Suara Merdeka, 05 Juli 2008
KPK Kantongi Sejumlah Nama Anggota DPR
DEMO KPK: Sejumlah anak turut dalam unjuk rasa oleh massa yang menamakan dirinya Masyarakat Pengawas Korupsi Birokrasi di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Jumat (4/7). Mereka meminta KPK melanjutkan tindakan tegas pada birokrat ya
JAKARTA- Wakil Ketua KPK M Yasin menegaskan KPK sudah mengantongi nama-nama anggota DPR dan pejabat yang terkait berbagai kasus. Namun belum saatnya nama-nama itu diungkapkan.
”Dalam penyelidikan muncul beberapa nama. Bahkan ketika KPK melakukan penggeledahan di suatu tempat, ada juga nama-nama itu. Tapi, itu belum cukup,” kata Yasin dalam diskusi di DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (4/7).
Yasin mencontohkan, tersangka kasus aliran dana BI Hamka Yamdu dalam pemeriksaan KPK sudah menyebutkan sejumlah nama. Namun, pihaknya tidak bisa langsung bergerak karena harus melengkapi diri dengan bukti-bukti materiil.
”KPK harus ada bukti materiil, tidak hanya omongan dari tersangka atau terdakwa di persidangan. Kita harus cari bukti-bukti dari itu semua. Sehingga kalau sudah masuk KPK nggak bisa lepas,” jelasnya.
Dia membantah kalau KPK politis dalam mengungkap suatu kasus. Dalam kasus Bulyan Royan, lanjut Yasin, dimulai dari pengawasan KPK atas pengadaan kapal patroli di Departemen Perhubungan.
”Ada atau tidak korupsinya, masuk klasifikasi merugikan negara atau tidak.
Kemudian siapa pelakunya, ada tidak penyelenggara negara terlibat. Bukan karena ada interest politik dan golongan” terangnya.
M Yasin menegaskan pihaknya masih mendalami sejumlah nama-nama anggota DPR yang disebut-sebut oleh tersangka.
Pendanaan Parpol
Sementara itu, Ketua Fraksi Mahfudz Siddiq mengatakan, praktik korupsi dan suap yang dilakukan anggota dewan, terkait dengan pendanaan partai politik. Sesuai UU, parpol tidak boleh memiliki unit usaha.
Sementara, parpol mengandalkan pendanaan dari sumbangan anggota dan pihak lain dalam jumlah yang terbatas. ”Padahal, pembiayaan parpol jauh lebih besar daripada dana yang dikumpulkan dari iuran,” katanya.
Dorongan melakukan penyimpangan itu tidak lepas dari proses politik berbiaya tinggi, selama yang bersangkutan menjadi anggota DPR. Sementrara anggota DPR merasa perlu ”merawat” daerah pemilihannya.
”Untuk menggerakkan mesin partai, diperlukan dana tidak sedikit. Akhirnya, ada anggota DPR tergoda untuk mendapatkan sumber-sumber dana tambahan,” ujarnya.
Selain itu, kewenangan DPR di bidang anggaran semakin kuat, menjadi salah satu faktor. Apalagi, penyusunan anggaran dengan pemerintah sampai pada satuan tiga. ”Hal itu membuka peluang terjadinya kolusi dan korupsi.”
Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari menyatakan, kolusi antara anggota DPR dan pengusaha terjadi karena dimunculkannya item barang dalam anggaran. ”Akibatnya, pengusaha mana yang bisa memenangkan tender sudah ketahuan.”
ICW Curiga
Sementara itu, rapat tertutup KPK dan Komisi III DPR menuai kritik. DPR dinilai berpotensi mengintervensi KPK pada rapat tertutup, Kamis 6 Juli lalu itu. Koordinator ICW Teten Masduki mengatakan, rapat tertutup antara KPK dan Komisi III DPR menimbulkan kecurigaan di masyarakat.
”Pertama, ini tidak biasanya. Kedua, ini dilakukan pada saat KPK gencar membidik anggota DPR,” kata Teten di kantor ICW di Kalibata Timur IVB, Jakarta Selatan, Jumat (4/7).
Menurut dia, anggota DPR bisa saja melakukan intervensi terhadap KPK pada rapat itu. ”DPR punya kekuatan besar untuk menekan. Sebenarnya tidak ada alasan untuk tertutup. Seandainya di dalam (rapat-Red) membicarakan bukti-bukti hukum, itu pun tidak boleh dibuka ke DPR,” ujarnya.
Sementara Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo minta Ketua DPR Agung Laksono tidak tinggal diam setelah sejumlah anggota DPR terjerat kasus korupsi. Ini tanggung jawab DPR secara lembaga adalah menciptakan sistem integritas untuk mengurangi korupsi yang terjadi.
Menurut dia, DPR juga harus lebih ketat merumuskan kode etik di parlemen dengan sanksi dan mekanisme pemberiannya yang lebih efektif. Selain itu partai politik harus melakukan perombakan rekrutmen caleg. ”Caleg yang korupsi diharapkan tidak dicalonkan lagi,” kata Adnan.(J22,H28,bn, J13-49)
No comments:
Post a Comment