Monday, July 07, 2008

Korupsi DPR Berawal dari Rapat Tertutup

Republika, Sabtu, 05 Juli 2008
JAKARTA -- Maraknya praktek korupsi dan kolusi yang dilakukan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) disebabkan adanya praktek pembahasan anggaran yang sifatnya tertutup. Apalagi, selama ini pemerintah terus tidak setuju jika pembahasan anggaran dilakukan dalam rapat terbuka.

Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP), Eva Sundari, menyatakan, salah satu hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi banyaknya 'ruang gelap' yang bisa dimainkan DPR, adalah melakukan pembahasan anggara secara terbuka. ''Sayangnya, selama ini pembahasan anggaran selalu dilakukan dalam rapat tertutup Panitia Anggaran DPR dengan Pemerintah,'' ungkap Eva, di Jakarta, Jumat (4/7).

Diungkapkannya, FPDIP dan Frkasi Kebangkitan Bangsa (FKB) sudah mengusulkan agar pembahasan anggaran dilakukan dalam rapat yang sifatnya terbuka. Namun usulan ini tidak direspons. Justru, lanjut Eva, pemerintah yang keberatan kalau rapat dilakukan secara terbuka. Bahkan, menurut Eva, pemerintah meminta agar pembahasan anggaran tidak sampai pada satuan tiga. Bahkan, pemerintah meminta bantuan IMF agar pembahasan anggaran di DPR tidak sampai satuan ini. Alasannya bila dibahas sampai satuan tiga, maka akan merepotkan pemerintah.

Eva mengusulkan, pembahasan Rancangan Undang-Undang Susunan Kedudukan DPR (Susduk DPR) yang mengatur ketentuan rapat di DPR nantinya harus dilakukan secara terbuka. ''Terkecuali untuk beberapa rapat yang memang harus tertutup. Misalnya ketika harus soal intelejen.'' Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, M Jasin, sependapat dengan Eva. Dikatakannya, pembahasan anggaran harus transparan. Tidak hanya ditingkat pembahasan DPR dengan pemerintah, tapi juga di antara Departemen Keuangan dengan instansi yang mengajukan anggaran.

Potensi korupsi, menurut dia, juga sudah muncul dalam proses pembahasan di tingkat pembahasan antara Departemen Keuangan dan instansi. Idealnya, kata Jasin, pembahasan dilakukan secara transparan dan harus ada keterlibatan pihak pengawasan dari pihak luar. ''Itu idealnya,'' ungkap Jasin. Ketua Fraksi PKS, Mahfudz Siddiq, menyatakan pembahasan hingga satuan tiga memang memberi peluang bagi anggota DPR untuk 'bertransaksi'. Namun ia sependapat kalau pembahasan di DPR tidak sampai satuan tiga, maka itu hanya akan membuka peluang korupsi yang lebih besar di eksekutif.

''Karena itu (pembahasan anggaran di DPR) boleh sampai satuan tiga, tapi harus transparan. Rapat jangan dilakukan tertutup,'' ungkap Mahfudz. Terkait dengan banyaknya anggota DPR yang terlibat tindak korupsi maupun suap, Mahfudz melihat hal itu disebabkan karena proses rekruitmen politik anggota DPR, yang berbiaya tinggi. ''Hal itulah yang menjadi pintu awal untuk terjadinya praktek korupsi. Untuk menjadi anggota DPR, seseorang memang bisa mengeluarkan biaya hingga miliaran rupiah,'' tandasnya. dwo

1 comment:

sanur sukur said...

pemimpin pemimpin sosialis seperti evo morales, hugo chaves atau fidel castro...ternyata lebih berjiwa pancasila dibanding oknum anggota dewan kita karena kebijakan kebijakan mereka sangat populis bagi kepentingan rakyat.........saya tidak berharap negri ini berubah menjadi sosialis..tapi bercermin, itulah yang perlu kita lakukan pada pemimpin pemimpin tadi...........



ustadz saya follow yaaa