Korantempo, Rabu, 11 Juni 2008
Indonesia Bukan Negara Agama, Konflik diharapkan selesai.
JAKARTA – Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan Indonesia bukan negara agama. Karena itu, dasar pengeluaran Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Ahmadiyah tidak didasarkan pada Al-Quran dan Hadis. Surat tersebut merupakan produk hukum sehingga harus berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan undang-undang turunannya.
Kalla menyampaikan hal itu saat menerima panitia Religious Art Festival for Peace di kantornya kemarin. "Wakil Presiden menyatakan (surat keputusan) itu juga ada pertimbangan menjaga aspek ketertiban dan keadilan," kata Al-Zastrouw Ngatawi, Ketua Lembaga Seniman dan Budayawan Muslim Indonesia Nahdlatul Ulama, yang juga menjadi panitia pengarah festival, setelah bertemu dengan Kalla.
Senin lalu pemerintah mengeluarkan SKB tentang Ahmadiyah, yang isinya antara lain peringatan dan perintah kepada anggota dan pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia agar menghentikan semua kegiatan. Yang juga dilarang adalah penyebaran penafsiran Ahmadiyah terhadap ajaran Islam.
Surat keputusan tersebut memancing pro dan kontra. Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin menyambut baik terbitnya surat tersebut, meski menilai masih ada kekurangan.
Dukungan juga disampaikan Kiai Idris Marzuqi, Dewan Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, yang juga pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo, Jawa Timur. "Dengan terbitnya SKB, diharapkan tak ada lagi konflik dalam agama," kata Din di kantornya kemarin.
Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan menyesalkan keluarnya surat keputusan tersebut. Menurut mereka, pemerintah seharusnya tak tunduk kepada ancaman organisasi yang menuntut pembubaran Ahmadiyah.
Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia Harkristuti Harkrisnowo mengatakan setiap orang bebas beragama dan berkepercayaan. "Negara seharusnya tidak ikut campur," katanya pada pembukaan seminar "Keterkaitan Antara Nilai-nilai Agama dan HAM" di Jakarta kemarin.
Ketua Fraksi Persatuan Pembangunan Lukman Hakim Saifuddin menilai keluarnya SKB merupakan langkah yang tepat. Ketua Fraksi Partai Golkar Priyo Budi Santoso menganggap SKB tersebut telat karena keluar setelah terjadi aksi kekerasan di Monumen Nasional.
Adapun Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Mahfudz Siddiq berpendapat surat keputusan itu multitafsir sehingga harus diikuti peraturan teknis yang jelas. "Jangan sampai kelompok-kelompok masyarakat menafsirkan sendiri," kata Mahfudz di gedung DPR kemarin. "Perbedaan penafsiran berpotensi melahirkan konflik."
Menteri-Sekretaris Negara Hatta Rajasa menyatakan pemerintah tidak perlu mengeluarkan keputusan presiden ataupun petunjuk pelaksanaan ihwal
No comments:
Post a Comment