Wednesday, August 18, 2010

Barter Bukti Diplomasi RI Lemah

INTERNASIONAL - ASIA
Rabu, 18 Agustus 2010 , 03:30:00
Kasus RI-Malaysia Harus Diselesaikan secara Hukum


JAKARTA - Insiden penahanan petugas patroli Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kepri oleh Polisi Malaysia dinilai sebagai penghinaan terhadap NKRI. Terlebih pembebasan mereka dilakukan dengan barter terhadap nelayan Malaysia yang ditahan oleh aparat polisi Indonesia.

“Ini bukti bahwa kedaulatan negeri ini telah dinjak-injak. Masak, untuk urusan pelanggaran perbatasan yang jelas-jelas salah dilakukan oleh orang Malaysia, malah kita yang harus melakukan barter terhadap nelayan mereka yang salah,” kata anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKS, Mahfudz Siddiq kepada INDOPOS (grup JPNN), Selasa (17/8) malam.

Menurut Mahfudz, seharusnya di umur kemerdekaan yang sudah semakin tua, pemerintahan negeri ini harus semakin matang dalam menjaga kedaulatan. “Meski mengaku terbawa ombak, tetapi seluruh nelayan Malaysia yang ditangkap oleh petugas DKP dan aparat perbatasan RI sudah mengakui bahwa mereka mengaku salah karena sengaja memasuki perairan Indonesia. Tetapi petugas DKP yang ditangkap oleh polisi Malaysia itu justru berada di perairan Indonesia. Ini berarti merekalah yang salah dan menculik orang kita di negeri sendiri. Jadi kenapa harus dibebaskan dengan syarat?” tegas calon ketua Komisi I DPR itu.

Karenanya Mahfudz mendesak agar koordinasi antara petugas DKP, polisi air, TNI AL semakin diintensifkan agar ilegal fishing ataupun yang dilakukan oleh warga asing tidak terjadi lagi. “Untuk urusan kedaulatan harus diselesaikan secara hukum, bukan lagi lobi-lobi barter. Terlebih jika mereka (warga asing) melakukan kegiatan pencurian ikan ataupun hutan di perbatasan. Harus ada kordinasi keamanan yang lebih baik. Selain itu, pemerintah juga harus tegas,” tandasnya.

Berbagai protes lain pun terus bermunculan dikarenakan pemerintah terlihat lembek atas kasus di perbatasan. Pendapat serupa datang dari Sekretaris Fraksi Partai Hanura, Saleh Husin. Menurutnya, Presiden SBY harus berani mengeluarkan nota protes secara keras kepada pemerintah Malaysia.

“Dengan nota protes itu menunjukan bahwa pemerintah RI punya harga diri. Terlebih kasus penangkapan petugas DKP oleh polisi Malaysia itu dilakukan di perairan RI, bukan di perairan Malaysia,” ujarnya.

Saleh juga mengaku kecewa dengan pernyataan Menlu dan Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad yang terlalu meremehkan masalah ini. Menurut Saleh, kejadian ini telah mencoreng NKRI tepat di hari ulang tahun yang ke 65.

“Pemerintah mengecewakan dan semua komentarnya bernada minder tidak solutif. Malaysia tidak hanya menghina tapi memprovokasi memasuki wilayah Indonesia,” kecam Saleh.

Semangat pemerintah menyelesaikan permasalahan ini dengan jalan diplomasi memang layak diapresiasi. Tapi Saleh tak yakin masalah ini tidak terulang lagi, tanpa ketegasan pemerintah. “Saya kecewa dengan Menlu yang menyatakan bahwa sudah ada saling pengertian. Tapi masalahnya bukan itu, mereka melakukan penembakan di wilayah laut kita,” kritik Saleh.

Saleh berharap pemerintah mengambil langkah konkret terhadap kasus ini. Hal ini penting untuk menjaga martabat Indonesia di mata dunia internasional. “Pemerintah harus tegas, tidak hanya dengan diplomasi saja tetapi harus ada langkah konkret yang menjamin hal ini tidak terjadi lagi, misalnya dengan perjanjian kedua negara. Jangan sampai Malaysia menganggap bahwa negeri kita hanya sebagai negeri penyuplai pembantu rumah tangga,” pungkasnya. (dil)

No comments: