Monday, June 21, 2010

Ujian PKS Jadi Partai Terbuka

18/6/2010
R Ferdian Andi R
INILAH.COM, Jakarta - Pembukaan Musyawarah Nasional (Munas) II Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kamis (17/6) malam memberikan nuansa khusus bagi PKS di tengah upayanya menjadi partai terbuka.
Acara pembukaan Munas II PKS secara resmi dimulai sejak pukul 19.30 seiring kehadiran Presiden SBY. Namun setelah shalat maghrib, para kader PKS mulai memasuki Ballroom Hotel Ritz Carlton yang bisa menampung sekitar 5.000 orang.
Yang menarik, saat sejumlah tokoh PKS memasuki ruangan Ballroom Hotel Ritz Carlton, yang dipandu pemandu acara, secara serempak peserta munas yang dipisah antara peserta laki-laki dan perempuan itu meneriakkan takbir, "Allahu Akbar- Allahu Akbar". (Allah Maha Besar)
Sebut saja saat kehadiran Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan yang juga kader PKS, hadirin tampak dengan lantang meneriakan takbir. “Takbir!” cetus salah satu kader PKS, mendengar suara itu, hadirin langsung menyahut “Allahu Akbar” lebih dari satu kali. Ternyata, kata “takbir” menjadi kode bagi kader PKS untuk meneriakkan kalimat “Allahu Akbar”.
Selain Ahmad Heryawan, sejumlah tokoh PKS juga mendapat sambutan takbir saat memasuki ruangan Ballroom Hotel Ritz Carlton. Sebut saja, Sekjen PKS Anis Matta, Menkominfo yang juga mantan Presiden PKS Tifatul Sembiring, dan beberapa tokoh lainnya.
Dalam catatan INILAH.COM, para tokoh yang mendapat sambutan takbir paling gemuruh yakni mantan Presiden PKS Hidayat Nur Wahid dan Ketua Majelis Syura PKS Hilmi Aminudin. Kedua tokoh tersebut disambut dengan teriakan takbir yang cukup keras dan kompak. Tentunya teriakan takbir tidak hanya sekali.
Salah satu jurnalis dari media cetak Ibukota sempat berbisik kepada INILAH.COM. "Jadi ingat pemakaman Imam Samudera," selorohnya.
Pekikan takbir nyatanya tak sekadar saat menyambut tokoh-tokoh PKS semata. Saat sambutan Presiden PKS Lutfi Hasan Ishaq dan Ketua Majelis Syura PKS Hilmi Aminudin, takbir kembali bergemuruh. Anehnya, saat kehadiran Presiden SBY beserta Ibu Negara, sama sekali tidak terdengar suara takbir.
Ketika INILAH.COM bertanya kepada Wasekjen PKS Mahfudz Siddiq mengapa bukannya shalawat nabi yang diteriakkan tapi justru takbir, Mahfudz berujar, shalawat nabi sudah dinyanyikan saat penampilan tarian Saman dari Aceh. “Kan sudah di Tarian Saman,” imbuhnya.
Inilah ciri khas PKS. Fakta di lapangan, kader PKS tak bisa dipisahkan dari idiom-idiom ke-Islaman. Meski harus ditegaskan, pekikan takbir sama sekali tidak memiliki korelasi dengan penghormatan terhadap penyambutan tamu. Setidaknya dalam tradisi Islam Indonesia, menyambut kedatangan tamu dengan mengucap salam sambutan, bukan pekikan takbir.
Pekikan takbir serupa nyaris sama ditemui di forum-forum ormas Islam seperti Front Pembela Islam (FPI). Namun justru hal tersebut tidak dijumpai di partai Islam lainnya maupun ormas Islam lainnya seperti Nahdlatul Ulama (NU).
Peneliti senior Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi menyebutkan upaya PKS untuk menjadi terbuka akan menghadapi tantangan. “Tak mudah meyakinkan kader-kader PKS untuk terbuka terhadap non muslim karena sebagian besar mereka konservatif,” ujarnya melalui pesan singkat, Jumat (18/6).
Tantangan kedua, menurut Burhan, tak mudah juga mengubah citra PKS yang selama ini dinilai kurang ramah terhadap kalangan pemilih nonmuslim. “Alih-alih dapat simpati pemilih non muslim, PKS juga terancam kehilangan dukungan dari basis massa ideologis PKS yang selama ini resisten terhadap ide-ide keterbukaan,” cetusnya.
Pembukaan Munas II PKS yang diiringi puluhan kali pekikan takbir seperti memberi sinyal, PKS masih jauh untuk menuju partai terbuka dan moderat. Jika niatan menjadi partai terbuka kuat digelorakan, nyatanya hanya elit PKS di Jakarta yang utuh memaknai partai terbuka dan moderat.
Untuk kader dan elit di daerah, partai terbuka masih jauh api dari unggun. Ini pula yang diakui Mahfudz Siddiq. “Tidak mudah untuk menjadi partai terbuka, karena kalau dibedah, orang PKS itu bermacam-macam, mulai pengikut Umar Patek hingga Umar Wirahadikusumah,” cetusnya. [mdr]

4 comments:

gatot wibisono said...

Jika dulu semangatnya adalah ilallah (untuk Allah) maka sekarang adalah ilal hizb (untuk partai). Benarkah???

widi said...

Coba buka link ini sebagai bahan renungan:

http://abisyakir.wordpress.com/2010/06/21/pluralitas-itu-fitrah-oh-ya/

dan

http://abisyakir.wordpress.com/2010/06/18/partai-dakwah-itu-hanya-kedok/

gatot wibisono said...

memang susah menjaga komitmen terhadap agama allah. keistiqomahan sering luntur dan hancur karena kondisi yang tidak sesuai dengan diharapkan (baca: kursi di dpr kurang banyak). Ampuni hambamu ya allah, karena kemarin telah memilih PKS untuk mengurus negeri ini.

Anonymous said...

@Gatot:
Gw ga yakin lu jujur.... palingan lu orang bayaran yang diminta menyebarkan isu terhadap PKS... UDAH SONO TOBAT YANG BENER