Monday, May 26, 2008

Pemimpin Jangan Obral Janji

MI, Jumat, 23 Mei 2008 18:14 WIB
Pemimpin Jangan Obral Janji
Penulis : Hillarius U Gani
JAKARTA--MI: Polemik tentang benar tidaknya janji Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk tidak menaikkan harga BBM selama 2008, merupakan akibat dari sikap seorang pemimpin yang terlalu mudah mengucapkan janji.

''Pemimpin tidak boleh obral janji, karena setiap janji akan ditagih oleh rakyat,'' kata Ketua F-PDIP DPT Tjahjo Kumolo di Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (23/5).

Tjahjo menilai sikap Mensesneg Hatta Radjasa yang bersikeras menyatakan tidak pernah ada janji Presiden seperti itu, merupakan cara untuk menjaga wibawa Presiden semata. Bantahan Mensesneg itu, kata Tjahjo, berkaitan dengan bantahan Mensesneg sebelumnya terhadap iklan dari salah satu bakal calon presiden di televisi.

''Karena, sebelumnya Mensesneg bilang iklan itu fitnah, maka ia mati-matian bilang janji Presiden itu juga tidak benar walaupun pernyataan Presiden soal itu dimuat di situs resmi kepresidenan,'' tukas Tjahjo.

Bila iklan tentang janji Presiden bahwa tidak ada kenaikan harga BBM tahun ini dianggap tidak benar, Tjahjo mengusulkan agar Presiden menempuh jalur hukum. ''Kalau memang iklan tersebut terkandung fitnah laporkan saja Pak Wiranto ke polisi''.

Ketua F-PKS DPR Mahfudz Siddiq menyatakan, banyak kalangan menangkap pesan dari beberap a pernyataan Presiden bahwa tidak akan menaikkan (lagi) harga BBM. Karena, katanya, ada trauma masyarakat ketika akhir 2005 pemerintah menaikkan harga BBM sangat tinggi, dan dampak ikutannya masih terjadi sampai sekarang.

''Jadi meski dibantah rasanya sulit untuk menghapus persepsi masyarakat. Sekarang masyarakat aspirasinya harga BBM tidak naik, taruhannya adalah kredibilitas Presiden di mata rakyat,'' paparnya.

Sementara itu Ketua F-PPP DPR Lukman Hakim Saifuddin meminta agar pernyataan atau ucapan Presiden tersebut perlu dicermati secara mendalam dan menyeluruh sebagai satu kesatuan konteks. ''Seharusnya pernyataan Presiden itu tak diambil begitu saja, tetapi perlu dilihat konteksnya, pada situasi dan kondisi seperti apa lahirnya pernyataan itu''. (Hil/OL-03)

No comments: