Monday, July 28, 2008

KPK Diminta Pantau Proses Hak Angket

Republika, 28/07/2008
ICW menduga ada potensi kerugian negara mencapai Rp 194 triliun pada sektor penerimaan negara dari minyak bumi dan gas.

JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar memantau proses hak angket bahan bakar minyak (BBM) yang sedang berjalan di DPR. Menurut ICW, perguliran hak angket berpotensi untuk menguak praktik mafia perminyakan yang selama ini terjadi.

Berdasarkan laporannya ke KPK, ICW menduga ada potensi kerugian negara mencapai Rp 194 triliun pada sektor penerimaan negara dari minyak bumi dan gas. ''Karena itu, KPK perlu memantau proses-proses hukum dan politik seputar indikasi korupsi perminyakan ini, termasuk pelaksanaan hak angket,'' ujar Febri Diansyah, peneliti ICW kepada Republika, Ahad (27/7) malam.

Febri melanjutkan, bukan tidak mungkin ada pihak-pihak yang tidak ingin praktik mafia perminyakan terungkap kepada publik. ''Nah, untuk menutupi ini bisa saja ada deal-deal atau kesepakatan yang menggunakan sarana suap dan korupsi ke DPR.''

Dia menambahkan, kendati KPK merupakan lembaga hukum, namun lembaga pimpinan Antasari Azhar itu bisa masuk ke dalam proses hak angket lantaran terkait kasus dugaan korupsi yang sedang ditanganinya. ''Maka dari itu yang tepat adalah pemantauan. Jangan sampai terjadi lagi korupsi atau suap ke DPR dalam proses mencari tahu indikasi korupsi di perminyakan,'' tegas Febri.

KPK sendiri kini sedang mengumpulkan informasi terkait penanganan kasus dugaan korupsi di Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas). Kendati demikian, KPK tidak akan turut serta langsung dalam proses hak angket di DPR. ''Itu kan proses politik, kita tidak akan masuk ke sana,'' imbuh Juru Bicara KPK, Johan Budi.

Tetapi, Johan menegaskan, jika penyelidik atau pun penyidik menemukan bukti awal ada praktik korupsi dalam proses hak angket, maka KPK tak segan-segan menindaklanjuti temuan itu. ''Kalau sudah ada bukti korupsinya baru kita bertindak, tapi kalau tidak, kita percayakan hak angket pada DPR,'' kata Johan seraya menambahkan KPK menghormati permintaan ICW ihwal pemantauan hak angket.

Investigasi PKS
Sebelumnya, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengusulkan pembatasan waktu kerja panitia angket BBM. Ini menyikapi pesimisme masyarakat mengenai hasil kerja panitia angket BBM tersebut. PKS juga mendesak pimpinan DPR meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) segera menggelar audit investigatif terhadap semua institusi yang berkaitan dengan sektor energi ini. Partai ini akan bersikukuh menggelar investigasi tata niaga minyak.

Menurut anggota panitia angket BBM dari FPKS, Mahfud Sidik, PKS telah menangkap sekurangnya dua pesimisme soal panitia angket ini. Pertama, panitia angket tidak akan menghasilkan rekomendasi signifikan karena sekedar menjadi ajang tawar menawar. Kedua, hak angket ini dipersepsikan sebagai panggung bagi partai politik semata. Kedua pesimisme itu, ujar Mahfud, dikaitkan dengan pemilu 2009 yang sudah di depan mata.

Karena itu, ujar Mahfud, fraksinya mendesak panitia angket membuat limit waktu yang jelas. ''Paling akhir, Desember 2008 harus selesai dengan sejumlah kesimpulan dan rekomendasi,'' kata dia, pekan lalu.

Presiden PKS Tifatul Sembiring juga menyatakan partainya akan bersikukuh menggelar investigasi untuk sektor minyak ini. ''Berapa produksi kita, berapa ongkos produksinya, berapa kita impor, siapa yang main,'' sebut dia, Senin (21/7).

''Kenapa (harus investigasi-red)? Karena saya tahu,'' tegas Tifatul. Dia mengatakan, pernah mendapat tawaran komisi, ketika harga minyak masih 65 dolar AS per barel. ''Mau tidak Bapak ajukan ini, Bapak akan mendapat 30 dolar per barel komisinya, bagi-bagi tapi,'' ujar Tifatul menirukan tawaran tersebut.

Dengan pengalamannya itu, Tifatul menyatakan tak percaya bahwa harga minyak memang 140 dolar AS per barel. ''Sebetulnya harganya itu berapa? Jangan-jangan cuma 50 dolar per barel, yang lain itu komisi. Nah, siapa yang makan komisi ini?'' ujar dia. Tifatul tak habis pikir dengan fakta itu. ''Kenapa tega-teganya menyakiti rakyat, menderita seperti itu.'' ade/ann

No comments: