Friday, February 05, 2010

Koalisi Terancam Pecah

Jum'at, 05 Februari 2010 | 07:38 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta - Usia kabinet pelangi yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono belum seumur jagung. Tapi, gara-gara penyelidikan kasus Bank Century di Dewan Perwakilan Rakyat, Kabinet Indonesia Bersatu jilid II itu terancam berantakan.

Isyarat soal kemungkinan perombakan (reshuffle) kabinet datang dari sejumlah politikus Partai Demokrat, partai lokomotif koalisi pendukung pemerintah Yudhoyono. Setelah Sekretaris Jenderal Demokrat Amir Syamsuddin melemparkan isu panas reshuffle, kemarin giliran Ketua Fraksi Demokrat DPR Anas Urbaningrum menyampaikan isyarat senada.

Menurut Anas, Presiden Yudhoyono pasti menginginkan koalisi tetap utuh dan solid. "Tanpa reshuffle adalah pilihan terbaik," ujar Anas melalui pesan pendek.

Agar koalisi tetap utuh, kata Anas, tentu ada syaratnya. Antara lain, para menteri dari partai koalisi harus menunjukkan kinerja yang baik. Syarat lainnya, partai-partai tempat asal mereka harus menunjukkan dukungan yang konsisten terhadap pemerintah Yudhoyono.

Sebaliknya, menurut Anas, bila ada pihak-pihak yang keluar dari batas koridor koalisi, "Wajar kalau Presiden berpikir reshuffle."

Anas pun mengibaratkan kerja sama koalisi sebagai permainan sepak bola. "Kalau ada yang offside, memang harus disemprit." Apalagi kalau ada yang melanggar sesama pemain. "Tentu layak diganti dengan pemain baru," ujar Anas. Soal “pemain” mana yang bakal diganti, menurut Anas, itu sepenuhnya merupakan otoritas Presiden.

Partai koalisi memberi tanggapan beragam atas sinyal reshuffle itu. Wakil Ketua Panitia Angket dari Partai Keadilan Sejahtera, Mahfudz Siddiq, menilai isyarat reshuffle terburu- buru dan emosional. "Kepanikan seperti itu akan menjadi blunder saja," kata dia.

Menurut Mahfudz, sejak awal terbentuknya Pansus, Presiden Yudhoyono mendukung pengusutan kasus Century. Jadi, kalau sekarang Demokrat mengaitkan koalisi dengan proses di Panitia Angket, "Tentu sangat tidak kontekstual."

Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham mengatakan Presiden memang punya hak prerogatif dalam penggantian para menteri. Namun, sebagai partai koalisi, Golkar pun berhak mengevaluasi kinerja kadernya di kabinet. "Kalau kami anggap tidak memiliki kinerja yang baik, atau kontribusinya bagi bangsa tidak ada, kami juga mengusulkan reshuffle. Bisa kami tarik," ujar Idrus.

Di Istana Negara, Ketua Umum Partai Amanat Nasional Hatta Rajasa mengungkapkan bahwa pekan lalu berlangsung pertemuan partai-partai peserta koalisi. Namun, itu bukan persiapan khusus menghadapi kesimpulan Panitia Angket. "Itu komunikasi biasa," kata Hatta, yang juga Menteri Perekonomian dalam kabinet Yudhoyono.

No comments: