Suara PEmbaruan, Rabu, 21 April 2010 13:55
Ada Upaya Liberalisasi Pertanahan
OLEH: WISHNUGROHO AKBAR/ WEB WAROUW
Jakarta – Mandeknya pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria (UU PA) No 5 Tahun 1960 ditengarai karena ada upaya untuk memasukkan agenda liberalisasi pertanahan oleh pihak-pihak tertentu yang mendapat dukungan dari Bank Dunia.
Agenda liberalisasi itu akan diupayakan masuk melalui jalur revisi UU PA yang menjadi salah satu Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2010.
Demikian diungkapkan anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Gerindra Mestariany Habie kepada SH di Jakarta, Senin (20/4). Mestariany bahkan mengakui saat ini ada tiga kubu yang memiliki pandangan berbeda dalam menyikapi revisi UU PA.
“Kelompok pertama menginginkan UU PA langsung dilaksanakan tanpa harus direvisi. Kelompok kedua menginginkan ada revisi untuk menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi di Indonesia, sedangkan kelompok ketiga ingin memasukkan agenda liberalisasi pertanian,” kata Mestariany.
Mestariany mengungkapkan, kelompok yang didukung Bank Dunia itu tidak memiliki kekuatan politik yang cukup kuat untuk mewujudkan agenda tersebut. Sebaliknya, kelompok pertama dan kedua adalah kelompok mayoritas yang memiliki kesamaan pandangan mengenai agenda liberalisasi pertanahan. “Kami akan menjaga agar revisi nanti tidak disusupkan agenda liberalisasi pertanahan. Mayoritas Komisi II sepakat bahwa seluruh kekayaan yang dimiliki negara, sebesarnya untuk kemakmuran rakyat,” kata dia.
Mestariany menambahkan, pelaksanaan UU PA setidaknya menghadapi dua kendala besar, yakni persoalan tumpang tindih dengan peraturan lain dan persoalan relevansi UU tersebut dengan keadaan Indonesia saat ini. Sejumlah peraturan pelaksana juga bertentangan dengan semangat UU PA. Salah satunya adalah Peraturan Pelaksana tentang Pengadaan Lahan untuk Kepentingan Umum. Peraturan pelaksana itu sangat bertentangan ketika dimplementasikan oleh pemerintah.
Perlu Dipertahankan
Sementara itu, anggota Komisi II dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mahfudz Siddiq mengatakan, untuk memastikan akses rakyat pada tanah, UU PA Nomor 5 Tahun 1960 perlu dipertahankan sebagai UU payung. Sementara itu, UU yang tidak selaras dan bertentangan di bawahnya perlu direvisi. “Untuk itu rakyat harus mengawal UU PA ini dan revisi pada undang-undang yang tidak selaras dan bertentangan dengan nafas UUPA,” katanya yang dihubungi secara terpisah.
Mahfudz Siddiq mencontohkan, UU yang perlu direvisi adalah UU Penanaman Modal dan UU Sumberdaya Air. UU itu membawa kepentingan kapitalisme global. Namun diakui, saat ini memang ada pro dan kontra tentang UU PA No 5 Tahun 1960 ini. Di satu sisi melihat bahwa UU ini perlu direvisi untuk memenuhi kebutuhan zaman, di sisi lain melihat UU ini sudah memenuhi asas keadilan dan kepentingan nasional.
“Yang mendesak dibutuhkan adalah UU dan peraturan yang dapat melaksanakan UU PA. Rakyat harus ikut mengontrol agar kepentingan rakyat digerus oleh kapitalisme global,” paparnya.
Anggota Fraksi Partai Golkar Nurul Arifin menjamin bahwa DPR pasti akan menghitung kepentingan rakyat di atas segalanya. “Itu sudah komitmen kami, memepertahankan UU PA yang pro rakyat dan merevisi UU yang bertentangan dengannya,” ujarnya. n
No comments:
Post a Comment