12 WNI di Arab Saudi Terancam Hukuman Mati
Jakarta. Pelita
Selain 354 orang warga negara Indonesia (WNI) yang siap digantung di Malaysia, temyata 12 WNI lainnya di Arab Saudi juga menghadapi kasus yang sama.
Menurut Menkumham Patrialis Akbar, untuk verifikasi dan memberikan bantuan hukum, dirinya akan segera berangkat ke Arab Saudi, dan kemungkinan mekanisme yang akan dimanfaatkan adalah kerjasama mutual legal assistance.
"Saya akan berangkat setelah Idul Fitri. Target kita tentu mereka bebas. Karena kejadiannya di Saudi, maka hukum Saudi yang berlaku dan kita tidak bisa intervensi prosesnya.jelas Patrialis.
Belum Jelas dalam kasus apa saja para WNI itu sehingga terjerat hukuman mati. Namun, menurut Patrialis, umumnya karena kasus pembunuhan, malah korbannya ada yang WNI sendiri.
Sebelumnya, saat membuka rapat kabinet paripurna di Kantor Kepresidenan, Jakarta, kemarin. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan agar instansi terkait memperjuangkan nasib 345 WNI yang terancam hukuman mati di Malaysia.
Hal itu disampaikan Presiden setelah sebelumnya banyak pihak melemparkan kritik keras kepada pemerintah yang tidak serius dalam memberikan bantuan hukum bagi para WNI itu.
"Saya mau ini diurus secara gigih. Saya tidak mau bila ada perlakuan tidak adil dalam proses hukum yang dilakukan sepenuhnya oleh Malaysia." kata Presiden Yudhoyono. ;
Dia menegaskan, pemeriri-tah akan terus memberikan bantuan hukum dan upaya diplomasi bagi para WNI tersebut. Tapi karena isu ini sudah muncul di mana-mana, maka Mri ih i agar cepat klarifikasi berapa jumlah sebenarnya." terangnya.
Menurut Presiden. Indonesia juga sering menjatuhkan vonis mati kepada WNA. dan dirinya sering sekali diminta oleh kepala negara lain agar mengurangi hukuman.
"Maka kita juga akan menempuh upaya itu. Tapi tetap menghormati sistem hukum berlaku di sana, seperti mere-ka juga hormati sistem hukum di negara kita," tutupnya.
Sementara Ketua DPR Marzuki Alle berpendapat, ancam- an hukuman mati yang dihadapi WNI di Malaysia karena kesalahannya sendiri, itu sebabnya pemerintah tidak bisa intervensi dengan meminta membebaskan WNI bermasalah tersebut.
"Kita bicara negara, itu sistem yang berjalan, kalau di sana ada hukuman mati, apa kita bisa intervensi? Kita harus hargai hukum di negara orang dong." ujar Marzuki.
Menurut Marzuki, khusus WNI yang ketahuan membawa narkoba, hukum di Malaysia memang sudah mengatur hukuman mati. Agar tidak terjerat hukuman mati. WNI diimbau untuk mematuhi hukum tersebut
Minta., pengampunan
Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah sendiri mendesak Presiden Yudhoyono untuk meminta pengampunan kepada Malaysia. "Satu-satunya cara adalah memilih prioritas bagaimana Pak SBY secara langsung meminta permohonan pengampunan." katanya.
Anis menambahkan. 345 TKI yang divonis mati berdasarkan data LSM. Kemlu, dan Interpol itu terakumulasi sejak tahun 1990-an dan meningkat pada tahun 1997-1998.
Sementara Koordinator Kontras Haris Azhar mengatakan vonis mati yang menjerat TKI itu rata-rata karena kasus narkoba dan pembunuhan. Seba-gian besar, sekitar 250-an TKI berasal dari Aceh yang dulu menjual ganja di luar negeri untuk kepentingan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
"Agak susah karena secara legal Indonesia masih ada hukuman mati, mungkin (pemerintah) malu kalau bikin pembelaan penjual narkoba." kata Haris.
Pemprov Aceh dan para napi itu. imbuhnya, sudah melakukan diplomasi kecil-kecilan dengan mengirimkan surat ke Presiden. KBRI Malaysia hingga ke Pemerintah Malaysia.
Faktanya hari Ini 345 jum-lahnya, bukan kasuistis lagi tapi sistematis. Ini butuh diplomasi tingkat tinggi." ujar Haris. Bantah lembek
Sementara itu. Selasa (24/ 8) hari ini. Komisi I DPR RI akan memanggil Menlu Marty Natalegawa terkait sejumlah isu khususnya soal hubungan dengan Malaysia yang memanas akhir-akhir ini. termasuk kasus "penculikan" pejabat DKP Indonesia.
Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq menjelaskan, selain memanggil Marty Natalegwa. DPR juga akan memanggil tiga orang petugas DKP yang di-tangkap polisi Malaysia.
Secara terpisah. Menlu Marty Natalegawa menolak dikatakan terlalu lembek dalam diplomasi menghadapi Malaysia. Marty mengaku hanya bisa bekerja keras dalam menyelesaikan masalah itu.
Marty tidak mengetahui penilaian lemah atau tidaknya diplomasi yang dia jalani dalam kasus penangkapan petugas DKP Kepri oleh Malaysia.
"Begini ya, saya tidak tahu bagaimana kita mendefinisikan lemah atau tidak." kata mantan Dubes RI untuk Inggris ini. (cr-14/jon)
No comments:
Post a Comment