Jawapos, [ Selasa, 08 Juli 2008 ]
JAKARTA - Jatah maksimal hanya dua hari bagi pejabat negara dalam setiap pengambilan cuti untuk keperluan kampanye dinilai PPP tidak logis. Menurut salah seorang Ketua DPP PPP Lukman Hakim Syaifuddin, Indonesia sangat luas. Banyak daerah di luar Jawa yang tidak mungkin bisa dikunjungi, pulang-pergi, hanya dalam waktu dua hari.
''Aturan KPU itu sangat bias bagi orang pusat,'' kata Lukman di gedung DPR kemarin (7/7). Apalagi, dalam cutinya, seorang pejabat negara tidak boleh menggunakan fasilitas negara.
''Bagaimana kalau harus kampanye di pedalaman Papua yang transportasinya tidak tiap hari ada?''cetusnya. Menurut anggota komisi III itu, pembatasan dua hari menunjukkan bahwa KPU kurang memperhatikan realitas wilayah timur Indonesia.
''Kalau aturan ini jadi diterapkan, bisa dipastikan daerah-daerah di pedalaman tidak akan dikunjungi pejabat negara, misalnya menteri, dalam kampanye pemilu,'' jelasnya.
Ketua Fraksi PPP di DPR tersebut menyarankan, sebaiknya masa cuti itu cukup dibatasi hingga maksimal 12 hari. Kuota 12 hari itu merupakan total hak cuti yang dimiliki seorang pejabat negara dalam setahun.
''Soal boleh berapa hari tiap kali cuti, serahkan saja kepada presiden yang memang berwenang,'' cetus wakil rakyat dari dapil Jateng VI itu. ''Prinsipnya yang terpenting, tak mengganggu keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara,'' imbuhnya.
Berbeda pandangan dengan Lukman, Ketua FPKS Mahfudz Siddiq dan mantan Ketua Pansus RUU Pemilu Legislatif Ferry Mursydan Baldan justru mengapresiasi positif aturan KPU tersebut.
''Kami setuju karena tugas-tugas pemerintahan seorang menteri memang cukup banyak dan berat,'' kata Mahfudz. Malah lebih dari itu, ungkap dia, FPKS juga mengusulkan lewat RUU�Pilpres, menteri yang maju sebagai capres atau cawapres sekalian mundur dari jabatannya.
''Sekarang tinggal Bawaslu harus mengawasi secara ketat kunjungan dinas menteri selama masa kampanye agar tidak disalahgunakan,'' tuturnya. (pri/mk)
No comments:
Post a Comment