Monday, May 12, 2008

MUI, Depag, dan Kejakgung' Harus Lebih Didengar

MUI, Depag, dan Kejakgung' Harus Lebih Didengar
Republika, 10 Mei 2008

Penundaan SKB menurunkan kepercayaan masyarakat pada pemerintah.

JAKARTA--Belum juga menerbitkan SKB tiga menteri terkait kehadiran Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), pemerintah dinilai para pakar mendapatkan tekanan dari LSM dan negara lain. Seharusnya, kata aktivis partai Islam, pemerintah lebih mendengar masukan dari lembaga berwenang di Indonesia, seperti Majelis Ulama Indonesia, Depag, dan Kejaksaan Agung, ketimbang LSM dan negara asing itu.

''Ini masalah lama, tapi karena tidak ada sikap tegas pemerintah, maka menjadi bom waktu,'' ungkap Ketua Fraksi PKS, Mahfudz Siddiq, Jumat (9/5) sore. Ia menduga, tidak jadi terbitnya SKB akibat tekanan sejumlah pihak pada pemerintah. Menurut dia, wewenang pemerintah dan MUI terpisah. Pemerintah punya wewenang memutus masalah Ahmadiyah dan wewenang MUI mengurusi masalah 'agama' dari Ahmadiyah.

Ditanya LSM dan negara mana yang mungkin menekan pemerintah, Mahfudz enggan membeberkannya. Tapi, ia menyatakan sejumlah LSM dan AS pernah meminta pemerintah bersikap lunak pada Ahmadiyah. FPKS meminta pemerintah segera bersikap tegas. Mengulur-ulur masalah ini, kata dia, justru menambah keresahan masyarakat yang menjurus pada sikap anarkisme. ''Sebetulnya, makin cepat keputusan SKB atau keputusan yang menyatakan Ahmadiyah menjadi bagian terlarang dari Islam, makin cepat pula pro-kontra Ahmadiyah akan reda.'' ujarnya.

Di tempat terpisah, Sekretaris PPP, Irgan Chairul Mahrifz, menyatakan bahwa penundaan SKB akan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat. Sebab, pemerintah berjanji untuk menerbitkan SKB pada April lalu. Hal senada dilontarkan fungsionaris Partai Bulan Bintang, Hamdan Zoelva. Dia menyatakan saat ini masyarakat makin resah. Seharusnya, pemerintah bersikap lebih tegas dan cepat memutuskan. Ketakutan pemerintah bila SKB diterbitkan dan Ahmadiyah dilarang, akan memicu kerusuhan--justru dinilai tidak masuk akal.

Ditanya apakah ada kepentingan bisnis atau politis dibalik keputusan menunda SKB, Hamdan menyatakan tidak ada. ''Indonesia harus punya kepentingan sendiri.'' Ia sepakat dengan pendapat banyak tokoh yang menyarankan Ahmadiyah dijadikan agama terpisah dari Islam. Bila mau tetap dalam Islam, Ahmadiyah harus menerima keniscayaan Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir di Islam. Ahmadiyah jangan justru menjadi pengganggu keyakinan bagi umat Islam, seperti yang saat ini terjadi.

Sehari sebelumnnya, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan di Pakistan Ahmadiyah digolongkan bukan Islam. Tempat ibadahnya pun temple, bukan masjid. Indonesia, kata dia, harus merujuk Pakistan. Maka, selesai masalah. Ketua Fraksi PPP, Lukman Hakim Saefuddin, menilai aneh pemerintah mempersoalkan hak asasi manusia sementara Ahmadiyah justru menodai agama Islam dengan menghadirkan nabi terakhir setelah Nabi Muhammad SAW. Jika dibiarkan, hal ini berdampak pada anarkisme.

Sementara itu, Ketua DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, di Jakarta, Jumat (9/5), menegaskan pemerintah harus segera menerbitkan SKB atau pengikut Ahmadiyah menyatakan sebagai bukan Islam. Jika menyebut Islam, mereka harus tunduk pada akidah Islam. Dan, kemudian bisa mengorganisasikan diri, seperti Muhammadiyah, Persis, dan NU. Namun, kata dia, negara tetap harus melindungi para penganut Ahmadiyah sebagai warga negara dari kekerasan pihak-pihak lain. Melakukam kekerasan terhadap warga Ahmadiyah adalah pelanggaran HAM.

2 comments:

Anonymous said...

Lalu FUI dkk. memangnya ngga menekan pemerintah sekarang???

Menggalang masa, demo, menyebar fitnah di mesjid-mesjid, ancaman membunuh, membakar mesjid, dll. itu namanya apa?

Anonymous said...

Anehnya untuk menutupi korupsi DAU, pemantiknya dibuatlah kembali isu terkait 'ahmadiyah'

Sadar wei.. MUI+DEPAG.. jangan bisanya pake tameng bau agama.., tp lupa ama bau kelakuan sendiri..