Manuver Meningkat, Koalisi Besar Stagnan
Kamis, 30 April 2009 | 05:39 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Manuver partai-partai politik untuk mencari bentuk koalisi yang paling menguntungkan semakin dinamis. Sepanjang Rabu (29/4), sejumlah pertemuan digelar, baik di antara ketua umum parpol maupun antartim pembahas.
Pergerakan paling dinamis terjadi di antara partai-partai politik yang berniat membangun koalisi besar. Meski demikian, sampai Rabu tengah malam, belum terjadi perkembangan signifikan tentang masa depan koalisi besar tersebut.
Persoalan utama tentu saja menyangkut siapa yang akan menjadi calon presiden dan siapa yang akan menjadi calon wapres karena sebagian besar parpol yang ”tergabung” di situ, seperti Partai Golkar, PDI-P, Partai Hanura, dan Partai Gerindra, memiliki capres sendiri.
Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla, semalam, menyatakan optimismenya bahwa koalisi besar itu pada akhirnya hanya akan mengusung satu pasangan capres dan cawapres. Terkait dengan itu, ia berharap terjadi kompromi di antara partai politik yang akan bergabung dalam koalisi besar.
Namun, lanjutnya, jika satu paket tidak bisa diwujudkan, munculnya dua paket capres dan cawapres pun tidak masalah.
”Itu harapan supaya pilpres cepat selesai dan cukup satu putaran saja. Akan tetapi, itu memang butuh kesepakatan yang harus dirundingkan. Namun, jika tidak bisa satu paket, ya tidak apa-apa,” ujar Kalla.
Tentang nama pasangannya yang akan menjadi cawapres, yaitu Ketua Umum DPP Partai Hanura Jenderal (Purn) Wiranto, Kalla mengaku belum waktunya disampaikan. ”Memang itu masih terus dirundingkan dan pada saat finalnya baru akan dideklarasikan kepada publik,” ujar Kalla yang menegaskan dirinya hanya mau menjadi capres dan bukan sebagai cawapres.
Sumber Kompas menyebutkan, Rabu tengah malam, Kalla bertemu Wiranto di kawasan Cibubur, Jakarta Timur.
Pagi harinya, Kalla juga bertemu dengan Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan Suryadharma Ali di Istana Wapres. Menurut Suryadharma, koalisi besar yang akan dibangun Partai Golkar dan PDI-P dengan melibatkan PPP dan partai lain sangat positif untuk membentuk pemerintahan dan DPR yang kuat serta stabil.
Oleh sebab itu, PPP akan mempelajari tawaran itu dengan membentuk tim kecil yang terdiri dari tiga hingga lima orang.
Menurut Suryadharma, koalisi besar yang akan dibangun sebenarnya sama dengan koalisi golden triangle yang pernah digagas PPP setelah bertemu Partai Golkar dan PDI-P sebelum pelaksanaan pemilu.
Di tempat terpisah, Sekjen Partai Golkar Soemarsono menegaskan, koalisi besar yang akan dibangun Golkar dan PDI-P bukan untuk melawan Susilo Bambang Yudhoyono. ”Seolah-olah koalisi besar itu didirikan untuk melawan SBY, padahal tidak sama sekali dan tidak benar. Akan tetapi, untuk membentuk pemerintahan yang kuat dan stabil,” kata Soemarsono.
Tiga ”A”
Di tengah upaya Partai Golkar mewujudkan koalisi, pembangkangan di tubuh partai itu terus berlangsung. Penolakan Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota Partai Golkar terhadap keputusan rapat pimpinan nasional khusus yang menetapkan Kalla sebagai capres semakin menguat.
Sampai kemarin, surat pernyataan sikap sudah ditandatangani 34 DPD II. Surat itu intinya menegaskan bahwa penetapan Kalla sebagai capres tidak bersandar pada realitas perolehan dukungan suara.
DPD II mendesak agar rapimnasus berikutnya mengajukan tujuh nama yang sudah lolos mekanisme penjaringan DPD I dan DPD II sebagai calon wapres untuk mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono, yaitu Jusuf Kalla, Akbar Tandjung, Sultan HB X, Surya Paloh, Agung Laksono, Aburizal Bakrie, dan Fadel Muhammad.
Seorang anggota DPR dari Partai Golkar yang tidak bersedia disebutkan namanya yakin pada akhirnya dari tujuh nama itu yang akan dipertimbangkan Yudhoyono hanya ”tiga A”, yaitu Aburizal Bakrie, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung.
Kontrak politik PKS
Secara terpisah, anggota Tim 5 Partai Keadilan Sejahtera, Mahfudz Siddiq, menyebutkan, rancangan kontrak politik yang disampaikan Tim 5 PKS direspons dengan baik oleh Tim 9 Partai Demokrat. Rancangan itu dinilai memiliki banyak kesamaan dengan garis kebijakan Partai Demokrat.
Bahkan, menurut Mahfudz, rancangan kontrak politik itu bakal menjadi draf rujukan dengan mitra koalisi lain.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kemarin di Kantor Presiden, menerima Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang dipimpin Ketua Umum Din Syamsuddin. Din menyerukan agar di tengah upaya elite politik membangun koalisi, kebencian atau ketidaksukaan kepada pihak lain tidak dijadikan dasar pembangunan koalisi.
”Luar biasa pergerakan koalisi pilpres dan perubahannya. Sulit bagi pengamat mana pun untuk membuat analisis. Semua cair dan mengalir ke sana kemari,” ujar Din Syamsuddin. (HAR/INU/DIK/SUT)
Thursday, April 30, 2009
Perang Antarporos Koalisi Mulai Muncul
Perang Antarporos Koalisi Mulai Muncul
Anas Sebut Koalisi Besar Lawan Koalisi Sehat-Padat
Jawa POS
JAKARTA - Poros koalisi belum terbentuk secara resmi. Tapi, perang urat saraf dari embrio koalisi itu sudah mulai muncul. Parpol yang mulai terpolarisasi menjadi dua blok besar itu mulai saling memberi reaksi.
Gagasan PDIP dan Golkar untuk membangun koalisi besar enam partai dengan mengajak Gerindra, Hanura, PAN, dan PPP langsung direspons koalisi Demokrat. PKS yang secara terang-terangan telah menyatakan bergabung dengan SBY dan Demokrat mengaku tidak takut bila harus berkompetisi dengan aliansi besar tersebut.
''Kalau koalisi besar itu disebut koalisi perubahan, maka koalisi lainnya yang dimotori Demokrat sebagai koalisi pembangunan,'' kata Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq di Jakarta kemarin (29/4). Selain PKS, PKB juga dipastikan ikut bergabung dengan blok SBY.
Menurut Mahfudz, terbentuknya koalisi enam partai justru akan berdampak positif bagi penyederhanaan konfigurasi partai-partai politik pada Pilples 2009. Skenario itu, lanjutnya, juga akan memperkuat prinsip check and balances antara kelompok partai penguasa dan kelompok partai oposisi.
''Pilpres dengan dua blok pasangan pasti menciptakan kompetisi berimbang dan pilpres bisa efisien karena hanya butuh satu putaran,'' tegas ketua Fraksi PKS di DPR itu.
Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum secara halus menyindir gagasan koalisi besar enam partai tersebut. Menurut dia, koalisi besar tidak selalu bermakna koalisi kuat. Apalagi, jalan pikiran elite tidak selalu sejalan dengan selera rakyat.
''Koalisi besar bisa saja kalah dengan koalisi sehat-padat yang didukung para pemilih,'' katanya, lantas tertawa.
Secara terpisah, Ketua DPP PDIP Tjahjo Kumolo menyampaikan, koalisi besar enam partai harus digalang untuk menghadapi menguatnya neo-liberalisme yang dipraktikkan pemerintahan SBY. Salah satu indikasinya adalah membengkaknya utang luar negeri hingga mencapai Rp 1.666 triliun.
Tjahjo mengungkapkan, pembayaran utang tahun 2008 mencapai Rp 88,62 triliun dan diperkirakan meningkat menjadi Rp 162 triliun pada 2009. Padahal, di pengujung kepemimpinan Megawati sebagai presiden, pembayaran utang luar negeri hanya Rp 62,5 triliun.
''Selama empat tahun berkuasa, pemerintahan SBY sudah menambah utang Rp 425 triliun. Malah ada komitmen utang baru yang sudah ditandatangani,'' kritiknya.(pri)
Anas Sebut Koalisi Besar Lawan Koalisi Sehat-Padat
Jawa POS
JAKARTA - Poros koalisi belum terbentuk secara resmi. Tapi, perang urat saraf dari embrio koalisi itu sudah mulai muncul. Parpol yang mulai terpolarisasi menjadi dua blok besar itu mulai saling memberi reaksi.
Gagasan PDIP dan Golkar untuk membangun koalisi besar enam partai dengan mengajak Gerindra, Hanura, PAN, dan PPP langsung direspons koalisi Demokrat. PKS yang secara terang-terangan telah menyatakan bergabung dengan SBY dan Demokrat mengaku tidak takut bila harus berkompetisi dengan aliansi besar tersebut.
''Kalau koalisi besar itu disebut koalisi perubahan, maka koalisi lainnya yang dimotori Demokrat sebagai koalisi pembangunan,'' kata Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq di Jakarta kemarin (29/4). Selain PKS, PKB juga dipastikan ikut bergabung dengan blok SBY.
Menurut Mahfudz, terbentuknya koalisi enam partai justru akan berdampak positif bagi penyederhanaan konfigurasi partai-partai politik pada Pilples 2009. Skenario itu, lanjutnya, juga akan memperkuat prinsip check and balances antara kelompok partai penguasa dan kelompok partai oposisi.
''Pilpres dengan dua blok pasangan pasti menciptakan kompetisi berimbang dan pilpres bisa efisien karena hanya butuh satu putaran,'' tegas ketua Fraksi PKS di DPR itu.
Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum secara halus menyindir gagasan koalisi besar enam partai tersebut. Menurut dia, koalisi besar tidak selalu bermakna koalisi kuat. Apalagi, jalan pikiran elite tidak selalu sejalan dengan selera rakyat.
''Koalisi besar bisa saja kalah dengan koalisi sehat-padat yang didukung para pemilih,'' katanya, lantas tertawa.
Secara terpisah, Ketua DPP PDIP Tjahjo Kumolo menyampaikan, koalisi besar enam partai harus digalang untuk menghadapi menguatnya neo-liberalisme yang dipraktikkan pemerintahan SBY. Salah satu indikasinya adalah membengkaknya utang luar negeri hingga mencapai Rp 1.666 triliun.
Tjahjo mengungkapkan, pembayaran utang tahun 2008 mencapai Rp 88,62 triliun dan diperkirakan meningkat menjadi Rp 162 triliun pada 2009. Padahal, di pengujung kepemimpinan Megawati sebagai presiden, pembayaran utang luar negeri hanya Rp 62,5 triliun.
''Selama empat tahun berkuasa, pemerintahan SBY sudah menambah utang Rp 425 triliun. Malah ada komitmen utang baru yang sudah ditandatangani,'' kritiknya.(pri)
PKS Sambut Baik Koalisi Besar
PKS Sambut Baik Koalisi Besar
Rabu, 29 April 2009 16:26 WIB
Penulis : Maya Puspita Sari
JAKARTA--MI: Ketua Fraksi PKS Mahfudz Shiddiq mengatakan, pihaknya menyambut baik ide koalisi besar yang dimotori oleh PDI Perjuangan dan Partai Golkar.
Menurutnya, koalisi yang menggandeng 6 partai politik, diantaranya Partai Hanura dan Partai Gerindra ini jika terwujud maka akan berdampak positif bagi penyederahanaan konfigurasi kekuatan parpol-parpol pada pemilihan presiden mendatang.
"Rencana koalisi besar yang dimotori oleh PDIP dan Golkar ini sangat baik. Jika koalisi besar itu disebut koalisi perubahan, maka saya menyebut koalisi lainnya yang dimotori oleh Partai Demokrat sebagai koalisi pembangunan," ujar Mahfudz kepada Media Indonesia di Jakarta, Rabu (29/4).
Menurutnya, ide koalisi besar ini bagus bagi sistem pemerintahan ke depan. Dimana, dua kubu besar koalisi ini masing-masing dapat mengambil peran yang jelas, apakah berada di posisi pemerintah atau oposisi.
"Hal ini tentunya juga akan memperkuat prinsip check and balances antara partai-partai penguasa dan partai-partai oposisi," katanya.
Selain itu, pemilihan presiden dengan hanya dua blok pasangan capres dan cawapres ini juga akan menciptakan kompetisi yang berimbang. Dan pilpres pun, lanjut Mahfudz, akan lebih efisien karena hanya berlangsung satu putaran. (MP/OL-02)
Rabu, 29 April 2009 16:26 WIB
Penulis : Maya Puspita Sari
JAKARTA--MI: Ketua Fraksi PKS Mahfudz Shiddiq mengatakan, pihaknya menyambut baik ide koalisi besar yang dimotori oleh PDI Perjuangan dan Partai Golkar.
Menurutnya, koalisi yang menggandeng 6 partai politik, diantaranya Partai Hanura dan Partai Gerindra ini jika terwujud maka akan berdampak positif bagi penyederahanaan konfigurasi kekuatan parpol-parpol pada pemilihan presiden mendatang.
"Rencana koalisi besar yang dimotori oleh PDIP dan Golkar ini sangat baik. Jika koalisi besar itu disebut koalisi perubahan, maka saya menyebut koalisi lainnya yang dimotori oleh Partai Demokrat sebagai koalisi pembangunan," ujar Mahfudz kepada Media Indonesia di Jakarta, Rabu (29/4).
Menurutnya, ide koalisi besar ini bagus bagi sistem pemerintahan ke depan. Dimana, dua kubu besar koalisi ini masing-masing dapat mengambil peran yang jelas, apakah berada di posisi pemerintah atau oposisi.
"Hal ini tentunya juga akan memperkuat prinsip check and balances antara partai-partai penguasa dan partai-partai oposisi," katanya.
Selain itu, pemilihan presiden dengan hanya dua blok pasangan capres dan cawapres ini juga akan menciptakan kompetisi yang berimbang. Dan pilpres pun, lanjut Mahfudz, akan lebih efisien karena hanya berlangsung satu putaran. (MP/OL-02)
Mega Cs Keroyok SBY
Mega Cs Keroyok SBY
Jurnal Bogor, 29 April 2009 oleh jayadi
Rubrik: Halaman Depan
Bogor - Nafsu untuk menjegal Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menuju kursi presiden kali kedua, kian berkobar. Sejumlah elite politik dan para ketua umum partai, yang dimotori Megawati Cs, kini tengah menggalang koalisi besar untuk menghadang laju SBY bersama cawapres terbaiknya.
Kesepakatan menghadang SBY dalam Pilpres 2009 itu berkembang dari manuver politik yang digencarkan tim teknis PDIP dan Partai Golkar. “PDIP menghormati parpol lain yang sudah mengajukan capresnya. Demikian pula dengan parpol lain, termasuk Golkar yang sudah menetapkan capresnya sendiri. Tentu, secara paralel Bu Mega dan Pak Prabowo, juga Pak JK dan Pak Wiranto, perlu pembicaraan untuk memutuskannya,” ungkap Sekjen PDIP Pramono Anung di Jakarta, kemarin.
Sekjen DPP Partai Golkar Soemarsono, seusai bertemu dengan tim teknis PDIP itu menegaskan bahwa koalisi besar tersebut masih perlu dirumuskan kembali dalam pertemuan antar ketua umum parpol tersebut, Rabu (29/4). “Kami bukan pengambil keputusan, tapi yang berhak adalah ketua umum parpol,” ujarnya.
Menurut Soemarsono, koalisi besar tersebut dimaksudkan sebagai upaya membentuk pemerintahan yang kuat dan stabil. Pengeroyokan koalisi besar terhadap SBY dalam Pilpres itu tampak dari masing-masing parpol, yang masih bersikukuh menetapkan ketua umumnya sebagai capres.
Dengan demikian, mereka berharap suara pemilih dalam Pilpres nanti bakal pecah, dan terbagi sedikitnya untuk dua capres-cawapres, dan kemungkinan juga tiga capres-cawapres, yang selama ini mendapatkan dukungan dari konstituen parpolnya, seperti anggota koalisi besar PDIP, Golkar, Gerindra, dan Hanura, ditambah lagi dengan suara PPP yang cenderung kepada pencalonan Prabowo Subianto.
Sinyal keroyokan koalisi besar terhadap SBY itu juga disampaikan Pramono Anung, sekjen PDIP yang masih memberi kesempatan kepada masing-masing ketua umum parpol peserta koalisi untuk merapatkan barisan kadernya di tingkat akar rumput, bila sampai terjadi pemilihan presiden putaran kedua.
Atas dasar itu, menurut dia, PDIP masih mengendapkan langkah politiknya, sehingga terjadi polarisasi dalam pemenangan Pilpres dalam rangka pembentukan pemerintahan yang kuat dan stabil.
“Karenanya, koalisi besar yang kami bangun tidak semata-mata untuk waktu singkat, melainkan hingga mencapai sasaran dalam penataan pemerintahan yang kuat,” ujarnya, kemudian menambahkan, kekuatan koalisi besar itu juga diharapkan juga terjadi di parlemen, sehingga pemerintahan mendatang mendapatkan dukungan signifikan.
Sementara itu, Partai Keadilan Sejahtera mengaku tak ada masalah dengan niat sejumlah kalangan di Partai Golkar untuk kembali berkoalisi dengan Partai Demokrat. Berdasarkan putusan Majelis Syura PKS, tak ada disebut unsur-unsur koalisi.
“Dalam Musyawarah Majelis Syura PKS sudah diputuskan dua hal, yang pertama PKS berkoalisi dengan Demokrat dan dengan SBY dalam Pemilihan Presiden,” kata anggota Majelis Syura PKS Mahfudz Siddiq di Senayan, Jakarta, Selasa (28/4).
Kedua, PKS akan segera menyampaikan draf kontrak politik untuk dibahas dan disepakati bersama. Kontrak politik bukan hanya antara PKS dan Demokrat, tapi juga dengan unsur koalisi yang lain. “Jadi dalam draf kontrak politik tersebut tidak disinggung sama sekali, soal siapa-siapa saja unsur dalam koalisi,” katanya.
“Soal apakah SBY setuju dengan kontrak politik itu dan soal siapa yang menjadi cawapres, bolanya ada di tangan SBY semua,” ujar Mahfudz yang juga Ketua Fraksi PKS di parlemen itu. Sementara soal cawapres juga tidak menjadi syarat koalisi dari PKS.
Mahfudz menjelaskan, dalam keputusan Majelis Syura disebutkan bahwa ketika ketentuan-ketentuan minimal, yang diajukan dalam kontrak poilitik itu tidak dicapai kata sepakat, maka Majelis Syura memberikan kewenangan pada pimpinan partai untuk mengambil keputusan koalisi.
“Poin-poin minimal itu sendiri belum bisa kami buka, karena belum dibicarakan.”
Jurnal Bogor, 29 April 2009 oleh jayadi
Rubrik: Halaman Depan
Bogor - Nafsu untuk menjegal Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menuju kursi presiden kali kedua, kian berkobar. Sejumlah elite politik dan para ketua umum partai, yang dimotori Megawati Cs, kini tengah menggalang koalisi besar untuk menghadang laju SBY bersama cawapres terbaiknya.
Kesepakatan menghadang SBY dalam Pilpres 2009 itu berkembang dari manuver politik yang digencarkan tim teknis PDIP dan Partai Golkar. “PDIP menghormati parpol lain yang sudah mengajukan capresnya. Demikian pula dengan parpol lain, termasuk Golkar yang sudah menetapkan capresnya sendiri. Tentu, secara paralel Bu Mega dan Pak Prabowo, juga Pak JK dan Pak Wiranto, perlu pembicaraan untuk memutuskannya,” ungkap Sekjen PDIP Pramono Anung di Jakarta, kemarin.
Sekjen DPP Partai Golkar Soemarsono, seusai bertemu dengan tim teknis PDIP itu menegaskan bahwa koalisi besar tersebut masih perlu dirumuskan kembali dalam pertemuan antar ketua umum parpol tersebut, Rabu (29/4). “Kami bukan pengambil keputusan, tapi yang berhak adalah ketua umum parpol,” ujarnya.
Menurut Soemarsono, koalisi besar tersebut dimaksudkan sebagai upaya membentuk pemerintahan yang kuat dan stabil. Pengeroyokan koalisi besar terhadap SBY dalam Pilpres itu tampak dari masing-masing parpol, yang masih bersikukuh menetapkan ketua umumnya sebagai capres.
Dengan demikian, mereka berharap suara pemilih dalam Pilpres nanti bakal pecah, dan terbagi sedikitnya untuk dua capres-cawapres, dan kemungkinan juga tiga capres-cawapres, yang selama ini mendapatkan dukungan dari konstituen parpolnya, seperti anggota koalisi besar PDIP, Golkar, Gerindra, dan Hanura, ditambah lagi dengan suara PPP yang cenderung kepada pencalonan Prabowo Subianto.
Sinyal keroyokan koalisi besar terhadap SBY itu juga disampaikan Pramono Anung, sekjen PDIP yang masih memberi kesempatan kepada masing-masing ketua umum parpol peserta koalisi untuk merapatkan barisan kadernya di tingkat akar rumput, bila sampai terjadi pemilihan presiden putaran kedua.
Atas dasar itu, menurut dia, PDIP masih mengendapkan langkah politiknya, sehingga terjadi polarisasi dalam pemenangan Pilpres dalam rangka pembentukan pemerintahan yang kuat dan stabil.
“Karenanya, koalisi besar yang kami bangun tidak semata-mata untuk waktu singkat, melainkan hingga mencapai sasaran dalam penataan pemerintahan yang kuat,” ujarnya, kemudian menambahkan, kekuatan koalisi besar itu juga diharapkan juga terjadi di parlemen, sehingga pemerintahan mendatang mendapatkan dukungan signifikan.
Sementara itu, Partai Keadilan Sejahtera mengaku tak ada masalah dengan niat sejumlah kalangan di Partai Golkar untuk kembali berkoalisi dengan Partai Demokrat. Berdasarkan putusan Majelis Syura PKS, tak ada disebut unsur-unsur koalisi.
“Dalam Musyawarah Majelis Syura PKS sudah diputuskan dua hal, yang pertama PKS berkoalisi dengan Demokrat dan dengan SBY dalam Pemilihan Presiden,” kata anggota Majelis Syura PKS Mahfudz Siddiq di Senayan, Jakarta, Selasa (28/4).
Kedua, PKS akan segera menyampaikan draf kontrak politik untuk dibahas dan disepakati bersama. Kontrak politik bukan hanya antara PKS dan Demokrat, tapi juga dengan unsur koalisi yang lain. “Jadi dalam draf kontrak politik tersebut tidak disinggung sama sekali, soal siapa-siapa saja unsur dalam koalisi,” katanya.
“Soal apakah SBY setuju dengan kontrak politik itu dan soal siapa yang menjadi cawapres, bolanya ada di tangan SBY semua,” ujar Mahfudz yang juga Ketua Fraksi PKS di parlemen itu. Sementara soal cawapres juga tidak menjadi syarat koalisi dari PKS.
Mahfudz menjelaskan, dalam keputusan Majelis Syura disebutkan bahwa ketika ketentuan-ketentuan minimal, yang diajukan dalam kontrak poilitik itu tidak dicapai kata sepakat, maka Majelis Syura memberikan kewenangan pada pimpinan partai untuk mengambil keputusan koalisi.
“Poin-poin minimal itu sendiri belum bisa kami buka, karena belum dibicarakan.”
Wednesday, April 29, 2009
KPU Hormati Dewan
KPU Hormati Dewan
Daripada Ajukan Hak Angket, Lebih Baik Perbaiki DPT
Rabu, 29 April 2009 | 03:15 WIB
Jakarta, Kompas - Komisi Pemilihan Umum menghormati usul sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang mengajukan hak angket atas pelanggaran hak konstitusional warga negara untuk memilih dalam pemilu legislatif. Karena hak angket ditujukan kepada pemerintah, pemerintahlah yang berhak menjawabnya.
Demikian diungkapkan anggota KPU, I Gusti Putu Artha, di Jakarta, Selasa (28/4). ”Hak angket itu urusan pemerintah dan DPR. Jika pemerintah memanggil KPU, itu persoalan lain,” katanya lagi.
Putu Artha menuturkan, KPU menghormati apa pun sikap berbagai lembaga dan masyarakat terkait pemilu legislatif, 9 April lalu. Namun, proses hukum tetap harus dikedepankan untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang ada.
Jangan terulang lagi
Secara terpisah di Jakarta, Selasa, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPR Mahfudz Siddiq menilai, ketimbang pengusulan hak angket atas dugaan kekacauan daftar pemilih tetap (DPT) pemilu legislatif lalu, lebih baik semua pihak memastikan agar hal itu tidak terulang lagi dalam pemilu presiden mendatang. Bagi F-PKS, yang lebih penting adalah memastikan ada perubahan sistematis untuk menekan risiko persoalan data pemilih terulang lagi.
”Kita dorong KPU memperbaiki kesalahan menyangkut daftar pemilih itu,” kata Mahfudz.
Seperti dikabarkan, Senin lalu sebanyak 22 anggota DPR dari enam fraksi mengajukan usul penggunaan hak angket atas pelanggaran hak konstitusional warga negara untuk memilih dalam pemilu legislatif lalu. Kekacauan DPT telah mencederai pemilu yang mestinya adalah sarana kedaulatan rakyat.
Usul itu telah dibacakan dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa, untuk selanjutnya diagendakan dibahas dalam Badan Musyawarah DPR.
Mantan Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemilu Ferry Mursyidan Baldan menyatakan, hak angket DPR lebih ditujukan sebagai hak penyelidikan pada Presiden. Usul hak angket DPT tidak tepat sasaran sebab DPT adalah kewenangan KPU. Konstitusi menegaskan, KPU merupakan institusi yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri sehingga bukanlah bagian atau bawahan Presiden.
Oleh karena itu, penyelidikan atas dugaan kekacauan DPT harus ditujukan kepada KPU. ”Dengan alasan apa pun, DPT adalah produk KPU,” ujar Ferry.
Namun, seorang pengusul hak angket, T Gayus Lumbuun, menyatakan, pemerintah adalah pemegang otoritas di bidang data kependudukan pada Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK), yang berlanjut pada data nomor induk kependudukan (NIK) dan DPT. Pemerintah tak bisa melemparkan kesalahan hanya pada KPU sebagai penanggung jawab DPT dan lembaga yang independen.
”Pemerintah harus konsisten. Jangan hanya mengklaim keberhasilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebagai lembaga independen, dalam penegakan hukum, sebagai keberhasilan pemerintah,” katanya.
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Johny Nelson Simanjuntak, Selasa di Jakarta, menanggapi pengaduan warga yang tergabung dalam Solidaritas Masyarakat Korban Kisruh DPT mengingatkan, sebagai penegak hukum, selayaknya Polri melaksanakan mandatnya. Polri seharusnya mencatat setiap laporan, mempelajari, dan memberi tanggapan, bukan langsung menolaknya. (mzw/dik/jos/tra)
Daripada Ajukan Hak Angket, Lebih Baik Perbaiki DPT
Rabu, 29 April 2009 | 03:15 WIB
Jakarta, Kompas - Komisi Pemilihan Umum menghormati usul sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang mengajukan hak angket atas pelanggaran hak konstitusional warga negara untuk memilih dalam pemilu legislatif. Karena hak angket ditujukan kepada pemerintah, pemerintahlah yang berhak menjawabnya.
Demikian diungkapkan anggota KPU, I Gusti Putu Artha, di Jakarta, Selasa (28/4). ”Hak angket itu urusan pemerintah dan DPR. Jika pemerintah memanggil KPU, itu persoalan lain,” katanya lagi.
Putu Artha menuturkan, KPU menghormati apa pun sikap berbagai lembaga dan masyarakat terkait pemilu legislatif, 9 April lalu. Namun, proses hukum tetap harus dikedepankan untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang ada.
Jangan terulang lagi
Secara terpisah di Jakarta, Selasa, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPR Mahfudz Siddiq menilai, ketimbang pengusulan hak angket atas dugaan kekacauan daftar pemilih tetap (DPT) pemilu legislatif lalu, lebih baik semua pihak memastikan agar hal itu tidak terulang lagi dalam pemilu presiden mendatang. Bagi F-PKS, yang lebih penting adalah memastikan ada perubahan sistematis untuk menekan risiko persoalan data pemilih terulang lagi.
”Kita dorong KPU memperbaiki kesalahan menyangkut daftar pemilih itu,” kata Mahfudz.
Seperti dikabarkan, Senin lalu sebanyak 22 anggota DPR dari enam fraksi mengajukan usul penggunaan hak angket atas pelanggaran hak konstitusional warga negara untuk memilih dalam pemilu legislatif lalu. Kekacauan DPT telah mencederai pemilu yang mestinya adalah sarana kedaulatan rakyat.
Usul itu telah dibacakan dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa, untuk selanjutnya diagendakan dibahas dalam Badan Musyawarah DPR.
Mantan Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemilu Ferry Mursyidan Baldan menyatakan, hak angket DPR lebih ditujukan sebagai hak penyelidikan pada Presiden. Usul hak angket DPT tidak tepat sasaran sebab DPT adalah kewenangan KPU. Konstitusi menegaskan, KPU merupakan institusi yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri sehingga bukanlah bagian atau bawahan Presiden.
Oleh karena itu, penyelidikan atas dugaan kekacauan DPT harus ditujukan kepada KPU. ”Dengan alasan apa pun, DPT adalah produk KPU,” ujar Ferry.
Namun, seorang pengusul hak angket, T Gayus Lumbuun, menyatakan, pemerintah adalah pemegang otoritas di bidang data kependudukan pada Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK), yang berlanjut pada data nomor induk kependudukan (NIK) dan DPT. Pemerintah tak bisa melemparkan kesalahan hanya pada KPU sebagai penanggung jawab DPT dan lembaga yang independen.
”Pemerintah harus konsisten. Jangan hanya mengklaim keberhasilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebagai lembaga independen, dalam penegakan hukum, sebagai keberhasilan pemerintah,” katanya.
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Johny Nelson Simanjuntak, Selasa di Jakarta, menanggapi pengaduan warga yang tergabung dalam Solidaritas Masyarakat Korban Kisruh DPT mengingatkan, sebagai penegak hukum, selayaknya Polri melaksanakan mandatnya. Polri seharusnya mencatat setiap laporan, mempelajari, dan memberi tanggapan, bukan langsung menolaknya. (mzw/dik/jos/tra)
PKS: Cawapres Terserah SBY
PKS: Cawapres Terserah SBY
28 Apr 2009 13:29:10
Jakarta,
Partai Keadilan Sejahtera tak ada masalah dengan niat sejumlah kalangan di Partai Golkar untuk kembali berkoalisi dengan Partai Demokrat. Berdasarkan putusan Majelis Syura PKS, tak ada disebut unsur-unsur koalisi.
"Dalam Musyawarah Majelis Syura PKS sudah diputuskan dua hal, yang pertama PKS berkoalisi dengan Demokrat dan dengan SBY dalam Pemilihan Presiden," kata anggota Majelis Syura PKS, Mahfudz Siddiq, di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 28 April 2009.
Kedua, PKS akan segera menyampaikan draf kontrak politik untuk dibahas dan disepakati bersama. Kontrak politik bukan hanya antara PKS dan Demokrat tapi juga dengan unsur koalisi yang lain. "Jadi dalam draf kontrak politik tersebut tidak disinggung sama sekali, soal siapa-siapa saja unsur dalam koalisi," kata PKS.
"Soal apakah SBY setuju dengan kontrak politik itu dan soal siapa yang menjadi cawapres, bolanya ada di tangan SBY semua," ujar Mahfudz yang juga Ketua Fraksi PKS di parlemen itu. Sementara soal cawapres juga tidak menjadi syarat koalisi dari PKS.
Mahfudz menjelaskan, dalam keputusan Majelis Syura disebutkan bahwa ketika ketentuan-ketentuan minimal, yang diajukan dalam kontrak poilitik itu tidak dicapai kata sepakat maka Majelis Syura memberikan kewenangan pada pimpinan partai untuk mengambil keputusan koalisi. "Poin-poin minimal itu sendiri belum bisa kami buka, karena belum dibicarakan."(VIVAnews)
28 Apr 2009 13:29:10
Jakarta,
Partai Keadilan Sejahtera tak ada masalah dengan niat sejumlah kalangan di Partai Golkar untuk kembali berkoalisi dengan Partai Demokrat. Berdasarkan putusan Majelis Syura PKS, tak ada disebut unsur-unsur koalisi.
"Dalam Musyawarah Majelis Syura PKS sudah diputuskan dua hal, yang pertama PKS berkoalisi dengan Demokrat dan dengan SBY dalam Pemilihan Presiden," kata anggota Majelis Syura PKS, Mahfudz Siddiq, di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 28 April 2009.
Kedua, PKS akan segera menyampaikan draf kontrak politik untuk dibahas dan disepakati bersama. Kontrak politik bukan hanya antara PKS dan Demokrat tapi juga dengan unsur koalisi yang lain. "Jadi dalam draf kontrak politik tersebut tidak disinggung sama sekali, soal siapa-siapa saja unsur dalam koalisi," kata PKS.
"Soal apakah SBY setuju dengan kontrak politik itu dan soal siapa yang menjadi cawapres, bolanya ada di tangan SBY semua," ujar Mahfudz yang juga Ketua Fraksi PKS di parlemen itu. Sementara soal cawapres juga tidak menjadi syarat koalisi dari PKS.
Mahfudz menjelaskan, dalam keputusan Majelis Syura disebutkan bahwa ketika ketentuan-ketentuan minimal, yang diajukan dalam kontrak poilitik itu tidak dicapai kata sepakat maka Majelis Syura memberikan kewenangan pada pimpinan partai untuk mengambil keputusan koalisi. "Poin-poin minimal itu sendiri belum bisa kami buka, karena belum dibicarakan."(VIVAnews)
Usulan Hak Angket DPT Dinilai Keliru
Usulan Hak Angket DPT Dinilai Keliru
Wednesday, 29 April 2009
JAKARTA (SI) – Pengajuan hak angket oleh 22 anggota DPR terkait daftar pemilih tetap (DPT) pada Pemilu Legislatif 2009 dinilai salah alamat.
Bahkan,Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPR Mahfudz Siddiq mengatakan, pengajuan hak angket tersebut bukan solusi untuk menyelesaikan karut-marutnya masalah DPT. Seharusnya,DPR mendorong perbaikan DPT untuk pemilu presiden untuk menjamin hak politik seluruh warga negara.
“PKS memang arahnya tidak dukung angket DPT karena yang lebih penting sekarang memastikan ada perbaikan sistemik,” kata Mahfudz di Gedung DPR, Jakarta, kemarin. Mantan Ketua Pansus RUU Pemilu Ferry Mursyidan Baldan menguatkan bahwa pengajuan hak angket DPT tersebut keliru.
Sebab, hak angket oleh anggota DPR lebih ditujukan pada hak penyelidikan kepada presiden. Kalau hak angket tentang DPT ditujukan kepada presiden, hal itu tidak tepat sasaran karena DPT adalah domain dan kewenangan KPU sebagaimana diatur dalam UU 22/2007 tentang Penyelenggara Pemilu dan UU 10/2008 tentang Pemilu.
“Bahkan dalam UUD ditegaskan bahwa KPU adalah institusi yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Artinya KPU bukanlah bagian atau bawahan presiden,” kata Ferry kepada wartawan kemarin. Di internal PKS, Mahfudz Siddiq memastikan anggota fraksinya menolak usulan hak angket tersebut.
Dia mengatakan, dari daftar pengusul hak angket DPT yang disodorkan anggota DPR dari enam fraksi,FPKS tidak termasuk di dalamnya. Sikap FPKS tersebut sejalan dengan pendapat Fraksi Partai Demokrat (FPD) DPR yang juga menolak pengajuan hak angket DPT. Seperti diberitakan, Ketua FPD Syarief Hasan menilai usulan itu tidak substantif dan salah alamat.
“Karena sesuai undangundang yang menyelenggarakan KPU, bukan pemerintah,” kata Syarief Hasan. Seperti diketahui, 22 anggota DPR dari enam fraksi mengajukan usulan penggunaan hak angket atas pelanggaran hak konstitusional warga negara untuk memilih dalam pemilu legislatif. Enam fraksi tersebut adalah anggota FPDIP, Fraksi Partai Golkar, FKB, FPAN, dan FBPD.
Para pengusul menilai pemerintah harus bertanggung jawab atas hilangnya hak pilih yang merupakan salah satu hak dasar warga negara. Ketua DPR Agung Laksono mengatakan, hak angkat masih perlu berproses. Sebab masih ada tahapan yang harus dilewati. “Belum dibahas karena masih awal. Nanti akan dibawa dulu ke Bamus,”kata Agung.
Sementara itu, Mendagri Mardiyanto saat ditanya mengenai angket DPT mengatakan masalah itu domain DPR. Pihaknya tidak akan ikut mencampuri.“Tentunya itu perlu proses dan prosesnya bukan di pemerintah.Pemerintah tidak masuk dalam koridor intervensi,” kata Mardiyanto. Anggota KPU I Gusti Putu Artha mengaku bahwa KPU menghormati rencana DPR untuk menggunakan hak angket DPT.
Dia menilai hak angket itu ditujukan kepada pemerintah, maka pemerintahlah yang berwenang menjawabnya. Kendati demikian, sebagai lembaga penyelenggara pemilu, KPU menghormati dan menghargai proses hukum yang akan berjalan. “Karena hak angket itu di-tujukan kepada pemerintah, pemerintahlah yang berwenang menjawab hal itu.
Tapi apa pun kalau urusannya berhubungan dengan pemilu, langkah-langkah yang dilakukan lembaga lain tetap harus kita hormati dan hargai. Biarlah proses hukum yang akan berjalan nanti,” katanya di sela-sela rekapitulasi suara di Hotel Borobudur, Jakarta,kemarin.
Dia menjelaskan, meski hak angket itu merupakan urusan antara pemerintah dan DPR,jika pemerintah memanggil KPU untuk menjelaskan DPT tersebut,KPU tetap akan bertemu dengan pemerintah. Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nur Hidayat Sardini mengatakan,Bawaslu tidak dalam kapasitas mendukung atau meminta dukungan dari DPR terkait DPT ini.
“Kita tidak dalam posisi mendukung atau minta dukungan. Kalau apa yang dilakukan pararel antara yang selama ini kami ungkapkan dengan hak angket DPR, itu lain lagi persoalannya,” kata Hidayat. Menurut dia,jika DPR memandang perlu untuk memanggil Bawaslu, mereka pun siap untuk memberikan penjelasan temuan Bawaslu atas DPT. Bawaslu tidak akan menolak panggilan DPR jika memang diperlukan. (dian widiyanarko/ ahmad baidowi)
Wednesday, 29 April 2009
JAKARTA (SI) – Pengajuan hak angket oleh 22 anggota DPR terkait daftar pemilih tetap (DPT) pada Pemilu Legislatif 2009 dinilai salah alamat.
Bahkan,Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPR Mahfudz Siddiq mengatakan, pengajuan hak angket tersebut bukan solusi untuk menyelesaikan karut-marutnya masalah DPT. Seharusnya,DPR mendorong perbaikan DPT untuk pemilu presiden untuk menjamin hak politik seluruh warga negara.
“PKS memang arahnya tidak dukung angket DPT karena yang lebih penting sekarang memastikan ada perbaikan sistemik,” kata Mahfudz di Gedung DPR, Jakarta, kemarin. Mantan Ketua Pansus RUU Pemilu Ferry Mursyidan Baldan menguatkan bahwa pengajuan hak angket DPT tersebut keliru.
Sebab, hak angket oleh anggota DPR lebih ditujukan pada hak penyelidikan kepada presiden. Kalau hak angket tentang DPT ditujukan kepada presiden, hal itu tidak tepat sasaran karena DPT adalah domain dan kewenangan KPU sebagaimana diatur dalam UU 22/2007 tentang Penyelenggara Pemilu dan UU 10/2008 tentang Pemilu.
“Bahkan dalam UUD ditegaskan bahwa KPU adalah institusi yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Artinya KPU bukanlah bagian atau bawahan presiden,” kata Ferry kepada wartawan kemarin. Di internal PKS, Mahfudz Siddiq memastikan anggota fraksinya menolak usulan hak angket tersebut.
Dia mengatakan, dari daftar pengusul hak angket DPT yang disodorkan anggota DPR dari enam fraksi,FPKS tidak termasuk di dalamnya. Sikap FPKS tersebut sejalan dengan pendapat Fraksi Partai Demokrat (FPD) DPR yang juga menolak pengajuan hak angket DPT. Seperti diberitakan, Ketua FPD Syarief Hasan menilai usulan itu tidak substantif dan salah alamat.
“Karena sesuai undangundang yang menyelenggarakan KPU, bukan pemerintah,” kata Syarief Hasan. Seperti diketahui, 22 anggota DPR dari enam fraksi mengajukan usulan penggunaan hak angket atas pelanggaran hak konstitusional warga negara untuk memilih dalam pemilu legislatif. Enam fraksi tersebut adalah anggota FPDIP, Fraksi Partai Golkar, FKB, FPAN, dan FBPD.
Para pengusul menilai pemerintah harus bertanggung jawab atas hilangnya hak pilih yang merupakan salah satu hak dasar warga negara. Ketua DPR Agung Laksono mengatakan, hak angkat masih perlu berproses. Sebab masih ada tahapan yang harus dilewati. “Belum dibahas karena masih awal. Nanti akan dibawa dulu ke Bamus,”kata Agung.
Sementara itu, Mendagri Mardiyanto saat ditanya mengenai angket DPT mengatakan masalah itu domain DPR. Pihaknya tidak akan ikut mencampuri.“Tentunya itu perlu proses dan prosesnya bukan di pemerintah.Pemerintah tidak masuk dalam koridor intervensi,” kata Mardiyanto. Anggota KPU I Gusti Putu Artha mengaku bahwa KPU menghormati rencana DPR untuk menggunakan hak angket DPT.
Dia menilai hak angket itu ditujukan kepada pemerintah, maka pemerintahlah yang berwenang menjawabnya. Kendati demikian, sebagai lembaga penyelenggara pemilu, KPU menghormati dan menghargai proses hukum yang akan berjalan. “Karena hak angket itu di-tujukan kepada pemerintah, pemerintahlah yang berwenang menjawab hal itu.
Tapi apa pun kalau urusannya berhubungan dengan pemilu, langkah-langkah yang dilakukan lembaga lain tetap harus kita hormati dan hargai. Biarlah proses hukum yang akan berjalan nanti,” katanya di sela-sela rekapitulasi suara di Hotel Borobudur, Jakarta,kemarin.
Dia menjelaskan, meski hak angket itu merupakan urusan antara pemerintah dan DPR,jika pemerintah memanggil KPU untuk menjelaskan DPT tersebut,KPU tetap akan bertemu dengan pemerintah. Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nur Hidayat Sardini mengatakan,Bawaslu tidak dalam kapasitas mendukung atau meminta dukungan dari DPR terkait DPT ini.
“Kita tidak dalam posisi mendukung atau minta dukungan. Kalau apa yang dilakukan pararel antara yang selama ini kami ungkapkan dengan hak angket DPR, itu lain lagi persoalannya,” kata Hidayat. Menurut dia,jika DPR memandang perlu untuk memanggil Bawaslu, mereka pun siap untuk memberikan penjelasan temuan Bawaslu atas DPT. Bawaslu tidak akan menolak panggilan DPR jika memang diperlukan. (dian widiyanarko/ ahmad baidowi)
Tiga Usulan Manajemen Koalisi PKS-Demokrat
Tiga Usulan Manajemen Koalisi PKS-Demokrat
Pertama, setiap kebijakan pemerintah merupakan bagian dari kebijakan koalisi. Dua & tiga?
Rabu, 29 April 2009, 12:49 WIB
VIVAnews - Salah satu usulan kontrak politik yang diajukan Partai Keadilan Sejahtera pada Partai Demokrat adalah soal manajemen koalisi. PKS memiliki tiga rancangan manajemen koalisi.
"Pertama, penegasan bahwa koalisi yang dibentuk adalah koalisi partai, sehingga setiap perencanaan kebijakan pemerintah yang strategis dan berimplikasi luas kepada masyarakat, harus dibicarakan lebih dahulu dengan partai-partai mitra koalisi sebelum menjadi keputusan pemerintah," kata anggota Majelis Syura PKS, Mahfudz Siddiq, di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu 29 April 2009.
Penegasan koalisi partai ini untuk mengantisipasi koalisi 2004-2009 di mana ada kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tanpa diketahui sebelumnya oleh mitra koalisi. "Padahal kebijakan itu kemudian menjadi pro-kontra di antara unsur-unsur koalisi itu sendiri," kata Mahfudz.
Rancangan kedua, pengaturan manajemen koalisi di level kabinet bahwa menteri-menteri sebagai bagian dari pembagian kekuasaan sepenuhnya merupakan bawahan presiden, sehingga loyalitas diberikan kepada presiden. "Oleh karena itu, setiap menteri harus melepaskan jabatan strukturalnya di partai, terutama jabatan ketua umum partai," kata Mahfudz.
Ketiga, terkait pola koordinasi di parlemen, PKS mengusulkan ada semacam fraksi gabungan untuk berkomunikasi dan berkoordinasi secara intensif.
"Sementara soal power sharing, itu adalah bagian teknis yang tidak masuk ke kontrak politik, tapi dikomunikasikan langsung dengan Pak SBY. Yang penting kontrak politiknya oke dulu. Kalau soal power sharing, itu kan turunan dari kontrak politik," ujar Ketua Fraksi PKS di parlemen itu.
Pertama, setiap kebijakan pemerintah merupakan bagian dari kebijakan koalisi. Dua & tiga?
Rabu, 29 April 2009, 12:49 WIB
VIVAnews - Salah satu usulan kontrak politik yang diajukan Partai Keadilan Sejahtera pada Partai Demokrat adalah soal manajemen koalisi. PKS memiliki tiga rancangan manajemen koalisi.
"Pertama, penegasan bahwa koalisi yang dibentuk adalah koalisi partai, sehingga setiap perencanaan kebijakan pemerintah yang strategis dan berimplikasi luas kepada masyarakat, harus dibicarakan lebih dahulu dengan partai-partai mitra koalisi sebelum menjadi keputusan pemerintah," kata anggota Majelis Syura PKS, Mahfudz Siddiq, di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu 29 April 2009.
Penegasan koalisi partai ini untuk mengantisipasi koalisi 2004-2009 di mana ada kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tanpa diketahui sebelumnya oleh mitra koalisi. "Padahal kebijakan itu kemudian menjadi pro-kontra di antara unsur-unsur koalisi itu sendiri," kata Mahfudz.
Rancangan kedua, pengaturan manajemen koalisi di level kabinet bahwa menteri-menteri sebagai bagian dari pembagian kekuasaan sepenuhnya merupakan bawahan presiden, sehingga loyalitas diberikan kepada presiden. "Oleh karena itu, setiap menteri harus melepaskan jabatan strukturalnya di partai, terutama jabatan ketua umum partai," kata Mahfudz.
Ketiga, terkait pola koordinasi di parlemen, PKS mengusulkan ada semacam fraksi gabungan untuk berkomunikasi dan berkoordinasi secara intensif.
"Sementara soal power sharing, itu adalah bagian teknis yang tidak masuk ke kontrak politik, tapi dikomunikasikan langsung dengan Pak SBY. Yang penting kontrak politiknya oke dulu. Kalau soal power sharing, itu kan turunan dari kontrak politik," ujar Ketua Fraksi PKS di parlemen itu.
PKS Susun Jadwal Pertemuan dengan Tim 9
PKS Susun Jadwal Pertemuan dengan Tim 9
By Republika Newsroom
Selasa, 28 April 2009 pukul 17:27:00
JAKARTA—Tim 5 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sedang menyusun jadwal perbincangan dengan Tim 9 Partai Demokrat (PD) guna memastikan penyatuan kedua partai untuk koalisi 2009-2014.“Sudah ada kontak dengan Tim 9, tinggal menyusun jadwal. Insya Allah dalam hari-hari ke depan ini,” ujar Ketua DPP PKS, Mahfudz Siddiq, di gedung DPR, Jakarta, Selasa (28/4).
Mahfudz menjelaskan, pembicaraan dengan Tim 9 bertujuan untuk menjalankan amanah musyawarah majelis syura yang memutuskan agar PKS menjalin koalisi dengan PD.
Koalisi PKS dan PD, lanjut Mahfudz, akan benar-benar terwujud apabila Tim 5 dan Tim 9 serta mitra koalisi lainnya menyetujui kontrak politik yang disusun bersama. Kontrak itu digunakan untuk dasar pijakan kinerja koalisi selama lima tahun ke depan.“Koalisi dengan Demokrat memang diberi syarat untuk dituangkan dalam kontrak politik bersama. Ini amanah majelis syura,” jelas Mahfudz.
Dikatakan, pembicaraan kesepahaman koalisi dan penyusunan redaksional kontrak politik memang tidak hanya terfokus pada Tim 5 PKS dan Tim 9 PD. Namun untuk mengawali penyusunan platform koalisi, pembicaraan antara PKS dan PD tetap harus dilakukan.“Nanti setelah koalisinya sudah ketahuan ada siapa saja, barulah dibicarakan lagi bersama-sama.”
Dengan pandangan yang demikian, Mahfudz menambahkan, bukan kewenangan PKS untuk menolak atau menyetujui parpol mana yang akan berkoalisi dengan PD, termasuk Partai Golkar (PG).
PKS tidak punya masalah dengan adanya keinginan PG untuk kembali berkoalisi dengan PD, kendati keputusan Rapimnasus PG sudah menyatakan PG akan mengusung calon presiden sendiri.“Keputusan majelis syura adalah berkoalisi dengan SBY dan Demokrat, tidak diberi syarat unsur-unsur koalisi lainnya. PKS jelas menghormati dinamika yang terjadi di internal Golkar,” papar Mahfudz. ade/kpo
By Republika Newsroom
Selasa, 28 April 2009 pukul 17:27:00
JAKARTA—Tim 5 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sedang menyusun jadwal perbincangan dengan Tim 9 Partai Demokrat (PD) guna memastikan penyatuan kedua partai untuk koalisi 2009-2014.“Sudah ada kontak dengan Tim 9, tinggal menyusun jadwal. Insya Allah dalam hari-hari ke depan ini,” ujar Ketua DPP PKS, Mahfudz Siddiq, di gedung DPR, Jakarta, Selasa (28/4).
Mahfudz menjelaskan, pembicaraan dengan Tim 9 bertujuan untuk menjalankan amanah musyawarah majelis syura yang memutuskan agar PKS menjalin koalisi dengan PD.
Koalisi PKS dan PD, lanjut Mahfudz, akan benar-benar terwujud apabila Tim 5 dan Tim 9 serta mitra koalisi lainnya menyetujui kontrak politik yang disusun bersama. Kontrak itu digunakan untuk dasar pijakan kinerja koalisi selama lima tahun ke depan.“Koalisi dengan Demokrat memang diberi syarat untuk dituangkan dalam kontrak politik bersama. Ini amanah majelis syura,” jelas Mahfudz.
Dikatakan, pembicaraan kesepahaman koalisi dan penyusunan redaksional kontrak politik memang tidak hanya terfokus pada Tim 5 PKS dan Tim 9 PD. Namun untuk mengawali penyusunan platform koalisi, pembicaraan antara PKS dan PD tetap harus dilakukan.“Nanti setelah koalisinya sudah ketahuan ada siapa saja, barulah dibicarakan lagi bersama-sama.”
Dengan pandangan yang demikian, Mahfudz menambahkan, bukan kewenangan PKS untuk menolak atau menyetujui parpol mana yang akan berkoalisi dengan PD, termasuk Partai Golkar (PG).
PKS tidak punya masalah dengan adanya keinginan PG untuk kembali berkoalisi dengan PD, kendati keputusan Rapimnasus PG sudah menyatakan PG akan mengusung calon presiden sendiri.“Keputusan majelis syura adalah berkoalisi dengan SBY dan Demokrat, tidak diberi syarat unsur-unsur koalisi lainnya. PKS jelas menghormati dinamika yang terjadi di internal Golkar,” papar Mahfudz. ade/kpo
PKS Tersandera Syahwat Kekuasaan
PKS Tersandera Syahwat Kekuasaan
Menolak Hak Angket Kisruh DPT
R Ferdian Andi R
INILAH.COM, Jakarta – Ikhitiar partai politik di parlemen mengusut kisruh DPT dengan mengusung hak angket tampaknya tak membuat kompak fraksi di parlemen. Justru parlemen terbelah dalam menyikapi DPT. PKS salah satu fraksi yang menolak hak angket. Sepertinya, partai dakwah ini tengah tersandera syahwat kekuasaan.
Upaya enam fraksi di parlemen dengan mengajukan hak angket atas kekisruhan daftar pemilih tetap (DPT) tampaknya tak membuat kompak fraksi-fraksi di parlemen. Justru, fraksi bersilang pendapat dalam melihat DPT. Kondisi ini tak lepas dari rencana koalisi partai politik dalam pemilu presiden.
Adalah PKS, partai yang lahir dari rahim reformasi tersebut, yang enggan terlibat dalam upaya hak angket perihal DPT. Jika pun mempersoalkan DPT, PKS hanya meminta KPU segera memperbaiki DPT saat pemilu legisaltif 9 April lalu.
“Kami memang tidak mendukung hak angket DPR. Karena yang lebih penting saat ini adalah memastikan adanya perbaikan sistemik,” ujar Ketua FPKS DPR Mahfudz Siddiq, Selasa (28/4), di Gedung DPR, Jakarta.
Sebelumnya sebanyak 23 anggota DPR dari enam fraksi di parlemen mengajukan hak angket perihal kisruh DPT. Mereka beralasan pengajuan hak angket tersebut karena pemilu ternyata tidak menjamin hak konstitusional rakyat untuk memillih.
“Survei yang dilakukan oleh LSI pada bulan Maret 2009 menunjukkan tingginya kesadaran untuk memilih (90%). Namun fakta yang ada, rakyat yang menggunakan hak pilihnya hanya sekitar 68%. Hal itu menunjukkan buruknya manajemen penyelenggaraan pemilu,” kata Gayus Lumbuun, salah satu anggota parlemen yang turut menandatangani pengajuan hak angket.
Sementara Mahfudz menegaskan, dalam kisruh DPT ini pihaknya berharap agar KPU mengambil peran aktif dalam perbaikan DPT saat Pilpres 8 Juli mendatang agar pasca pilpres tidak terjadi gugatan. Meski tidak turut terlibat hak angket, pihaknya tidak akan mengadang laju hak angket DPT. “Kami tidak akan mengadang hak angket. Apalagi usulan ini belum dibahas di sidang paripurna,” lanjutnya.
Menanggapi sikap PKS yang tak turut dalam pengajuan hak angket, aktivis pro demokrasi yang juga Direktur eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti kecewa. “Terus terang kami kecewa dengan sikap PKS. Ini masuk kategori ingin menang (pemilu) dengan berbagai cara,” katanya kepada INILAH.COM, Selasa (28/4) di Jakarta.
Ray menegaskan, PKS seperti tak peduli dengan persoalan paling haikiki dalam pemilu, yaitu ada jutaan warga yang tidak bisa menyalurkan haknya dalam pemilu legislatif lalu. Padahal, sambung Ray, ini kejahatan yang tak bisa diampuni.
“PKS harusnya gelisah dengan kondisi seperti ini. Cukup disayangkan, PKS yang lahir dari rahim reformasi yang dikenal bersih bersikap demikian,” tandasnya.
Menurut Ray, perjuangan soal DPT bukan memperjuangkan orang-perorang, namun ide. Ray menegaskan, ini bukan dalam ranah mendukung Blok Teuku Umar atau menyerang SBY. “Jika berpikirnya seperti itu, sama saja mengerdilkan persoalan bangsa. Persoalan DPT bukan soal orang-perorang, tapi persoalan bangsa dan demokrasi,” cetusnya.
Hak angket merupakan hak konstitusional DPR selain hak interpelasi dan hak bertanya. Hak angket DPR untuk mempertanyakan kebijakan pemerintahan. Mempersoalkan kisruh DPT harusnya tidak terjebak pada kepentingan politik individu. Persoalan substansial demokrasi harusnya menjadi pijakannya. Dalam menyikapi hak angket DPT, PKS sepertinya terjebak dalam arus kuasa jelang Pemilu Presiden 2009. [I4]
Menolak Hak Angket Kisruh DPT
R Ferdian Andi R
INILAH.COM, Jakarta – Ikhitiar partai politik di parlemen mengusut kisruh DPT dengan mengusung hak angket tampaknya tak membuat kompak fraksi di parlemen. Justru parlemen terbelah dalam menyikapi DPT. PKS salah satu fraksi yang menolak hak angket. Sepertinya, partai dakwah ini tengah tersandera syahwat kekuasaan.
Upaya enam fraksi di parlemen dengan mengajukan hak angket atas kekisruhan daftar pemilih tetap (DPT) tampaknya tak membuat kompak fraksi-fraksi di parlemen. Justru, fraksi bersilang pendapat dalam melihat DPT. Kondisi ini tak lepas dari rencana koalisi partai politik dalam pemilu presiden.
Adalah PKS, partai yang lahir dari rahim reformasi tersebut, yang enggan terlibat dalam upaya hak angket perihal DPT. Jika pun mempersoalkan DPT, PKS hanya meminta KPU segera memperbaiki DPT saat pemilu legisaltif 9 April lalu.
“Kami memang tidak mendukung hak angket DPR. Karena yang lebih penting saat ini adalah memastikan adanya perbaikan sistemik,” ujar Ketua FPKS DPR Mahfudz Siddiq, Selasa (28/4), di Gedung DPR, Jakarta.
Sebelumnya sebanyak 23 anggota DPR dari enam fraksi di parlemen mengajukan hak angket perihal kisruh DPT. Mereka beralasan pengajuan hak angket tersebut karena pemilu ternyata tidak menjamin hak konstitusional rakyat untuk memillih.
“Survei yang dilakukan oleh LSI pada bulan Maret 2009 menunjukkan tingginya kesadaran untuk memilih (90%). Namun fakta yang ada, rakyat yang menggunakan hak pilihnya hanya sekitar 68%. Hal itu menunjukkan buruknya manajemen penyelenggaraan pemilu,” kata Gayus Lumbuun, salah satu anggota parlemen yang turut menandatangani pengajuan hak angket.
Sementara Mahfudz menegaskan, dalam kisruh DPT ini pihaknya berharap agar KPU mengambil peran aktif dalam perbaikan DPT saat Pilpres 8 Juli mendatang agar pasca pilpres tidak terjadi gugatan. Meski tidak turut terlibat hak angket, pihaknya tidak akan mengadang laju hak angket DPT. “Kami tidak akan mengadang hak angket. Apalagi usulan ini belum dibahas di sidang paripurna,” lanjutnya.
Menanggapi sikap PKS yang tak turut dalam pengajuan hak angket, aktivis pro demokrasi yang juga Direktur eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti kecewa. “Terus terang kami kecewa dengan sikap PKS. Ini masuk kategori ingin menang (pemilu) dengan berbagai cara,” katanya kepada INILAH.COM, Selasa (28/4) di Jakarta.
Ray menegaskan, PKS seperti tak peduli dengan persoalan paling haikiki dalam pemilu, yaitu ada jutaan warga yang tidak bisa menyalurkan haknya dalam pemilu legislatif lalu. Padahal, sambung Ray, ini kejahatan yang tak bisa diampuni.
“PKS harusnya gelisah dengan kondisi seperti ini. Cukup disayangkan, PKS yang lahir dari rahim reformasi yang dikenal bersih bersikap demikian,” tandasnya.
Menurut Ray, perjuangan soal DPT bukan memperjuangkan orang-perorang, namun ide. Ray menegaskan, ini bukan dalam ranah mendukung Blok Teuku Umar atau menyerang SBY. “Jika berpikirnya seperti itu, sama saja mengerdilkan persoalan bangsa. Persoalan DPT bukan soal orang-perorang, tapi persoalan bangsa dan demokrasi,” cetusnya.
Hak angket merupakan hak konstitusional DPR selain hak interpelasi dan hak bertanya. Hak angket DPR untuk mempertanyakan kebijakan pemerintahan. Mempersoalkan kisruh DPT harusnya tidak terjebak pada kepentingan politik individu. Persoalan substansial demokrasi harusnya menjadi pijakannya. Dalam menyikapi hak angket DPT, PKS sepertinya terjebak dalam arus kuasa jelang Pemilu Presiden 2009. [I4]
Cawapres PKS untuk SBY Tidak Mutlak
Cawapres PKS untuk SBY Tidak Mutlak
28/04/2009 - 11:05
Fitriya Usman
INILAH.COM, Jakarta - PKS menegaskan, nama cawapres yang akan diserahkan kepada SBY bukan merupakan syarat mutlak koalisi. PKS lebih mementingkan kontrak politik yang lebih spesifik.
"Cawapres itu bukan syarat koalisi dari PKS, syarat koalisi itu lebih pada kontrak politik," kata Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (28/4).
Dia menjelaskan, kontrak politik yang diinginkan PKS harus lebih detil dibandingkan kontrak politik pada 2004 lalu yang lebih umum, "Sekarang kita bicara lebih detil, berkaitan dengan kebijakan pembangunan yang itu akan menjadi haluan kebijakan pemerintah yang akan datang," ujar Mahfudz.
Namun, Ketua Fraksi PKS DPR ini enggan menyebutkan apa saja poin-poin kontrak politik yang diajukan karena belum dibahas dengan Partai Demokrat. "Ada sejumlah poin kontrak politik yang diajukan, tentu saja karena ini akan dibahas bersama-sama dengan unsur koalisi yang lain, kita menentukan ada poin-poin minimal yang itu harus bisa disepakati. Saya belum bisa buka sekarang, karena belum dibicarakan," tukas Mahfudz
Mengenai kemungkinan PKS mundur dari koalisi, Mahfudz mengatakan, jika memang tidak dicapai kesepakatan mengenai kontrak politik, keputusan Musyawarah Majelis Syura PKS memberikan mandat kepada pimpinan tinggi partai untuk mengambil keputusan soal koalisi.
"Sekarang bolanya ada di SBY, apakah akan setuju dengan kontrak politik itu, soal siapa yang menjadi cawapres, itu wewenang SBY sendiri," pungkas Mahfudz. [dil]
28/04/2009 - 11:05
Fitriya Usman
INILAH.COM, Jakarta - PKS menegaskan, nama cawapres yang akan diserahkan kepada SBY bukan merupakan syarat mutlak koalisi. PKS lebih mementingkan kontrak politik yang lebih spesifik.
"Cawapres itu bukan syarat koalisi dari PKS, syarat koalisi itu lebih pada kontrak politik," kata Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (28/4).
Dia menjelaskan, kontrak politik yang diinginkan PKS harus lebih detil dibandingkan kontrak politik pada 2004 lalu yang lebih umum, "Sekarang kita bicara lebih detil, berkaitan dengan kebijakan pembangunan yang itu akan menjadi haluan kebijakan pemerintah yang akan datang," ujar Mahfudz.
Namun, Ketua Fraksi PKS DPR ini enggan menyebutkan apa saja poin-poin kontrak politik yang diajukan karena belum dibahas dengan Partai Demokrat. "Ada sejumlah poin kontrak politik yang diajukan, tentu saja karena ini akan dibahas bersama-sama dengan unsur koalisi yang lain, kita menentukan ada poin-poin minimal yang itu harus bisa disepakati. Saya belum bisa buka sekarang, karena belum dibicarakan," tukas Mahfudz
Mengenai kemungkinan PKS mundur dari koalisi, Mahfudz mengatakan, jika memang tidak dicapai kesepakatan mengenai kontrak politik, keputusan Musyawarah Majelis Syura PKS memberikan mandat kepada pimpinan tinggi partai untuk mengambil keputusan soal koalisi.
"Sekarang bolanya ada di SBY, apakah akan setuju dengan kontrak politik itu, soal siapa yang menjadi cawapres, itu wewenang SBY sendiri," pungkas Mahfudz. [dil]
Golkar-PDIP Seimbangkan Koalisi
Golkar-PDIP Seimbangkan Koalisi
29/04/2009 - 06:07
R. Ferdian Andi R
INILAH.COM, Jakarta - PKS mendukung rencana koalisi besar yang dibangun Partai Golkar dan PDIP dengan parpol lainnya. Sebab hal itu dipredikisi dapat menyeimbangkan peta koalisi yang ada kian nyata.
"Pemilu presiden dengan 2 blok pasangan capres dan cawapres ini akan menciptakan kompetisi berimbang," cetus Ketua DPP PKS, Mahfudz Shiddiq dalam pesan singkatnya kepada INILAH.COM di Jakarta, Rabu (29/4).
Menurut Ketua FPKS ini, koalisi besar itu juga dapat memperkuat prinsip check and balances antara parpol penguasa dan parpol oposisi. Ia mengatakan, koalisi yang digalang Partai Golkar dan PDIP tersebut, kalau boleh dikatakan sebagai koalisi pembangunan.
"Ide koalisi besar yg dimotori PDIP dan Partai Golkar --yang akan galang 6 parpol-- jika terwujud akan positif bagi penyederhanaan konfigurasi kekuatan parpol-parpol pada pilples 2009," jelas
Sedangkan koalisi yang dimotori oleh Partai Demokrat dengan PKS dan PKB, sebagai koalisi perubahan. "Pemilu presiden bisa efesien karena bisa hanya satu putaran," tandas dia. [jib]
29/04/2009 - 06:07
R. Ferdian Andi R
INILAH.COM, Jakarta - PKS mendukung rencana koalisi besar yang dibangun Partai Golkar dan PDIP dengan parpol lainnya. Sebab hal itu dipredikisi dapat menyeimbangkan peta koalisi yang ada kian nyata.
"Pemilu presiden dengan 2 blok pasangan capres dan cawapres ini akan menciptakan kompetisi berimbang," cetus Ketua DPP PKS, Mahfudz Shiddiq dalam pesan singkatnya kepada INILAH.COM di Jakarta, Rabu (29/4).
Menurut Ketua FPKS ini, koalisi besar itu juga dapat memperkuat prinsip check and balances antara parpol penguasa dan parpol oposisi. Ia mengatakan, koalisi yang digalang Partai Golkar dan PDIP tersebut, kalau boleh dikatakan sebagai koalisi pembangunan.
"Ide koalisi besar yg dimotori PDIP dan Partai Golkar --yang akan galang 6 parpol-- jika terwujud akan positif bagi penyederhanaan konfigurasi kekuatan parpol-parpol pada pilples 2009," jelas
Sedangkan koalisi yang dimotori oleh Partai Demokrat dengan PKS dan PKB, sebagai koalisi perubahan. "Pemilu presiden bisa efesien karena bisa hanya satu putaran," tandas dia. [jib]
Monday, April 27, 2009
Perolehan Kursi Legislatif PKS Meningkat
Perolehan Kursi Legislatif PKS Meningkat
By Republika Newsroom
Minggu, 26 April 2009 pukul 06:36:00
JAKARTA--Perolehan kursi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di lembaga legislatif baik di pusat maupun daerah dari hsil Pemilu 2009 diperkirakan mengalami peningkatan dibanding hasil Pemilu 2004 lalu.
Sekjen DPP PKS Anis Matta yang juga Ketua Tim Pemenangan Pemilu Nasional di sela-sela Musyawarah Majelis Syura PKS di Jakarta, Sabtu, mengatakan, meski mengalami peningkatan perolehan kursi karena perolehan suara PKS merata di hampir seluruh provinsi, namun secara umum perolehan suara untuk DPRD kabupaten/kota mengalami penurunan.
Berdasarkan penghitungan sementara yang dilakukan internal partai, kata Anis, untuk DPR RI PKS diperkirakan akan memperoleh 61 kursi. Sedangkan untuk DPRD provinsi se-Indonesia, PKS diprediksi memperoleh 216 kursi dan di DPRD kabupaten/kota mendapat sebanyak 1.146 kursi. Jumlah kursi untuk DPR RI, DPRD Provinsi dan kabupaten/kota itu diperkirakan masih bisa bertambah.
Pada Pemilu 2004 lalu, PKS memperoleh 45 kursi di DPRRI, 160 kursi di DPRD provinsi dan 917 kursi di DPRD kabupaten/kota se-Indonesia.
Anis mengakui, di sejumlah daerah pemilihan, perolehan kursi PKS untuk DPR RI meningkat dibanding pemilu sebelumnya, namun di sejumlah daerah lainnya justru mengalami penurunan jumlah kursi DPRD.
Di sejumlah provinsi seperti Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta, perolehan suara PKS mengalami penurunan. Hal itu, katanya, antara lain disebabkan berubahnya pola konsep kompetisi dari tatap muka menjadi penggunaan industri televisi melalui iklan politik.
Terkait masalah iklan politik, Anis justru menyebut selama proses kampanye berlangsung, PKS hanya mengeluarkan sekitar Rp30 miliar saja untuk iklan. Angka itu, katanya, jauh lebih kecil dibandingkan dengan belanja iklan yang dikeluarkan partai-partai lainnya.
Berdasarkan data yang diperolehnya, kata Anis, frekuensi belanja iklan untuk PKS dan PDIP sebesar 6,1 persen, Gerindra sebesar 29,3 persen, Partai Demokrat 20,4 persen, Partai Golkar 15,4 persen, PAN 13,1 persen dan PPP 2,9 persen.
"Belanja iklan televisi partai merupakan yang terbesar, tetapi PKS kan Partai Kantong Sendiri," kata Anis yang didampingi anggota Majelis Syura yang juga Ketua Fraksi PKS DPR RI Mahfudz Siddiq..
Selain itu, masalah kisruh Daftar Pemilih Tetap (DPT) juga pengaruh kepada perolehan suara PKS. "Kami menyayangkan sekali kader kami tidak masuk DPT dan hal itu ikut membuat menurunnya perolehan suara PKS," ujarnya.
Sementara itu, di tempat yang sama, Ketua Majelis Syura PKS Ustadz Hilmi Aminuddin menyatakan rasa syukurnya bahwa perolehan jumlah kursi PKS meningkat dibanding sebelumnya. Bahkan, katanya, PKS berhasil memperoleh kursi di Maluku dan Papua yang sebelumnya tidak ada.
"Kita berhasil mengisi tempat-tempat yang sebelumnya kosong seperti di Papua dan Maluku. saya berterima kasih kepada istri-istri kader dan ibu-ibu rumah tangga yang membantu perolehan suara PKS. Pengorbanan yang diberikan kader PKS itu tidak dimiki kader partai lain," katanya.
Sementara itu, pada sesi pertama Musyawarah Majelis Syura PKS yang berlangsung selama dua hari, 25-26 April 2009 itu, membahas mengenai evaluasi pelaksanaan Pemilu 2009 dan pada sore hingga malam nanti akan dilakukan pembahasan mengenai arah koalisi PKS dan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang akan didukung.
Sejumlah tokoh PKS yang menjadi anggota Majelis Syura PKS yang berjumlah 99 orang dari kalangan DPR RI antara lain Ketua Fraksi PKS DPR Mahfudz Siddiq serta sejumlah anggota Fraksi seperti Mustafa Kamal, Almuzzammil Yusuf, Anis Matta, dan Mutammimul Ula. Sedangkan sejumlah pejabat daerah dari PKS yang menjadi anggota Majelis Syura dan ikut hadir dalam musyawarah itu antara lain Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan dan Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail.
Rencananya, Minggu (26/4) pagi, Musyawarah Majelis Syura sudah menyusun hasil keputusan dan pada siang harinya akan diumumkan secara resmi hasil Musyawarah Majelis Syura tersebut.ant/kem
By Republika Newsroom
Minggu, 26 April 2009 pukul 06:36:00
JAKARTA--Perolehan kursi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di lembaga legislatif baik di pusat maupun daerah dari hsil Pemilu 2009 diperkirakan mengalami peningkatan dibanding hasil Pemilu 2004 lalu.
Sekjen DPP PKS Anis Matta yang juga Ketua Tim Pemenangan Pemilu Nasional di sela-sela Musyawarah Majelis Syura PKS di Jakarta, Sabtu, mengatakan, meski mengalami peningkatan perolehan kursi karena perolehan suara PKS merata di hampir seluruh provinsi, namun secara umum perolehan suara untuk DPRD kabupaten/kota mengalami penurunan.
Berdasarkan penghitungan sementara yang dilakukan internal partai, kata Anis, untuk DPR RI PKS diperkirakan akan memperoleh 61 kursi. Sedangkan untuk DPRD provinsi se-Indonesia, PKS diprediksi memperoleh 216 kursi dan di DPRD kabupaten/kota mendapat sebanyak 1.146 kursi. Jumlah kursi untuk DPR RI, DPRD Provinsi dan kabupaten/kota itu diperkirakan masih bisa bertambah.
Pada Pemilu 2004 lalu, PKS memperoleh 45 kursi di DPRRI, 160 kursi di DPRD provinsi dan 917 kursi di DPRD kabupaten/kota se-Indonesia.
Anis mengakui, di sejumlah daerah pemilihan, perolehan kursi PKS untuk DPR RI meningkat dibanding pemilu sebelumnya, namun di sejumlah daerah lainnya justru mengalami penurunan jumlah kursi DPRD.
Di sejumlah provinsi seperti Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta, perolehan suara PKS mengalami penurunan. Hal itu, katanya, antara lain disebabkan berubahnya pola konsep kompetisi dari tatap muka menjadi penggunaan industri televisi melalui iklan politik.
Terkait masalah iklan politik, Anis justru menyebut selama proses kampanye berlangsung, PKS hanya mengeluarkan sekitar Rp30 miliar saja untuk iklan. Angka itu, katanya, jauh lebih kecil dibandingkan dengan belanja iklan yang dikeluarkan partai-partai lainnya.
Berdasarkan data yang diperolehnya, kata Anis, frekuensi belanja iklan untuk PKS dan PDIP sebesar 6,1 persen, Gerindra sebesar 29,3 persen, Partai Demokrat 20,4 persen, Partai Golkar 15,4 persen, PAN 13,1 persen dan PPP 2,9 persen.
"Belanja iklan televisi partai merupakan yang terbesar, tetapi PKS kan Partai Kantong Sendiri," kata Anis yang didampingi anggota Majelis Syura yang juga Ketua Fraksi PKS DPR RI Mahfudz Siddiq..
Selain itu, masalah kisruh Daftar Pemilih Tetap (DPT) juga pengaruh kepada perolehan suara PKS. "Kami menyayangkan sekali kader kami tidak masuk DPT dan hal itu ikut membuat menurunnya perolehan suara PKS," ujarnya.
Sementara itu, di tempat yang sama, Ketua Majelis Syura PKS Ustadz Hilmi Aminuddin menyatakan rasa syukurnya bahwa perolehan jumlah kursi PKS meningkat dibanding sebelumnya. Bahkan, katanya, PKS berhasil memperoleh kursi di Maluku dan Papua yang sebelumnya tidak ada.
"Kita berhasil mengisi tempat-tempat yang sebelumnya kosong seperti di Papua dan Maluku. saya berterima kasih kepada istri-istri kader dan ibu-ibu rumah tangga yang membantu perolehan suara PKS. Pengorbanan yang diberikan kader PKS itu tidak dimiki kader partai lain," katanya.
Sementara itu, pada sesi pertama Musyawarah Majelis Syura PKS yang berlangsung selama dua hari, 25-26 April 2009 itu, membahas mengenai evaluasi pelaksanaan Pemilu 2009 dan pada sore hingga malam nanti akan dilakukan pembahasan mengenai arah koalisi PKS dan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang akan didukung.
Sejumlah tokoh PKS yang menjadi anggota Majelis Syura PKS yang berjumlah 99 orang dari kalangan DPR RI antara lain Ketua Fraksi PKS DPR Mahfudz Siddiq serta sejumlah anggota Fraksi seperti Mustafa Kamal, Almuzzammil Yusuf, Anis Matta, dan Mutammimul Ula. Sedangkan sejumlah pejabat daerah dari PKS yang menjadi anggota Majelis Syura dan ikut hadir dalam musyawarah itu antara lain Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan dan Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail.
Rencananya, Minggu (26/4) pagi, Musyawarah Majelis Syura sudah menyusun hasil keputusan dan pada siang harinya akan diumumkan secara resmi hasil Musyawarah Majelis Syura tersebut.ant/kem
PKS Menyerahkan Cawapres pada SBY
PKS Menyerahkan Cawapres pada SBY
26/04/2009 - 11:09
Firmansyah Abde
INILAH.COM, Jakarta - Meski rasionalnya cawapres SBY berasal dari PKS, namun PKS menyerahkan semua keputusannya kepada SBY. Terserah SBY mau pilih siapa dan dari parpol mana.
"Kami tidak akan menyodorkan nama. Kami akan menyerahkan sepenuhnya kepada Pak SBY. Bila ada kebutuhan dari parpol lain, terserah. Yang penting calon tersebut melepaskan ikatan kepentingan partai, struktural dan fungsional. Nantinya akan mengikat. Bila ada sesuatu, tetap konstalasi tidak akan berubah," kata Ketua FPKS Mahfudz Shiddiq saat rehat Musyawarah Majelis Syura di Hotel Bidakara, Jakarta, Sabtu (25/4).
Mengenai kriteria cawapres SBY, menurut Mahfudz, SBY melontarkan 5 kriteria. Sebenarnya nama-namanya sudah ada di benak SBY, hanya saja tidak dikatakan SBY. Bila SBY meminta nama dari PKS, maka akan disebutkan Minggu besok jika diputuskan Majelis Syura, PKS akan berkoalisi dengan Demokrat.
Mengenai persiapan Tim 5 PKS tentang konsep kontrak politik yang dibicarakan dengan Tim 9 Demokrat, tutur dia, dari pembicaraan sejauh ini tidak banyak. Namun secara prinsip bisa dipahami dan diterima. Lalu masih perlu diformulasikan secara khusus dan perlu manajemen koalisi.
"Rencana ini bukan hanya PD-PKS. Koalisi dengan PD sejauh ini pasti adalah PKB. Nantinya apa yang disepakati PD-PKS harus disepakati juga oleh partai lain yang berkoalisi dengan PD dan sebaliknya. Cawapres harus dibicarakan seluruh partner koalisi. Posisi PKS menyerahkan posisi cawapres ke SBY karena selaku capres, sudah diserahkan kepadanya," jelas Mahfudz. [sss]
26/04/2009 - 11:09
Firmansyah Abde
INILAH.COM, Jakarta - Meski rasionalnya cawapres SBY berasal dari PKS, namun PKS menyerahkan semua keputusannya kepada SBY. Terserah SBY mau pilih siapa dan dari parpol mana.
"Kami tidak akan menyodorkan nama. Kami akan menyerahkan sepenuhnya kepada Pak SBY. Bila ada kebutuhan dari parpol lain, terserah. Yang penting calon tersebut melepaskan ikatan kepentingan partai, struktural dan fungsional. Nantinya akan mengikat. Bila ada sesuatu, tetap konstalasi tidak akan berubah," kata Ketua FPKS Mahfudz Shiddiq saat rehat Musyawarah Majelis Syura di Hotel Bidakara, Jakarta, Sabtu (25/4).
Mengenai kriteria cawapres SBY, menurut Mahfudz, SBY melontarkan 5 kriteria. Sebenarnya nama-namanya sudah ada di benak SBY, hanya saja tidak dikatakan SBY. Bila SBY meminta nama dari PKS, maka akan disebutkan Minggu besok jika diputuskan Majelis Syura, PKS akan berkoalisi dengan Demokrat.
Mengenai persiapan Tim 5 PKS tentang konsep kontrak politik yang dibicarakan dengan Tim 9 Demokrat, tutur dia, dari pembicaraan sejauh ini tidak banyak. Namun secara prinsip bisa dipahami dan diterima. Lalu masih perlu diformulasikan secara khusus dan perlu manajemen koalisi.
"Rencana ini bukan hanya PD-PKS. Koalisi dengan PD sejauh ini pasti adalah PKB. Nantinya apa yang disepakati PD-PKS harus disepakati juga oleh partai lain yang berkoalisi dengan PD dan sebaliknya. Cawapres harus dibicarakan seluruh partner koalisi. Posisi PKS menyerahkan posisi cawapres ke SBY karena selaku capres, sudah diserahkan kepadanya," jelas Mahfudz. [sss]
PKS Umumkan Rumusan Koalisi Pukul 13.00
PKS Umumkan Rumusan Koalisi Pukul 13.00
Minggu, 26 April 2009 - 09:05 wib
Amirul Hasan - Okezone
JAKARTA - Setelah melakukan Rapat Majelis Syuro sejak kemarin, hari ini Partai Keadilan Sejahtera (PKS) akan melanjutkan forum tersebut dan akan mengumumkan rumusan koalisi yang akan disodorkan ke Tim Sembilan Partai Demokrat.
"Nanti siang jam 13.00, Pak Hilmi (Aminudin) langsung yang akan menyampaikan," ujar Ketua Bidang Humas DPP PKS Mabruri saat berbincang dengan okezone, Minggu (26/4/2009).
Meski koalisinya belum diputuskan, namun 90 persen kecenderungan anggota Majelis Syuro menghendaki berkoalisi dengan Partai Demokrat. Oleh karenanya, Tim Lima yang dibentuk oleh PKS akan melakukan komunikasi secara intensif dengan Tim Sembilan Partai Demokrat untuk membicarakan lebih dalam koalisi yang akan dibangun, termasuk pembicaraan calon wakil presiden.
"Setelah rumusan resmi keluar Tim Lima akan mematangkan kerja sama dengan Tim Sembilan. Mengenai Cawapres sekarang belum jadi keputusan, tapi nanti akan dibicarakan di situ," kata Mabruri.
Rumusan koalisi ini setidaknya terdiri dari 30 butir program yang akan dijadikan kontrak politik antara PKS dan Partai Demokrat. Tim Lima sendiri diketuai oleh Presiden PKS Tifatul Sembiring dan beranggotakan Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq, Ketua Dewan Syariah Pusat Surachman Hidayat, Ketua MPP Suharna Surapranata, dan anggota Komisi III DPR RI Suripto.
Minggu, 26 April 2009 - 09:05 wib
Amirul Hasan - Okezone
JAKARTA - Setelah melakukan Rapat Majelis Syuro sejak kemarin, hari ini Partai Keadilan Sejahtera (PKS) akan melanjutkan forum tersebut dan akan mengumumkan rumusan koalisi yang akan disodorkan ke Tim Sembilan Partai Demokrat.
"Nanti siang jam 13.00, Pak Hilmi (Aminudin) langsung yang akan menyampaikan," ujar Ketua Bidang Humas DPP PKS Mabruri saat berbincang dengan okezone, Minggu (26/4/2009).
Meski koalisinya belum diputuskan, namun 90 persen kecenderungan anggota Majelis Syuro menghendaki berkoalisi dengan Partai Demokrat. Oleh karenanya, Tim Lima yang dibentuk oleh PKS akan melakukan komunikasi secara intensif dengan Tim Sembilan Partai Demokrat untuk membicarakan lebih dalam koalisi yang akan dibangun, termasuk pembicaraan calon wakil presiden.
"Setelah rumusan resmi keluar Tim Lima akan mematangkan kerja sama dengan Tim Sembilan. Mengenai Cawapres sekarang belum jadi keputusan, tapi nanti akan dibicarakan di situ," kata Mabruri.
Rumusan koalisi ini setidaknya terdiri dari 30 butir program yang akan dijadikan kontrak politik antara PKS dan Partai Demokrat. Tim Lima sendiri diketuai oleh Presiden PKS Tifatul Sembiring dan beranggotakan Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq, Ketua Dewan Syariah Pusat Surachman Hidayat, Ketua MPP Suharna Surapranata, dan anggota Komisi III DPR RI Suripto.
PKS Akan Kirim Nama Cawapres Dalam Amplop Tertutup
PKS Akan Kirim Nama Cawapres Dalam Amplop Tertutup
Minggu, 26 April 2009 | 19:39 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta: Rapat Musyawarah Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Minggu (26/4) memutuskan berkoalisi dengan Partai Demokrat dalam pemilihan presiden Juli mendatang.
Hal itu setelah mempertimbangkan aspirasi dari 33 majelis syuro provinsi dan mengamati dinamika politik yang berkembang. "Dalam pemilihan presiden 2009, PKS memutuskan berkoalisi dengan SBY dan Partai Demokrat dengan catatan kontrak politik koalisi disepakati bersama," kata Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera, Hilmi Aminuddin, dalam jumpa pers usai rapat pleno yang dihadiri 96 anggota majelis syuro di Hotel Bidakara, Jakarta.
Kontrak politik, Hilmi melanjutkan, akan berlandaskan pada kesamaan platform, seperti upaya meningkatkan kepedulian dan keberpihakan kepada rakyat dan materi koalisi disetujui tim lima PKS dan tim sembilan Partai Demokrat.
Sedangkan keputusan terkait calon presiden pendamping SBY, kata dia, PKS akan menyampaikan dalam amplop tertutup langsung kepada SBY. “Pertimbangannya etika dan kesantunan politik,” imbuh Hilmi.
Keputusan ini, kata dia, akan segera ditindaklanjuti Tim 5 PKS, yang diketuai Tifatul Sembiring dengan beranggotakan Anis Matta (Sekjen PKS), Mahfudz Siddiq (Ketua Fraksi PKS di DPR), Suharna Surapranata (Ketua Majelis Pertimbangan Pusat PKS), Surachman Hidayat (Ketua Dewan Syariah PKS).
Presiden PKS, Tifatul Sembiring, mengatakan PKS tidak akan membuka nama calon wakil presiden yang disampaikan dalam amplop tertutup sebelum didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). "Tidak akan kami jelaskan untuk menjaga etika, tidak terjadi kekisruhan yang menimbulkan ketersinggungan, salah paham hingga terjadi perceraian politik," ujarnya.
Tifatul menuturkan, PKS sudah siap mengoptimalkan kinerja mesin politiknya di daerah-daerah. Kinerja mesin politik PKS menjadi salah satu jaminan keuntungan yang bakal didapat SBY, jika Ia memutuskan untuk memilih kandidat usulan PKS. “Tentu PKS akan bergerak full power,” katanya.
Minggu, 26 April 2009 | 19:39 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta: Rapat Musyawarah Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Minggu (26/4) memutuskan berkoalisi dengan Partai Demokrat dalam pemilihan presiden Juli mendatang.
Hal itu setelah mempertimbangkan aspirasi dari 33 majelis syuro provinsi dan mengamati dinamika politik yang berkembang. "Dalam pemilihan presiden 2009, PKS memutuskan berkoalisi dengan SBY dan Partai Demokrat dengan catatan kontrak politik koalisi disepakati bersama," kata Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera, Hilmi Aminuddin, dalam jumpa pers usai rapat pleno yang dihadiri 96 anggota majelis syuro di Hotel Bidakara, Jakarta.
Kontrak politik, Hilmi melanjutkan, akan berlandaskan pada kesamaan platform, seperti upaya meningkatkan kepedulian dan keberpihakan kepada rakyat dan materi koalisi disetujui tim lima PKS dan tim sembilan Partai Demokrat.
Sedangkan keputusan terkait calon presiden pendamping SBY, kata dia, PKS akan menyampaikan dalam amplop tertutup langsung kepada SBY. “Pertimbangannya etika dan kesantunan politik,” imbuh Hilmi.
Keputusan ini, kata dia, akan segera ditindaklanjuti Tim 5 PKS, yang diketuai Tifatul Sembiring dengan beranggotakan Anis Matta (Sekjen PKS), Mahfudz Siddiq (Ketua Fraksi PKS di DPR), Suharna Surapranata (Ketua Majelis Pertimbangan Pusat PKS), Surachman Hidayat (Ketua Dewan Syariah PKS).
Presiden PKS, Tifatul Sembiring, mengatakan PKS tidak akan membuka nama calon wakil presiden yang disampaikan dalam amplop tertutup sebelum didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). "Tidak akan kami jelaskan untuk menjaga etika, tidak terjadi kekisruhan yang menimbulkan ketersinggungan, salah paham hingga terjadi perceraian politik," ujarnya.
Tifatul menuturkan, PKS sudah siap mengoptimalkan kinerja mesin politiknya di daerah-daerah. Kinerja mesin politik PKS menjadi salah satu jaminan keuntungan yang bakal didapat SBY, jika Ia memutuskan untuk memilih kandidat usulan PKS. “Tentu PKS akan bergerak full power,” katanya.
Friday, April 24, 2009
PKS: Leadership JK Tak Diragukan
23/04/2009 - 17:43
PKS: Leadership JK Tak Diragukan
Abdullah Mubarok
INILAH.COM, Jakarta - Kesepakatan Partai Golkar menjadikan Ketua Umum Jusuf Kalla sebagai capres disambut baik PKS. Apalagi leadership JK tidak diragukan lagi. Dengan majunya JK sebagai capres, alternatif komunikasi koalisi PKS pun semakin terbuka lebar.
"JK merupakan sosok yang memiliki kompetensi dan leadership yang baik. Tidak ada yang meragukan kemampuannya," kata Ketua FPKS Mahfudz Siddiq kepada INILAH.COM di Jakarta, Kamis (23/4).
Mahfudz senang karena kandidat pilpres menjadi tambah ramai dengan adanya JK. Sehingga pasangan capres tidak hanya 2 yakni SBY dan Megawati yang selama ini didengung-dengungkan.
"Yang jelas kalau Golkar mengajukan capres sendiri, kemungkinan koalisi PKS semakin tambah banyak," ujar Mahfudz.
Saat ini, lanjut Mahfudz, komunikasi politik dengan Partai Demokrat terus berlangsung. Namun, keputusan finalnya ditentukan rapat Majelis Syuro PKS pada 25-26 April mendatang.
"Apabila nanti ada ganjalan, kita tidak tahu juga di tengah jalan. Sebab sekarang ada pilihan yang lebih terbuka," tandas Mahfudz. [bar/sss]
PKS: Leadership JK Tak Diragukan
Abdullah Mubarok
INILAH.COM, Jakarta - Kesepakatan Partai Golkar menjadikan Ketua Umum Jusuf Kalla sebagai capres disambut baik PKS. Apalagi leadership JK tidak diragukan lagi. Dengan majunya JK sebagai capres, alternatif komunikasi koalisi PKS pun semakin terbuka lebar.
"JK merupakan sosok yang memiliki kompetensi dan leadership yang baik. Tidak ada yang meragukan kemampuannya," kata Ketua FPKS Mahfudz Siddiq kepada INILAH.COM di Jakarta, Kamis (23/4).
Mahfudz senang karena kandidat pilpres menjadi tambah ramai dengan adanya JK. Sehingga pasangan capres tidak hanya 2 yakni SBY dan Megawati yang selama ini didengung-dengungkan.
"Yang jelas kalau Golkar mengajukan capres sendiri, kemungkinan koalisi PKS semakin tambah banyak," ujar Mahfudz.
Saat ini, lanjut Mahfudz, komunikasi politik dengan Partai Demokrat terus berlangsung. Namun, keputusan finalnya ditentukan rapat Majelis Syuro PKS pada 25-26 April mendatang.
"Apabila nanti ada ganjalan, kita tidak tahu juga di tengah jalan. Sebab sekarang ada pilihan yang lebih terbuka," tandas Mahfudz. [bar/sss]
Thursday, April 23, 2009
Ide Perppu Capres Tunggal Prematur
Ide Perppu Capres Tunggal Prematur
Kamis, 23 April 2009 | 03:39 WIB
Jakarta, Kompas - Gagasan Komisi Pemilihan Umum untuk menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang untuk mengantisipasi jika hanya ada satu pasang calon presiden dan wakil presiden dinilai prematur dan akan menimbulkan ketidakpastian.
Menurut Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Mahfudz Siddiq di Jakarta, Rabu (22/4), peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) tak diperlukan jika saja KPU bersama pemerintah berkomitmen dan bertanggung jawab untuk menuntaskan semua aduan dan gugatan terkait dengan kekisruhan penyelenggaraan pemilu legislatif.
Jika semua dugaan pelanggaran dituntaskan, ancaman boikot pemilu presiden diyakini akan pupus. Jika tidak, kemungkinan yang kecewa bisa saja memboikot pemilu. ”Orang Indonesia kan punya kultur ngambekan,” kata Mahfudz.
Selain itu, kemungkinan calon presiden tunggal bisa teratasi jika salah satu kubu tak membangun koalisi yang terlalu besar. Jika itu terjadi, kelompok yang potensial menjadi kompetitor pastilah enggan menjadi kontestan pemilu karena merasa peluangnya amat kecil.
Seperti diberitakan, KPU memunculkan wacana penerbitan perppu karena UU Pemilu Presiden tidak mengatur kemungkinan hanya satu pasang calon presiden dan wakil presiden.
Adapun anggota Komisi II DPR, Andi Yuliani Paris, Selasa, menilai KPU dapat mengundur tahapan pemilu presiden dan wapres jika hingga batas yang telah ditetapkan hanya ada satu pasang capres dan wapres. Namun, pengunduran itu tidak boleh membuat negara mengalami kekosongan kekuasaan.
Untuk mengubah tahapan itu cukup diatur dengan peraturan KPU, tidak perlu perppu.
Jangan diobral
Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Abdul Mukthie Fadjar meminta pemerintah tidak terlalu gampang mengeluarkan perppu. Pemerintah harus melihat kembali unsur kegentingan memaksa yang menjadi salah satu syarat penerbitan perppu.
”Jangan obral perppu, tetapi harus dilihat soal kegentingan memaksanya. Saat ini orang terlalu gampang ngomong perppu,” ujar Mukthie Fadjar.
Menurut Mukthie, saat ini banyak perppu yang dikeluarkan pemerintah tetapi tak memenuhi unsur ”hal-ikhwal kegentingan memaksa”. Diakui Mukthie, memang soal kegentingan memaksa tersebut ada unsur subyektivitas presiden. Namun, unsur subyektif Presiden tersebut harus menjadi obyektif ketika menjadi undang-undang. Menurut dia, subyektivitas Presiden itu harus didasari oleh kondisi obyektif.
Terkait dengan hal tersebut, Mukthie menyarankan perlunya pengkajian akademis. ”Apakah kegentingan memaksa itu sama dengan situasi darurat,” ujarnya.
Terkait dengan wacana capres tunggal, Mukthie menjelaskan bahwa konstitusi dan UU Pemilu Presiden tidak mengatur hal itu. Namun, logikanya, pemilihan mengandaikan adanya lebih dari satu calon untuk dipilih. ”"Kalau cuma satu, nanti jadi seperti memilih kepala desa,” ujarnya.
Ia berharap wacana calon tunggal presiden tidak terjadi karena akan menyisakan persoalan teknis bagi KPU dan legitimasi bagi capres terkait. ”Lagi pula, perppu kan butuh pengesahan DPR. Kalau kemudian pemerintah mengeluarkan perppu, tetapi ditolak DPR, akhirnya jadi batal. Ini akan menimbul persoalan,” ujarnya. (DIK/SIE/MZW/ANA)
Kamis, 23 April 2009 | 03:39 WIB
Jakarta, Kompas - Gagasan Komisi Pemilihan Umum untuk menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang untuk mengantisipasi jika hanya ada satu pasang calon presiden dan wakil presiden dinilai prematur dan akan menimbulkan ketidakpastian.
Menurut Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Mahfudz Siddiq di Jakarta, Rabu (22/4), peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) tak diperlukan jika saja KPU bersama pemerintah berkomitmen dan bertanggung jawab untuk menuntaskan semua aduan dan gugatan terkait dengan kekisruhan penyelenggaraan pemilu legislatif.
Jika semua dugaan pelanggaran dituntaskan, ancaman boikot pemilu presiden diyakini akan pupus. Jika tidak, kemungkinan yang kecewa bisa saja memboikot pemilu. ”Orang Indonesia kan punya kultur ngambekan,” kata Mahfudz.
Selain itu, kemungkinan calon presiden tunggal bisa teratasi jika salah satu kubu tak membangun koalisi yang terlalu besar. Jika itu terjadi, kelompok yang potensial menjadi kompetitor pastilah enggan menjadi kontestan pemilu karena merasa peluangnya amat kecil.
Seperti diberitakan, KPU memunculkan wacana penerbitan perppu karena UU Pemilu Presiden tidak mengatur kemungkinan hanya satu pasang calon presiden dan wakil presiden.
Adapun anggota Komisi II DPR, Andi Yuliani Paris, Selasa, menilai KPU dapat mengundur tahapan pemilu presiden dan wapres jika hingga batas yang telah ditetapkan hanya ada satu pasang capres dan wapres. Namun, pengunduran itu tidak boleh membuat negara mengalami kekosongan kekuasaan.
Untuk mengubah tahapan itu cukup diatur dengan peraturan KPU, tidak perlu perppu.
Jangan diobral
Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Abdul Mukthie Fadjar meminta pemerintah tidak terlalu gampang mengeluarkan perppu. Pemerintah harus melihat kembali unsur kegentingan memaksa yang menjadi salah satu syarat penerbitan perppu.
”Jangan obral perppu, tetapi harus dilihat soal kegentingan memaksanya. Saat ini orang terlalu gampang ngomong perppu,” ujar Mukthie Fadjar.
Menurut Mukthie, saat ini banyak perppu yang dikeluarkan pemerintah tetapi tak memenuhi unsur ”hal-ikhwal kegentingan memaksa”. Diakui Mukthie, memang soal kegentingan memaksa tersebut ada unsur subyektivitas presiden. Namun, unsur subyektif Presiden tersebut harus menjadi obyektif ketika menjadi undang-undang. Menurut dia, subyektivitas Presiden itu harus didasari oleh kondisi obyektif.
Terkait dengan hal tersebut, Mukthie menyarankan perlunya pengkajian akademis. ”Apakah kegentingan memaksa itu sama dengan situasi darurat,” ujarnya.
Terkait dengan wacana capres tunggal, Mukthie menjelaskan bahwa konstitusi dan UU Pemilu Presiden tidak mengatur hal itu. Namun, logikanya, pemilihan mengandaikan adanya lebih dari satu calon untuk dipilih. ”"Kalau cuma satu, nanti jadi seperti memilih kepala desa,” ujarnya.
Ia berharap wacana calon tunggal presiden tidak terjadi karena akan menyisakan persoalan teknis bagi KPU dan legitimasi bagi capres terkait. ”Lagi pula, perppu kan butuh pengesahan DPR. Kalau kemudian pemerintah mengeluarkan perppu, tetapi ditolak DPR, akhirnya jadi batal. Ini akan menimbul persoalan,” ujarnya. (DIK/SIE/MZW/ANA)
SBY still undecided over VP candidate
Thursday, April 23, 2009 10:28 AM
SBY still undecided over VP candidate
Erwida Maulia , The Jakarta Post , Jakarta | Wed, 04/22/2009 12:35 PM | Headlines
The Golkar Party is flexing its muscles ahead of a key meeting to select a running mate for President Susilo Bambang Yudhoyono, or perhaps its own candidate for the presidential election on July 8.
Golkar chairman Jusuf Kalla hosted a meeting with party provincial chapter leaders and executives at his private residence in upmarket Menteng on Tuesday evening.
"We will continue talks and take a decision tomorrow *Wednesday*," Golkar deputy secretary-general Rully Chairul Azwar said.
Yudhoyono said he was looking forward to hearing the results of the Golkar meeting and insisted he had not picked a running mate.
"Rumors have been circulating that I have had a vice presidential candidate from Golkar or other parties. But, my answer is the same: I haven't talked at all about who will be my vice presidential candidate," Yudhoyono told a media conference at the State Palace.
Golkar has so far been split into rival camps with four alternatives: pushing for the Yudhoyono-Kalla ticket; for Yudhoyono's re-election with a running mate from Golkar other than Kalla; nominating Kalla as the presidential candidate or supporting a new coalition to fight Yudhoyono's Democratic Party.
The Golkar meeting came two days after Yudhoyono unveiled a number of criteria for his running mate, which observers and some Golkar leaders believe would dump Kalla out of the race.
An angry Golkar politician said the party would be prepared for the worst by quitting the coalition with the Democratic Party.
In an apparent move to contain the damage, Yudhoyono said on Tuesday he had met Kalla privately on Monday to maintain the coalition between the two parties both in the government and in the House.
The President, however, stopped short of referring to Kalla as his vice presidential candidate.
"Everything is still in process. Talks still continue. And to this extent Golkar and the Democratic Party have the same will to continue our alliance in coalition in the government and in the parliament, along with some other parties."
"My meeting with Pak JK *Kalla* was part of the exploration to build the coalition. We stop there."
Separately Golkar senior politicians Akbar Tandjung said he was ready to contest the election as Yudhoyono's running mate.
"If most people think that I am capable then they may do so," Akbar said at his home on Tuesday.
Akbar said that people might favor him as the vice president because of his past achievements.
"I have been involved with the party and politics since 1973. I was a legislator from 1977 to 1988 and under my leadership, Golkar managed to survive a grim, critical period which was filled with terrors and interventions," said Akbar, who led Golkar between 2000 and 2005 and the House between 1999 and 2004.
Akbar refused to rate his chance.
"My candidacy depends on political mechanisms and SBY. But if SBY decides to name me as his running mate, then I am ready," he said.
The Prosperous Justice Party (PKS) suggested Yudhoyono pick a non-partisan running mate or a professional to avoid conflict of interest.
"The PKS will not nominate any names to SBY. But if SBY's next running mate happens to hold a top position in any political party, then it is advisable for that person to step down from his position in the party," PKS faction chairman Mahfudz Siddiq said in Jakarta on Tuesday. (hdt)
SBY still undecided over VP candidate
Erwida Maulia , The Jakarta Post , Jakarta | Wed, 04/22/2009 12:35 PM | Headlines
The Golkar Party is flexing its muscles ahead of a key meeting to select a running mate for President Susilo Bambang Yudhoyono, or perhaps its own candidate for the presidential election on July 8.
Golkar chairman Jusuf Kalla hosted a meeting with party provincial chapter leaders and executives at his private residence in upmarket Menteng on Tuesday evening.
"We will continue talks and take a decision tomorrow *Wednesday*," Golkar deputy secretary-general Rully Chairul Azwar said.
Yudhoyono said he was looking forward to hearing the results of the Golkar meeting and insisted he had not picked a running mate.
"Rumors have been circulating that I have had a vice presidential candidate from Golkar or other parties. But, my answer is the same: I haven't talked at all about who will be my vice presidential candidate," Yudhoyono told a media conference at the State Palace.
Golkar has so far been split into rival camps with four alternatives: pushing for the Yudhoyono-Kalla ticket; for Yudhoyono's re-election with a running mate from Golkar other than Kalla; nominating Kalla as the presidential candidate or supporting a new coalition to fight Yudhoyono's Democratic Party.
The Golkar meeting came two days after Yudhoyono unveiled a number of criteria for his running mate, which observers and some Golkar leaders believe would dump Kalla out of the race.
An angry Golkar politician said the party would be prepared for the worst by quitting the coalition with the Democratic Party.
In an apparent move to contain the damage, Yudhoyono said on Tuesday he had met Kalla privately on Monday to maintain the coalition between the two parties both in the government and in the House.
The President, however, stopped short of referring to Kalla as his vice presidential candidate.
"Everything is still in process. Talks still continue. And to this extent Golkar and the Democratic Party have the same will to continue our alliance in coalition in the government and in the parliament, along with some other parties."
"My meeting with Pak JK *Kalla* was part of the exploration to build the coalition. We stop there."
Separately Golkar senior politicians Akbar Tandjung said he was ready to contest the election as Yudhoyono's running mate.
"If most people think that I am capable then they may do so," Akbar said at his home on Tuesday.
Akbar said that people might favor him as the vice president because of his past achievements.
"I have been involved with the party and politics since 1973. I was a legislator from 1977 to 1988 and under my leadership, Golkar managed to survive a grim, critical period which was filled with terrors and interventions," said Akbar, who led Golkar between 2000 and 2005 and the House between 1999 and 2004.
Akbar refused to rate his chance.
"My candidacy depends on political mechanisms and SBY. But if SBY decides to name me as his running mate, then I am ready," he said.
The Prosperous Justice Party (PKS) suggested Yudhoyono pick a non-partisan running mate or a professional to avoid conflict of interest.
"The PKS will not nominate any names to SBY. But if SBY's next running mate happens to hold a top position in any political party, then it is advisable for that person to step down from his position in the party," PKS faction chairman Mahfudz Siddiq said in Jakarta on Tuesday. (hdt)
PD-Golkar Cerai
Rabu, 22/04/2009 16:51 WIB
PD-Golkar Cerai
Tak Ajukan Cawapres, PKS Incar Portofolio Kabinet
Reza Yunanto - detikPemilu
Puluhan Pemuda Kritik Amien Rais
Jakarta - Perceraian Partai Golkar dengan Partai Demokrat tak membuat Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berminat menyodorkan kadernya sebagai cawapres. PKS lebih fokus pada posisi di kabinet.
"PKS tidak dalam posisi menyodorkan kader untuk cawapres. Kalaupun terjadi koalisi pemerintahan dengan SBY, kami lebih fokus pada posisi portofolio di kabinet dan bukan posisi cawapres," ungkap Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq kepada wartawan usai menjadi pembicara diskusi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (22/4/2009).
Mahfudz menambahkan partainya kini telah memutuskan untuk terus melanjuti komunikasi politik dengan Partai Demokrat. Agenda-agenda yang sudah diajukan oleh kedua partai pada pertemuan di Hotel Nikko pada Senin (20/4/2009) lalu, kata Mahfudz, masih belum tuntas dibahas kedua partai.
"Makanya kami akan fokus pada agenda-agenda yang akan disepakati untuk dituangkan dalam kontrak politik jilid II dengan SBY," imbuhnya.
Mahfudz mengakui pembicaraan kontrak politik PKS dengan PD sudah mulai mengerucut. Ia berharap tidak ada yang mengganjal dan bisa segera disepakati sebelum diputuskan dalam forum Majelis Syuro pada 25-26 April mendatang.
"Sejauh ini sudah mengerucut dan paling tidak beberapa hari ke depan sebelum tanggal 25 bisa selesai," tandasnya.
PD-Golkar Cerai
Tak Ajukan Cawapres, PKS Incar Portofolio Kabinet
Reza Yunanto - detikPemilu
Puluhan Pemuda Kritik Amien Rais
Jakarta - Perceraian Partai Golkar dengan Partai Demokrat tak membuat Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berminat menyodorkan kadernya sebagai cawapres. PKS lebih fokus pada posisi di kabinet.
"PKS tidak dalam posisi menyodorkan kader untuk cawapres. Kalaupun terjadi koalisi pemerintahan dengan SBY, kami lebih fokus pada posisi portofolio di kabinet dan bukan posisi cawapres," ungkap Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq kepada wartawan usai menjadi pembicara diskusi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (22/4/2009).
Mahfudz menambahkan partainya kini telah memutuskan untuk terus melanjuti komunikasi politik dengan Partai Demokrat. Agenda-agenda yang sudah diajukan oleh kedua partai pada pertemuan di Hotel Nikko pada Senin (20/4/2009) lalu, kata Mahfudz, masih belum tuntas dibahas kedua partai.
"Makanya kami akan fokus pada agenda-agenda yang akan disepakati untuk dituangkan dalam kontrak politik jilid II dengan SBY," imbuhnya.
Mahfudz mengakui pembicaraan kontrak politik PKS dengan PD sudah mulai mengerucut. Ia berharap tidak ada yang mengganjal dan bisa segera disepakati sebelum diputuskan dalam forum Majelis Syuro pada 25-26 April mendatang.
"Sejauh ini sudah mengerucut dan paling tidak beberapa hari ke depan sebelum tanggal 25 bisa selesai," tandasnya.
Kisruh Pemilu, KPU & Pemerintah Jangan Lempar Bola
Kisruh Pemilu, KPU & Pemerintah Jangan Lempar Bola
Rabu, 22 April 2009 - 16:41 wib
Indri Amin - Okezone
JAKARTA - Komisi Pemelihan Umum (KPU) dan pemerintah diminta tidak lempar bola terhadap persoalan yang muncul dalam pemilu.
Menurut Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mahfudz Siddiq, pemikiran KPU sering kali di luar domain kewenangannya. Untuk itu, pemerintah harus cepat merepons kelemahan sistem pemilu yang dilaksanakan kemarin.
"Jangan ada lempar bola. Dalam sistem pemilu kemarin KPU dan pemerintah yang harus bertangung jawab," katanya di gedung DPR, Jakarta, Rabu (22/42009).
Dia menjelaskan, apabila pelanggaran pemilu yang terjadi tidak segera ditindaklanjuti, maka akan menimbulkan reaksi terhadap penolakan hasil pemilu.
"Kalau tidak direspons dengan cepat dan baik, maka akan banyak pihak yang ngambek, karena kultur masyarakat Indonesia adalah ngambekan. Alhasil, nantinya memboikot Pilpres," tandas politisi PKS ini.
Terkait persaingan kursi cawapres, Mahfudz Siddiq mengungkapkan sejauh ini belum ada kendala yang berarti di antara partai politik untuk posisi cawapres.
"Dari partai manapun atau independen itu motivasinya adalah untuk memantapkan selanjutnya agar lebih memudahkan sebagai capres pada tahun 2014," pungkasnya. (ram)
Rabu, 22 April 2009 - 16:41 wib
Indri Amin - Okezone
JAKARTA - Komisi Pemelihan Umum (KPU) dan pemerintah diminta tidak lempar bola terhadap persoalan yang muncul dalam pemilu.
Menurut Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mahfudz Siddiq, pemikiran KPU sering kali di luar domain kewenangannya. Untuk itu, pemerintah harus cepat merepons kelemahan sistem pemilu yang dilaksanakan kemarin.
"Jangan ada lempar bola. Dalam sistem pemilu kemarin KPU dan pemerintah yang harus bertangung jawab," katanya di gedung DPR, Jakarta, Rabu (22/42009).
Dia menjelaskan, apabila pelanggaran pemilu yang terjadi tidak segera ditindaklanjuti, maka akan menimbulkan reaksi terhadap penolakan hasil pemilu.
"Kalau tidak direspons dengan cepat dan baik, maka akan banyak pihak yang ngambek, karena kultur masyarakat Indonesia adalah ngambekan. Alhasil, nantinya memboikot Pilpres," tandas politisi PKS ini.
Terkait persaingan kursi cawapres, Mahfudz Siddiq mengungkapkan sejauh ini belum ada kendala yang berarti di antara partai politik untuk posisi cawapres.
"Dari partai manapun atau independen itu motivasinya adalah untuk memantapkan selanjutnya agar lebih memudahkan sebagai capres pada tahun 2014," pungkasnya. (ram)
Usulan KPU Dinilai Prematur
Usulan KPU Dinilai Prematur
By Republika Newsroom
Rabu, 22 April 2009 pukul 16:11:00
JAKARTA -– Wacana Komisi Pemilihan Umum (KPU) memperlonggar syarat pendaftaran capres untuk mencegah adanya capres tunggal dinilai terlalu prematur. KPU justru harus membenahi masalah pemilu yang dikeluhkan parpol. Hal itu disampaikan anggota Komisi II DPR, Mahfudz Siddiq, di kantor KPU, Rabu (22/4).
“Ide KPU itu terlalu prematur, lebih baik KPU benahi masalah-masalah pemilu,” kata Mahfudz. Menurut dia, pasangan capres tunggal memang tidak diatur secara perinci dalam undang-undang. Namun, dia keberatan jika KPU mengurusi masalah yang bukan menjadi kewenangannya.
Terkait wacana usulan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) sebagai dasar hukum untuk memperlonggar syarat pendaftaran capres, Mahfudz mengatakan, seharusnya KPU tidak perlu memikirkan hal itu. “Jika masalah pemilu bisa diselesaikan KPU, tidak perlu khawatir ada capres tunggal,” katanya.
Menurut Mahfudz, Komisi II harus memastikan semua tahapan pemilu berjalan dengan baik. Setelah pelaksanaan pileg, Komisi II sudah memiliki data tentang sejumlah masalah dalam pemilu. “Lebih baik KPU menyelesaikan saja masalah-masalah itu, termasuk banyaknya masyarakat yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT),” katanya.
“Harus jujur saya katakan, KPU ini terlalu genit,” kata Mahfudz bernada serius. Dia meminta KPU agar tetap fokus kepada tugas dan tanggung jawabnya, sehingga tidak perlu memikirkan hal-hal lain yang sebenarnya di luar kewenangan KPU untuk mengurusinya.
Secara pribadi, Mahfudz tidak setuju adanya sikap pemboikotan terhadap pilpres. “Boikot hanya akan menciptakan musibah politik,” katanya. Jika hal itu benar-benar terjadi, katanya, kepemimpinan nasional akan terganggu. Oleh karenanya, pilpres harus dipastikan berjalan sesuai tahapan.
Sementara, Ketua KPU, Abdul Hafiz Anshary, mengatakan, pihaknya sudah membahas kemungkinan adanya capres tunggal dalam pendaftaran pilpres. “Sudah ada pembicaraan, tapi belum ada putusan,” katanya. Dia mengatakan, KPU sudah memiliki opsi internal untuk mengatas capres tunggal, namun Hafiz enggan menjelaskan opsi yang dimaksud.
Dia mengakui, perppu akan mempermudah KPU dalam menjalankan opsi mengatasi capres tunggal. “Penentuan opsi akan melihat proses pendaftaran dulu, jika ada perppu itu lebih gampang,” katanya. KPU, kata Hafiz, opsi akan dijalankan jika memang ada perppu yang menjadi dasar hukumnya.
“Kami masih berharap normal saja (ada pasangan capres lebih dari satu),” katanya. Hafiz mengakui, opsi yang disusun itu hanya itu antisapasi saja. Dia berharap akan banyak pasangan capres yang mendaftar, sehingga masyarakat memiliki banyak pilihan. KPU sudah menyiapkan desain surat suara dengan lima pasangan capres. ikh/kpo
By Republika Newsroom
Rabu, 22 April 2009 pukul 16:11:00
JAKARTA -– Wacana Komisi Pemilihan Umum (KPU) memperlonggar syarat pendaftaran capres untuk mencegah adanya capres tunggal dinilai terlalu prematur. KPU justru harus membenahi masalah pemilu yang dikeluhkan parpol. Hal itu disampaikan anggota Komisi II DPR, Mahfudz Siddiq, di kantor KPU, Rabu (22/4).
“Ide KPU itu terlalu prematur, lebih baik KPU benahi masalah-masalah pemilu,” kata Mahfudz. Menurut dia, pasangan capres tunggal memang tidak diatur secara perinci dalam undang-undang. Namun, dia keberatan jika KPU mengurusi masalah yang bukan menjadi kewenangannya.
Terkait wacana usulan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) sebagai dasar hukum untuk memperlonggar syarat pendaftaran capres, Mahfudz mengatakan, seharusnya KPU tidak perlu memikirkan hal itu. “Jika masalah pemilu bisa diselesaikan KPU, tidak perlu khawatir ada capres tunggal,” katanya.
Menurut Mahfudz, Komisi II harus memastikan semua tahapan pemilu berjalan dengan baik. Setelah pelaksanaan pileg, Komisi II sudah memiliki data tentang sejumlah masalah dalam pemilu. “Lebih baik KPU menyelesaikan saja masalah-masalah itu, termasuk banyaknya masyarakat yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT),” katanya.
“Harus jujur saya katakan, KPU ini terlalu genit,” kata Mahfudz bernada serius. Dia meminta KPU agar tetap fokus kepada tugas dan tanggung jawabnya, sehingga tidak perlu memikirkan hal-hal lain yang sebenarnya di luar kewenangan KPU untuk mengurusinya.
Secara pribadi, Mahfudz tidak setuju adanya sikap pemboikotan terhadap pilpres. “Boikot hanya akan menciptakan musibah politik,” katanya. Jika hal itu benar-benar terjadi, katanya, kepemimpinan nasional akan terganggu. Oleh karenanya, pilpres harus dipastikan berjalan sesuai tahapan.
Sementara, Ketua KPU, Abdul Hafiz Anshary, mengatakan, pihaknya sudah membahas kemungkinan adanya capres tunggal dalam pendaftaran pilpres. “Sudah ada pembicaraan, tapi belum ada putusan,” katanya. Dia mengatakan, KPU sudah memiliki opsi internal untuk mengatas capres tunggal, namun Hafiz enggan menjelaskan opsi yang dimaksud.
Dia mengakui, perppu akan mempermudah KPU dalam menjalankan opsi mengatasi capres tunggal. “Penentuan opsi akan melihat proses pendaftaran dulu, jika ada perppu itu lebih gampang,” katanya. KPU, kata Hafiz, opsi akan dijalankan jika memang ada perppu yang menjadi dasar hukumnya.
“Kami masih berharap normal saja (ada pasangan capres lebih dari satu),” katanya. Hafiz mengakui, opsi yang disusun itu hanya itu antisapasi saja. Dia berharap akan banyak pasangan capres yang mendaftar, sehingga masyarakat memiliki banyak pilihan. KPU sudah menyiapkan desain surat suara dengan lima pasangan capres. ikh/kpo
PKS Dan Demokrat Masih 'Tic-Talk'
PKS Dan Demokrat Masih 'Tic-Talk'
Rabu, 22 April 2009 21:17
BERI KOMENTAR CETAK BERITA INI KIRIM KE TEMAN Tau bencana terdahsyat? Buktiin di 'Disaster Movies'
Kapanlagi.com - Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mahfudz Siddiq mengatakan komunikasi antara PKS dan Partai Demokrat tentang koalisi masih terus berlangsung, dan diharapkan dalam waktu dekat telah ada kesepahaman dari kedua pihak.
Menurut Mahfudz, di Jakarta, Rabu (22/4), jika tidak ada kendala apapun, maka dapat dipastikan arah koalisi PKS dengan Demokrat. Namun, apabila di tengah jalan terdapat kendala serius dan tidak ada kata sepakat atau titik temu, maka perubahan dapat saja terjadi.
[Info untuk Anda: "Semua berita KapanLagi.com bisa dibuka di ponsel. Pastikan layanan GPRS atau 3G Anda sudah aktif, lalu buka mobile internet browser Anda, masukkan alamat: m.kapanlagi.com"]
"Kami harapkan sebelum 25 April, karena pada tanggal itu ada musyawarah Majelis Syuro PKS. Kami tentu saja berharap pembicaraan ini tidak ada kendala apapun," katanya ketika ditemui di Gedung KPU pusat.
Lebih lanjut Mahfudz mengatakan, saat ini tim lima PKS dan tim sembilan Demokrat sedang membahas poin strategis yang akan dituangkan menjadi kontrak politik antara kedua partai ini. Poin kontrak politik tersebut lebih membicarakan soal agenda kebijakan, bukan siapa calon presiden dan calon wakil presiden yang akan didukung.
Ia menegaskan, PKS tidak dalam posisi mengajukan cawapres ke Demokrat. PKS tidak akan mengusik hak calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menentukan cawapres.
"PKS menyerahkan sepenuhnya dan tidak ingin mengusik hak SBY sebagai capres untuk memilih siapa cawapresnya. Apalagi SBY sudah punya lima kriteria, kalau ditanya apakah PKS punya orang yang memenuhi kriteria itu, kalau empat kriteria pertama, PKS punya orangnya, kalau kriteria yang kelima soal chemistry atau kecocokan pribadi itu yang tahu SBY," ujarnya.
Tapi, perihal cawapres ini, PKS memiliki pandangan sendiri. Menurut Mahfudz siapapun yang mendampingi SBY harus tidak merangkap jabatan sebagai ketua umum partai. Ini untuk menjamin efektifitas pemerintahan ke depan.
Tidak hanya itu, PKS menginginkan adanya koalisi yang mengikat dan jelas. Mahfudz menuturkan PKS juga perlu mengetahui kesepakatan antara Demokrat dengan partai lain, jika ada. Artinya jika kesepakatan tersebut sejalan atau sama seperti yang disepakati dengan PKS, maka tidak ada masalah. Tetapi, bila berbeda maka perlu ada pembicaraan lebih lanjut, ujarnya.
Ia mencontohkan, jika ada partai lain yang mengajukan cawapres, sebagai bagian dari koalisi bersama maka masalah tersebut juga harus dibicarakan dengan PKS.
"Akhirnya harus jadi bagian yang dibicarakan dengan PKS. Kalau PKS setuju, kita berlanjut, kalau tidak, PKS juga akan buka kemungkinan-kemungkinan lain," katanya. (kpl/bar)
Rabu, 22 April 2009 21:17
BERI KOMENTAR CETAK BERITA INI KIRIM KE TEMAN Tau bencana terdahsyat? Buktiin di 'Disaster Movies'
Kapanlagi.com - Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mahfudz Siddiq mengatakan komunikasi antara PKS dan Partai Demokrat tentang koalisi masih terus berlangsung, dan diharapkan dalam waktu dekat telah ada kesepahaman dari kedua pihak.
Menurut Mahfudz, di Jakarta, Rabu (22/4), jika tidak ada kendala apapun, maka dapat dipastikan arah koalisi PKS dengan Demokrat. Namun, apabila di tengah jalan terdapat kendala serius dan tidak ada kata sepakat atau titik temu, maka perubahan dapat saja terjadi.
[Info untuk Anda: "Semua berita KapanLagi.com bisa dibuka di ponsel. Pastikan layanan GPRS atau 3G Anda sudah aktif, lalu buka mobile internet browser Anda, masukkan alamat: m.kapanlagi.com"]
"Kami harapkan sebelum 25 April, karena pada tanggal itu ada musyawarah Majelis Syuro PKS. Kami tentu saja berharap pembicaraan ini tidak ada kendala apapun," katanya ketika ditemui di Gedung KPU pusat.
Lebih lanjut Mahfudz mengatakan, saat ini tim lima PKS dan tim sembilan Demokrat sedang membahas poin strategis yang akan dituangkan menjadi kontrak politik antara kedua partai ini. Poin kontrak politik tersebut lebih membicarakan soal agenda kebijakan, bukan siapa calon presiden dan calon wakil presiden yang akan didukung.
Ia menegaskan, PKS tidak dalam posisi mengajukan cawapres ke Demokrat. PKS tidak akan mengusik hak calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menentukan cawapres.
"PKS menyerahkan sepenuhnya dan tidak ingin mengusik hak SBY sebagai capres untuk memilih siapa cawapresnya. Apalagi SBY sudah punya lima kriteria, kalau ditanya apakah PKS punya orang yang memenuhi kriteria itu, kalau empat kriteria pertama, PKS punya orangnya, kalau kriteria yang kelima soal chemistry atau kecocokan pribadi itu yang tahu SBY," ujarnya.
Tapi, perihal cawapres ini, PKS memiliki pandangan sendiri. Menurut Mahfudz siapapun yang mendampingi SBY harus tidak merangkap jabatan sebagai ketua umum partai. Ini untuk menjamin efektifitas pemerintahan ke depan.
Tidak hanya itu, PKS menginginkan adanya koalisi yang mengikat dan jelas. Mahfudz menuturkan PKS juga perlu mengetahui kesepakatan antara Demokrat dengan partai lain, jika ada. Artinya jika kesepakatan tersebut sejalan atau sama seperti yang disepakati dengan PKS, maka tidak ada masalah. Tetapi, bila berbeda maka perlu ada pembicaraan lebih lanjut, ujarnya.
Ia mencontohkan, jika ada partai lain yang mengajukan cawapres, sebagai bagian dari koalisi bersama maka masalah tersebut juga harus dibicarakan dengan PKS.
"Akhirnya harus jadi bagian yang dibicarakan dengan PKS. Kalau PKS setuju, kita berlanjut, kalau tidak, PKS juga akan buka kemungkinan-kemungkinan lain," katanya. (kpl/bar)
Golkar Mundur, PKS Incar Menteri
Golkar Mundur, PKS Incar Menteri
Vina Nurul Iklima
Mahfudz Siddiq
INILAH.COM, Jakarta - Golkar sudah memberikan talak satunya untuk Partai Demokrat. Namun PKS tidak mengambil kesempatan menyodorkan nama cawapres SBY. Turun sedikit, PKS hanya minta jatah di kabinet.
Ketua FPKS Mahfudz Siddiq mengatakan, saat ini PKS masih konsentrasi melakukan pendekatan dengan Demokrat. Dan permasalahan cerainya Golkar-PD, PKS tidak mau ambil pusing.
"Itu urusan mereka. Kami fokus melanjuti komuniksi paling tidak dalam beberapa hari sampai tanggal 25 April," kata Mahfudz dalam diskusi 'Koalisi pasca pemilu legislatif' di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (22/4).
Mahfudz membantah jika mundurnya Golkar akan membuka peluang PKS menyodorkan cawapres untuk SBY.
"Jika Golkar tidak jadi koalisi dan JK tidak jadi mendampingi SBY, PKS tidak dalam posisi menyodorkan kader untuk posisi cawapres. Kalaupun terjadi koalisi, kami lebih pada portofolio di kabinet," imbuhnya. [ana]
Vina Nurul Iklima
Mahfudz Siddiq
INILAH.COM, Jakarta - Golkar sudah memberikan talak satunya untuk Partai Demokrat. Namun PKS tidak mengambil kesempatan menyodorkan nama cawapres SBY. Turun sedikit, PKS hanya minta jatah di kabinet.
Ketua FPKS Mahfudz Siddiq mengatakan, saat ini PKS masih konsentrasi melakukan pendekatan dengan Demokrat. Dan permasalahan cerainya Golkar-PD, PKS tidak mau ambil pusing.
"Itu urusan mereka. Kami fokus melanjuti komuniksi paling tidak dalam beberapa hari sampai tanggal 25 April," kata Mahfudz dalam diskusi 'Koalisi pasca pemilu legislatif' di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (22/4).
Mahfudz membantah jika mundurnya Golkar akan membuka peluang PKS menyodorkan cawapres untuk SBY.
"Jika Golkar tidak jadi koalisi dan JK tidak jadi mendampingi SBY, PKS tidak dalam posisi menyodorkan kader untuk posisi cawapres. Kalaupun terjadi koalisi, kami lebih pada portofolio di kabinet," imbuhnya. [ana]
PKS Keeps Mum on Veep
Thejakartaglobe
PKS Keeps Mum on Veep
If the Prosperous Justice Party, or PKS, has any designs on the vice presidency given the rumored parting of ways between President Susilo Bambang Yudhoyono and Vice President Jusuf Kalla, then the Islam-based party is keeping its cards close to its chest.
Mahfudz Siddiq, chairman of the PKS faction in the House of Representatives, told state news agency Antara that its coalition talks with Yudhoyono’s Democratic Party were still ongoing and that any decision on Yudhoyono’s No. 2 would be for the president to decide.
He also hinted that the ideal vice presidential candidate should not chair a political party, in order to ensure the effectiveness of the upcoming government, a clear reference to Kalla, the current chairman of the Golkar Party.
The PKS has stated several times that it would consider withdrawing from any coalition if Yudhoyono again chose Kalla as his running mate.
The latest comments from Mahfudz could also be an indication that the PKS is willing to consider a technocrat for vice president, raising the political prospects of Finance Minister Sri Mulyani Indrawati.
Mahfudz, speaking during a doorstop interview at the General Elections Commission office, said the PKS expected to reach a mutual agreement with the Democratic Party in the near future. “We hope that [further talks] will take place before April 25 since we have a meeting of the PKS consultative assembly on that day. We of course hope that nothing will interfere with this discussion,” he said, according to Antara.
The discussions would focus on issues, rather than the vice president, he said. “The PKS will leave it fully to Yudhoyono to name his candidate for vice president. Especially since he had already set forth five criteria [for vice president],” he said. “If you ask if PKS has a candidate that answers all the criteria, we do have someone who can meet the first four. But as to the fifth criterion on ‘chemistry,’ or personal compatibility, only Yudhoyono can tell.”
The government said on Wednesday that it was preparing a regulation in lieu of law, or perpu , to cover the possibility of the nomination of only one presidential candidate for the July presidential election.
Denny Indrayana, a legal adviser to the Office of the President, said the government would be ready on Wednesday to issue the perpu if it was needed.
He said the plan was in anticipation of a power vacuum.
According to the law, if there is only one presidential candidate, the election should be delayed.
“We cannot delay the election because, by Oct. 20, we should have a new president,” Denny said.
However, he said the perpu would only be issued in an emergency situation. “We will watch the progress,” he said. “We are optimistic there will be more than one presidential candidate and the perpu will not be necessary.”
“If it is needed and the General Elections Commission [KPU] requests it, the president, who is responsible, will issue it.”
Denny said drafting of the perpu had not yet started but the contents had already been planned.
Several political parties have met in recent days with possible presidential candidate Megawati Sukarnoputri, chairwoman of the Indonesian Democratic Party of Struggle, or PDI-P, to discuss inaccuracies in the voter lists. The parties have threatened to boycott the July election by not nominating any presidential candidates.
Abdul Hafiz Anshary, chairman of the KPU, said on Wednesday that a perpu would make the work of the commission easier, should it be required.
“It will be better for us if the government issues a perpu in the case of only one presidential candidate,” he said.
Hafiz said the commission itself had discussed several options if there was only presidential candidate, but he refused to elaborate. “We haven’t decided anything yet so we cannot make any announcements now,” he said. “But if the government issues a perpu, we will refer to it. It will make our work easier. We only do what the law dictates.”
The perpu plan brought criticism from some lawmakers. Mahfudz Siddiq from the Prosperous Justice Party, or PKS, said it was too early to consider such an idea. “The KPU and the government should not worry about something that has not yet happened,” he said.
Rather than anticipating a problem, the KPU should attempt to solve the problems that arose from the April 9 legislative elections, such as the inaccurate voter lists, he said.
Mahfudz said members of the House of Representative had not yet considered the perpu idea.
“I think the KPU is just panicking and they think the perpu is a way out,” he said.
PDI-P lawmaker Eka Santosa said a perpu should be issued only in an emergency.
“I don’t see any reason why the government should issue a perpu for a single presidential candidate,” he said. “A perpu should be issued in an emergency and should be based on academic analysis and executed with the proper procedures.”
Despite the government’s authority to issue a perpu, the regulation must be approved by the House of Representatives.
Hadar Gumay, chairman of the Center for Electoral Reform, or Cetro, also criticized the plan.
However, he said it was “an awkward situation, given that there is a possibility that the incumbent is the only presidential candidate.”
PKS Keeps Mum on Veep
If the Prosperous Justice Party, or PKS, has any designs on the vice presidency given the rumored parting of ways between President Susilo Bambang Yudhoyono and Vice President Jusuf Kalla, then the Islam-based party is keeping its cards close to its chest.
Mahfudz Siddiq, chairman of the PKS faction in the House of Representatives, told state news agency Antara that its coalition talks with Yudhoyono’s Democratic Party were still ongoing and that any decision on Yudhoyono’s No. 2 would be for the president to decide.
He also hinted that the ideal vice presidential candidate should not chair a political party, in order to ensure the effectiveness of the upcoming government, a clear reference to Kalla, the current chairman of the Golkar Party.
The PKS has stated several times that it would consider withdrawing from any coalition if Yudhoyono again chose Kalla as his running mate.
The latest comments from Mahfudz could also be an indication that the PKS is willing to consider a technocrat for vice president, raising the political prospects of Finance Minister Sri Mulyani Indrawati.
Mahfudz, speaking during a doorstop interview at the General Elections Commission office, said the PKS expected to reach a mutual agreement with the Democratic Party in the near future. “We hope that [further talks] will take place before April 25 since we have a meeting of the PKS consultative assembly on that day. We of course hope that nothing will interfere with this discussion,” he said, according to Antara.
The discussions would focus on issues, rather than the vice president, he said. “The PKS will leave it fully to Yudhoyono to name his candidate for vice president. Especially since he had already set forth five criteria [for vice president],” he said. “If you ask if PKS has a candidate that answers all the criteria, we do have someone who can meet the first four. But as to the fifth criterion on ‘chemistry,’ or personal compatibility, only Yudhoyono can tell.”
The government said on Wednesday that it was preparing a regulation in lieu of law, or perpu , to cover the possibility of the nomination of only one presidential candidate for the July presidential election.
Denny Indrayana, a legal adviser to the Office of the President, said the government would be ready on Wednesday to issue the perpu if it was needed.
He said the plan was in anticipation of a power vacuum.
According to the law, if there is only one presidential candidate, the election should be delayed.
“We cannot delay the election because, by Oct. 20, we should have a new president,” Denny said.
However, he said the perpu would only be issued in an emergency situation. “We will watch the progress,” he said. “We are optimistic there will be more than one presidential candidate and the perpu will not be necessary.”
“If it is needed and the General Elections Commission [KPU] requests it, the president, who is responsible, will issue it.”
Denny said drafting of the perpu had not yet started but the contents had already been planned.
Several political parties have met in recent days with possible presidential candidate Megawati Sukarnoputri, chairwoman of the Indonesian Democratic Party of Struggle, or PDI-P, to discuss inaccuracies in the voter lists. The parties have threatened to boycott the July election by not nominating any presidential candidates.
Abdul Hafiz Anshary, chairman of the KPU, said on Wednesday that a perpu would make the work of the commission easier, should it be required.
“It will be better for us if the government issues a perpu in the case of only one presidential candidate,” he said.
Hafiz said the commission itself had discussed several options if there was only presidential candidate, but he refused to elaborate. “We haven’t decided anything yet so we cannot make any announcements now,” he said. “But if the government issues a perpu, we will refer to it. It will make our work easier. We only do what the law dictates.”
The perpu plan brought criticism from some lawmakers. Mahfudz Siddiq from the Prosperous Justice Party, or PKS, said it was too early to consider such an idea. “The KPU and the government should not worry about something that has not yet happened,” he said.
Rather than anticipating a problem, the KPU should attempt to solve the problems that arose from the April 9 legislative elections, such as the inaccurate voter lists, he said.
Mahfudz said members of the House of Representative had not yet considered the perpu idea.
“I think the KPU is just panicking and they think the perpu is a way out,” he said.
PDI-P lawmaker Eka Santosa said a perpu should be issued only in an emergency.
“I don’t see any reason why the government should issue a perpu for a single presidential candidate,” he said. “A perpu should be issued in an emergency and should be based on academic analysis and executed with the proper procedures.”
Despite the government’s authority to issue a perpu, the regulation must be approved by the House of Representatives.
Hadar Gumay, chairman of the Center for Electoral Reform, or Cetro, also criticized the plan.
However, he said it was “an awkward situation, given that there is a possibility that the incumbent is the only presidential candidate.”
Wednesday, April 22, 2009
Golkar Mungkin Pilih Kalla Jadi Capres
Golkar Mungkin Pilih Kalla Jadi Capres
Rabu, 22 April 2009 | 03:01 WIB
Jakarta, Kompas - Upaya Partai Golkar dan Partai Demokrat untuk mencapai titik temu belum berhasil meski Susilo Bambang Yudhoyono kemarin telah melontarkan lagi sinyal tentang koalisi kedua parpol. Bila tetap buntu, Partai Golkar akan mengajukan Jusuf Kalla sebagai calon presiden dalam pemilu presiden mendatang.
Sepanjang Selasa (21/4) terjadi pertemuan yang intensif antara tim Partai Golkar dan tim Partai Demokrat.
Puncaknya adalah pertemuan pada malam hari antara Tim Tiga Partai Golkar dan Tim Tiga Partai Demokrat di sebuah hotel di Jakarta. Tim Golkar terdiri dari Gubernur Lemhannas Muladi, Ketua DPP Partai Golkar Andi Mattalatta, dan Sekretaris Jenderal Soemarsono; sementara Demokrat terdiri dari Ketua Umum DPP Hadi Utomo, Ketua DPP Anas Urbaningrum, serta Sekjen Marzuki Alie.
Jika pembicaraan Tim Tiga tetap buntu, Golkar mungkin akan mengajukan Kalla sebagai capres. ”Ya, bisa saja (capres) dan ada kemungkinan. Kalau tidak Selasa malam ini, ya Rabu besok pagi (diumumkan capresnya),” ujar Wakil Sekjen DPP Partai Golkar Iskandar Manji, menjawab pers.
Menurut sumber Kompas, dalam pertemuan Tim Tiga, pihak Demokrat tetap berkeras agar Golkar mengajukan lebih dari satu nama calon wapres, sedangkan Golkar hanya ingin satu nama. Rencananya, Rabu pagi ini, DPP Golkar akan memutuskan apakah pembicaraan dengan pihak Demokrat akan dilanjutkan.
Cawapres belum ada
Dalam jumpa pers Selasa siang, Yudhoyono mengemukakan, pertemuannya dengan Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla di Kantor Presiden merupakan bagian dari penjajakan dan pembicaraan koalisi. Ada kehendak baik Demokrat dan Golkar untuk berkoalisi. ”Berkaitan dengan pertemuan saya dengan Pak Kalla (Senin, 20/4), isunya memang ke sana kemari. Yang jelas, pertemuan itu bagian dari penjajakan dan pembicaraan untuk membangun koalisi dan pembicaraan lanjutan. Pada tingkat sekarang, ada kehendak baik dari Demokrat dan Golkar berada dalam koalisi bersama-sama parpol lain,” ujarnya.
Koalisi yang dibicarakan terkait dengan kebersamaan di pemerintahan atau kabinet dan di parlemen. Di luar itu, tim partai masing-masing juga melakukan pembicaraan yang kemudian berujung pada rapat pimpinan atau musyawarah nasional. Sampai sekarang, kata Yudhoyono, penjajakan koalisi Demokrat dengan Golkar dan partai lain masih terus terjadi.
”Sama sekali pada tingkat saya belum membicarakan nama, siapa cawapres yang, insya Allah, akan saya ajak mendampingi saya,” kata Yudhoyono.
Akbar menguat
Kemarin sejumlah mantan pengurus Komite Nasional Pemuda Indonesia, yang sekarang ini banyak tersebar di banyak partai, menyatakan dukungannya kepada Akbar Tandjung untuk mendampingi Yudhoyono.
Mereka juga meminta agar Rapimnas Khusus Golkar yang akan diselenggarakan 23 April besok merekomendasikan banyak nama calon wapres, bukan hanya satu nama, yaitu Jusuf Kalla.
Tokoh yang hadir antara lain Ruhut Sitompul (Ketua DPP Partai Demokrat yang juga anggota Tim Sembilan yang dibentuk Yudhoyono untuk mencari cawapres), Lucky Sastrawirya, (Wakil Ketua Bidang Politik Partai Demokrat DKI Jakarta), Muchsin Ridjan (Wakil Ketua Umum DPP Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong), Agus Zakaria (Sekjen Pemuda Panca Marga, Wakil Ketua Partai Golkar DKI), Ariadi Ahmad (Wakil Sekjen DPP Partai Golkar), Uncu Natzir (Tim Media Akbar), dan Ketua KNPI DKI Jakarta Arif Rahman.
Akbar yang hadir dalam acara tersebut menyambut baik adanya pemberian dukungan itu. Ia juga menegaskan kembali kesiapannya untuk menjadi cawapres mendampingi Yudhoyono apabila memang dipilih. ”Kalau saya nanti yang dipilih Pak SBY, sejak sekarang saya mengatakan kesiapan saya untuk memberikan dukungan dan dalam memberikan dukungan kepada beliau, saya memosisikan diri sebagai wakil presiden, sebagaimana diamanatkan konstitusi, UUD 1945, wakil presiden itu bertugas berfungsi dalam rangka membantu tugas presiden agar misi presiden berjalan sukses. Tidak ada agenda-agenda lain,” ujarnya.
Menurut Ruhut, Akbar figur yang tepat menjadi cawapres mendampingi SBY karena ia figur politikus yang memiliki sikap negarawan, rendah hati, santun, dan jujur.
Lucky menduga kalau Rapimsus Partai Golkar mengajukan daftar nama dan Akbar masuk di dalamnya, Akbar yang paling besar kemungkinannya untuk dipilih menjadi cawapres mendampingi Yudhoyono.
Pandangan PKS
Partai Keadilan Sejahtera sudah menyampaikan pandangannya soal koalisi dalam pertemuan dengan Susilo Bambang Yudhoyono maupun Tim Sembilan Partai Demokrat.
Sekalipun demikian, menurut Ketua Bidang Perencanaan PKS Mahfudz Siddiq, PKS tidak dalam kapasitas mengajukan nama kepada Yudhoyono. Keputusan akhir menyangkut cawapres diserahkan kepada Yudhoyono. Kepentingan PKS dalam membangun koalisi adalah memperkuat sistem presidensialisme dan membangun pemerintahan yang efektif. “Siapa orangnya itu, hanya SBY dan Tuhan yang tahu,” ujar Mahfudz.
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar juga mengakui pihaknya sudah bertemu dengan tim Partai Demokrat. Seluruh pandangan dan syarat yang diminta PKB sudah disampaikan dalam forum tersebut. Muhaimin menilai, kriteria calon wapres yang disebutkan Yudhoyono masih umum. “SBY pasti bisa menentukan sendiri calon yang dianggap paling tepat,” katanya.
Secara terpisah, Sekjen Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan menegaskan, tidak ada perpecahan di tubuh PAN terkait koalisi maupun pencalonan untuk pilpres. Pertemuan di Yogyakarta yang diinisiasi Amien Rais merupakan salah satu masukan menjelang penetapan sikap PAN pada 27 April nanti. Terkait kriteria calon wapres yang disebutkan Yudhoyono, Zulkifli menilai banyak kader PAN yang bisa memenuhi itu. “Tapi PAN tidak mau menyorong-nyorongkan muka,” katanya. (HAR/INU/DIK/SUT)
Rabu, 22 April 2009 | 03:01 WIB
Jakarta, Kompas - Upaya Partai Golkar dan Partai Demokrat untuk mencapai titik temu belum berhasil meski Susilo Bambang Yudhoyono kemarin telah melontarkan lagi sinyal tentang koalisi kedua parpol. Bila tetap buntu, Partai Golkar akan mengajukan Jusuf Kalla sebagai calon presiden dalam pemilu presiden mendatang.
Sepanjang Selasa (21/4) terjadi pertemuan yang intensif antara tim Partai Golkar dan tim Partai Demokrat.
Puncaknya adalah pertemuan pada malam hari antara Tim Tiga Partai Golkar dan Tim Tiga Partai Demokrat di sebuah hotel di Jakarta. Tim Golkar terdiri dari Gubernur Lemhannas Muladi, Ketua DPP Partai Golkar Andi Mattalatta, dan Sekretaris Jenderal Soemarsono; sementara Demokrat terdiri dari Ketua Umum DPP Hadi Utomo, Ketua DPP Anas Urbaningrum, serta Sekjen Marzuki Alie.
Jika pembicaraan Tim Tiga tetap buntu, Golkar mungkin akan mengajukan Kalla sebagai capres. ”Ya, bisa saja (capres) dan ada kemungkinan. Kalau tidak Selasa malam ini, ya Rabu besok pagi (diumumkan capresnya),” ujar Wakil Sekjen DPP Partai Golkar Iskandar Manji, menjawab pers.
Menurut sumber Kompas, dalam pertemuan Tim Tiga, pihak Demokrat tetap berkeras agar Golkar mengajukan lebih dari satu nama calon wapres, sedangkan Golkar hanya ingin satu nama. Rencananya, Rabu pagi ini, DPP Golkar akan memutuskan apakah pembicaraan dengan pihak Demokrat akan dilanjutkan.
Cawapres belum ada
Dalam jumpa pers Selasa siang, Yudhoyono mengemukakan, pertemuannya dengan Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla di Kantor Presiden merupakan bagian dari penjajakan dan pembicaraan koalisi. Ada kehendak baik Demokrat dan Golkar untuk berkoalisi. ”Berkaitan dengan pertemuan saya dengan Pak Kalla (Senin, 20/4), isunya memang ke sana kemari. Yang jelas, pertemuan itu bagian dari penjajakan dan pembicaraan untuk membangun koalisi dan pembicaraan lanjutan. Pada tingkat sekarang, ada kehendak baik dari Demokrat dan Golkar berada dalam koalisi bersama-sama parpol lain,” ujarnya.
Koalisi yang dibicarakan terkait dengan kebersamaan di pemerintahan atau kabinet dan di parlemen. Di luar itu, tim partai masing-masing juga melakukan pembicaraan yang kemudian berujung pada rapat pimpinan atau musyawarah nasional. Sampai sekarang, kata Yudhoyono, penjajakan koalisi Demokrat dengan Golkar dan partai lain masih terus terjadi.
”Sama sekali pada tingkat saya belum membicarakan nama, siapa cawapres yang, insya Allah, akan saya ajak mendampingi saya,” kata Yudhoyono.
Akbar menguat
Kemarin sejumlah mantan pengurus Komite Nasional Pemuda Indonesia, yang sekarang ini banyak tersebar di banyak partai, menyatakan dukungannya kepada Akbar Tandjung untuk mendampingi Yudhoyono.
Mereka juga meminta agar Rapimnas Khusus Golkar yang akan diselenggarakan 23 April besok merekomendasikan banyak nama calon wapres, bukan hanya satu nama, yaitu Jusuf Kalla.
Tokoh yang hadir antara lain Ruhut Sitompul (Ketua DPP Partai Demokrat yang juga anggota Tim Sembilan yang dibentuk Yudhoyono untuk mencari cawapres), Lucky Sastrawirya, (Wakil Ketua Bidang Politik Partai Demokrat DKI Jakarta), Muchsin Ridjan (Wakil Ketua Umum DPP Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong), Agus Zakaria (Sekjen Pemuda Panca Marga, Wakil Ketua Partai Golkar DKI), Ariadi Ahmad (Wakil Sekjen DPP Partai Golkar), Uncu Natzir (Tim Media Akbar), dan Ketua KNPI DKI Jakarta Arif Rahman.
Akbar yang hadir dalam acara tersebut menyambut baik adanya pemberian dukungan itu. Ia juga menegaskan kembali kesiapannya untuk menjadi cawapres mendampingi Yudhoyono apabila memang dipilih. ”Kalau saya nanti yang dipilih Pak SBY, sejak sekarang saya mengatakan kesiapan saya untuk memberikan dukungan dan dalam memberikan dukungan kepada beliau, saya memosisikan diri sebagai wakil presiden, sebagaimana diamanatkan konstitusi, UUD 1945, wakil presiden itu bertugas berfungsi dalam rangka membantu tugas presiden agar misi presiden berjalan sukses. Tidak ada agenda-agenda lain,” ujarnya.
Menurut Ruhut, Akbar figur yang tepat menjadi cawapres mendampingi SBY karena ia figur politikus yang memiliki sikap negarawan, rendah hati, santun, dan jujur.
Lucky menduga kalau Rapimsus Partai Golkar mengajukan daftar nama dan Akbar masuk di dalamnya, Akbar yang paling besar kemungkinannya untuk dipilih menjadi cawapres mendampingi Yudhoyono.
Pandangan PKS
Partai Keadilan Sejahtera sudah menyampaikan pandangannya soal koalisi dalam pertemuan dengan Susilo Bambang Yudhoyono maupun Tim Sembilan Partai Demokrat.
Sekalipun demikian, menurut Ketua Bidang Perencanaan PKS Mahfudz Siddiq, PKS tidak dalam kapasitas mengajukan nama kepada Yudhoyono. Keputusan akhir menyangkut cawapres diserahkan kepada Yudhoyono. Kepentingan PKS dalam membangun koalisi adalah memperkuat sistem presidensialisme dan membangun pemerintahan yang efektif. “Siapa orangnya itu, hanya SBY dan Tuhan yang tahu,” ujar Mahfudz.
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar juga mengakui pihaknya sudah bertemu dengan tim Partai Demokrat. Seluruh pandangan dan syarat yang diminta PKB sudah disampaikan dalam forum tersebut. Muhaimin menilai, kriteria calon wapres yang disebutkan Yudhoyono masih umum. “SBY pasti bisa menentukan sendiri calon yang dianggap paling tepat,” katanya.
Secara terpisah, Sekjen Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan menegaskan, tidak ada perpecahan di tubuh PAN terkait koalisi maupun pencalonan untuk pilpres. Pertemuan di Yogyakarta yang diinisiasi Amien Rais merupakan salah satu masukan menjelang penetapan sikap PAN pada 27 April nanti. Terkait kriteria calon wapres yang disebutkan Yudhoyono, Zulkifli menilai banyak kader PAN yang bisa memenuhi itu. “Tapi PAN tidak mau menyorong-nyorongkan muka,” katanya. (HAR/INU/DIK/SUT)
PKS Setuju Cawapres Bukan Ketua Umum
PKS Setuju Cawapres Bukan Ketua Umum
Sindo Wednesday, 22 April 2009
JAKARTA(SI) – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyepakati usulan Partai Demokrat agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak memilih cawapres yang merangkap jabatan ketua umum parpol.
Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq mengungkapkan,partainya menyetujui usulan tim sembilan Partai Demokrat yang meminta keanggotaan kabinet,jika SBY kembali terpilih, bukan dari jajaran pengurus inti parpol.Pihaknya juga mengajukan platform koalisi dan agenda pemerintah lima tahun ke depan. Soal cawapres,Mahfudz mengklaim partainya tidak menyodorkan nama, dan masalah itu diserahkan kepada Presiden SBY. “Salah satu usulan PKS, misalnya,wapres dan menteri tidak boleh rangkap jabatan. Cawapres bukan ketua umum parpol dan kabinet, biar tidak ada tarik-menarik kepentingan,” ujarnya di Gedung DPR kemarin.
Mengenai figur cawapres SBY nanti, PKS dalam posisi menerima sekalipun bukan kader PKS, tapi sesuai dengan karakter dan syarat cawapres yang diajukan partai itu. “PKS akan menerima cawapres terpilih meskipun bukan PKS.Namun, platform dan ide awal dari kami,” ungkap Ketua Fraksi PKS DPR ini.
Kendati demikian, bukan berarti akad koalisi kedua partai telah ditandatangani.Presiden PKS Tifatul Sembiring mengatakan, keputusan resmi PKS soal koalisi dan capres yang akan diusung pada Pemilu Presiden 2009 akan ditetapkan oleh Majelis Syura pada 25–26 April di Jakarta.
“Belum, belum resmi. Kita lagi melakukan komunikasi politik dengan Partai Demokrat. Keputusan itu baru akan diambil di Sidang Majelis Syuro,” ujarnya di Jakarta kemarin. Sekadar diketahui, Senin (20/4), tim sembilan Partai Demokrat telah bertemu dengan jajaran petinggi PKS di Hotel Nikko.
Meski belum resmi berkoalisi,kedua partai sama-sama memiliki niat untuk melanjutkan koalisi saat ini menjadi koalisi permanen. Anggota Majelis Syura PKS Hidayat Nur Wahid menegaskan,PKS tidak akan membatalkan koalisi dengan SBY. Pernyataan Sekjen PKS Anis Matta soal ancaman akan mencabut diri dari koalisi Partai Demokrat diungkapkan menyusul usulan Golkar agar Jusuf Kalla kembali mendampingi SBY.
Menurut Anis, jika Kalla kembali menjadi cawapres SBY, PKS akan keluar. Mantan Presiden PKS ini yakin pandangan tim lima PKS sejalan dengan tim sembilan Demokrat. Tim lima atas Ketua Majelis Syura, Ketua Majelis Syariah,Ketua DPP, Ketua Fraksi, dan politikus senior PKS Soeripto.Ancaman yang sempat dikemukakan kader PKS merupakan pendapat pribadi.
“Wacana yang kemarin beredar bersifat pribadi, bukan resmi.Jadi tidak perlu kebakaran jenggot atau membakar jenggot orang,”tandasnya. Menanggapi hal itu,Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Achmad Mubarok menerangkan, pertemuan pihaknya dengan Majelis Syura PKS akhirnya disepakati menjalin koalisi. Ancaman mundur yang sempat terlontar dipastikan tidak akan ada lagi.
Mengenai cawapres,kata Mubarok, PKS melunak.PKS menyerahkan hal itu pada SBY.PKS hanya menyerahkanplatformkoalisi.“ Orangnya diserahkan ke Pak SBY. PKS tidak tawarkan Pak Hidayat. Konstruktif masukannya,”ungkapnya. Mubarok mengaskan bahwa keputusan PKS ada di Majelis Syuro. Karena itu, ancaman PKS yang diungkapkan orang DPP dianggapnya dinamika biasa saja.
Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Demokrat Syarief Hasan mengungkapkan bahwa pihaknya dan PKS sudah menandatangani kesepakatan komunikasi untuk koalisi. Tidak ada lagi ancaman PKS untuk batal koalisi. Syarief mengatakan,pihaknya bisa memahami permintaan PKS agar nantinya tidak ada rangkap jabatan, baik wapres dan menteri. “Diharapkan memang begitu,”ujarnya.
Sementara itu, kriteria calon wakil presiden yang ditetapkan oleh Presiden SBY dinilai 100% dimiliki mantan Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung.“Pak SBY dengan Bang Akbar bedabeda tipis sebetulnya, beliau seorang negarawan, santun, rendah hati, dan jujur,” kata salah satu anggota tim sembilan Partai Demokrat Ruhut Sitompul di Jakarta kemarin.
Untuk itu, pihaknya meminta Golkar menyediakan lebih dari satu nama. “Kalau kesannya seperti nodong,tolong berikan beberapa nama,”kata Ruhut. Menurut dia, Demokrat hampir dipastikan akan berkoalisi dengan Golkar yang sudah berpengalaman di dunia politik. “Golkar mempunyai banyak tokoh dan negarawan yang bagus untuk mendampingi SBY,”ujar Ruhut lagi. Sementara daftar nama kandidat pendamping SBY sudah mulai terisi.
Disebutkan, salah satu nama yang sudah masuk adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani. Nama-nama tersebut kini sudah berada di tangan anggota tim sembilan Partai Demokrat. “Jumlahnya lebih dari 10, tapi kurang dari 20 orang,” ungkap Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Ahmad Mubarok. Para kandidat ini selanjutnya akan segera diseleksi untuk diajukan kepada SBY agar bisa segera diumumkan kepada publik.
“Tidak harus dari Demokrat yang mendampingi SBY, bisa siapa saja yang berumur muda atau tua, tapi harus berjiwa muda,”tandasnya. (dian widiyanarko/ helmi firdaus/okezone
Sindo Wednesday, 22 April 2009
JAKARTA(SI) – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyepakati usulan Partai Demokrat agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak memilih cawapres yang merangkap jabatan ketua umum parpol.
Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq mengungkapkan,partainya menyetujui usulan tim sembilan Partai Demokrat yang meminta keanggotaan kabinet,jika SBY kembali terpilih, bukan dari jajaran pengurus inti parpol.Pihaknya juga mengajukan platform koalisi dan agenda pemerintah lima tahun ke depan. Soal cawapres,Mahfudz mengklaim partainya tidak menyodorkan nama, dan masalah itu diserahkan kepada Presiden SBY. “Salah satu usulan PKS, misalnya,wapres dan menteri tidak boleh rangkap jabatan. Cawapres bukan ketua umum parpol dan kabinet, biar tidak ada tarik-menarik kepentingan,” ujarnya di Gedung DPR kemarin.
Mengenai figur cawapres SBY nanti, PKS dalam posisi menerima sekalipun bukan kader PKS, tapi sesuai dengan karakter dan syarat cawapres yang diajukan partai itu. “PKS akan menerima cawapres terpilih meskipun bukan PKS.Namun, platform dan ide awal dari kami,” ungkap Ketua Fraksi PKS DPR ini.
Kendati demikian, bukan berarti akad koalisi kedua partai telah ditandatangani.Presiden PKS Tifatul Sembiring mengatakan, keputusan resmi PKS soal koalisi dan capres yang akan diusung pada Pemilu Presiden 2009 akan ditetapkan oleh Majelis Syura pada 25–26 April di Jakarta.
“Belum, belum resmi. Kita lagi melakukan komunikasi politik dengan Partai Demokrat. Keputusan itu baru akan diambil di Sidang Majelis Syuro,” ujarnya di Jakarta kemarin. Sekadar diketahui, Senin (20/4), tim sembilan Partai Demokrat telah bertemu dengan jajaran petinggi PKS di Hotel Nikko.
Meski belum resmi berkoalisi,kedua partai sama-sama memiliki niat untuk melanjutkan koalisi saat ini menjadi koalisi permanen. Anggota Majelis Syura PKS Hidayat Nur Wahid menegaskan,PKS tidak akan membatalkan koalisi dengan SBY. Pernyataan Sekjen PKS Anis Matta soal ancaman akan mencabut diri dari koalisi Partai Demokrat diungkapkan menyusul usulan Golkar agar Jusuf Kalla kembali mendampingi SBY.
Menurut Anis, jika Kalla kembali menjadi cawapres SBY, PKS akan keluar. Mantan Presiden PKS ini yakin pandangan tim lima PKS sejalan dengan tim sembilan Demokrat. Tim lima atas Ketua Majelis Syura, Ketua Majelis Syariah,Ketua DPP, Ketua Fraksi, dan politikus senior PKS Soeripto.Ancaman yang sempat dikemukakan kader PKS merupakan pendapat pribadi.
“Wacana yang kemarin beredar bersifat pribadi, bukan resmi.Jadi tidak perlu kebakaran jenggot atau membakar jenggot orang,”tandasnya. Menanggapi hal itu,Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Achmad Mubarok menerangkan, pertemuan pihaknya dengan Majelis Syura PKS akhirnya disepakati menjalin koalisi. Ancaman mundur yang sempat terlontar dipastikan tidak akan ada lagi.
Mengenai cawapres,kata Mubarok, PKS melunak.PKS menyerahkan hal itu pada SBY.PKS hanya menyerahkanplatformkoalisi.“ Orangnya diserahkan ke Pak SBY. PKS tidak tawarkan Pak Hidayat. Konstruktif masukannya,”ungkapnya. Mubarok mengaskan bahwa keputusan PKS ada di Majelis Syuro. Karena itu, ancaman PKS yang diungkapkan orang DPP dianggapnya dinamika biasa saja.
Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Demokrat Syarief Hasan mengungkapkan bahwa pihaknya dan PKS sudah menandatangani kesepakatan komunikasi untuk koalisi. Tidak ada lagi ancaman PKS untuk batal koalisi. Syarief mengatakan,pihaknya bisa memahami permintaan PKS agar nantinya tidak ada rangkap jabatan, baik wapres dan menteri. “Diharapkan memang begitu,”ujarnya.
Sementara itu, kriteria calon wakil presiden yang ditetapkan oleh Presiden SBY dinilai 100% dimiliki mantan Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung.“Pak SBY dengan Bang Akbar bedabeda tipis sebetulnya, beliau seorang negarawan, santun, rendah hati, dan jujur,” kata salah satu anggota tim sembilan Partai Demokrat Ruhut Sitompul di Jakarta kemarin.
Untuk itu, pihaknya meminta Golkar menyediakan lebih dari satu nama. “Kalau kesannya seperti nodong,tolong berikan beberapa nama,”kata Ruhut. Menurut dia, Demokrat hampir dipastikan akan berkoalisi dengan Golkar yang sudah berpengalaman di dunia politik. “Golkar mempunyai banyak tokoh dan negarawan yang bagus untuk mendampingi SBY,”ujar Ruhut lagi. Sementara daftar nama kandidat pendamping SBY sudah mulai terisi.
Disebutkan, salah satu nama yang sudah masuk adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani. Nama-nama tersebut kini sudah berada di tangan anggota tim sembilan Partai Demokrat. “Jumlahnya lebih dari 10, tapi kurang dari 20 orang,” ungkap Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Ahmad Mubarok. Para kandidat ini selanjutnya akan segera diseleksi untuk diajukan kepada SBY agar bisa segera diumumkan kepada publik.
“Tidak harus dari Demokrat yang mendampingi SBY, bisa siapa saja yang berumur muda atau tua, tapi harus berjiwa muda,”tandasnya. (dian widiyanarko/ helmi firdaus/okezone
SBY still undecided over VP candidate
SBY still undecided over VP candidate
Erwida Maulia , The Jakarta Post , Jakarta | Wed, 04/22/2009 12:35 PM | Headlines
The Golkar Party is flexing its muscles ahead of a key meeting to select a running mate for President Susilo Bambang Yudhoyono, or perhaps its own candidate for the presidential election on July 8.
Golkar chairman Jusuf Kalla hosted a meeting with party provincial chapter leaders and executives at his private residence in upmarket Menteng on Tuesday evening.
"We will continue talks and take a decision tomorrow *Wednesday*," Golkar deputy secretary-general Rully Chairul Azwar said.
Yudhoyono said he was looking forward to hearing the results of the Golkar meeting and insisted he had not picked a running mate.
"Rumors have been circulating that I have had a vice presidential candidate from Golkar or other parties. But, my answer is the same: I haven't talked at all about who will be my vice presidential candidate," Yudhoyono told a media conference at the State Palace.
Golkar has so far been split into rival camps with four alternatives: pushing for the Yudhoyono-Kalla ticket; for Yudhoyono's re-election with a running mate from Golkar other than Kalla; nominating Kalla as the presidential candidate or supporting a new coalition to fight Yudhoyono's Democratic Party.
The Golkar meeting came two days after Yudhoyono unveiled a number of criteria for his running mate, which observers and some Golkar leaders believe would dump Kalla out of the race.
An angry Golkar politician said the party would be prepared for the worst by quitting the coalition with the Democratic Party.
In an apparent move to contain the damage, Yudhoyono said on Tuesday he had met Kalla privately on Monday to maintain the coalition between the two parties both in the government and in the House.
The President, however, stopped short of referring to Kalla as his vice presidential candidate.
"Everything is still in process. Talks still continue. And to this extent Golkar and the Democratic Party have the same will to continue our alliance in coalition in the government and in the parliament, along with some other parties."
"My meeting with Pak JK *Kalla* was part of the exploration to build the coalition. We stop there."
Separately Golkar senior politicians Akbar Tandjung said he was ready to contest the election as Yudhoyono's running mate.
"If most people think that I am capable then they may do so," Akbar said at his home on Tuesday.
Akbar said that people might favor him as the vice president because of his past achievements.
"I have been involved with the party and politics since 1973. I was a legislator from 1977 to 1988 and under my leadership, Golkar managed to survive a grim, critical period which was filled with terrors and interventions," said Akbar, who led Golkar between 2000 and 2005 and the House between 1999 and 2004.
Akbar refused to rate his chance.
"My candidacy depends on political mechanisms and SBY. But if SBY decides to name me as his running mate, then I am ready," he said.
The Prosperous Justice Party (PKS) suggested Yudhoyono pick a non-partisan running mate or a professional to avoid conflict of interest.
"The PKS will not nominate any names to SBY. But if SBY's next running mate happens to hold a top position in any political party, then it is advisable for that person to step down from his position in the party," PKS faction chairman Mahfudz Siddiq said in Jakarta on Tuesday. (hdt)
Erwida Maulia , The Jakarta Post , Jakarta | Wed, 04/22/2009 12:35 PM | Headlines
The Golkar Party is flexing its muscles ahead of a key meeting to select a running mate for President Susilo Bambang Yudhoyono, or perhaps its own candidate for the presidential election on July 8.
Golkar chairman Jusuf Kalla hosted a meeting with party provincial chapter leaders and executives at his private residence in upmarket Menteng on Tuesday evening.
"We will continue talks and take a decision tomorrow *Wednesday*," Golkar deputy secretary-general Rully Chairul Azwar said.
Yudhoyono said he was looking forward to hearing the results of the Golkar meeting and insisted he had not picked a running mate.
"Rumors have been circulating that I have had a vice presidential candidate from Golkar or other parties. But, my answer is the same: I haven't talked at all about who will be my vice presidential candidate," Yudhoyono told a media conference at the State Palace.
Golkar has so far been split into rival camps with four alternatives: pushing for the Yudhoyono-Kalla ticket; for Yudhoyono's re-election with a running mate from Golkar other than Kalla; nominating Kalla as the presidential candidate or supporting a new coalition to fight Yudhoyono's Democratic Party.
The Golkar meeting came two days after Yudhoyono unveiled a number of criteria for his running mate, which observers and some Golkar leaders believe would dump Kalla out of the race.
An angry Golkar politician said the party would be prepared for the worst by quitting the coalition with the Democratic Party.
In an apparent move to contain the damage, Yudhoyono said on Tuesday he had met Kalla privately on Monday to maintain the coalition between the two parties both in the government and in the House.
The President, however, stopped short of referring to Kalla as his vice presidential candidate.
"Everything is still in process. Talks still continue. And to this extent Golkar and the Democratic Party have the same will to continue our alliance in coalition in the government and in the parliament, along with some other parties."
"My meeting with Pak JK *Kalla* was part of the exploration to build the coalition. We stop there."
Separately Golkar senior politicians Akbar Tandjung said he was ready to contest the election as Yudhoyono's running mate.
"If most people think that I am capable then they may do so," Akbar said at his home on Tuesday.
Akbar said that people might favor him as the vice president because of his past achievements.
"I have been involved with the party and politics since 1973. I was a legislator from 1977 to 1988 and under my leadership, Golkar managed to survive a grim, critical period which was filled with terrors and interventions," said Akbar, who led Golkar between 2000 and 2005 and the House between 1999 and 2004.
Akbar refused to rate his chance.
"My candidacy depends on political mechanisms and SBY. But if SBY decides to name me as his running mate, then I am ready," he said.
The Prosperous Justice Party (PKS) suggested Yudhoyono pick a non-partisan running mate or a professional to avoid conflict of interest.
"The PKS will not nominate any names to SBY. But if SBY's next running mate happens to hold a top position in any political party, then it is advisable for that person to step down from his position in the party," PKS faction chairman Mahfudz Siddiq said in Jakarta on Tuesday. (hdt)
PKS Perppu Capres Tunggal Prematur
PKS Perppu Capres Tunggal Prematur
22/04/2009 - 07:12
Abdullah Mubarok
Mahfudz Siddiq
INILAH.COM, Jakarta - Wacana diperlukannya sebuah perppu jika hanya ada satu capres yang maju, dianggap PKS terlalu prematur. Untuk itu, KPU harus mengatasi dengan cepat permasalahan itu agar pelaksanaan pilpres tidak mundur.
"Itu (perppu capres tunggal) prematur dan menunjukkan kekhawatiran (KPU) yang berlebihan," kata Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq, kepada INILAH.COM, Jakarta, Rabu (22/4).
Dalam UU 42/2008 tidak diatur jika hanya ada satu calon pasangan presiden dan wakil presiden yang mendaftar ke KPU. Selain itu, di pasal 24 ayat 2 menyebutkan, jika salah satu calon atau pasangan calon berhalangan tetap, sehingga jumlah pasangan calon kurang dari dua, KPU dapat menunda pelaksanaan pemilu paling lama 30 hari.
Namun, dalam UU tersebut tidak diatur mekanisme lanjutan jika sampai 30 hari tidak ada pasangan calon pengganti. Untuk itu, Mahfudz menyebut beberapa faktor yang memungkinkan hanya 1 pasangan capres maju. Antara lain, ada koalisi yang terlalu besar dan kuat sehingga tidak ada partai yang berpeluang untuk memenangkan pilpres. Kedua, ada kekecewaan banyak partai terhadap kualitas penyelenggaraan pemilu.
Karena itu, lanjutnya, KPU harus merespon dengan tepat dan cepat segala protes serta kritik berbagai pihak. "KPU dan pemerintah harus menjelaskan duduk persoalan disertai solusinya. Ada untuk pemulihan kepercayaan," imbuhnya.
Mengenai adanya ancaman dari kandidat capres untuk tidak ikut pemilu, Mahfudz mengembalikan lagi kepada komitmen parpol tersebut. Sebab, setiap parpol memiliki tanggung jawab moral politik yang besar.
Apabila pemilu diundur dan gagal, tentu bisa menimbulkan permasalahan yang lebih besar. Yakni, pembangunan tidak berjalan. "Ini yang dirugikan adalah rakyat sendiri," pungkasnya. [bar/nuz]
22/04/2009 - 07:12
Abdullah Mubarok
Mahfudz Siddiq
INILAH.COM, Jakarta - Wacana diperlukannya sebuah perppu jika hanya ada satu capres yang maju, dianggap PKS terlalu prematur. Untuk itu, KPU harus mengatasi dengan cepat permasalahan itu agar pelaksanaan pilpres tidak mundur.
"Itu (perppu capres tunggal) prematur dan menunjukkan kekhawatiran (KPU) yang berlebihan," kata Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq, kepada INILAH.COM, Jakarta, Rabu (22/4).
Dalam UU 42/2008 tidak diatur jika hanya ada satu calon pasangan presiden dan wakil presiden yang mendaftar ke KPU. Selain itu, di pasal 24 ayat 2 menyebutkan, jika salah satu calon atau pasangan calon berhalangan tetap, sehingga jumlah pasangan calon kurang dari dua, KPU dapat menunda pelaksanaan pemilu paling lama 30 hari.
Namun, dalam UU tersebut tidak diatur mekanisme lanjutan jika sampai 30 hari tidak ada pasangan calon pengganti. Untuk itu, Mahfudz menyebut beberapa faktor yang memungkinkan hanya 1 pasangan capres maju. Antara lain, ada koalisi yang terlalu besar dan kuat sehingga tidak ada partai yang berpeluang untuk memenangkan pilpres. Kedua, ada kekecewaan banyak partai terhadap kualitas penyelenggaraan pemilu.
Karena itu, lanjutnya, KPU harus merespon dengan tepat dan cepat segala protes serta kritik berbagai pihak. "KPU dan pemerintah harus menjelaskan duduk persoalan disertai solusinya. Ada untuk pemulihan kepercayaan," imbuhnya.
Mengenai adanya ancaman dari kandidat capres untuk tidak ikut pemilu, Mahfudz mengembalikan lagi kepada komitmen parpol tersebut. Sebab, setiap parpol memiliki tanggung jawab moral politik yang besar.
Apabila pemilu diundur dan gagal, tentu bisa menimbulkan permasalahan yang lebih besar. Yakni, pembangunan tidak berjalan. "Ini yang dirugikan adalah rakyat sendiri," pungkasnya. [bar/nuz]
Hidayat : PKS Tidak Akan Pilih Independen
Hidayat PKS Tidak Akan Pilih Independen
Selasa, 21 April 2009 - 10:48 wib
JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tidak akan mengambil keputusan untuk independen jika tidak ada partai yang cocok untuk koalisi. Namun arah koalisi PKS belum diputuskan.
"Secara prinsip saya, yakin akan ke arah koalisi. Apa yang pernah disampaikan Fahry Hamzah dan Mahfudz Siddiq ke media bukanlah ancaman atau mengancam. Tidak ada yang perlu kebakaran jenggot dan membakar jenggot," kata politisi asal PKS Hidayat Nurwahid kepada para wartawan di Gedung DPR, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (21/4/2009).
Namun kepastian arah koalisi PKS, akan dikeluarkan dalam Sidang Majelis Syuro pada 25-26 April mendatang. Hidayat mengungkapkan, dalam koalisi nanti, PKS akan sangat rasional dan bersikap realistis, tapi bukan berarti juga pragmatis demi berebut kekuasaan.
"Tapi tetap memfokuskan pada agenda besar apa yang kaan dikeluarkan dan tentunya program-program apa yang akan dilakukan, menghormati pihak-pihak lain tanpa mendapat paksaan," ungkapnya.
Saat ditanya siapa cawapres yang paling tepat untuk mendampingi calon presiden Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Hidayat enggan berkomentar. Menurutnya, pilihan cawapres bagi SBY, diserahkan sepenuhnya dengan segala pertimbangan dari SBY sendiri.
Sementara mengenai wacana cawapres Hatta Rajasa, Hidayat juga enggan menanggapi.
"Karena Pak Hatta saja tidak mau berkomentar. Dia sendiri saja tidak pernah terpikirkan tentang itu," tukasnya. (hri)
Selasa, 21 April 2009 - 10:48 wib
JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tidak akan mengambil keputusan untuk independen jika tidak ada partai yang cocok untuk koalisi. Namun arah koalisi PKS belum diputuskan.
"Secara prinsip saya, yakin akan ke arah koalisi. Apa yang pernah disampaikan Fahry Hamzah dan Mahfudz Siddiq ke media bukanlah ancaman atau mengancam. Tidak ada yang perlu kebakaran jenggot dan membakar jenggot," kata politisi asal PKS Hidayat Nurwahid kepada para wartawan di Gedung DPR, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (21/4/2009).
Namun kepastian arah koalisi PKS, akan dikeluarkan dalam Sidang Majelis Syuro pada 25-26 April mendatang. Hidayat mengungkapkan, dalam koalisi nanti, PKS akan sangat rasional dan bersikap realistis, tapi bukan berarti juga pragmatis demi berebut kekuasaan.
"Tapi tetap memfokuskan pada agenda besar apa yang kaan dikeluarkan dan tentunya program-program apa yang akan dilakukan, menghormati pihak-pihak lain tanpa mendapat paksaan," ungkapnya.
Saat ditanya siapa cawapres yang paling tepat untuk mendampingi calon presiden Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Hidayat enggan berkomentar. Menurutnya, pilihan cawapres bagi SBY, diserahkan sepenuhnya dengan segala pertimbangan dari SBY sendiri.
Sementara mengenai wacana cawapres Hatta Rajasa, Hidayat juga enggan menanggapi.
"Karena Pak Hatta saja tidak mau berkomentar. Dia sendiri saja tidak pernah terpikirkan tentang itu," tukasnya. (hri)
Yudhoyono Juga Butuh Chemistry
Yudhoyono Juga Butuh Chemistry
PKS mengusulkan ide 'haramnya' rangkap jabatan bagi calon wakil presiden Yudhoyono.
Selasa, 21 April 2009, 12:42 WIB
Elin Yunita Kristanti, Suryanta Bakti Susila
Presiden Yudhoyono jumpa pers di pesawat (Biro Pers Istana Presiden/Abror Rizki)
VIVAnews - Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono menyebut lima syarat calon wakil presiden untuk mendampinginya. Namun, syarat itu bertambah setelah pertemuan Tim Lima Partai Keadilan Sejahtera dan Tim Sembilan Partai Demokrat.
Menurut Ketua Fraksi PKS, Mahfudz Siddiq, PKS mengusulkan ide 'haramnya' rangkap jabatan bagi calon wakil presiden pendamping Yudhoyono. Menurutnya, Demokrat ternyata menyambut baik gagasan tersebut. Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Marzuki Alie, tambah dia, menyatakan bahwa cawapres tidak lagi rangkap jabatan ketua umum.
Secara terpisah, Marzuki Ali tak menegaskan syarat tambahan itu. "Ya, intinya sudah jelas lima kriteria yang kemarin diusung, ditambah yang chemistry cocok. Jadi, syaratnya sesuai kriteria dan chemistry," kata di di Gedung Komisi Pemilihan Umum, Jalan Imam Bonjol, Selasa 21 April 2009.
Ditambahkan dia, rata-rata partai yang menjajaki koalisi menyampaikan usulan wakil presiden. Sejauh ini, tambah Marzuki, baru PKB yang sudah menyatakan diri berkoalisi dengan Demokrat. "Yang sudah fulgar itu PKB, konsisten berkoalisi dengan Demokrat. Kemudian dengan PKS secara normatif sudah ada gagasan," tambah dia.
PKS, lanjut dia, masih menunggu keputusan 99 dewan syuro. "DPP sudah ketemu, sudah ada kecocokan gagasan koalisi lima tahun ke depan," kata dia. Bagaimana dengan Golkar? Menurut Marzuki sikap Golkar menunggu hasl rapat pimpinan khusus nasional di Sulawesi Selatan.
Seperti diberitakan, pertemuan Tim Sembilan Demokrat dengan Tim Lima PKS itu sudah berlangsung Senin (20/4) sore di Hotel Nikko, di Jalan MH Thamrin, Jakarta.
Tim Sembilan Demokrat merupakan tim khusus untuk menyiapkan nama calon wakil presiden pendamping Susilo Bambang Yudhoyono. Sedangkan Tim Lima PKS juga disiapkan untuk Pemilu Presiden.
Tim Lima PKS itu diketuai Presiden PKS, Tifatul Sembiring, dengan anggota anggota Ketua Majelis Pertimbangan Partai PKS Suharna Surapranata, Ketua Dewan Syariah Pusat PKS Surahman Hidayat, Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq, dan Ketua Dewan Pakar PKS Soeripto.
Tim Sembilan Demokrat itu sendiri terdiri dari Ketua Umum, Hadi Utomo, Sekretaris Jenderal, Marzuki Alie, Wakil Sekretaris Jenderal, Syarif Hasan, Ketua Badan Pemenang Pemilu, Yahya Secawirya, Ketua Dewan Pimpinan Pusat, Andi Mallarangeng, Anas Urbaningrum, dan Ruhut Sitompul, serta Jero Wacik, dan Hayono Isman.
• VIVAnews
PKS mengusulkan ide 'haramnya' rangkap jabatan bagi calon wakil presiden Yudhoyono.
Selasa, 21 April 2009, 12:42 WIB
Elin Yunita Kristanti, Suryanta Bakti Susila
Presiden Yudhoyono jumpa pers di pesawat (Biro Pers Istana Presiden/Abror Rizki)
VIVAnews - Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono menyebut lima syarat calon wakil presiden untuk mendampinginya. Namun, syarat itu bertambah setelah pertemuan Tim Lima Partai Keadilan Sejahtera dan Tim Sembilan Partai Demokrat.
Menurut Ketua Fraksi PKS, Mahfudz Siddiq, PKS mengusulkan ide 'haramnya' rangkap jabatan bagi calon wakil presiden pendamping Yudhoyono. Menurutnya, Demokrat ternyata menyambut baik gagasan tersebut. Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Marzuki Alie, tambah dia, menyatakan bahwa cawapres tidak lagi rangkap jabatan ketua umum.
Secara terpisah, Marzuki Ali tak menegaskan syarat tambahan itu. "Ya, intinya sudah jelas lima kriteria yang kemarin diusung, ditambah yang chemistry cocok. Jadi, syaratnya sesuai kriteria dan chemistry," kata di di Gedung Komisi Pemilihan Umum, Jalan Imam Bonjol, Selasa 21 April 2009.
Ditambahkan dia, rata-rata partai yang menjajaki koalisi menyampaikan usulan wakil presiden. Sejauh ini, tambah Marzuki, baru PKB yang sudah menyatakan diri berkoalisi dengan Demokrat. "Yang sudah fulgar itu PKB, konsisten berkoalisi dengan Demokrat. Kemudian dengan PKS secara normatif sudah ada gagasan," tambah dia.
PKS, lanjut dia, masih menunggu keputusan 99 dewan syuro. "DPP sudah ketemu, sudah ada kecocokan gagasan koalisi lima tahun ke depan," kata dia. Bagaimana dengan Golkar? Menurut Marzuki sikap Golkar menunggu hasl rapat pimpinan khusus nasional di Sulawesi Selatan.
Seperti diberitakan, pertemuan Tim Sembilan Demokrat dengan Tim Lima PKS itu sudah berlangsung Senin (20/4) sore di Hotel Nikko, di Jalan MH Thamrin, Jakarta.
Tim Sembilan Demokrat merupakan tim khusus untuk menyiapkan nama calon wakil presiden pendamping Susilo Bambang Yudhoyono. Sedangkan Tim Lima PKS juga disiapkan untuk Pemilu Presiden.
Tim Lima PKS itu diketuai Presiden PKS, Tifatul Sembiring, dengan anggota anggota Ketua Majelis Pertimbangan Partai PKS Suharna Surapranata, Ketua Dewan Syariah Pusat PKS Surahman Hidayat, Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq, dan Ketua Dewan Pakar PKS Soeripto.
Tim Sembilan Demokrat itu sendiri terdiri dari Ketua Umum, Hadi Utomo, Sekretaris Jenderal, Marzuki Alie, Wakil Sekretaris Jenderal, Syarif Hasan, Ketua Badan Pemenang Pemilu, Yahya Secawirya, Ketua Dewan Pimpinan Pusat, Andi Mallarangeng, Anas Urbaningrum, dan Ruhut Sitompul, serta Jero Wacik, dan Hayono Isman.
• VIVAnews
Demokrat PKS Tandatangani Kesepakatan Koalisi
Demokrat PKS Tandatangani Kesepakatan Koalisi
21 Apr 2009 13:11:59
Jakarta, (tvOne)
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sempat mengancam untuk keluar dari koalisi dengan Demokrat jika Yudhoyono kembali menggandeng Jusuf Kalla sebagai calon wakil presiden. Tetapi, malam tadi PKS justru menandatangani kesepakatan bersama Demokrat untuk membangun komunikasi politik ke arah koalisi.
"Kami sudah menandatangani kesepakatan untuk membangun komunikasi menuju koalisi," ujar Ketua Fraksi Demokrat, Syarief Hasan, usai Rapat Paripurna di Gedung Dewan, Selasa, 21 April 2009.
Pertemuan itu diwakili Tim Lima PKS dan Tim Sembilan Demokrat di Hotel Nikko, Senin (20/4) malam. Dalam pertemuan itu kedua partai saling menyodorkan agenda politik dari masing-masing partai.
Sebelumya, Ketua Fraksi PKS, Mahfudz Siddiq, mengatakan bahwa gagasan PKS untuk meniadakan rangkap jabatan ketua umum partai dengan posisi wakil presiden, telah diakomodir Demokrat.
"Cawapres tidak akan lagi rangkap jabatan. Artinya, gagasan PKS secara substantif sangat dipertimbangkan Demokrat. Sementara mengenai siapa cawapresnya, terserah Yudhoyono," ujar Mahfudz.
Hal senada dipertegas Syarief yang mengakui bahwa Demokrat memang tidak ingin cawapres, termasuk menteri-menteri di kabinet, yang rangkap jabatan sebagai pengurus partai politik. Menurut dia, hal itu penting agar efektivitas pemerintahan dapat maksimal, dan agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam kabinet dalam mengelola pemerintahan.
Mengenai kemugkinan cawapres yang akan diusung Yudhoyono, Syarief menyatakan bahwa semua tokoh punya potensi yang sama. "Menentukan cawapres tentu hak Yudhoyono. Yang penting partai sudah men-screening melalui kriteria cawapres," kata Syarief.
Syarief pun bersyukur karena banyak pihak kini terlihat mendekati YUdhoyono. Ia melihat hal itu sebagai pertanda bahwa Yudhoyono memang enteng jodoh.(VIVAnews)
21 Apr 2009 13:11:59
Jakarta, (tvOne)
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sempat mengancam untuk keluar dari koalisi dengan Demokrat jika Yudhoyono kembali menggandeng Jusuf Kalla sebagai calon wakil presiden. Tetapi, malam tadi PKS justru menandatangani kesepakatan bersama Demokrat untuk membangun komunikasi politik ke arah koalisi.
"Kami sudah menandatangani kesepakatan untuk membangun komunikasi menuju koalisi," ujar Ketua Fraksi Demokrat, Syarief Hasan, usai Rapat Paripurna di Gedung Dewan, Selasa, 21 April 2009.
Pertemuan itu diwakili Tim Lima PKS dan Tim Sembilan Demokrat di Hotel Nikko, Senin (20/4) malam. Dalam pertemuan itu kedua partai saling menyodorkan agenda politik dari masing-masing partai.
Sebelumya, Ketua Fraksi PKS, Mahfudz Siddiq, mengatakan bahwa gagasan PKS untuk meniadakan rangkap jabatan ketua umum partai dengan posisi wakil presiden, telah diakomodir Demokrat.
"Cawapres tidak akan lagi rangkap jabatan. Artinya, gagasan PKS secara substantif sangat dipertimbangkan Demokrat. Sementara mengenai siapa cawapresnya, terserah Yudhoyono," ujar Mahfudz.
Hal senada dipertegas Syarief yang mengakui bahwa Demokrat memang tidak ingin cawapres, termasuk menteri-menteri di kabinet, yang rangkap jabatan sebagai pengurus partai politik. Menurut dia, hal itu penting agar efektivitas pemerintahan dapat maksimal, dan agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam kabinet dalam mengelola pemerintahan.
Mengenai kemugkinan cawapres yang akan diusung Yudhoyono, Syarief menyatakan bahwa semua tokoh punya potensi yang sama. "Menentukan cawapres tentu hak Yudhoyono. Yang penting partai sudah men-screening melalui kriteria cawapres," kata Syarief.
Syarief pun bersyukur karena banyak pihak kini terlihat mendekati YUdhoyono. Ia melihat hal itu sebagai pertanda bahwa Yudhoyono memang enteng jodoh.(VIVAnews)
PKS Usulkan SBY Tidak Memilih Cawapres Pimpinan Partai
PKS Usulkan SBY Tidak Memilih Cawapres Pimpinan Partai
Eramuslim Selasa, 21/04/2009 17:03 WIB
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyarankan agar Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak memilih cawapres dan jajaran kabinet yang merangkap jabatan sebagai ketua umum partai, bahkan kalau bisa diambil dari orang non partai.
“PKS sudah menyampaikan ide kepada SBY dan sangat dipertimbangkan oleh SBY. Masalah cawapres dan para menteri kedepan tidak boleh ada konflik kepentingan dan tidak merangkap jabatan sebagai ketua umum parpol,”tegas Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq pada wartawan di gedung DPR RI Jakarta, Selasa (21/4).
Namun demikian Mahfudz menambahkan, PKS tidak dalam kapasitas menyodorkan nama kepada SBY. PKS akan tetap konsisten hanya memberikan ide pemikiran kepada Partai Demokrat dalam menciptakan koalisi kedepan. “Soal siapa orangnya itu urusan SBY, hanya SBY dan Tuhan yang tahu. PKS tidak dalam posisi menyodor-nyodorkan nama. PKS konsisten dalam kapasitas menyampaikan ide,”ungkapnya.
Mahfudz menyarankan jika memang ada ketua umum parpol yang tetap ingin masuk dalam pemerintahan, sebaiknya mundur dari jabatan di partai politik. “Yang penting jangan dari ketua umum partai. Kalau mau mereka harus mundur dari jabatan ketua umum partai,”tegasnya.
Sebelumnya, Anggota Majelis Pertimbangan PKS Hidayat Nur Wahid tidak mau berandai-andai mengenai siapa cawapres yang akan dipilih mendampingi SBY. Meski sebelumnya pun beredar wacana yang akan menggabungkan pasangan SBY-HNW
"Kita serahkan seluruhnya pada kebijakan Pak SBY. Untuk menentukan siapakah yang akan mendampingi beliau. Sekali lagi biarkan Pak SBY berfikir dengan jernih beristiqarah, dengan baik dan mendapat wacapres yang beliau inginkan untuk melaksanakan amanat rakyat melalui Pilpres," ujarnya. (nov)
Hidayat : PKS Membantah Ancaman Menarik Diri dari Demokrat
Selasa, 21/04/2009 16:55
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) semakin memantapkan langkahnya untuk berkoalisi dengan Partai Demokrat, meski keputusan resmi masih akan digodok dalam Musyawarah Majelis Syuro 25-26 April 2009.
"Kita belum tahu persis apa yang akan mereka suarakan tapi secara prinsip saya yakin sejalan yang tadi malam dibahas dalam pertemuan antara tim 5 dengan tim 9 arah pada koalisi lebih kuat," kata Anggota Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid kepada pers, di Gedung DPRRI, Jakarta, Selasa (21/4).
Seperti diketahui, kemarin (Senin, 20/4) tim lima PKS sudah melakukan komunikasi politik dengan tim sembilan Partai Demokrat. Dalam pertemuan itu hadir Presiden PKS Tifatul Sembiring, Ketua Majelis Syuro Hilmi Aminuddin, Ketua Majelis Pertimbangan Partai PKS Suharna Surapranata, Ketua Dewan Syariah Pusat PKS Surahman Hidayat, Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq, dan Ketua Dewan Pakar PKS Soeripto. Tim tersebut tanpa adanya keikut sertaan sekjen PKS, Anis Matta.
Namun, menurut Hidayat, koalisi yang menjadi harapan partainya bukan koalisi kosong tanpa kontrak politik. Akan tetapi, mengarah pada komitmen program besar apa yang akan dibicarakan bersama antara pihak yang berkoalisi.
Ia pun membantah soal ancaman PKS menarik diri dari koalisi dengan Partai Demokrat, karena itu merupakan sikap pribadi yang belum menjadi keputusan Majelis Syuro.
"Yang pasti masalah koalisi adalah wewenang Majelis Syuro jadi beragam wacana yang ada diluar Majelis Syuro masih wacana pribadi belum bersifat resmi jadi tidak perlu kebakaran jengot atau membakar jenggot orang lain," ujarnya.
Hidayat pun menyakinkan, bahwa partainya tetap sebagai partai rasional yang akan berfikir realistis dan tidak menjadi pragmatis dalam menentukan teman koalisinya, bukan hanya sekedar berebut kekuasaan, akan tetapi melakukan koalisi yang berbasis pada program dan kontrak politik dengan agenda besar yang akan dilakukan. (nov)
Eramuslim Selasa, 21/04/2009 17:03 WIB
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyarankan agar Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak memilih cawapres dan jajaran kabinet yang merangkap jabatan sebagai ketua umum partai, bahkan kalau bisa diambil dari orang non partai.
“PKS sudah menyampaikan ide kepada SBY dan sangat dipertimbangkan oleh SBY. Masalah cawapres dan para menteri kedepan tidak boleh ada konflik kepentingan dan tidak merangkap jabatan sebagai ketua umum parpol,”tegas Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq pada wartawan di gedung DPR RI Jakarta, Selasa (21/4).
Namun demikian Mahfudz menambahkan, PKS tidak dalam kapasitas menyodorkan nama kepada SBY. PKS akan tetap konsisten hanya memberikan ide pemikiran kepada Partai Demokrat dalam menciptakan koalisi kedepan. “Soal siapa orangnya itu urusan SBY, hanya SBY dan Tuhan yang tahu. PKS tidak dalam posisi menyodor-nyodorkan nama. PKS konsisten dalam kapasitas menyampaikan ide,”ungkapnya.
Mahfudz menyarankan jika memang ada ketua umum parpol yang tetap ingin masuk dalam pemerintahan, sebaiknya mundur dari jabatan di partai politik. “Yang penting jangan dari ketua umum partai. Kalau mau mereka harus mundur dari jabatan ketua umum partai,”tegasnya.
Sebelumnya, Anggota Majelis Pertimbangan PKS Hidayat Nur Wahid tidak mau berandai-andai mengenai siapa cawapres yang akan dipilih mendampingi SBY. Meski sebelumnya pun beredar wacana yang akan menggabungkan pasangan SBY-HNW
"Kita serahkan seluruhnya pada kebijakan Pak SBY. Untuk menentukan siapakah yang akan mendampingi beliau. Sekali lagi biarkan Pak SBY berfikir dengan jernih beristiqarah, dengan baik dan mendapat wacapres yang beliau inginkan untuk melaksanakan amanat rakyat melalui Pilpres," ujarnya. (nov)
Hidayat : PKS Membantah Ancaman Menarik Diri dari Demokrat
Selasa, 21/04/2009 16:55
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) semakin memantapkan langkahnya untuk berkoalisi dengan Partai Demokrat, meski keputusan resmi masih akan digodok dalam Musyawarah Majelis Syuro 25-26 April 2009.
"Kita belum tahu persis apa yang akan mereka suarakan tapi secara prinsip saya yakin sejalan yang tadi malam dibahas dalam pertemuan antara tim 5 dengan tim 9 arah pada koalisi lebih kuat," kata Anggota Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid kepada pers, di Gedung DPRRI, Jakarta, Selasa (21/4).
Seperti diketahui, kemarin (Senin, 20/4) tim lima PKS sudah melakukan komunikasi politik dengan tim sembilan Partai Demokrat. Dalam pertemuan itu hadir Presiden PKS Tifatul Sembiring, Ketua Majelis Syuro Hilmi Aminuddin, Ketua Majelis Pertimbangan Partai PKS Suharna Surapranata, Ketua Dewan Syariah Pusat PKS Surahman Hidayat, Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq, dan Ketua Dewan Pakar PKS Soeripto. Tim tersebut tanpa adanya keikut sertaan sekjen PKS, Anis Matta.
Namun, menurut Hidayat, koalisi yang menjadi harapan partainya bukan koalisi kosong tanpa kontrak politik. Akan tetapi, mengarah pada komitmen program besar apa yang akan dibicarakan bersama antara pihak yang berkoalisi.
Ia pun membantah soal ancaman PKS menarik diri dari koalisi dengan Partai Demokrat, karena itu merupakan sikap pribadi yang belum menjadi keputusan Majelis Syuro.
"Yang pasti masalah koalisi adalah wewenang Majelis Syuro jadi beragam wacana yang ada diluar Majelis Syuro masih wacana pribadi belum bersifat resmi jadi tidak perlu kebakaran jengot atau membakar jenggot orang lain," ujarnya.
Hidayat pun menyakinkan, bahwa partainya tetap sebagai partai rasional yang akan berfikir realistis dan tidak menjadi pragmatis dalam menentukan teman koalisinya, bukan hanya sekedar berebut kekuasaan, akan tetapi melakukan koalisi yang berbasis pada program dan kontrak politik dengan agenda besar yang akan dilakukan. (nov)
PKS Cenderung Berkoalisi dengan Partai Demokrat
PKS Cenderung Berkoalisi dengan Partai Demokrat
Selasa, 21 April 2009 | 13:20 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta: Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Mahfudz Siddiq, mengatakan partainya masih memiliki kecenderungan untuk tetap berkoalisi dengan Partai Demokrat. "Kami sedang merumuskan kontrak politik dengan Partai Demokrat," katanya di gedung MPR/DPR, Selasa (21/4).
Hal itu, kata dia, dilakukan dalam pertemuan Tim Lima PKS yang terdiri Ketua Majelis Syariah, Ketua Majelis Pertimbangan, Ketua Fraksi, Presiden PKS, dengan Tim Sembilan Partai Demokrat.
"Kami terus mengaduk-aduk kontrak politik dan pelaksanaan agenda," ujarnya. Mahfudz mengatakan dalam kontrak itu PKS berharap pemerintahan bisa efektif.
Menguatnya arah koalisi dengan Partai Demokrat, kata dia, setelah Partai Demokrat mulai menyepakati gagasan Partai Keadilan Sejahtera yang meminta calon wakil presiden yang terpilih harus melepaskan jabatan ketua umum partai. "Pak Marzuki pernah mengungkapkan hal itu, artinya gagasan PKS dipertimbangkan dengan baik," ujarnya.
Menurut dia, calon wakil presiden ke depan harus memiliki haluan politik, kerangka politik, dan tidak ada konflik kepentingan. "Bisa dipertimbangkan cawapres yang separtai dengan capres atau diambil dari nonpartai," ujarnya.
Ketika ditanya apakah lima syarat yang sampaikan Yudhoyono sesuai dengan calon PKS, Hidayat Nur Wahid, Mahfudz mengatakan akan menyerahkan sepenuhnya kepada Yudhoyono. "PKS tidak akan menyorong-nyorongkan nama, kami serahkan ke SBY," katanya.
Jika PKS tidak mendapat jatah kursi calon wakil presiden, Mahfudz mengatakan PKS tidak akan independen. "Kami tetap koalisi. Koalisi PKS adalah kontrak politik, bukan kekuasaan," ujarnya.
Selasa, 21 April 2009 | 13:20 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta: Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Mahfudz Siddiq, mengatakan partainya masih memiliki kecenderungan untuk tetap berkoalisi dengan Partai Demokrat. "Kami sedang merumuskan kontrak politik dengan Partai Demokrat," katanya di gedung MPR/DPR, Selasa (21/4).
Hal itu, kata dia, dilakukan dalam pertemuan Tim Lima PKS yang terdiri Ketua Majelis Syariah, Ketua Majelis Pertimbangan, Ketua Fraksi, Presiden PKS, dengan Tim Sembilan Partai Demokrat.
"Kami terus mengaduk-aduk kontrak politik dan pelaksanaan agenda," ujarnya. Mahfudz mengatakan dalam kontrak itu PKS berharap pemerintahan bisa efektif.
Menguatnya arah koalisi dengan Partai Demokrat, kata dia, setelah Partai Demokrat mulai menyepakati gagasan Partai Keadilan Sejahtera yang meminta calon wakil presiden yang terpilih harus melepaskan jabatan ketua umum partai. "Pak Marzuki pernah mengungkapkan hal itu, artinya gagasan PKS dipertimbangkan dengan baik," ujarnya.
Menurut dia, calon wakil presiden ke depan harus memiliki haluan politik, kerangka politik, dan tidak ada konflik kepentingan. "Bisa dipertimbangkan cawapres yang separtai dengan capres atau diambil dari nonpartai," ujarnya.
Ketika ditanya apakah lima syarat yang sampaikan Yudhoyono sesuai dengan calon PKS, Hidayat Nur Wahid, Mahfudz mengatakan akan menyerahkan sepenuhnya kepada Yudhoyono. "PKS tidak akan menyorong-nyorongkan nama, kami serahkan ke SBY," katanya.
Jika PKS tidak mendapat jatah kursi calon wakil presiden, Mahfudz mengatakan PKS tidak akan independen. "Kami tetap koalisi. Koalisi PKS adalah kontrak politik, bukan kekuasaan," ujarnya.
Cawapres SBY Bukan Lagi Ketua Umum Partai
Cawapres SBY Bukan Lagi Ketua Umum Partai
Salah satu syarat cawapres Yudhoyono adalah bukan ketua umum partai politik.
Selasa, 21 April 2009, 11:09 WIB
VIVAnews - Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono sudah menyebut enam syarat calon wakil presiden untuk mendampinginya. Hasil pertemuan Tim Lima Partai Keadilan Sejahtera dan Tim Sembilan Partai Demokrat ternyata juga menyinggung syarat calon pendamping Yudhoyono.
"Kemarin, Pak Marzuki Alie (Sekretaris Jenderal Demokrat) menyatakan bahwa cawapres tidak lagi rangkap jabatan ketua umum," kata Ketua Fraksi PKS, Mahfudz Siddiq di Gedung Dewan, Jakarta, Selasa, 21 April 2009.
Menurut Mahfudz, ide soal 'haramnya' rangkap jabatan bagi calon wakil presiden pendamping Yudhoyono itu datang dari PKS. Dan Demokrat ternyata menyambut baik gagasan PKS.
"Itu artinya, gagasan PKS yang tidak menginginkan rangkap jabatan sangat dipertimbangkan (Demokrat). Tidak ada masalah kalau PKS tidak jadi cawapres. Intinya, (koalisi) PKS pada agenda dan kontrak politik," ujar dia.
Seperti diberitakan, pertemuan Tim Sembilan Demokrat dengan Tim Lima PKS itu sudah berlangsung Senin (20/4) sore di Hotel Nikko, di Jalan MH Thamrin, Jakarta.
Tim Sembilan Demokrat merupakan tim khusus untuk menyiapkan nama calon wakil presiden pendamping Susilo Bambang Yudhoyono. Sedangkan Tim Lima PKS juga disiapkan untuk Pemilu Presiden.
Tim Lima PKS itu diketuai Presiden PKS, Tifatul Sembiring, dengan anggota anggota Ketua Majelis Pertimbangan Partai PKS Suharna Surapranata, Ketua Dewan Syariah Pusat PKS Surahman Hidayat, Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq, dan Ketua Dewan Pakar PKS Soeripto.
Tim Sembilan Demokrat itu sendiri terdiri dari Ketua Umum, Hadi Utomo, Sekretaris Jenderal, Marzuki Alie, Wakil Sekretaris Jenderal, Syarif Hasan, Ketua Badan Pemenang Pemilu, Yahya Secawirya, Ketua Dewan Pimpinan Pusat, Andi Mallarangeng, Anas Urbaningrum, dan Ruhut Sitompul, serta Jero Wacik, dan Hayono Isman.
• VIVAnews
Salah satu syarat cawapres Yudhoyono adalah bukan ketua umum partai politik.
Selasa, 21 April 2009, 11:09 WIB
VIVAnews - Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono sudah menyebut enam syarat calon wakil presiden untuk mendampinginya. Hasil pertemuan Tim Lima Partai Keadilan Sejahtera dan Tim Sembilan Partai Demokrat ternyata juga menyinggung syarat calon pendamping Yudhoyono.
"Kemarin, Pak Marzuki Alie (Sekretaris Jenderal Demokrat) menyatakan bahwa cawapres tidak lagi rangkap jabatan ketua umum," kata Ketua Fraksi PKS, Mahfudz Siddiq di Gedung Dewan, Jakarta, Selasa, 21 April 2009.
Menurut Mahfudz, ide soal 'haramnya' rangkap jabatan bagi calon wakil presiden pendamping Yudhoyono itu datang dari PKS. Dan Demokrat ternyata menyambut baik gagasan PKS.
"Itu artinya, gagasan PKS yang tidak menginginkan rangkap jabatan sangat dipertimbangkan (Demokrat). Tidak ada masalah kalau PKS tidak jadi cawapres. Intinya, (koalisi) PKS pada agenda dan kontrak politik," ujar dia.
Seperti diberitakan, pertemuan Tim Sembilan Demokrat dengan Tim Lima PKS itu sudah berlangsung Senin (20/4) sore di Hotel Nikko, di Jalan MH Thamrin, Jakarta.
Tim Sembilan Demokrat merupakan tim khusus untuk menyiapkan nama calon wakil presiden pendamping Susilo Bambang Yudhoyono. Sedangkan Tim Lima PKS juga disiapkan untuk Pemilu Presiden.
Tim Lima PKS itu diketuai Presiden PKS, Tifatul Sembiring, dengan anggota anggota Ketua Majelis Pertimbangan Partai PKS Suharna Surapranata, Ketua Dewan Syariah Pusat PKS Surahman Hidayat, Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq, dan Ketua Dewan Pakar PKS Soeripto.
Tim Sembilan Demokrat itu sendiri terdiri dari Ketua Umum, Hadi Utomo, Sekretaris Jenderal, Marzuki Alie, Wakil Sekretaris Jenderal, Syarif Hasan, Ketua Badan Pemenang Pemilu, Yahya Secawirya, Ketua Dewan Pimpinan Pusat, Andi Mallarangeng, Anas Urbaningrum, dan Ruhut Sitompul, serta Jero Wacik, dan Hayono Isman.
• VIVAnews
PKS Demokrat Belum Sepakati Apa pun
PKS Demokrat Belum Sepakati Apa pun
Selasa, 21 April 2009 13:30 WIB
JAKARTA--MI: Kepala Badan Humas DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Mabruri menegaskan, pertemuan Tim 5 PKS dengan Tim 9 Partai Demokrat di Hotel Nikko Jakarta, Senin (20/4) petang, belum menghasilkan kesepakatan apa pun.
"Pertemuan Tim 5 PKS yang dipimpin Presiden PKS Tifatul Sembiring dengan Tim 9 Partai Demokrat kemarin (20/4), belum menghasilkan deal-deal(kesepakatan, red) apa pun, belum ada penandatanganan kontrak politik. Masing-masing tim menyampaikan proposal tentang visi misi koalisi yang akan dibentuk," katanya di Jakarta, Selasa (21/4).
Menurut Ahmad Mabruri, saat ini kedua pihak sedang mempelajari proposal masing-masing pihak untuk kemudian dibawa ke pertemuan tingkat tinggi masing-masing partai.
Tim 5 PKS itu terdiri atas Presiden PKS Tifatul Sembiring, Ketua Fraksi PKS DPR Mahfudz Siddiq, Ketua Dewan Syariah PKS Surachman Hidayat, Ketua Majelis Pertimbangan Pusat PKS Suharna Surapranata dan anggota Fraksi PKS DPR Suripto.
Mabruri mengatakan, Tim 5 PKS akan menindaklanjuti hasil pembicaraan dengan Tim 9 Partai Demokrat dalam dua-tiga hari ke depan, dan hasilnya akan dibawa ke Musyawarah Majelis Syuro PKS yang akan berlangsung di Hotel Sahid Jakarta, 25-26 April.
Ia menegaskan, Musyawarah Majelis Syuro akan memutuskan dengan siapa PKS akan berkoalisi serta membahas masalah pasangan capres dan cawapres yang akan didukung PKS.
"Dulu Majelis Syuro pernah memutuskan delapan calon pemimpin bangsa dari kader PKS. Majelis Syuro akan memutuskan apakah nanti akan mengerucut menjadi satu orang atau tidak," katanya.
Namun, lanjut Mabruri, pada prinsipnya PKS menunggu kalau Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono atau DPP Partai Demokrat meminta nama calon wakil presiden dari PKS, maka PKS akan mengajukan satu nama cawapres.
"Tetapi kalau tidak diminta oleh Pak SBY, tentu kita tidak akan mengajukan nama cawapres," katanya.
Mengenai munculnya sejumlah pendapat berbeda di kalangan kader maupun pengurus DPP PKS, Ahmad Mabruri mengakui hal itu sebagai sebuah wacana yang berkembang di internal partai, namun itu bukan keputusan partai.
"Semua pendapat dan wacana itu akan gugur dengan sendirinya ketika Majelis Syuro menentukan lain, karena keputusan mengenai masalah-masalah strategis partai menjadi kewenangan Majelis Syuro yang beranggotakan 99 orang dari 33 provinsi, bukan kewenangan DPP," tegasnya.
Sejumlah wacana yang berkembang di kalangan kader dan pengurus PKS itu antara lain PKS akan menarik diri dari koalisi dengan Demokrat jika mencalonkan Jusuf Kalla sebagai cawapres, PKS siap mengambil sikap sebagai oposisi independen, dan sejumlah wacana lain.
"Kalau melihat masa kampanye lalu, sebagian besar suara kader dari daerah menginginkan PKS berkoalisi dengan Partai Demokrat, walaupun ada juga sebagian kecil lain yang minta agar PKS berkoalisi dengan Megawati/PDIP atau Prabowo Subianto/Partai Gerindra. Pemikiran-pemikiran ini juga akan disampaikan dalam Musyawarah Majelis Syuro," katanya. (Ant/OL-01)
Selasa, 21 April 2009 13:30 WIB
JAKARTA--MI: Kepala Badan Humas DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Mabruri menegaskan, pertemuan Tim 5 PKS dengan Tim 9 Partai Demokrat di Hotel Nikko Jakarta, Senin (20/4) petang, belum menghasilkan kesepakatan apa pun.
"Pertemuan Tim 5 PKS yang dipimpin Presiden PKS Tifatul Sembiring dengan Tim 9 Partai Demokrat kemarin (20/4), belum menghasilkan deal-deal(kesepakatan, red) apa pun, belum ada penandatanganan kontrak politik. Masing-masing tim menyampaikan proposal tentang visi misi koalisi yang akan dibentuk," katanya di Jakarta, Selasa (21/4).
Menurut Ahmad Mabruri, saat ini kedua pihak sedang mempelajari proposal masing-masing pihak untuk kemudian dibawa ke pertemuan tingkat tinggi masing-masing partai.
Tim 5 PKS itu terdiri atas Presiden PKS Tifatul Sembiring, Ketua Fraksi PKS DPR Mahfudz Siddiq, Ketua Dewan Syariah PKS Surachman Hidayat, Ketua Majelis Pertimbangan Pusat PKS Suharna Surapranata dan anggota Fraksi PKS DPR Suripto.
Mabruri mengatakan, Tim 5 PKS akan menindaklanjuti hasil pembicaraan dengan Tim 9 Partai Demokrat dalam dua-tiga hari ke depan, dan hasilnya akan dibawa ke Musyawarah Majelis Syuro PKS yang akan berlangsung di Hotel Sahid Jakarta, 25-26 April.
Ia menegaskan, Musyawarah Majelis Syuro akan memutuskan dengan siapa PKS akan berkoalisi serta membahas masalah pasangan capres dan cawapres yang akan didukung PKS.
"Dulu Majelis Syuro pernah memutuskan delapan calon pemimpin bangsa dari kader PKS. Majelis Syuro akan memutuskan apakah nanti akan mengerucut menjadi satu orang atau tidak," katanya.
Namun, lanjut Mabruri, pada prinsipnya PKS menunggu kalau Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono atau DPP Partai Demokrat meminta nama calon wakil presiden dari PKS, maka PKS akan mengajukan satu nama cawapres.
"Tetapi kalau tidak diminta oleh Pak SBY, tentu kita tidak akan mengajukan nama cawapres," katanya.
Mengenai munculnya sejumlah pendapat berbeda di kalangan kader maupun pengurus DPP PKS, Ahmad Mabruri mengakui hal itu sebagai sebuah wacana yang berkembang di internal partai, namun itu bukan keputusan partai.
"Semua pendapat dan wacana itu akan gugur dengan sendirinya ketika Majelis Syuro menentukan lain, karena keputusan mengenai masalah-masalah strategis partai menjadi kewenangan Majelis Syuro yang beranggotakan 99 orang dari 33 provinsi, bukan kewenangan DPP," tegasnya.
Sejumlah wacana yang berkembang di kalangan kader dan pengurus PKS itu antara lain PKS akan menarik diri dari koalisi dengan Demokrat jika mencalonkan Jusuf Kalla sebagai cawapres, PKS siap mengambil sikap sebagai oposisi independen, dan sejumlah wacana lain.
"Kalau melihat masa kampanye lalu, sebagian besar suara kader dari daerah menginginkan PKS berkoalisi dengan Partai Demokrat, walaupun ada juga sebagian kecil lain yang minta agar PKS berkoalisi dengan Megawati/PDIP atau Prabowo Subianto/Partai Gerindra. Pemikiran-pemikiran ini juga akan disampaikan dalam Musyawarah Majelis Syuro," katanya. (Ant/OL-01)
SBY Sebaiknya Ambil Wakil dari Non-Partai
SBY Sebaiknya Ambil Wakil dari Non-Partai
Selasa, 21 April 2009 13:49 WIB
JAKARTA--MI: Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR Mahfudz Siddiq menyatakan, partainya menyarankan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar tidak memilih calon wakil presiden dari kalangan tokoh partai untuk mendampingnya pada Pilpres 2009.
"PKS sudah menyampaikan ide itu kepada SBY dan sangat dipertimbangkan oleh SBY," kata Mahfudz Siddiq kepada pers di sela Rapat Paripurna DPR, di Jakarta, Selasa (21/4).
Menurut Mahfudz, wakil presiden dan para menteri yang menjadi anggota kabinet mendatang tidak boleh lagi merangkap jabatan di partai politik agar mereka terlepas dari berbagai konflik kepentingan.
Dia mengatakan, para kandidat yang bakal mendampingi SBY haruslah figur yang bersih dari kepentingan partai atau bahkan jika memungkinkan diambil dari orang non partai.
Menurut dia, PKS tidak dalam kapasitas menyodorkan nama kepada SBY. PKS akan tetap konsisten hanya memberikan ide atau pemikirannya kepada Partai Demokrat demi terciptanya koalisi yang kuat dan stabil pada masa-masa mendatang.
"Soal siapa orangnya, itu urusan SBY. Hhanya SBY dan Tuhan yang tahu. PKS tidak dalam posisi menyodor-nyodorkan nama. PKS konsisten dalam kapasitas menyampaikan ide saja," ungkapnya.
Mengenai kemungkinan masih adanya ketua umum partai politik yang tetap menginginkan masuk dalam pemerintahan mendatang, Mahfudz berpendapat, mereka itu sebaiknya mundur dari posisinya di partai.
"Yang penting jangan dari ketua umum partai. Kalau mau, mereka harus mundur dari jabatan ketua umum partai," ujarnya. (Ant/OL-02)
Selasa, 21 April 2009 13:49 WIB
JAKARTA--MI: Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR Mahfudz Siddiq menyatakan, partainya menyarankan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar tidak memilih calon wakil presiden dari kalangan tokoh partai untuk mendampingnya pada Pilpres 2009.
"PKS sudah menyampaikan ide itu kepada SBY dan sangat dipertimbangkan oleh SBY," kata Mahfudz Siddiq kepada pers di sela Rapat Paripurna DPR, di Jakarta, Selasa (21/4).
Menurut Mahfudz, wakil presiden dan para menteri yang menjadi anggota kabinet mendatang tidak boleh lagi merangkap jabatan di partai politik agar mereka terlepas dari berbagai konflik kepentingan.
Dia mengatakan, para kandidat yang bakal mendampingi SBY haruslah figur yang bersih dari kepentingan partai atau bahkan jika memungkinkan diambil dari orang non partai.
Menurut dia, PKS tidak dalam kapasitas menyodorkan nama kepada SBY. PKS akan tetap konsisten hanya memberikan ide atau pemikirannya kepada Partai Demokrat demi terciptanya koalisi yang kuat dan stabil pada masa-masa mendatang.
"Soal siapa orangnya, itu urusan SBY. Hhanya SBY dan Tuhan yang tahu. PKS tidak dalam posisi menyodor-nyodorkan nama. PKS konsisten dalam kapasitas menyampaikan ide saja," ungkapnya.
Mengenai kemungkinan masih adanya ketua umum partai politik yang tetap menginginkan masuk dalam pemerintahan mendatang, Mahfudz berpendapat, mereka itu sebaiknya mundur dari posisinya di partai.
"Yang penting jangan dari ketua umum partai. Kalau mau, mereka harus mundur dari jabatan ketua umum partai," ujarnya. (Ant/OL-02)
Subscribe to:
Posts (Atom)