnews - Wakil Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera Bidang Informasi, Mahfudz Siddiq, menilai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berada dalam satu dilema terkait koalisi.

"Elite Partai Demokrat sudah melempar bola panas ke Presiden yang 'dipaksa' mengambil keputusan berat serta berisiko politik besar," ujar Mahfudz secara tertulis ke VIVAnews, Selasa 8 Maret 2011.

Dilema yang dihadapi SBY adalah, harus melakukan reshuffle namun pertimbangannya harus berdasarkan kinerja. Sehingga, bukan kader PKS dan Golkar saja yang akan terkena.

"Jika gara-gara [mendukung usulan] Hak Angket Pajak, maka bisa dipastikan Presiden akan kehilangan dua partai pendukungnya di koalisi. Risiko yang terlalu berbahaya," kata Mahfudz.

Jika PKS dan Golkar dikeluarkan dari koalisi, muncul persoalan baru yakni harus mencari mitra koalisi untuk menyeimbangkan kekuatan di parlemen. Tawaran politik ke PDIP dan Gerindra agar bergabung dalam koalisi pun, menurut Mahfudz, juga bukan suatu perkara yang mudah.

PDIP dan Gerindra tentu akan meminta kompensasi besar jika diajak masuk koalisi. Dan kompensasi ini pun belum tentu mengamankan dukungan kedua partai ini.

"Akhirnya, jika negosiasi dengan PDIP dan Gerindra gagal, Presiden SBY terperangkap dalam situasi pilihan tanpa ada pilihan " kata Mahfudz.

Kemungkinan lain, SBY bisa saja mengeluarkan PKS namun tetap menggandeng Golkar. "Porsi suara koalisi masih cukup besar, namun kesulitannya adalah membuat penjelasan rasional atas pilihan ini," kata Mahfudz.

Dia menilai, SBY terperangkap dalam blunder politik akibat sikap dan manuver politik sejumlah elite Partai Demokrat. "Mereka didorong oleh kemarahan sesaat, disisipi kepentingan tersembunyi, namun tidak mengkalkulasi implikasi serius yang harus ditanggung oleh Presiden, yang kadung sudah pidato di Istana akan mengambil keputusan politik soal koalisi."

Menurut Mahfudz, sangat mungkin Presiden tidak mendapatkan penjelasan utuh dan obyektif tentang persoalan dan akar persoalan yang sebenarnya.

"Sejumlah unsur partai koalisi sudah sejak lama mengeluhkan pola komunikasi dan koordinasi koalisi yang dikomandani Partai Demokrat, khususnya di DPR."

Misalnya, dia melanjutkan, dalam kasus usul Angket Mafia Pajak, Setgab belum sampai pada kesepakatan bersama. "Belum lagi sikap balik badan Fraksi Partai Demokrat sebagai penginisiasi usul tersebut," kata Mahfudz.

Karena itulah, kata Mahfudz, Golkar dan PKS menyatakan tidak melanggar kesepakatan koalisi. Format koalisi baru apapun yang akan diputuskan oleh Presiden, menurut dia, akan tetap memunculkan perbedaan dan perselisihan politik jika pola komunikasi dan koordinasi koalisi yang dikelola Partai Demokrat tidak berubah.
• VIVAnews