Monday, June 23, 2008

Kantor Polisi Diserbu Mahasiswa

Kantor Polisi Diserbu Mahasiswa, Marah Temannya Tewas
Riau Pos. Sabtu, 21 Juni 2008

Laporan JPNN, Jakarta
Ratusan mahasiswa Universitas Nasional (Unas) mengamuk dan menyerbu kantor Polres Jakarta Selatan, Jumat (20/6) malam. Aksi marah mahasiswa ini sebagai buntut tewasnya Maftuh Fauzi, rekan mereka yang sebelumnya menjadi korban akibat penyerbuan dan kekerasan polisi ke Kampus Unas di Pejaten, pada bulan Mei lalu.

Sebelum menyerbu kantor polisi, sekitar 200-an mahasiswa Unas terlebih dahulu memblokir Jalan Wijaya II yang terletak di depan Kantor Polres Jakarta Selatan sekitar pukul 20.20 WIB. Saat itu mereka berteriak-teriak, ‘’Polisi pembunuh, polisi pembunuh!’’ Kemudian secara bergantian mereka berorasi mengecam tindakan keras polisi yang mereka tuding sebagai penyebab tewasnya Maftuh.

Sebagian mahasiswa yang terlihat emosi tampak menaiki papan petunjuk Polres setinggi 3 meter dan mencoret-coretnya dengan tulisan ‘pembunuh’. Namun aparat keamanan tampaknya tidak terpengaruh. Mereka tetap berjaga dari dalam gedung.

Terlihat bendera merah putih selebar 2x3 meter terus dikibarkan oleh ratusan mahasiswa. Tanpa lelah, mereka terus meneriakkan yel-yel yang berisi umpatan terhadap polisi. Suasana makin mencekam karena listrik di gedung Kapolres Jaksel dimatikan. Yang menyala hanya beberapa koridor tangga serta ruang tahanan.

Para mahasiswa tetap bertahan di sana sambil menunggu datangnya ratusan mahasiswa Unas lain yang masih dalam perjalanan dari kampus Unas menuju Polres Jaksel. Sambil menunggu teman-temannya, mereka secara bergantian melakukan orasi.

Situasi sempat memanas ketika tiga mobil truk Brimob dari Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, memasuki halaman Mapolres Jaksel untuk membantu keamanan. Agar lalu lintas lancar, polisi mengalihkan arus ke Jalan Panglima Polim dan Jalan Dharmawangsa III.

Menurut laporan Traffic Management Center (TMC), Polda Metro Jaya, hingga pukul 22.00 WIB, sudah sekitar 300 mahasiswa Unas berada di depan Polres Jaksel di Jakan Wijaya II. Di depan kantor Polres Jaksel, para mahasiswa berorasi mengecam polisi. Guna mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, Polres Jaksel langsung melakukan apel malam.

Petugas Brimob tampak berjaga-jaga di belakang gedung. Sementara puluhan polisi juga terlihat sedang berjaga-jaga di belakang gedung. Sebuah water canon juga disiagakan untuk antisipasi terjadinya huru hara.

Sebelumnya, ratusan mahasiswa dan simpatisan yang menggelar aksi solidaritas atas kematian Maftuh Fauzi, dengan tegas menolak kesimpulan hasil pemeriksaan tim dokter RSPP. Mahasiswa bersikukuh karena merujuk pada hasil pemeriksaan yang dilakukan pihak Rumah Sakit UKI, tempat Maftuh dirawat sebelum dirujuk ke RSPP. Dimana dinyatakan dirawatnya Maftuh berawal dari luka pada kepalanya pasca penyerangan aparat.

Ratusan mahasiswa yang sejak Jumat (20/6) sore berkumpul di depan Gedung IGD RSPP menuntut pihak RSPP untuk menyatakan secara jelas dan tegas soal penyebab kematian Maftuh. Mahasiswa pun menuntut dokter segera membacakan hasil pemeriksaan yang dibuat pihak RS UKI dengan RSPP. Mereka secara tegas menolak pernyataan pihak RSPP yang menyatakan infeksi sistemik pada paru-paru. Mahasiswa terus mendesak dokter untuk membacakan hasil pemeriksaan tim dokter dari RS UKI di hadapan mereka.

Para tim karena terus didesak mahasiswa, akhirnya membenarkan penyebab kematian Maftuh. Wakil Direktur Medis RSPP dr Widya S mengeluarkan sebuah dokumen medis lainnya. Menurut dr Widya pemeriksaan tim dokter menemukan bahwa Maftuh positif HIV. ‘’Hasil pemeriksaan screaning HIV itu positif. Ini, HIV reaktif,” ujarnya.

Hal ini spontan membuat para mahasiswa terkejut dan sebagian meneriakkan kata bohong. Namun dr Widya memastikan bahwa hasil pemeriksaan tersebut sudah dikonsultasikan ke pihak keluarga Mahfud. Dibeberkannya dokumen yang dianggap rahasia tersebut, dilakukan menanggapi tuntutan para mahasiswa tersebut.

FPKS Mengecam
Dalam pada itu, Ketua Fraksi PKS DPR Mahfuz Siddiq meminta Kapolres Jakarta Selatan menanggalkan jabatannya terkait dengan tewasnya mahasiswa Unas, sekaligus meminta Kapolri merespon kasus tersebut dengan cepat. ‘’Kapolri harus proaktif merespons kasus ini dan menonaktifkan Kapolres Jaksel. Meski harus dilakukan penyelidikan. Secara moral karena anak buahnya sudah melakukan tindak kekerasan sampai meninggal, Kapolres Jaksel mestinya mengundurkan diri,” ujar Mahfudz Siddiq, Jumat (20/6).

Menurut anggota Komisi II DPR ini, aksi kekerasan aparat kepolisian dalam mengatasi demonstrasi merupakan anacaman serius bagi perkembangan demokrasi. Karena itu, polisi harus mengubah caranya dalam mengatasi aksi demonstrasi.’’Jika aparat keamanan tidak bisa menghormati aksi demonstrasi, maka bisa dipastikan umur demokrasi akan mati suri,’’ terang Mahfudz.

Mahfudz juga meminta agar kasus ini diusut tuntas. Ini dimaksudkan agar pihak-pihak yang bertanggungjawab segera mendapatkan hukuman yang setimpal. ‘’Wafatnya mahasiswa Unas Maftuh Fauzi akibat tindak kekerasan. Aparat polisi harus diusut tuntas. Hukum harus ditegakkan dengan mengadili pihak-pihak yang bertanggungjawab. Apalagi peristiwa itu terjadi di dalam ligkungan kampus,” pungkasnya.

Kepala Luka
Dalam pada itu Cheppy (24), mahasiswa Unas jurusan Administrasi Negara yang menjadi teman Maftuh menjelaskan, korban memang pernah dipukuli dan ditahan polisi selama sembilan hari. Setelah dilepaskan dari tahanan, keluarganya membawa dia ke RS UKI Cawang. Hasil diagnosis RS UKI menunjukkan bahwa di kepala bagian belakang korban terdapat luka. Selain itu, kening Maftuh sobek, yang diduga terkena tameng dan pentungan.

‘’Dari RS UKI, teman kami dirujuk ke ICU RSPP,’’ ujar Cheppy. Nahas, dalam upaya terakhir itu, Maftuh mengembuskan napasnya yang terakhir di ruang ICU RSPP.

Sementara Wakil Direktur Bidang Medis RSPP Dr Widia Sarkawi mengatakan, Rabu (18/6) dini hari, Maftuh masuk ruang ICU RSPP. Kesadarannya menurun dan di kepalanya ada infeksi. Kuman sudah menyebar ke seluruh tubuh (sistemik). Sebelum mengembuskan napas terakhir, korban sempat diberi alat bantu pernapasan. ‘’Kami tidak menemukan adanya kelainan setelah korban dilakukan CT-scan,’’ ucap dokter spesialis saraf didampingi Kepala ICU RSPP Dr Heri Mardani.

Istana Prihatin
Kabar kematian mahasiswa Unas Maftuh Fauzi, korban kekerasan polisi saat penyerbuan kampus, membuat prihatin Istana Kepresidenan. Jubir Kepresidenan Andi Mallarangeng mengatakan, istana masih mencari informasi sebenarnya tentang penyebab kematian Maftuh. ‘’Kami sangat prihatin ada mahasiswa yang meninggal. Apalagi ini anak muda,’’ ujar Andi tadi malam.

Andi mengaku mendapat informasi mengenai kabar kematian Maftuh melalui SMS kemarin (20/6) sore. Hingga tadi malam, dia masih berusaha mengumpulkan informasi lebih lengkap mengenai penyebab kematian Maftuh.

Kalangan DPR juga menyoroti kematian Maftuh. ‘’Siapa yang dulu gebukin dia harus dituntut secara pidana karena sudah masuk ke dalam unsur penganiayaan yang menyebabkan matinya orang lain,’’ kata anggota Komisi III DPR Patrialis Akbar.

Menurut dia, kepolisian harus berinisiatif memeriksa para anggotanya. ‘’Sanksi disiplin tidak cukup. Jika sudah ada korban yang meninggal, harus dituntut secara pidana,’’ tegas politisi PAN itu. Apa Kapolri harus bertanggung jawab? ‘’Terlalu jauh. Paling tidak atasan para aparat itu,’’ sahut Patrialis.

Jatuhnya korban jiwa pada tragedi penyerbuan kampus Unas juga mendorong LBH Jakarta siap mendampingi keluarga Maftuh Fauzi. ‘’Kami siap mendampingi jika keluarga ingin menggugat pihak yang bertanggung jawab,’’ kata Edi Halomoan Gurning, kuasa hukum mahasiswa Unas.

Dalam UU Kepolisian, menurut Edi, Kapolri Jenderal Pol Sutanto harus ikut bertanggung jawab secara hierarkis. ‘’Kerugian yang ditimbulkan kan bukan hanya materiil tetapi sudah nyawa. Namun, sampai saat ini belum ada permintaan dari keluarga,’’ ujarnya. (ibl/ind/jpnn/ose/tom/uli)

No comments: