Friday, April 16, 2010

Sejarah Satpol PP, Sejarah Kekerasan

(inilah.com/Agung Rajasa) 16/04/2010 - 09:45

Sejarah Satpol PP, Sejarah Kekerasan
R Ferdian Andi R

INILAH.COM, Jakarta – Sejarah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) tek lekang dengan cerita kekerasan. Potret kekerasan di Makam Mbah Priok, Jakarta Utara, menjadi klimaks dari sejarah kekerasannya.

Dasar hukum keberadaan Satpol PP berdasar pada Peraturan Pemerintah No 32 Tahun 2004. Satpol PP diberi wewenang memelihara dan menyelenggarakan ketenteraman, ketertiban umum serta menegakkan Pemda.

Tak hanya itu, Satpol PP ternyata juga memiliki wewenang melakukan tindakan represif non-yustisial terhadap warga masyarakat atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan Keputusan Kepala Daerah.

Dalam praktiknya, prosedur yang dilakukan Satpol PP tidak memiliki ukuran dan wewenang yang jelas. Maka tak aneh, bila sikap brutal sering dipertontonkan, akibat distorsi kewenangan yang melampaui tugasnya.

Parahnya, taraf pengetahuan anggota Satpol PP tentang hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) umumnya relatif minim, karena pola rekrutmennya tak seketat yang dilakukan Polri.

Obyek sikap brutal Satpol PP inilah, sering menimpa warga miskin kota, para Pedagang Kaki Lima (PKL), dan Perempuan Seks Komersil (PSK) yang kesemuanya ditindak atas nama ketertiban dan melanggar Perda. Pada 2007, wacana mempersenjatai Satpol PP sempat mencuat. Alasannya, tak jarang Satpol PP justru menjadi korban amuk massa saat melaksanakan tugasnya.

Data dari Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) selama 2006 menyebutkan, tindak kekerasan yang dilakukan Satpol PP dalam menjalankan tugasnya terhitung banyak. Umumnya tindakan itu berupa penggusuran, pemukulan, penangkapan, pemerasan, dan bentrokan dengan warga.

Untuk kasus penggusuran, Kontras mencatat kekerasan yang dilakukan Satpol PP sebanyak 9 kasus dengan obyek penggusuran rumah 620 unit dan korban luka 2 orang. Dalam tindakan penggusuran PKL, terjadi 11 kali. Sekitar 62 unit kios yang menjadi sasaran dan 11 orang luka-luka.

Situasi ini mendapat sorotan Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq. Ia menilai agar Menteri Dalam Negeri mengkaji ulang keberadaan Satpol PP sebagai instrumen Pemda. “Mendagri harus mengkaji ulang keberadaan Satpol PP sebagai instrumen Pemda, karena sudah banyak kasus bentrokan massa dengan Satpol,” ujarnya di Jakarta, Kamis (15/4).

Terkait kasus Mbah Priok, Mahfudz menilai, Pemda DKI harus mempertimbangkan sosiohistoris dan kepentingan masyarakat sekitar. “Pihak pemda harus mempertimbangkan aspek sosiohistoris dan kepentingan masyarakat luas terhadap akses dan fungsi makam keramat tersebut,” ujarnya seraya menegaskan kasus tersebut justru mencoreng pemerintah daerah.

Melihat ragam kekerasan yang diakibatkan dari pola kerja Satpol PP selama ini, sepatutnya pemerintah dalam hal ini Kementrian Dalam Negeri melakukan pengkajian secara serius atas eksistensi Satpol PP.

Wacana peninjuan ulang Satpol PP tampaknya sulit terwujud jika, Kepolisian RI masih di bawah lembaga kepresidenan. Bukan di bawah Kementrian Dalam Negeri.

Pemerintah perlu merevisi PP No 32 Tahun 2004, agar isinya lebih melindungi masyarakat. Ke depan, dengan terpadunya sistem keamanan dan ketertiban negara, peran dan keberadaan Satpol PP bahkan harus ditinjau kembali. Setidaknya, upaya tersebut untuk menutup sejarah Satpol PP yang penuh dengan kekerasan. [mdr]

1 comment:

Anonymous said...

Jadi anda mendukung orang2 syirik yang berdoa minta kaya di kuburan dan memukuli petugas negara sampai mati? Masya Allah. Sana ikut ke neraka. Na'udzubillah.