Thursday, April 30, 2009

Manuver Meningkat, Koalisi Besar Stagnan

Manuver Meningkat, Koalisi Besar Stagnan

Kamis, 30 April 2009 | 05:39 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Manuver partai-partai politik untuk mencari bentuk koalisi yang paling menguntungkan semakin dinamis. Sepanjang Rabu (29/4), sejumlah pertemuan digelar, baik di antara ketua umum parpol maupun antartim pembahas.
Pergerakan paling dinamis terjadi di antara partai-partai politik yang berniat membangun koalisi besar. Meski demikian, sampai Rabu tengah malam, belum terjadi perkembangan signifikan tentang masa depan koalisi besar tersebut.
Persoalan utama tentu saja menyangkut siapa yang akan menjadi calon presiden dan siapa yang akan menjadi calon wapres karena sebagian besar parpol yang ”tergabung” di situ, seperti Partai Golkar, PDI-P, Partai Hanura, dan Partai Gerindra, memiliki capres sendiri.
Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla, semalam, menyatakan optimismenya bahwa koalisi besar itu pada akhirnya hanya akan mengusung satu pasangan capres dan cawapres. Terkait dengan itu, ia berharap terjadi kompromi di antara partai politik yang akan bergabung dalam koalisi besar.
Namun, lanjutnya, jika satu paket tidak bisa diwujudkan, munculnya dua paket capres dan cawapres pun tidak masalah.
”Itu harapan supaya pilpres cepat selesai dan cukup satu putaran saja. Akan tetapi, itu memang butuh kesepakatan yang harus dirundingkan. Namun, jika tidak bisa satu paket, ya tidak apa-apa,” ujar Kalla.
Tentang nama pasangannya yang akan menjadi cawapres, yaitu Ketua Umum DPP Partai Hanura Jenderal (Purn) Wiranto, Kalla mengaku belum waktunya disampaikan. ”Memang itu masih terus dirundingkan dan pada saat finalnya baru akan dideklarasikan kepada publik,” ujar Kalla yang menegaskan dirinya hanya mau menjadi capres dan bukan sebagai cawapres.
Sumber Kompas menyebutkan, Rabu tengah malam, Kalla bertemu Wiranto di kawasan Cibubur, Jakarta Timur.
Pagi harinya, Kalla juga bertemu dengan Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan Suryadharma Ali di Istana Wapres. Menurut Suryadharma, koalisi besar yang akan dibangun Partai Golkar dan PDI-P dengan melibatkan PPP dan partai lain sangat positif untuk membentuk pemerintahan dan DPR yang kuat serta stabil.
Oleh sebab itu, PPP akan mempelajari tawaran itu dengan membentuk tim kecil yang terdiri dari tiga hingga lima orang.
Menurut Suryadharma, koalisi besar yang akan dibangun sebenarnya sama dengan koalisi golden triangle yang pernah digagas PPP setelah bertemu Partai Golkar dan PDI-P sebelum pelaksanaan pemilu.
Di tempat terpisah, Sekjen Partai Golkar Soemarsono menegaskan, koalisi besar yang akan dibangun Golkar dan PDI-P bukan untuk melawan Susilo Bambang Yudhoyono. ”Seolah-olah koalisi besar itu didirikan untuk melawan SBY, padahal tidak sama sekali dan tidak benar. Akan tetapi, untuk membentuk pemerintahan yang kuat dan stabil,” kata Soemarsono.
Tiga ”A”
Di tengah upaya Partai Golkar mewujudkan koalisi, pembangkangan di tubuh partai itu terus berlangsung. Penolakan Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota Partai Golkar terhadap keputusan rapat pimpinan nasional khusus yang menetapkan Kalla sebagai capres semakin menguat.
Sampai kemarin, surat pernyataan sikap sudah ditandatangani 34 DPD II. Surat itu intinya menegaskan bahwa penetapan Kalla sebagai capres tidak bersandar pada realitas perolehan dukungan suara.
DPD II mendesak agar rapimnasus berikutnya mengajukan tujuh nama yang sudah lolos mekanisme penjaringan DPD I dan DPD II sebagai calon wapres untuk mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono, yaitu Jusuf Kalla, Akbar Tandjung, Sultan HB X, Surya Paloh, Agung Laksono, Aburizal Bakrie, dan Fadel Muhammad.
Seorang anggota DPR dari Partai Golkar yang tidak bersedia disebutkan namanya yakin pada akhirnya dari tujuh nama itu yang akan dipertimbangkan Yudhoyono hanya ”tiga A”, yaitu Aburizal Bakrie, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung.
Kontrak politik PKS
Secara terpisah, anggota Tim 5 Partai Keadilan Sejahtera, Mahfudz Siddiq, menyebutkan, rancangan kontrak politik yang disampaikan Tim 5 PKS direspons dengan baik oleh Tim 9 Partai Demokrat. Rancangan itu dinilai memiliki banyak kesamaan dengan garis kebijakan Partai Demokrat.
Bahkan, menurut Mahfudz, rancangan kontrak politik itu bakal menjadi draf rujukan dengan mitra koalisi lain.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kemarin di Kantor Presiden, menerima Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang dipimpin Ketua Umum Din Syamsuddin. Din menyerukan agar di tengah upaya elite politik membangun koalisi, kebencian atau ketidaksukaan kepada pihak lain tidak dijadikan dasar pembangunan koalisi.
”Luar biasa pergerakan koalisi pilpres dan perubahannya. Sulit bagi pengamat mana pun untuk membuat analisis. Semua cair dan mengalir ke sana kemari,” ujar Din Syamsuddin. (HAR/INU/DIK/SUT)

No comments: