Penarikan Tunai Putus Aliran Dana
Rabu, 17 Februari 2010 | 03:19 WIB
Jakarta, Kompas - Modus penarikan tunai dengan memakai identitas palsu di Bank Century telah memutus sejumlah mata rantai aliran dari fasilitas pendanaan jangka pendek senilai Rp 689 miliar dan dana talangan Rp 6,7 triliun yang diterima bank itu pada November 2008 hingga Juli 2009.
”Penarikan tunai dengan identitas palsu ini terjadi merata di lima daerah yang kami investigasi pada Jumat pekan lalu,” kata Bambang Soesatyo, anggota Panitia Khusus Dewan Perwakilan Rakyat tentang Bank Century, Selasa (16/2) di Jakarta. Lima kota itu adalah Jakarta, Surabaya, Bali, Makassar, dan Medan.
Fenomena itu, lanjut Bambang, makin meyakinkan Pansus bahwa pembobolan bank Century dilakukan secara sistematis yang melibatkan manajemen dan nasabah bank tersebut.
Mahfudz Siddiq, Wakil Ketua Pansus dari Partai Keadilan Sejahtera, menambahkan, sejumlah transaksi yang berbeda juga ditemukan di Century. Transaksi itu antara lain terjadi di Makassar atas nama Amirudin Rustan.
”Amirudin Rustan menyatakan, menempatkan deposito Rp 66 miliar di Bank Century pada 3 November 2008. Uang itu berasal dari kredit BCA. Namun, menurut data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), uang dari BCA itu keluar pada November 2007. PPATK juga menyebut, ada aliran dana Rp 66 miliar ke rekeningnya di Bank Century dari suatu perusahaan pada 5 November 2008. Namun, data itu ditolak Amirudin Rustan,” papar Mahfudz.
Amirudin juga dapat melakukan tiga kali transaksi senilai Rp 10 miliar dengan memakai rekeningnya di Bank Century selama rekening itu diblokir.
Agun Gunandjar, anggota Pansus dari Partai Golkar, juga curiga, Amirudin memiliki rekening di Bank Century Cabang Bali. Namun, Pansus kesulitan mendapatkan data tersebut karena pimpinan Bank Mutiara Cabang Bali menolak memberikan data nasabah kepada Pansus dengan alasan menjaga kerahasiaan nasabah.
Ada 1.000 laporan
Kepala PPATK Yunus Husein di Jakarta, Selasa, menjelaskan, sejak 2003 sampai saat ini, secara akumulatif PPATK sudah menyampaikan sekitar 1.000 laporan hasil analisis dari transaksi mencurigakan kepada Kapolri dan Jaksa Agung.
Namun, Komisi Pemberantasan Korupsi belum mendapatkan 1.000 laporan itu. Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi, KPK belum menerima data tambahan dari PPATK, termasuk soal daftar 1.000 transaksi mencurigakan di Bank Century.
”Hari ini atau kemarin belum ada lagi tambahan data dari PPATK, tetapi kami memang memerlukan data tambahan itu. Mungkin mereka baru akan sampaikan data tambahan itu ke KPK,” kata Johan, Selasa.
Akan tetapi, Johan mengakui, PPATK sudah beberapa kali memberikan data kepada KPK dalam kasus Bank Century. ”Sudah lebih dari sekali. Terakhir mereka memberikan data sekitar dua minggu lalu,” katanya.
Selain data dari PPATK, menurut Johan, KPK juga membutuhkan data tambahan dari Bank Indonesia dan dari Bank Century. Kemarin, KPK kembali memeriksa mantan pejabat BI Bidang Pengawasan, Pahla Sentosa, dan dua karyawan Bank Century.
”Dalam waktu dekat ini KPK juga menjadwalkan pertemuan dengan penegak hukum lain, Polri dan Kejaksaan, karena ada indikasi kejahatan perbankan dan pencucian uang. KPK hanya bisa menangani korupsi yang terkait pejabat negara dan ada kerugian negara,” kata Johan.
Penegak hukum proaktif
Terkait pengusutan kasus Bank Century, guru besar ilmu hukum pidana Universitas Slamet Riyadi Solo, Teguh Prasetyo, mengatakan, penegak hukum seperti KPK, Polri, atau Kejaksaan seharusnya melangkah proaktif untuk mengungkap pihak yang bersalah. Data yang berasal dari sumber-sumber data resmi, seperti temuan PPATK, sebagaimana terungkap dalam rapat kerja Pansus Bank Century, dinilai sudah cukup bagi penegak hukum untuk menyimpulkan tentang adanya penyimpangan dalam pengucuran dana talangan ( bail out) Rp 6,7 triliun kepada Bank Century.
”Data itu sudah cukup akurat, karena itu sudah cukup bagi penegak hukum untuk bertindak. Dari data dan fakta yang terungkap bisa disimpulkan sudah terjadi pelanggaran atas asas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih. Dalam kebijakan pengucuran dana talangan kepada Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun ini terjadi penyalahgunaan atas asas administrasi yang baik,” papar Teguh di Solo, Jawa Tengah, Selasa.
Menurut dia, dalam proses penegakan hukum, akan dibuktikan apakah keputusan kebijakan bail out bertentangan dengan hukum, bersifat melawan hukum, atau terjadi unsur kerugian negara. Teguh mengingatkan kasus pembobolan Bank BNI senilai Rp 1,7 triliun pada 2004 oleh orang dalam bekerja sama dengan orang luar dalam penerbitan surat kredit (L/C). ”Belajar dari pengalaman kasus BNI itu, seharusnya membuat kita berhati-hati. Jangan sampai muncul berbagai spekulasi sehubungan dengan Pemilu 2009. Karena alasan kebijakan pengucuran dana talangan untuk mencegah krisis ekonomi atau dampak sistemik, tetapi yang terjadi adalah penyalahgunaan wewenang,” katanya.
Teguh berharap ketiga institusi penegak hukum, yakni KPK, Polri, dan Kejaksaan, melangkah bersama untuk melakukan penyelidikan tentang dugaan penyalahgunaan wewenang dalam kebijakan penalangan Bank Century. ”Jangan hanya saling melempar saja,” katanya.(AIK/ASA/FAJ/NWO)
Jakarta, Kompas -
”Penarikan tunai dengan identitas palsu ini terjadi merata di lima daerah yang kami investigasi pada Jumat pekan lalu,” kata Bambang Soesatyo, anggota Panitia Khusus Dewan Perwakilan Rakyat tentang Bank Century, Selasa (16/2) di Jakarta. Lima kota itu adalah Jakarta, Surabaya, Bali, Makassar, dan Medan.
Fenomena itu, lanjut Bambang, makin meyakinkan Pansus bahwa pembobolan bank Century dilakukan secara sistematis yang melibatkan manajemen dan nasabah bank tersebut.
Mahfudz Siddiq, Wakil Ketua Pansus dari Partai Keadilan Sejahtera, menambahkan, sejumlah transaksi yang berbeda juga ditemukan di Century. Transaksi itu antara lain terjadi di Makassar atas nama Amirudin Rustan.
”Amirudin Rustan menyatakan, menempatkan deposito Rp 66 miliar di Bank Century pada 3 November 2008. Uang itu berasal dari kredit BCA. Namun, menurut data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), uang dari BCA itu keluar pada November 2007. PPATK juga menyebut, ada aliran dana Rp 66 miliar ke rekeningnya di Bank Century dari suatu perusahaan pada 5 November 2008. Namun, data itu ditolak Amirudin Rustan,” papar Mahfudz.
Amirudin juga dapat melakukan tiga kali transaksi senilai Rp 10 miliar dengan memakai rekeningnya di Bank Century selama rekening itu diblokir.
Agun Gunandjar, anggota Pansus dari Partai Golkar, juga curiga, Amirudin memiliki rekening di Bank Century Cabang Bali. Namun, Pansus kesulitan mendapatkan data tersebut karena pimpinan Bank Mutiara Cabang Bali menolak memberikan data nasabah kepada Pansus dengan alasan menjaga kerahasiaan nasabah.
Kepala PPATK Yunus Husein di Jakarta, Selasa, menjelaskan, sejak 2003 sampai saat ini, secara akumulatif PPATK sudah menyampaikan sekitar 1.000 laporan hasil analisis dari transaksi mencurigakan kepada Kapolri dan Jaksa Agung.
Namun, Komisi Pemberantasan Korupsi belum mendapatkan 1.000 laporan itu. Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi, KPK belum menerima data tambahan dari PPATK, termasuk soal daftar 1.000 transaksi mencurigakan di Bank Century.
”Hari ini atau kemarin belum ada lagi tambahan data dari PPATK, tetapi kami memang memerlukan data tambahan itu. Mungkin mereka baru akan sampaikan data tambahan itu ke KPK,” kata Johan, Selasa.
Akan tetapi, Johan mengakui, PPATK sudah beberapa kali memberikan data kepada KPK dalam kasus Bank Century. ”Sudah lebih dari sekali. Terakhir mereka memberikan data sekitar dua minggu lalu,” katanya.
Selain data dari PPATK, menurut Johan, KPK juga membutuhkan data tambahan dari Bank Indonesia dan dari Bank Century. Kemarin, KPK kembali memeriksa mantan pejabat BI Bidang Pengawasan, Pahla Sentosa, dan dua karyawan Bank Century.
”Dalam waktu dekat ini KPK juga menjadwalkan pertemuan dengan penegak hukum lain, Polri dan Kejaksaan, karena ada indikasi kejahatan perbankan dan pencucian uang. KPK hanya bisa menangani korupsi yang terkait pejabat negara dan ada kerugian negara,” kata Johan.
Terkait pengusutan kasus Bank Century, guru besar ilmu hukum pidana Universitas Slamet Riyadi Solo, Teguh Prasetyo, mengatakan, penegak hukum seperti KPK, Polri, atau Kejaksaan seharusnya melangkah proaktif untuk mengungkap pihak yang bersalah. Data yang berasal dari sumber-sumber data resmi, seperti temuan PPATK, sebagaimana terungkap dalam rapat kerja Pansus Bank Century, dinilai sudah cukup bagi penegak hukum untuk menyimpulkan tentang adanya penyimpangan dalam pengucuran dana talangan (
”Data itu sudah cukup akurat, karena itu sudah cukup bagi penegak hukum untuk bertindak. Dari data dan fakta yang terungkap bisa disimpulkan sudah terjadi pelanggaran atas asas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih. Dalam kebijakan pengucuran dana talangan kepada Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun ini terjadi penyalahgunaan atas asas administrasi yang baik,” papar Teguh di Solo, Jawa Tengah, Selasa.
Menurut dia, dalam proses penegakan hukum, akan dibuktikan apakah keputusan kebijakan
Teguh berharap ketiga institusi penegak hukum, yakni KPK, Polri, dan Kejaksaan, melangkah bersama untuk melakukan penyelidikan tentang dugaan penyalahgunaan wewenang dalam kebijakan penalangan Bank Century. ”Jangan hanya saling melempar saja,” katanya.(AIK/ASA/FAJ/NWO)
No comments:
Post a Comment