Rabu, 18 Agustus 2010 | 04:48 WIB
JAKARTA - Insiden penahanan petugas patroli Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kepulauan Riau (Kepri) oleh Marine Police Malaysia (MPM) pada Jumat malam (13/8) dinilai sebagai penghinaan terhadap NKRI. Terlebih, pembebasan mereka dibarter dengan tujuh nelayan Malaysia yang ditangkap DKP dan Ditpolair Polda Kepri pada hari yang sama.
’’Itu bukti bahwa kedaulatan negeri ini telah diinjak-injak. Selain itu, diplomasi kita lemah. Masak untuk urusan pelanggaran perbatasan yang jelas-jelas salah dilakukan oleh orang Malaysia, malah kita yang harus melakukan barter terhadap nelayan mereka yang salah,” kata anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKS Mahfudz Siddiq tadi malam (17/8).
Menurut Mahfudz, seharusnya di usia kemerdekaan yang sudah semakin tua, 65 tahun, maka pemerintahan negeri ini harus semakin matang dalam hal menjaga kedaulatan. ’’Meski mengaku terbawa ombak, seluruh nelayan Malaysia yang ditangkap petugas DKP dan aparat perbatasan RI sudah mengakui bahwa mereka salah karena sengaja memasuki perairan Indonesia,” katanya.
Tetapi, tiga petugas DKP yakni Asriadi (40), Erwan (37), dan Seivo Grevo Wewengkang (26) yang ditangkap MPM justru berada di perairan Indonesia. ’’Ini berarti merekalah yang salah dan menculik orang kita di negeri sendiri. Jadi kenapa harus dibebaskan dengan syarat?” tegas calon ketua Komisi I DPR itu.
Mahfudz mendesak agar koordinasi diintensifkan antara petugas DKP, polisi air, TNI, ataupun polisi hutan yang ada di perbatasan agar illegal fishing ataupun illegal logging yang dilakukan warga asing tidak terjadi lagi.
’’Untuk urusan kedaulatan harus diselesaikan secara hukum, bukan lagi lobi-lobi barter. Terlebih jika mereka (warga asing) melakukan kegiatan pencurian ikan ataupun hutan di perbatasan. Harus ada koordinasi keamanan yang lebih baik. Selain itu, pemerintah juga harus tegas,” tandasnya.
Berbagai protes lain pun terus bermunculan dikarenakan pemerintah terlihat lembek atas kasus di perbatasan. Pendapat serupa datang dari Sekretaris Fraksi Partai Hanura Saleh Husin. Menurutnya, Presiden SBY harus berani mengeluarkan nota protes secara keras kepada pemerintah Malaysia. ’’Dengan nota protes itu menunjukkan bahwa pemerintah RI punya harga diri. Terlebih, kasus penangkapan petugas DKP oleh polisi Malaysia itu dilakukan di perairan RI, bukan di perairan Malaysia,” ujarnya.
Dibentak dan Terjatuh ke Laut
Tiga petugas DKP Kepri, Asriadi, Erwan, dan Seivo, tiba di Pelabuhan Internasional Batam Center, Batam, kemarin (17/8) sekitar pukul 14.35 WIB. Mereka menumpang kapal feri Indomas bersama Minister Counselor KJRI Suryana Sastradiredja serta anggota tim DKP, Bambang Nugroho dan Happy Simanjuntak.
Asriadi mengenakan kemeja hijau dan celana panjang bahan hitam. Seivo memakai kemeja biru langit dan celana hitam. Asriadi menggunakan kemeja krem kecoklatan. Erwan dan Seivo bergegas berjalan bersama sambil melemparkan senyum ke sejumlah media. Sementara Asriadi didampingi Direktur Penanganan Pelanggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan, Nugroho Aji. Dia berjalan cepat. Terlihat kepalanya dibungkus perban putih. Ketika ditanya apa yang terjadi dengan kepalanya, Asriadi mengatakan tidak apa-apa. ’’O.. hanya luka, terjatuh di laut saat kejadian kemarin,” ujarnya sambil bergegas menyusul kedua rekannya yang berjalan jauh di depan.
Setelah menghadiri jumpa pers di lantai tiga ruang KKP, Asriadi dkk. diboyong ke Planet Holiday Hotel untuk beristirahat. Setelah menghubungi Kepala DKP Batam, Yulisbar dan meminta persetujuan Minister Counselor KJRI Suryana dan Kepala Satuan Kerja DKP Indonesia Pontianak wilayah Kepri, Bambang Nugroho, wartawan koran ini mendapat kesempatan mewawancarai Asriadi dkk. Wawancara di kamar 628 itu hanya berlangsung 10 menit.
Erwan, Asriadi, dan Seivo bergantian menceritakan kronologis penangkapan mereka di perairan Tanjung Berakit Bintan, Jumat malam (13/8). ”Sebenarnya saat itu kami sedang bermanuver di perairan Tanjung Berakit karena mendengar ada kapal nelayan asing menjarah ikan di perairan kita. Itu terbukti. Namun saat hendak membawa lima kapal warga Malaysia dan tujuh nelayannya, kapal kami tiba-tiba dipepet kapal Police Malaysia,” ujar Asriadi.
Kapal yang ditumpangi Asriadi dkk. tetap mengarungi perairan sambil menghadang kapal nelayan Malaysia dengan peralatan seadanya tanpa dilengkapi persenjataan. Satu per satu nelayan Malaysia masuk ke kapal Doplhin 015. Kemudian, kapal Doplhin 015 melaju menuju perairan Batam.
Asriadi dkk. sempat adu argumentasi ketika dipaksa masuk ke kapal polisi Malaysia. Tiba-tiba salah satu dari enam anggota MPM melepaskan dua kali tembakan suar ke atas. ”Tembakan suar untuk memberi penerangan karena memang saat itu pukul 21.30 WIB sangat gelap dan ombak lumayan tinggi,” ujar Asriadi. Akhirnya Asriadi dkk. dengan terpaksa masuk ke kapal polisi Malaysia. Saat pindah kapal tersebut, Asriadi jatuh dan terantuk tubuh kapal.
”Kita dibentak dan terlihat juga wajah mereka kesal kepada kita. Khawatir juga waktu itu. Namun saat ditanyai di dalam kapal, kita jelaskan bahwa kita juga menjalankan tugas baru mereka melunak dan tetap membawa kami ke Malaysia,” timpal Seivo.
Polisi Malaysia membawa mereka ke Tanjung Pengerik terlebih dahulu, baru ke Balai Pengerang. Di sana, Asriadi yang sudah terluka dan berlumur darah di bagian kepala dilarikan ke nalai pengobatan.
Jumat hingga Sabtu siang mereka berada di Pengerang, Selanjutnya Sabtu sore dibawa ke Ibu Pejabat Police Kota Tinggi (Polres Kota Tinggi). Di sana ketiganya diinterogasi terkait kejadian di perairan Tanjung Berakit. ”Kami menjelaskan apa adanya, dan tetap pada pernyataan itu masih bagian perairan Indonesia,” jelas Asriadi.
Dua hari dipenuhi rasa khawatir, akhirnya mereka bisa bernafas lega setelah mendapat kunjungan dari staf KJRI dan Dirjen Kelautan dan Perikanan Indonesia Johor. ”Di situ kami yakin, kami pasti bebas,” kata Seivo.
Dua jam setelah tiba di Batam, Asriadi dkk. belum sempat bertemu keluarga masing-masing. ”Ini mau bertemu, mereka masih dalam perjalan kesini,” ungkap kata Asriadi. Hari ini ketiganya akan bertolak ke Jakarta berjumpa Kemenlu untuk mendapat penghargaan langsung dari Kementrian Kelautan dan Perikanan. (jpnn/ewi)
1 comment:
hahaha...
lucunya negri ini ya pak, apalagi politisinya...hahahaha
kayaknya bangsa kita belum merdeka atau belum mau merdeka sehingga mau aja diinjak-injak oleh manusia lainnya, padahal hanya Allah lah yang punya kuasa atas manusia itu sendiri...
wassalam...hahaha
Post a Comment