Kompas, Jumat, 27 Juni 2008 | 00:22 WIB
Jakarta, Kompas - Sekalipun DPR telah menyetujui penggunaan hak angket atau hak penyelidikan atas kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak atau BBM, ”penggembosan” masih mungkin terjadi dalam Panitia Angket BBM. Caranya, bisa lewat keanggotaan dan pimpinan.
Anggota DPR, Abdullah Azwar Anas (Fraksi Kebangkitan Bangsa), Kamis (26/6), mengakui, perdebatan alot masih mungkin terjadi dalam Panitia Angket BBM nanti—terutama merujuk pada peta posisi tiap fraksi saat voting di rapat paripurna Selasa lalu. Harus dicermati langkah fraksi yang tidak setuju penggunaan hak angket dan kalah voting. Harapan Anas, Panitia Angket BBM nantinya dipimpin anggota DPR yang sejak awal mendukung penggunaan hak angket itu. Anas juga menyebutkan, pembelokan substansi masih mungkin terjadi dalam Panitia Angket.
Rapat Badan Musyawarah DPR yang dipimpin Ketua DPR Agung Laksono (Fraksi Partai Golkar) menyepakati pembentukan Panitia Angket BBM yang ”besar”, dengan jumlah anggota 50 orang. Semua 10 fraksi terwakili dengan komposisi proporsional berdasarkan jumlah anggota di DPR.
Usul angket untuk menyelidiki kebijakan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menaikkan harga BBM rata-rata sebesar 28,7 persen per 24 Mei 2008 diajukan 117 anggota DPR pada Senin, 2 Juni. Para pengusul berasal dari delapan fraksi dan yang terbanyak dari Fraksi PDI-P. Pada pengambilan keputusan saat rapat paripurna, Selasa, 233 anggota DPR menyetujui penggunaan hak angket atas kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM. Hanya anggota Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Golkar (kecuali Yuddy Chrisnandi) yang menolak penggunaan hak angket ini.
Anas juga mengusulkan agar ada staf ahli yang mendampingi kerja Panitia Angket. Setidaknya, staf ahli ini meliputi ahli hukum dan ekonomi. Selain itu, pada saat panitia angket bekerja, Komisi Pemberantasan Korupsi bisa meneruskan penyelidikan dugaan korupsi di BP Migas.
Menurut Anas, pemerintah tak perlu khawatir berlebihan atas angket ini. Penggunaan hak angket ini berbeda halnya dengan hak angket yang digunakan sewenang-wenang pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid.
Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan dan Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Mahfudz Siddiq menyatakan, fraksinya serius menjadikan hak angket ini untuk membongkar kebijakan energi nasional. Mahfudz mengingatkan, manuver politik yang lebih dominan hanya akan memperlama dan mengulur-ulur kerja Panitia Angket. Namun, jika berniat baik, Panitia Angket diyakini bisa merampungkan tugasnya sebelum Pemilu 2009.
Jadi rebutan
Wakil Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional Djoko Susilo dan motor gerakan angket BBM, Aria Bima, secara terpisah kemarin mengatakan, Panitia Angket BBM ini mulai jadi rebutan. Pimpinan partai, fraksi, dan publik harus mengontrol agar angket ini tidak didomplengi orang- orang yang memiliki kepentingan jangka pendek.
”Kenapa jadi rebutan? Karena panitia ini punya kekuasaan besar sekali dan minyak itu ’licin’ sekali,” ucap Djoko Susilo.
Aria Bima mengharapkan pimpinan partai dan fraksi memilih orang-orang yang memiliki rekam jejak yang baik untuk menjadi anggota di Panitia Angket BBM. ”Publik dan pers juga harus mengontrol Panitia Angket ini,” ujarnya.
Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie di Istana Negara kemarin juga mengemukakan, hak angket ini untuk menyelidiki kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM. Hal ini, katanya, baik untuk transparansi dan mendudukkan persoalan kepada masyarakat luas. Karena itu, lanjutnya, tidak perlu dikhawatirkan penggunaan hak angket untuk pemakzulan terhadap Presiden.
Jimly mengemukakan, hak angket ini berbeda dengan penyelidikan untuk pemakzulan terhadap Presiden karena terkait dengan kasus pidana.
”Dua hal yang berbeda. Satu mengenai kebijakan, satu pidana. Jangan dikacaukan. Bahwa nanti ada persoalan tindak pidana dalam hasil penyelidikan, itu soal lain,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Utama PT Pertamina Ari H Soemarno kemarin mengemukakan, penilaian tentang efisiensi pengadaan BBM sebaiknya dilakukan melalui audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan atau Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan.
”Sulit kalau buka-bukaan di tataran politik, yang benar bisa dijustifikasi menjadi salah, yang setengah benar bisa jadi setengah salah,” kata Ari. (SUT/DOT/INU/DIK)
No comments:
Post a Comment