Mempertaruhkan Popularitas Seharga Rp 6.000
Dari gedung parlemen, genderang perang kembali ditabuh. Keputusan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) menjadi sasaran empuk berbagai aksi politik menggoyang kekuasaan. Tak lama setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan berita pahit kenaikan harga BBM, para politisi Senayan langsung mengarahkan bidikan ke istana. Amunisi yang disiapkan, setidaknya ada hak angket dan interpelasi.
Pada hari pertama setelah kenaikan harga BBM, Jumat lalu --antara lain, premium naik dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.000 per liter-- tiga partai besar langsung menembak. Di jalur parlemen, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) dan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDI-P) mengancam menggunakan hak angket.
Ketua Umum DPP PKB versi Gus Dur, Ali Masykur Musa, memerintahkan F-PKB menggalang dukungan untuk hak angket. Cara ini memungkinkan parlemen langsung menyelidiki latar belakang keputusan itu. "Untuk sementara, langkah ini yang dinilai paling tepat," katanya.
Reaksi yang hampir sama ditunjukkan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS). Hanya saja, alat yang digunakan berbeda. Menurut Sekretaris Jenderal DPP PKS, Anis Matta, fraksinya hendak memanfaatkan interpelasi. Opsi ini menuntut presiden datang ke Senayan untuk menjelaskan duduk persoalan kenaikan harga BBM.
Sikap vokal PKS itu diambil karena pemerintah dinilai mengabaikan alternatif lain sebelum menaikkan harga BBM. Ketua F-PKS Mahfudz Siddiq mengungkapkan, dalam forum interpelasi itu, nanti presiden harus menyampaikan argumentasi mengapa opsi kenaikan harga BBM yang diambil. Padahal, berbagai usul alternatif lain diberikan. Misalnya, mengurangi biaya pejabat negara, renegosiasi utang luar negeri dan kontrak karya dengan perusahaan asing, menyita harta koruptor kakap untuk kas negara, dan mengembangkan sumber energi alternatif.
"Harga baru BBM merupakan kado pahit SBY-JK kepada rakyat pada peringatan 100 tahun Kebangkitan Nasional," tutur Mahfudz.
Namun, seperti biasa, sikap fraksi-fraksi itu masih terbelah. Di antara yang berdiri di belakang pemerintah adalah Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) dan tentu saja duet Golkar-Demokrat.
Ketua F-PPP Lukman Hakim Saiffuddin berpendapat, kenaikan harga BBM menjadi domain eksekutif. Penggunaan hak interpelasi, katanya, tidak akan mengubah apa pun. "DPR seharusnya mengawasi pemerintah pada saat pembahasan revisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2008," katanya.
Pasal 7 dan 14 Undang-Undang tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2008 membolehkan pemerintah mengeluarkan kebijakan khusus atas kenaikan harga minyak dunia. Nah, manakala harga minyak melebihi level US$ 100 per barel, pemerintah pun memilih menaikkan harga BBM.
Karena itu, adanya usulan angket atau interpelasi jelas bertolak belakang dengan kesepakatan dua lembaga negara itu ketika menetapkan APBN-P 2008. "Kalau DPR mau mengoreksi, seharusnya merevisi APBN-P itu," ujar Lukman. Kini, masih kata Lukman, yang lebih produktif bagi DPR adalah mengawasi pelaksanaan bantuan langsung tunai (BLT).
Sikap Fraksi Demokrat dan Golkar mudah ditebak. Bukan hal aneh bila keduanya membela keputusan yang diambil duet Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (SBY-JK), yang pada pemilu lalu diusung oleh mereka. "F-PG bisa memahami keputusan sulit pemerintah," kata Ketua Fraksi Partai Golkar, Priyo Budi Santoso.
Pada saat ini, masih kata Priyo, pemerintahan SBY-JK menghadapi dua pilihan sulit. Yakni, menyelamatkan ekonomi bangsa atau menjaga popularitas. Adalah sangat wajar jika yang dipilih adalah menyelamatkan ekonomi bangsa dengan cara menaikkan harga BBM.
Dengan sikap partai yang masih belang-belang itu, maka masih perlu upaya lebih keras untuk menendang interpelasi atau hak angket. Menurut Tata Tertib DPR Pasal 176, hak angket hanya perlu diusulkan 10 anggota dewan. Namun keputusan diterima atau tidaknya usulan interpelasi itu harus diambil dalam sidang paripurna.
Sejauh ini, dukungan interpelasi dan hak angket masih mengalir. Koalisi Muda Parlemen Indonesia, yang terdiri dari 63 anggota parlemen, juga mendorong pemanggilan presiden ke DPR. Jumat lalu, para politisi muda lintas partai ini menggelar jumpa pers guna menjelaskan sikapnya itu.
"Kami optimistis, penggunaan hak interpelasi dan angket akan mendapat dukungan sebagian besar anggota DPR," kata Yuddy Chrisnandi dari Fraksi Partai Golkar. "Kami berharap dapat diloloskan minimal salah satu, apakah interpelasi atau angket," ia menambahkan.
Apa pun serangan DPR, agaknya masih jauh dari menjatuhkan SBY. Dengan sistem pemerintahan presidensial seperti sekarang, mengoreksi kebijakan pemerintah tidak mungkin menjadi pintu masuk untuk pemakzulan atau impeachment.
"Kebijakan seekstrem apa pun dari presiden tidak bisa dijadikan alasan untuk pemakzulan," ujar Lukman Hakim Arifin. Ditambahkannya, pemecatan hanya bisa dilakukan apabila presiden melanggar konstitusi dan kondisi-kondisi khusus yang telah diatur sangat ketat. Antara lain, jika presiden terbukti melakukan tindak pidana berat, korupsi, pengkhianatan terhadap negara, perbuatan tercela, ataupun dianggap tak lagi memenuhi syarat tertentu sebagai presiden.
Jadi, efek paling mungkin adalah menjatuhkan popularitasnya. Beberapa tokoh nasional sadar betul atas peluang ini. Misalnya Amien Rais, Rizal Ramli, Fuad Bawazier, dan Wiranto yang langsung bereaksi. Mereka rame-rame mengecam keputusan pemerintah menaikkan harga BBM sebesar 28,7% itu.
Ketua Umum Partai Hanura, Wiranto, memilih jalur media. Mantan Panglima TNI itu membuat iklan setengah halaman koran. Ada gambar dirinya berpeci, dengan latar belakang gambar antrean pembeli minyak tanah.
Di bagian bawah gambar itu terdapat teks panjang: "Semoga SBY tepati janji tak menaikkan harga BBM. Karena penduduk miskin akan bertambah, karena keresahan sosial akan meluas, karena masih ada solusi lain. Kami mengimbau pemerintah mempertimbangkan kembali rencana kenaikan harga BBM, apalagi SBY pernah berjanji tak menaikkan BBM kembali. Jika pemimpin berjanji, selayaknya janji itu ditepati."
Mantan Ketua MPR Amien Rais, mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli, dan mantan Menteri Keuangan Fuad Bawazier memilih cara lebih praktis. Yakni melempar pernyataan keras lewat media. Rizal Ramli, misalnya, malah ikut terjun langsung di tengah unjuk rasa menentang kenaikan harga BBM yang digelar para mahasiswa.
Jauh hari, di saat pemerintah sedang menimbang-nimbang pilihan untuk menaikkan harga BBM atau tidak, Amien Rais rajin berkomentar pedas. "Selain menyelamatkan spekulan minyak, kebijakan ini hanya mencelakakan rakyat," ujarnya.
Amien Rais juga mengingatkan agar Indonesia harus lepas dari cengkeraman kapitalis asing. "Selamatkan Indonesia ini dari penjajahan ekonomi asing dan dari keterpurukan yang mendalam," katanya.
Amien menilai, masih ada alternatif lain yang mungkin diambil selain opsi menaikkan harga BBM. Sayang, kata Amien, pemerintah enggan membicarakan berbagai alternatif itu dengan para pakar di bidangnya. "Kenapa mereka tidak terbuka? Ini yang perlu dipertanyakan," ujarnya kepada Gatra.
Begitu getolnya para tokoh itu menyerang, pemerintah pun kelabakan. Ujungnya, pemerintah menengarai, para tokoh itu tidak sekadar bicara, melainkan juga terlibat aktif di balik gerakan unjuk rasa para mahasiswa. "Seorang mantan menteri berada di balik aksi demonstrasi," kata Kepala Badan Intelijen Negara, Syamsir Siregar.
Amien Rais menolak dianggap menunggangi mahasiswa. Namun ia tidak mengelak telah mengantarkan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Indonesia di Jakarta untuk melakukan demonstrasi. "Saya diundang untuk berbicara di depan Adik-adik BEM se-Indonesia yang bertemu di Jakarta (11 Mei), kemudian saya diminta mengantar mereka demo. Jadi, saya tidak begitu (menunggangi)," katanya.
Fuad Bawazier juga tidak mengelak bila disebut membantu mahasiswa. Namun ia menolak disebut menunggangi. "Itu kaset lama," tuturnya. Sejak zaman Bung Karno, katanya, mahasiswa selalu punya spontanitas yang sering ketemu visi dengan elite politik. "Apa berarti saya menunggangi mahasiswa atau mahasiswa menunggangi saya?" ia menambahkan.
Dari zaman dulu, masih kata Fuad, kalau ada demonstrasi mahasiswa, selalu dibilang ditunggangi. "Apa nggak ada lagu baru yang lebih kreatif?" katanya.
Ia tidak mengelak telah memberikan bantuan kepada mahasiswa. "Apa yang bisa saya lakukan saya lakukan, sepanjang tidak ada hukum yang dilanggar. Itu soal adu pengaruh, sama halnya dengan pemerintah beriklan di televisi," ujarnya dengan nada tinggi.
Kepada Gatra, Fuad mengungkapkan sinyalemen bahwa pengurangan subsidi BBM adalah buah pekerjaan para kapitalis minyak dunia. Pada zaman Orde Baru, perusahaan minyak asing berhasil masuk industri hulu dan pada masa reformasi berhasil masuk industri hilir dengan membangun banyak SPBU.
Menurut salah satu ketua di DPP Partai Hanura itu, subsidi merupakan batu sandungan bagi kapitalis minyak untuk bersaing di sektor hilir. Maka, mereka berupaya keras menghapus subsidi atau setidaknya mendorong agar pemerintah menerapkan patokan harga minyak tertinggi. "Ini cara mereka, seperti Pacman (game komputer Pacman --Red.) yang akan menyapu bersih dari hulu ke hilir," katanya.
Menteri Keuangan pada masa Presiden Soeharto itu mengisahkan, tahun 1998, ketika dirinya menjabat, kenaikan harga BBM merupakan buah tekanan Dana Moneter Internasional (IMF) melalui para mafia Berkeley yang duduk di kabinet pada saat itu. Akibatnya, kebijakan tahun 1998 itu menimbulkan kemiskinan, pengangguran, dan inflasi yang tinggi.
Sekarang intervensi asing terulang, dengan modus sedikit berbeda, tapi pelakunya sama, yaitu para mafia Berkeley yang duduk di Kabinet Indonesia Bersatu. Karena itu, setelah berkali-kali berganti rezim politik, rezim ekonomi Indonesia tak pernah berubah. "Rezimnya tetap mavia Berkeley, yang mazhabnya melayani kepentingan elite asing maupun nasional," kata Fuad Bawazier.
Sebenarnya, selain menaikkan harga BBM, masih ada peluang lain yang bisa ditempuh. Sebab, selama 40 tahun terakhir ini, banyak pos yang mengada-ada, penuh mark up, dan boros. "Bahasa kasarnya, APBN bodong," Fuad menandaskan.
Sekadar menyebut contoh adalah adanya anggaran pembelian laptop seharga Rp 23 juta per unit untuk anggota DPR. Contoh lain, dana tambahan untuk para pegawai Departemen Keuangan, yang disebut untuk reformasi birokrasi, sebanyak Rp 5,2 trilyun pada tahun ini.
Seharusnya, menurut Fuad, kalau pemerintah mau, APBN untuk semua sektor bisa dipotong tanpa harus mempengaruhi kinerja. "Masalahnya, berani apa nggak? Karena ini bagian dari akomodasi birokrasi supaya tenang dan setia," katanya.
Atas gempuran yang bertubi-tubi itu, Presiden SBY menanggapinya dengan dingin. Dalam pertemuan antar-umat beragama di Istana Negara, Kamis pekan lalu, misalnya, ia menilai pihak-pihak yang menolak kenaikan harga BBM menyimpan motif politik. "Meskipun tahun depan ada pemilihan umum, mari kita utamakan mengatasi persoalan bersama ini ketimbang kepentingan masing-masing yang kental dengan kepentingan politik," ujarnya.
Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono, dalam jumpa pers Selasa lalu, menilai keputusan menaikkan harga BBM sebagai langkah berani. Meski, hal itu menurunkan popularitas SBY-JK. ""Menurut saya, menaikkan harga BBM adalah keputusan tegas yang akan menaikkan rasa segan dan hormat pada presiden, meski popularitas mungkin turun," katanya.
Menteri yang bertugas di lima pemerintahan itu menandaskan, ini keputusan tersulit sepanjang masa. Tiga tahun terakhir ini, harga BBM tiga kali naik. Tahun 2005 mengalami dua kali kenaikan dan yang terakhir pada 23 Mei lalu. Kebijakan itu dipicu lonjakan harga minyak dunia: mulai US$ 50 menjadi US$ 70 per barel hingga pertengahan Mei lalu mencapai US$ 135 per barel. "Maka, siapa pun presidennya, pasti akan mengambil langkah itu," ujarnya.
Mujib Rahman, Syamsul Hidayat, Nur Cholish Zaein, dan Edward Luhukay
[Ekonomi, Gatra Nomor 29 Beredar Kamis, 29 Mei 2008]
3 comments:
cukup perihatin sikap pks yang mulai latah ke arah arogan atas kenaikan BBM, kenapa tidak menyinggung pemangkasan biaya DPR-MPR juga (1)republika hari ini(2/06/08) selalu aja hanya kegagalan rejim (2), sungguh pun PKS bisa dalam memanej negara, namun apakah bisa memanej perkawanan sesama parpol, terkesan menyelamatkan suara sepertihalnya banyak partai di senayan.
sunguhpun demikian pks punya shokterapy atau gebrakan awal yang tidak dimiliki oleh partai laen...dan itu di pak Hidayat. usulan pak mahfud terkesan sulit namun sayang tidak dicoba oleh pemerintah yang diakibatkan oleh ketidakmampuan prediksi kenaikan minyak dunia (akankah pks sperti itu?) dengan sempit waktu dan keterdesakan dana memang sulit untuk diterima usulan FPKS. tapi salah saya kira jika usulan disertai dengan kalimat 'dableg!'
alhamdulillah kita telah memberikan alternatif kebijakan efisiensi anggaran dan penghematan instansi pemerintah, sebagai solusi menghindari kenaikan harga BBM
Post a Comment