Usulan Hak Angket DPT Dinilai Keliru
Wednesday, 29 April 2009
JAKARTA (SI) – Pengajuan hak angket oleh 22 anggota DPR terkait daftar pemilih tetap (DPT) pada Pemilu Legislatif 2009 dinilai salah alamat.
Bahkan,Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPR Mahfudz Siddiq mengatakan, pengajuan hak angket tersebut bukan solusi untuk menyelesaikan karut-marutnya masalah DPT. Seharusnya,DPR mendorong perbaikan DPT untuk pemilu presiden untuk menjamin hak politik seluruh warga negara.
“PKS memang arahnya tidak dukung angket DPT karena yang lebih penting sekarang memastikan ada perbaikan sistemik,” kata Mahfudz di Gedung DPR, Jakarta, kemarin. Mantan Ketua Pansus RUU Pemilu Ferry Mursyidan Baldan menguatkan bahwa pengajuan hak angket DPT tersebut keliru.
Sebab, hak angket oleh anggota DPR lebih ditujukan pada hak penyelidikan kepada presiden. Kalau hak angket tentang DPT ditujukan kepada presiden, hal itu tidak tepat sasaran karena DPT adalah domain dan kewenangan KPU sebagaimana diatur dalam UU 22/2007 tentang Penyelenggara Pemilu dan UU 10/2008 tentang Pemilu.
“Bahkan dalam UUD ditegaskan bahwa KPU adalah institusi yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Artinya KPU bukanlah bagian atau bawahan presiden,” kata Ferry kepada wartawan kemarin. Di internal PKS, Mahfudz Siddiq memastikan anggota fraksinya menolak usulan hak angket tersebut.
Dia mengatakan, dari daftar pengusul hak angket DPT yang disodorkan anggota DPR dari enam fraksi,FPKS tidak termasuk di dalamnya. Sikap FPKS tersebut sejalan dengan pendapat Fraksi Partai Demokrat (FPD) DPR yang juga menolak pengajuan hak angket DPT. Seperti diberitakan, Ketua FPD Syarief Hasan menilai usulan itu tidak substantif dan salah alamat.
“Karena sesuai undangundang yang menyelenggarakan KPU, bukan pemerintah,” kata Syarief Hasan. Seperti diketahui, 22 anggota DPR dari enam fraksi mengajukan usulan penggunaan hak angket atas pelanggaran hak konstitusional warga negara untuk memilih dalam pemilu legislatif. Enam fraksi tersebut adalah anggota FPDIP, Fraksi Partai Golkar, FKB, FPAN, dan FBPD.
Para pengusul menilai pemerintah harus bertanggung jawab atas hilangnya hak pilih yang merupakan salah satu hak dasar warga negara. Ketua DPR Agung Laksono mengatakan, hak angkat masih perlu berproses. Sebab masih ada tahapan yang harus dilewati. “Belum dibahas karena masih awal. Nanti akan dibawa dulu ke Bamus,”kata Agung.
Sementara itu, Mendagri Mardiyanto saat ditanya mengenai angket DPT mengatakan masalah itu domain DPR. Pihaknya tidak akan ikut mencampuri.“Tentunya itu perlu proses dan prosesnya bukan di pemerintah.Pemerintah tidak masuk dalam koridor intervensi,” kata Mardiyanto. Anggota KPU I Gusti Putu Artha mengaku bahwa KPU menghormati rencana DPR untuk menggunakan hak angket DPT.
Dia menilai hak angket itu ditujukan kepada pemerintah, maka pemerintahlah yang berwenang menjawabnya. Kendati demikian, sebagai lembaga penyelenggara pemilu, KPU menghormati dan menghargai proses hukum yang akan berjalan. “Karena hak angket itu di-tujukan kepada pemerintah, pemerintahlah yang berwenang menjawab hal itu.
Tapi apa pun kalau urusannya berhubungan dengan pemilu, langkah-langkah yang dilakukan lembaga lain tetap harus kita hormati dan hargai. Biarlah proses hukum yang akan berjalan nanti,” katanya di sela-sela rekapitulasi suara di Hotel Borobudur, Jakarta,kemarin.
Dia menjelaskan, meski hak angket itu merupakan urusan antara pemerintah dan DPR,jika pemerintah memanggil KPU untuk menjelaskan DPT tersebut,KPU tetap akan bertemu dengan pemerintah. Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nur Hidayat Sardini mengatakan,Bawaslu tidak dalam kapasitas mendukung atau meminta dukungan dari DPR terkait DPT ini.
“Kita tidak dalam posisi mendukung atau minta dukungan. Kalau apa yang dilakukan pararel antara yang selama ini kami ungkapkan dengan hak angket DPR, itu lain lagi persoalannya,” kata Hidayat. Menurut dia,jika DPR memandang perlu untuk memanggil Bawaslu, mereka pun siap untuk memberikan penjelasan temuan Bawaslu atas DPT. Bawaslu tidak akan menolak panggilan DPR jika memang diperlukan. (dian widiyanarko/ ahmad baidowi)
No comments:
Post a Comment