Tuesday, January 27, 2009

Partai Islam Tak Kompak Soal Fatwa Haram Golput

Partai Islam Tak Kompak Soal Fatwa Haram Golput

Senin, 26 Januari 2009 | 12:16 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Dua partai politik berbasis massa Islam tak kompak menyikapi fatwa haram Majelis Ulama Indonesia soal golput dalam Pemilu 2009 nanti. Partai Bulan Bintang tak setuju dengan fatwa itu, sedangkan Partai Keadilan Sejahtera mengatakan fatwa itu sangat dibutuhkan.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Bulan Bintang, Yusron Ihza Mahendra, mengatakan golput tidak perlu diatur dan dilarang. Menurut dia, golput adalah hak setiap warga, bukan kewajiban. "Jangan dipaksakan, apalagi dengan menggunakan agama sebagai alat politik," kata Yusron saat dihubungi, Senin (26/1).

Menurut Yusron, yang juga Wakil Ketua Komisi Pertahanan dan Luar Negeri DPR ini, memilih tidak perlu diwajibkan. Meski fatwa itu menjadi hak MUI, Ini (fatwa) kurang pas," katanya. Fenomena golput di beberapa pemilihan kepala daerah, kata dia, memang terlihat cukup signifikan. "Namun, jangan mentang-mentang mengejar legitimasi kepemimpinan dengan fatwa," katanya.

Yusron menuturkan, fatwa itu justru bisa mengurangi kewibawaan lembaga keagamaan itu. "Jika fatwa ini tidak banyak yang mengikuti, bisa mengurangi kewibawaan," katanya.

Sosialisasi pemilu, kata dia, justru menjadi kunci yang efektif meningkatkan partisapasi pemilih. "Terutama tokoh agama, juga perbaikan kualitas partai dan calon legislatif," katanya.

Soal golput haram dijelaskan Ketua Komisi Fatwa MUI Sumatera Barat Gusrizal Gazahar. Menurut dia, ulama sepakat memutuskan golput hukumnya haram jika ada pimpinan yang dipilih memenuhi syarat.

Sebaliknya, bila ada seseorang yang tepat untuk menjadi pimpinan tetapi pemilih memutuskan Golput hukumnya juga haram. “Dalam Islam memilih pimpinan itu wajib asal pimpinan yang dipilih itu memenuhi persyaratan,” kata Gusrizal.

Ketua Fraksi DPR Partai Keadilan Sejahtera, Mahfudz Siddiq, menyujui penetapan fatwa haram golput yang bisa menjadi rujukan pemilih. "Tentu demi kepentingan penyelamatan demokrasi dan menciptakan pemerintahan dengan legitimasi yang kuat," ujarnya.

Meski ada fatwa, kata dia, pemilih memiliki kedewasaan menentukan pilihan sesuai harapannya. "Artinya fatwa itu hanya menjadi referensi," katanya. Jika ada pemilih yang sudah apatis terhadap pemilihan umum, "Ya silakan saja golput."

EKO ARI WIBOWO

No comments: