Friday, November 12, 2010

Sungai Duit di Mana Ujungnya (3)

tempointeraktif.com


Audit Bank Century memang tak sama dengan pelacakan dana gelap Bank Bali pada 1999. Waktu itu aliran dana Rp 546 miliar dari Bank Bali ke PT Era Giat Prima milik buron Djoko S. Tjandra bisa dilacak hingga rekening orang-orang di lingkaran dekat Presiden B.J. Habibie. Hasan Bisri adalah orang yang kala itu terlibat dalam proses auditing. ”Waktu itu audit hanya terhadap satu rekening,” katanya.

Sementara Badan Pemeriksa Keuangan harus berjibaku menyelesaikan audit, anggota Panitia Khusus sepanjang pekan lalu sibuk memastikan apakah mereka bisa mengakses dan membeberkan dokumen hasil audit BPK itu kelak. Soalnya, data audit akan bertabur informasi rahasia. Undang-Undang Perbankan melarang siapa pun mengumumkan data itu, kecuali untuk kepentingan penyidikan pidana umum atau pidana pajak.

Tak hanya hasil audit, Panitia Khusus juga mengincar kertas kerja pemeriksaan yang ada di BPK. Kertas kerja itu adalah semua bahan audit yang menjadi dasar pemeriksaan investigasi atas kasus Bank Century—di antaranya transkrip dan rekaman audio visual rapat di Bank Indonesia serta Departemen Keuangan dan nota dinas.

Panitia Khusus sebenarnya sudah meminta semua dokumen itu dari pemilik aslinya: Bank Indonesia dan Departemen Keuangan. Namun mereka merasa memerlukan data pembanding. ”Siapa tahu ada transkrip yang tidak lengkap atau ada rekaman yang terpotong,” kata Wakil Ketua Panitia Khusus, Mahfudz Siddiq, pekan lalu. Selain itu, sebagian dokumen yang disediakan pemerintah diberi cap seragam: ”tidak bisa dijadikan alat bukti”. Ini yang membuat politikus Fraksi Partai Keadilan Sejahtera itu bertanya-tanya. ”Kenapa tidak diberikan yang otentik? Kami ingin punya pembanding,” katanya.

Sayangnya, permintaan ini pagi-pagi sudah ditolak BPK. ”Kertas kerja itu adalah rahasia auditor, yang tak bisa kami serahkan kecuali kepada pihak yang diaudit,” kata Hasan Bisri. Aturan itu adalah bagian dari kode etik auditor. Tak mau hilang akal, Senin pekan lalu, pemimpin Panitia Khusus menemui Ketua Mahkamah Agung Harifin Tumpa. Dari Mahkamah, Panitia mendapat tawaran solusi: penetapan pengadilan.

”Dengan berbekal surat penetapan pengadilan, kami bisa menyalin semua dokumen yang kami butuhkan dari BPK,” kata Gayus Lumbuun. Pekan ini, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akan mendatangi BPK dengan surat penetapan itu. ”Kami sedang proses suratnya,” kata Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Syahrial Sidik.

BAGAIMANA jika hasil audit BPK tidak selesai pekan ini? Sebagian politikus di Panitia Khusus masih punya harapan pada Komisi Pemberantasan Korupsi. Pekan lalu, lima pemimpin Komisi berdiskusi empat jam lebih dengan Panitia Khusus. ”Kalau KPK juga tidak bisa, ya sudah, goodbye my love,” kata Hendrawan Supratikno, anggota Panitia Khusus dari Fraksi PDIP.

BPK sendiri berjanji akan berusaha sekuat tenaga. ”Kalau Indonesia ini perusahaan besar, pemegang sahamnya adalah Dewan Perwakilan Rakyat. Badan Pemeriksa Keuangan adalah auditor eksternalnya,” kata Hasan Bisri. ”Tentu saja, auditor harus memenuhi apa pun permintaan pemegang saham.”

Wahyu Dhyatmika, Munawwaroh

No comments: