Friday, December 23, 2011
Nazaruddin beberkan peran Anas ke penyidik
23 desember 2011.Jakarta - Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin membeberkan peran Anas Urbaningrum, diduga selaku dalang kasus Hambalang dalam pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Nazaruddin di Jakarta, Kamis, mengatakan bahwa dalam pemeriksaan ia sempat mengungkapkan nama-nama besar dari Partai pemenang Pemilu 2009 lalu yang diduga terlibat dalam kasus Hambalang.
Ia menyebut kembali nama Angelina Sondakh yang disebut sebagai anak buah dari Ketua Umum Partai Pemenang Pemilu 2009 ini.
Nazaruddin mengaku telah menceritakan pada penyidik bagaimana proyek didapatkan hingga bagaimana anggaran dapat diupayakan "mengalir".
Nama Ignatius Mulyono ikut disebut oleh mantan Komisi III DPR ini selaku penghubung Anas dengan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto.
"Saya juga menceritakan semua sampai uang yang diserahkan PT Adhi Karya kepada Mas Anas. Semua sudah saya ceritakan dari siapa lewat siapa," ujarnya.
Atas tuduhan Nazaruddin yang kembali diulang tersebut Anas Urbaningrum juga telah membantahnya di depan media berkali-kali. (V002/I007)
Editor: B Kunto Wibisono
Indonesia harus berinisiatif bahas penempatan kapal AS
23 Desember 2011.
Jakarta - Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq meminta pemerintah Indonesia untuk segera mengusulkan kepada negara-negara ASEAN membahas rencana Amerika Serikat yang akan menempatkan kapal perangnya di Singapura.
"Sebagai Ketua ASEAN, Indonesia harus segera membahas dan mempertanyakan rencana tersebut karena kawasan ASEAN adalah kawasan yang bebas dari dominasi peran militer negara manapun," kata Mahfudz Siddiq.
Memang diakui, Indonesia menganut politik luar negeri bebas aktif, tapi kata Mahfudz, dalam konteks membangun kawasan ASEAN yang bebas dari dominasi militer, Indonesia bisa mengusulkan agar masalah tersebut dibahas secepatnya.
"Indonesia tak bisa melarang negara lain seperti Singapura melakukan kerjasama bilateral dengan Amerika Serikat. Tapi dalam konteks ASEAN untuk mewujudkan kawasan damai, Indonesia harus berinisiatif mengusulkan pembahasan. Saat inilah Indonesia diuji sebagai Ketua ASEAN," kata politisi PKS itu.
Ia menyebutkan, rencana penempatan pasukan dan kapal perang AS di Singapura menunjukkan kecemasan AS terhadap Cina di ASEAN.
"Ini memang isyarat kecemasan AS terhadap dinamika yang terjadi di Laut Cina Selatan dan kuatnya pengaruh Cina di kawasan ASEAN," tambah dia.
Tak hanya itu, sambung Mahfudz, keberadaan kapal perang AS seperti Littoral Combat Ship/LCS) dan pesawat pengintai tanpa awak, P-8A Poseidon sedikit banyak akan mengganggu kawasan ASEAN, termasuk Indonesia.
"Kehadiran mereka sangat berpotensi mengganggu ASEAN yang telah dinyatakan sebagai kawasan yang steril dari dominasi peran militer negara mana pun, termasuk mengganggu Indonesia," kata Mahfudz.
Amerika Serikat berencana menempatkan beberapa kapal tempur pantai LCS di fasilitas angkatan laut milik Singapura. LCS adalah jenis kapal perang terbaru yang dikembangkan US Navy yang dirancang khusus untuk beroperasi di kawasan perairan dangkal dekat pantai. Kapal ini mampu menghadapi berbagai ancaman, seperti ranjau laut, kapal selam diesel, dan perahu cepat bersenjata.
Selain menempatkan kapal-kapal LCS di Singapura, pemerintah Amerika Serikat juga akan menempatkan pesawat patroli P-8A Poseidon atau pesawat pengintai tak berawak pada 2025. Pesawat-pesawat itu secara rutin akan diterbangkan di atas wilayah Filipina dan Thailand untuk membantu negara-negara itu meningkatkan kewaspadaan wilayah maritim.
(ANT-134/A014)
Wednesday, September 07, 2011
Gejolak UI Jangan Rusak Hubungan RI-Saudi
Selasa, 06 September 2011 |
Jakarta - Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq menyatakan tidak akan ikut camput terkait perdebatan pemberian gelar Doktor Honoris Causa atau HC kepada Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul Azis.
Karena menurut politisi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini dalam pemberian gelar tersebut, pihak Universitas Indonesia (UI) memiliki pertimbangan tertentu.
"DPR tidak perlu ikut ribut soal HC (gelar Doktor Honoris Causa) begitupun unsur-unsur di UI jangan bawa DPR," ujar Mahfudz di Gedung DPR, Senayan, Senin (5/9/2011).
Menurut Mahfudz, sebagai lembaga pendidik, seharusnya pihak UI bisa menyelesaikan perdebatan pemberian gelar tersebut di internal UI. "Perguruan tinggi kan center of excellence dan harus mampu tunjukkan cara berdemokrasi dan manajemen konflik yang baik," imbuhnya.
Lebih lanjut, Wakil Sekertaris Jendral PKS ini menilai jika perdebatan pemberian gelar Doktor Honoris Causa tersebut, diyakininya tidak terkait dengan persoalan internal kepemimpinan di UI. Karena pemberian gelar tersebut merupakan inisiatif dari UI tanpa diminta oleh siapapun khususnya raja Arab.
"Jadi kalau UI punya persoalan intern ya diselesaikan secara intern jangan masuk ke wilayah yang bisa berimbas buruk bagi hubungan dua negara. Apa urusan hubungan bilateral dua negara mau dipertaruhkan untuk urusan intern sebuah universitas? Perguruan tinggi itu independen," ungkapnya.
Sebelumnya, kritikan tertuju kepada Gumilar menyusul langkah UI memberikan gelar Doktor Honoris Causa kepada raja Arab Saudi. Sejumlah kalangan menilai gelar itu tidak selayaknya diberikan kepada Raja Abdullah karena ia menghukum pancung warga Indonesia, yakni Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Ruyati. [mah]
Jakarta - Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq menyatakan tidak akan ikut camput terkait perdebatan pemberian gelar Doktor Honoris Causa atau HC kepada Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul Azis.
Karena menurut politisi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini dalam pemberian gelar tersebut, pihak Universitas Indonesia (UI) memiliki pertimbangan tertentu.
"DPR tidak perlu ikut ribut soal HC (gelar Doktor Honoris Causa) begitupun unsur-unsur di UI jangan bawa DPR," ujar Mahfudz di Gedung DPR, Senayan, Senin (5/9/2011).
Menurut Mahfudz, sebagai lembaga pendidik, seharusnya pihak UI bisa menyelesaikan perdebatan pemberian gelar tersebut di internal UI. "Perguruan tinggi kan center of excellence dan harus mampu tunjukkan cara berdemokrasi dan manajemen konflik yang baik," imbuhnya.
Lebih lanjut, Wakil Sekertaris Jendral PKS ini menilai jika perdebatan pemberian gelar Doktor Honoris Causa tersebut, diyakininya tidak terkait dengan persoalan internal kepemimpinan di UI. Karena pemberian gelar tersebut merupakan inisiatif dari UI tanpa diminta oleh siapapun khususnya raja Arab.
"Jadi kalau UI punya persoalan intern ya diselesaikan secara intern jangan masuk ke wilayah yang bisa berimbas buruk bagi hubungan dua negara. Apa urusan hubungan bilateral dua negara mau dipertaruhkan untuk urusan intern sebuah universitas? Perguruan tinggi itu independen," ungkapnya.
Sebelumnya, kritikan tertuju kepada Gumilar menyusul langkah UI memberikan gelar Doktor Honoris Causa kepada raja Arab Saudi. Sejumlah kalangan menilai gelar itu tidak selayaknya diberikan kepada Raja Abdullah karena ia menghukum pancung warga Indonesia, yakni Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Ruyati. [mah]
Mahfudz Siddiq Terus Berupaya Indonesia-Israel Tidak Berhubungan Diplomatik
JAKARTA - Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq berjanji untuk menjaga agar Indonesia tidak menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. Israel dinilai terus melakukan okupasi secara biadab di atas tanah sah bangsa Palestina.
"Selama saya menjadi Ketua Komisi I DPR, akan tetap menjaga supaya Indonesia tidak membangun hubungan dengan Israel," ujar Mahfudz di Jakarta.
Dia juga mengingatkan agar bangsa Indonesia tidak melupakan peran Palestina dalam mendukung terwujudnya kemerdekaan bangsa Indonesia ketika mengalami penjajahan dari Belanda. Karena itu, kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, sudah sepatutnya bangsa Indonesia terus berupaya mendorong kemerdekaan negara Palestina dari penjajahan zionis Israel.
"Pada masa-masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, M Ali Taher, Perdana Menteri Palestina, menyumbangkan seluruh uangnya dari bank internasional untuk perjuangan kemerdekaan Indonesia. Di saat agresi militer I dan II terjadi, Palestina bersama Mesir, Irak dan negara-negara lain melakukan boikot, demonstrasi anti Belanda," pungkasnya.
Monday, September 05, 2011
Gugatan Arbitrase Kuatkan Hasil Pansus Century
Minggu, 04 September 2011
JAKARTA--MICOM: Permohonan arbitrase oleh mantan pengendali Bank Century Rafat Ali Rizvi di International Center for Settlement of Investment Disputes (ICSID) di Amerika Serikat semakin menguatkan keputusan Panitia Khusus Century. Yakni, bail out senilai Rp6,7 triliun bermasalah.
Salah satu anggota tim pengawas Century Mahfudz Siddiq dari PKS, mengatakan itu ketika dihubungi, Minggu (4/9). "Terlepas penggugat nanti menang atau kalah, gugatan tersebut semakin menguatkan keputusan pansus bahwa Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP) dan Penyertaan Modal Sementara (PMS) bermasalah," ujar Mahfudz.
Meski begitu, politikus PKS itu tidak yakin gugatan arbitrase dapat menjadi bom politik baru. Bom tersebut, lanjutnya, diprediksi meledak bulan Oktober nanti. Yakni setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan hasil resmi audit forensik.
"Ada informasi sampingan yang sudah kami dapat. Tapi, karena belum resmi jadi belum bisa dipublikasikan. Bulan Oktober ini, BPK diharapkan sudah memberikan laporan audit forensik ke DPR melalui timwas. Saat itulah akan kembali terjadi kehebohan," ungkapnya. (OL-8) Penulis : Irvan Sihombing
JAKARTA--MICOM: Permohonan arbitrase oleh mantan pengendali Bank Century Rafat Ali Rizvi di International Center for Settlement of Investment Disputes (ICSID) di Amerika Serikat semakin menguatkan keputusan Panitia Khusus Century. Yakni, bail out senilai Rp6,7 triliun bermasalah.
Salah satu anggota tim pengawas Century Mahfudz Siddiq dari PKS, mengatakan itu ketika dihubungi, Minggu (4/9). "Terlepas penggugat nanti menang atau kalah, gugatan tersebut semakin menguatkan keputusan pansus bahwa Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP) dan Penyertaan Modal Sementara (PMS) bermasalah," ujar Mahfudz.
Meski begitu, politikus PKS itu tidak yakin gugatan arbitrase dapat menjadi bom politik baru. Bom tersebut, lanjutnya, diprediksi meledak bulan Oktober nanti. Yakni setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan hasil resmi audit forensik.
"Ada informasi sampingan yang sudah kami dapat. Tapi, karena belum resmi jadi belum bisa dipublikasikan. Bulan Oktober ini, BPK diharapkan sudah memberikan laporan audit forensik ke DPR melalui timwas. Saat itulah akan kembali terjadi kehebohan," ungkapnya. (OL-8) Penulis : Irvan Sihombing
PKS Akui Adang Daradjatun Nyetor untuk DKI 1
Heboh Wikileaks
Senin, 5 September 2011
JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengakui menanyakan sokongan dana Adang Daradjatun saat akan dicalonan menjadi Gubernur DKI Jakarta tahun 2007. Namun PKS menampik telah meminta Rp15 miliar supaya Adang diloloskan menjadi calon gubernur yang diusung.
"Tidak ada ada tawaran Rp15 mililar supaya Adang terpilih sebagai cagub dari PKS. Kalau calon mengeluarkan uang untuk maju ya memang semua begitu," kata Wakil Sekjen PKS Mahfudz Siddiq saat dikonfirmasi okezone, Senin (5/9/2011).
Mahfudz menjelaskan PKS menang memiliki dua kandidat yang bakal diusung yakni Adang dan Fauzi Bowo. Namun, karena Foke sudah diusung partai koalisi di DKI, PKS memutuskan memilih mantan Wakapolri tersebut untuk dipasangkan bersama Dani Anwar.
PKS sudah mengakui menerima setoran dari calon Gubernur DKI Jakarta Adang Daradjatun. Menurut Anda, wajarkah budaya setor-menyetor dalam pelaksanaan Pemilukada?
"Struktur PKS mengerucutkan calon maka kemudian secara resmi ada pembicaraan antara struktur dengan calon. Maka kebijakan politik PKS mengusung calon sendiri maka kami pilih Pak Adang," sambungnya.
Menurutnya, ada tiga hal yang dibicarakan antara PKS dengan Adang. Pertama, calon diminta menjelaskan visi dan misi untuk memimpin Jakarta. Kedua, strategi pemenangan pilkada dan kebutuhan anggaran.
"Disitulah dibicarakan Pak Adang bisa menyiapkan dana berapa dan berapa dana dari struktur DPW dan DPP. Itu lomitmen pendanaan calon. Memang semua begitu calon pasti menyiapkan dana, tapi bukan berarti kita minta supaya dia diloloskan," terang Ketua Komisi I DPR ini.
PKS, sambung Mahfudz, mengeluarkan Rp40 miliar lebih untuk mengusung Adang-Dani sebagai orang nomer satu di DKI Jakarta. "Dana itu tidak termasuk dana-dana swadaya oleh kader-kader PKS yang jadi partisan kampanye," pungkasnya.
Okezone.com
Senin, 5 September 2011
JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengakui menanyakan sokongan dana Adang Daradjatun saat akan dicalonan menjadi Gubernur DKI Jakarta tahun 2007. Namun PKS menampik telah meminta Rp15 miliar supaya Adang diloloskan menjadi calon gubernur yang diusung.
"Tidak ada ada tawaran Rp15 mililar supaya Adang terpilih sebagai cagub dari PKS. Kalau calon mengeluarkan uang untuk maju ya memang semua begitu," kata Wakil Sekjen PKS Mahfudz Siddiq saat dikonfirmasi okezone, Senin (5/9/2011).
Mahfudz menjelaskan PKS menang memiliki dua kandidat yang bakal diusung yakni Adang dan Fauzi Bowo. Namun, karena Foke sudah diusung partai koalisi di DKI, PKS memutuskan memilih mantan Wakapolri tersebut untuk dipasangkan bersama Dani Anwar.
PKS sudah mengakui menerima setoran dari calon Gubernur DKI Jakarta Adang Daradjatun. Menurut Anda, wajarkah budaya setor-menyetor dalam pelaksanaan Pemilukada?
"Struktur PKS mengerucutkan calon maka kemudian secara resmi ada pembicaraan antara struktur dengan calon. Maka kebijakan politik PKS mengusung calon sendiri maka kami pilih Pak Adang," sambungnya.
Menurutnya, ada tiga hal yang dibicarakan antara PKS dengan Adang. Pertama, calon diminta menjelaskan visi dan misi untuk memimpin Jakarta. Kedua, strategi pemenangan pilkada dan kebutuhan anggaran.
"Disitulah dibicarakan Pak Adang bisa menyiapkan dana berapa dan berapa dana dari struktur DPW dan DPP. Itu lomitmen pendanaan calon. Memang semua begitu calon pasti menyiapkan dana, tapi bukan berarti kita minta supaya dia diloloskan," terang Ketua Komisi I DPR ini.
PKS, sambung Mahfudz, mengeluarkan Rp40 miliar lebih untuk mengusung Adang-Dani sebagai orang nomer satu di DKI Jakarta. "Dana itu tidak termasuk dana-dana swadaya oleh kader-kader PKS yang jadi partisan kampanye," pungkasnya.
Okezone.com
DPR: Postur Laut Harus Prioritas
RAPBN PERTAHANAN 2012
Senin, 5 September 2011
JAKARTA (Suara Karya): Komisi I DPR RI meminta Kementerian Pertahanan (Kemhan) agar memberi prioritas penguatan postur pertahanan dan keamanan laut. Prioritas ini perlu ditetapkan sebagai program utama 2012, menyusul peningkatan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) bidang pertahanan sebesar Rp 64,4 triliun.
Hal tersebut dikatakan Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq, anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Enggartiasto Lukita yang dihubungi secara terpisah di Jakarta, Minggu (4/9).
Seperti diketahui, Kemhan menetapkan 75 persen untuk belanja kelengkapan kantor dan kesejahteraan prajurit. Sedangkan, 25 persen untuk belanja alat utama sistem senajata (alutsista).
Selama ini, dikatakan Mahfudz, wilayah laut Indonesia masih rawan pelanggaran hukum dan penyeludupan. "Karena itu, perlu ada penambahan alutsista yang berteknologi tinggi untuk mengantisipasi pelanggaran itu," ujar dia.
Ia menyontohkan penambahan kapal selam dan kapal patroli cepat yang dilengkapi persenjataan canggih.
Selain itu, Mahfudz menilai, pengawasan perbatasan laut Indonesia dengan negara tetangga masih perlu diberi prioritas, selain peningkatkan kesejahteraan para prajurit yang menjaga perbatasan negara.
"Seperti halnya di wilayah laut yang masih lemah, di wilayah perbatasan juga lemah dalam pengawasannya selama ini. Sehingga pada 2012, DPR akan dorong agar ada peningkatan pasukan TNI yang ditempatkan di sepanjang wilayah perbatasan, untuk menjaga keamanan, teritorial dan sebagainya," kata dia.
Selanjutnya, program prioritas ketiga adalah penambahan pasukan dan gelar persenjataan di wilayah yang berbatasan dengan negara tetangga. DPR akan mendorong TNI untuk bisa menambah penempatan alutsistadi wilayah perbatasan untuk memberikan efek gentar terhadap pihak asing.
"Dalam gelar persenjataan di wilayah perbatasan ini, akan banyak ditempatkan persenjataan darat dan udara. Seperti penambahan dan penempatan rudal dengan jangkauan sekita 20-40 km," tegas Mahfudz.
Lokasi Strategis
Sementara itu, Enggar mengatakan, gelar kekuatan persenjataan TNI di wilayah perbatasan itu akan ditempatkan di beberapa lokasi strategis seperti, di wilayah Sumatera yang berbatasan langsung dengan Malaysia dan Singapura, di Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat.
"Misalnya, di Papua yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini dan NTT yang berbatasan dengan Timor Leste, pada 2012 belum menjadi skala prioritas untuk gelar persenjataan TNI," ujar dia.
Pada sisi lain, usulan program prioritas Kemhan tetap memperhatikan peningkatan sarana dan prasana TNI nonperang, seperti penanggulangan bencana alam.
Selama ini, kata Enggar, peran TNI cukup efektif dimobilisasi untuk operasi nonperang, terutama dalam penanggulangan bencana.
Misalnya dalam kasus tsunami di Aceh dan Nias. Ternyata alat angkut TNI kita kan masih terbatas terutama heli untuk droping logistik dan obat-batan, masih terbatas.
"Sehingga kita perkirakan juga akan ada penambahan pesawat angkut untuk TNI. Yaitu hibah dari pesawat Hercules dari Australia 4 unit, yang kini masih terus diretrofit. Pada 2012 diperkirakan 2 unit selesai dilakukan retrofitnya dan sisanya tahun berikutnya," tegas Enggar. (Feber S)
Senin, 5 September 2011
JAKARTA (Suara Karya): Komisi I DPR RI meminta Kementerian Pertahanan (Kemhan) agar memberi prioritas penguatan postur pertahanan dan keamanan laut. Prioritas ini perlu ditetapkan sebagai program utama 2012, menyusul peningkatan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) bidang pertahanan sebesar Rp 64,4 triliun.
Hal tersebut dikatakan Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq, anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Enggartiasto Lukita yang dihubungi secara terpisah di Jakarta, Minggu (4/9).
Seperti diketahui, Kemhan menetapkan 75 persen untuk belanja kelengkapan kantor dan kesejahteraan prajurit. Sedangkan, 25 persen untuk belanja alat utama sistem senajata (alutsista).
Selama ini, dikatakan Mahfudz, wilayah laut Indonesia masih rawan pelanggaran hukum dan penyeludupan. "Karena itu, perlu ada penambahan alutsista yang berteknologi tinggi untuk mengantisipasi pelanggaran itu," ujar dia.
Ia menyontohkan penambahan kapal selam dan kapal patroli cepat yang dilengkapi persenjataan canggih.
Selain itu, Mahfudz menilai, pengawasan perbatasan laut Indonesia dengan negara tetangga masih perlu diberi prioritas, selain peningkatkan kesejahteraan para prajurit yang menjaga perbatasan negara.
"Seperti halnya di wilayah laut yang masih lemah, di wilayah perbatasan juga lemah dalam pengawasannya selama ini. Sehingga pada 2012, DPR akan dorong agar ada peningkatan pasukan TNI yang ditempatkan di sepanjang wilayah perbatasan, untuk menjaga keamanan, teritorial dan sebagainya," kata dia.
Selanjutnya, program prioritas ketiga adalah penambahan pasukan dan gelar persenjataan di wilayah yang berbatasan dengan negara tetangga. DPR akan mendorong TNI untuk bisa menambah penempatan alutsistadi wilayah perbatasan untuk memberikan efek gentar terhadap pihak asing.
"Dalam gelar persenjataan di wilayah perbatasan ini, akan banyak ditempatkan persenjataan darat dan udara. Seperti penambahan dan penempatan rudal dengan jangkauan sekita 20-40 km," tegas Mahfudz.
Lokasi Strategis
Sementara itu, Enggar mengatakan, gelar kekuatan persenjataan TNI di wilayah perbatasan itu akan ditempatkan di beberapa lokasi strategis seperti, di wilayah Sumatera yang berbatasan langsung dengan Malaysia dan Singapura, di Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat.
"Misalnya, di Papua yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini dan NTT yang berbatasan dengan Timor Leste, pada 2012 belum menjadi skala prioritas untuk gelar persenjataan TNI," ujar dia.
Pada sisi lain, usulan program prioritas Kemhan tetap memperhatikan peningkatan sarana dan prasana TNI nonperang, seperti penanggulangan bencana alam.
Selama ini, kata Enggar, peran TNI cukup efektif dimobilisasi untuk operasi nonperang, terutama dalam penanggulangan bencana.
Misalnya dalam kasus tsunami di Aceh dan Nias. Ternyata alat angkut TNI kita kan masih terbatas terutama heli untuk droping logistik dan obat-batan, masih terbatas.
"Sehingga kita perkirakan juga akan ada penambahan pesawat angkut untuk TNI. Yaitu hibah dari pesawat Hercules dari Australia 4 unit, yang kini masih terus diretrofit. Pada 2012 diperkirakan 2 unit selesai dilakukan retrofitnya dan sisanya tahun berikutnya," tegas Enggar. (Feber S)
Raja Arab Dapat Gelar dari UI, DPR Jangan Pusing
Headline
Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq
Kamis, 1 September 2011
Jakarta - DPR diminta untuk tidak lagi mempersoalkan pemberian gelar Honoris Causa oleh Rektor Universitas Indonesia (UI) Gumilar Sumantri kepada Raja Arab Saudi Raja Abdullah, dalam bidang kemanusiaan dan iptek, di Jeddah.
"DPR sebaiknya tidak persoalkan pemberian gelar doktor honoris causa yang diberikan pihak UI kepada Raja Arab Saudi, Abdullah," kata Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq, Jakarta, Kamis (1/9/2011).
Menurutnya, pemberian gelar semacam ini hal yang biasa diberikan pihak universitas di berbagai negara kepada tokoh-tokoh tertentu atas pertimbangan-pertimbangan khusus.
"UI menurut saya justru menunjukkan komunikasi dan diplomasi yang baik kepada pihak kerajaan Arab Saudi yang tentu saja bisa menarik sumber-sumber pendanaan negara tersebut untuk membantu pengembangan pendidikan di UI dan Indonesia pada umumnya," kata politisi PKS itu.
Ia menambahkan, mempersoalkan pemberian gelar ini justru dikhawatirkan akan kontra produktif. "Jadi tak perlu dipersoalkan lagi karena hal itu tak bermanfaat," kata dia.
Sebelumnya, sejumlah guru besar UI menyampaikan protes kerasnya atas pemberian gelar Doktor kehormatan yang diberikan kepada Raja Arab Saudi, Abdullah.
Para Guru Besar itu memberikan keterangan pers di Gedung DPR pada Jumat siang, (26/8/2011). Mereka menilai raja Arab Saudi belum layak mendapat penghargaan seperti itu dari universitas di Indonesia. Sebab, Raja itu merestui hukuman pancung kepada warga Indonesia, yakni Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang terlibat kasus hukum di Arab Saudi.
"Kami mencatatnya sebagai Black Sunday," kata Guru Besar Sosiologi UI Thamrin Amal Tamagola.
Sebab, pemberian gelar kehormatan itu dilakukan pada Ahad pekan lalu. Ia dan kerabatnya di lingkungan UI akan melakukan upaya internal agar bisa memproses penggugatan terhadap rektor UI atas tindakanya itu.
"Saya akan lawan. Ini soal bangsa. Tapi perlawanan akan dilakukan dengan cara terhormat. Ada tata caranya. Akan ada langkah internal meskipun ada rasa malu," katanya.
Menurutnya, pemberian gelar itu sama dengan pengkhianatan terhadap bangsa dan rakyat. Sebab, Arab Saudi sering terjadi pelanggaran HAM terhadap buruh migran seperti penyiksaan, pelecehan seksual, pembunuhan, dan hukuman mati. Apalagi, pemberian gelar itu dilakukan di Arab, bukan di lingkungan kampus.
"Di UI bukan hanya diasah nalar tapi juga diasah nurani. Tapi dengan pemberian gelar itu, kelihatan sekali tidak ada nurani. Kita sangat menyesalkan lambang UI diperjualbelikan dan dipersembahkan sebagai upeti ke Raja. Kita merasa terhina dan terinjak-injak," katanya.
Guru Besar FE UI, Mayling Oey mengaku terkejut dan mempertanyakan tindakan rektor UI tersebut. Terlebih lagi, pemberian gelar itu mengatasnamakan warga UI.
"Tapi warga UI tidak ada yang tahu. Pemberian itu lebih pada bertindak sebagai pribadi. Lalu bagaimana pertanggungjawabannya terhadap warga UI," katanya.
Ia mengatakan, sebagai perempuan dirinya sangat terluka karena pemberian itu tidak melihat banyaknya TKI yang mendapatkan perlakuan yang tidak sepatutnya. "Bagaimana Arab Saudi memperlakukan TKI kita tetapi diberikan kehormatan atas nama kemanusiaan yang tidak manusiawi," katanya.
Anggota Komisi IX dari Fraksi PPP, Okky Asokawati menegaskan pihaknya akan memanggil rektor UI terkait masalah ini. "Kami akan coba mencari tahu apa yang melatari kenapa rektor UI bisa memberikan gelar itu," katanya.
Sejauh ini, ia melihat ada beberapa keanehan dari pemberian gelar tersebut. Contohnya, berdasarkan surat keputusan rektor, seharusnya pemberian gelar kehormatan dilakukan di lingkungan kampus, bukan di tempat lain, apalagi di wilayah Arab Saudi. Pemberian gelar di bidang kemanusiaan dan Iptek pun, lanjutnya, perlu dipertanyakan. [Antara/lal]
Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq
Kamis, 1 September 2011
Jakarta - DPR diminta untuk tidak lagi mempersoalkan pemberian gelar Honoris Causa oleh Rektor Universitas Indonesia (UI) Gumilar Sumantri kepada Raja Arab Saudi Raja Abdullah, dalam bidang kemanusiaan dan iptek, di Jeddah.
"DPR sebaiknya tidak persoalkan pemberian gelar doktor honoris causa yang diberikan pihak UI kepada Raja Arab Saudi, Abdullah," kata Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq, Jakarta, Kamis (1/9/2011).
Menurutnya, pemberian gelar semacam ini hal yang biasa diberikan pihak universitas di berbagai negara kepada tokoh-tokoh tertentu atas pertimbangan-pertimbangan khusus.
"UI menurut saya justru menunjukkan komunikasi dan diplomasi yang baik kepada pihak kerajaan Arab Saudi yang tentu saja bisa menarik sumber-sumber pendanaan negara tersebut untuk membantu pengembangan pendidikan di UI dan Indonesia pada umumnya," kata politisi PKS itu.
Ia menambahkan, mempersoalkan pemberian gelar ini justru dikhawatirkan akan kontra produktif. "Jadi tak perlu dipersoalkan lagi karena hal itu tak bermanfaat," kata dia.
Sebelumnya, sejumlah guru besar UI menyampaikan protes kerasnya atas pemberian gelar Doktor kehormatan yang diberikan kepada Raja Arab Saudi, Abdullah.
Para Guru Besar itu memberikan keterangan pers di Gedung DPR pada Jumat siang, (26/8/2011). Mereka menilai raja Arab Saudi belum layak mendapat penghargaan seperti itu dari universitas di Indonesia. Sebab, Raja itu merestui hukuman pancung kepada warga Indonesia, yakni Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang terlibat kasus hukum di Arab Saudi.
"Kami mencatatnya sebagai Black Sunday," kata Guru Besar Sosiologi UI Thamrin Amal Tamagola.
Sebab, pemberian gelar kehormatan itu dilakukan pada Ahad pekan lalu. Ia dan kerabatnya di lingkungan UI akan melakukan upaya internal agar bisa memproses penggugatan terhadap rektor UI atas tindakanya itu.
"Saya akan lawan. Ini soal bangsa. Tapi perlawanan akan dilakukan dengan cara terhormat. Ada tata caranya. Akan ada langkah internal meskipun ada rasa malu," katanya.
Menurutnya, pemberian gelar itu sama dengan pengkhianatan terhadap bangsa dan rakyat. Sebab, Arab Saudi sering terjadi pelanggaran HAM terhadap buruh migran seperti penyiksaan, pelecehan seksual, pembunuhan, dan hukuman mati. Apalagi, pemberian gelar itu dilakukan di Arab, bukan di lingkungan kampus.
"Di UI bukan hanya diasah nalar tapi juga diasah nurani. Tapi dengan pemberian gelar itu, kelihatan sekali tidak ada nurani. Kita sangat menyesalkan lambang UI diperjualbelikan dan dipersembahkan sebagai upeti ke Raja. Kita merasa terhina dan terinjak-injak," katanya.
Guru Besar FE UI, Mayling Oey mengaku terkejut dan mempertanyakan tindakan rektor UI tersebut. Terlebih lagi, pemberian gelar itu mengatasnamakan warga UI.
"Tapi warga UI tidak ada yang tahu. Pemberian itu lebih pada bertindak sebagai pribadi. Lalu bagaimana pertanggungjawabannya terhadap warga UI," katanya.
Ia mengatakan, sebagai perempuan dirinya sangat terluka karena pemberian itu tidak melihat banyaknya TKI yang mendapatkan perlakuan yang tidak sepatutnya. "Bagaimana Arab Saudi memperlakukan TKI kita tetapi diberikan kehormatan atas nama kemanusiaan yang tidak manusiawi," katanya.
Anggota Komisi IX dari Fraksi PPP, Okky Asokawati menegaskan pihaknya akan memanggil rektor UI terkait masalah ini. "Kami akan coba mencari tahu apa yang melatari kenapa rektor UI bisa memberikan gelar itu," katanya.
Sejauh ini, ia melihat ada beberapa keanehan dari pemberian gelar tersebut. Contohnya, berdasarkan surat keputusan rektor, seharusnya pemberian gelar kehormatan dilakukan di lingkungan kampus, bukan di tempat lain, apalagi di wilayah Arab Saudi. Pemberian gelar di bidang kemanusiaan dan Iptek pun, lanjutnya, perlu dipertanyakan. [Antara/lal]
Thursday, August 25, 2011
SBY Juga Diminta Segera Jawab Surat Pengunduran Diri Prakosa
Kamis, 25/08/2011
Jakarta - Balasan surat Presiden SBY kepada Nazaruddin berbuntut panjang. Ketua Komisi I, Mahfudz Siddiq, menyindir SBY yang kurang responsif terhadap surat pengunduran diri M Prakosa. Hal ini berbeda dengan respons SBY terhadap surat Nazaruddin.
"Surat pengunduran diri Pak Prakosa itu surat kenegaraan. Masak surat kenegaraan tak dijawab tapi surat non kenegaraan dijawab?" ujar Mahfudz di Gedung DPR, Rabu (24/8/2011).
Menurut Mahfudz, surat pengunduran diri M Prakosa itu hendaknya segera ditindaklanjuti. Hal ini mengingat waktu fit and proper test terhadap calon duta besar terbatas.
"Kalau sampai malam, surat tentang mundurnya Pak M Prakosa tidak masuk (ke DPR) berarti kami beranggapan M Prakosa tidak hadir atau mangkir. Cuma kan kasihan nama baiknya tercoreng di mata publik," kata politisi PKS ini.
Seperti diketahui politisi PDIP, M Prakosa diajukan SBY sebagai calon duta besar RI untuk Italia. Namun Prakosa menolak dan telah menyampaikan surat pengunduran dirinya ke presiden, menteri luar negeri dengan tembusan ke Fraksi PDIP DPR RI.
"Yang saya baca di suratnya karena alasan keluarga," kata Ketua Fraksi PDIP Tjahjo Kumolo di tempat yang sama.
(adi/rdf)
Jakarta - Balasan surat Presiden SBY kepada Nazaruddin berbuntut panjang. Ketua Komisi I, Mahfudz Siddiq, menyindir SBY yang kurang responsif terhadap surat pengunduran diri M Prakosa. Hal ini berbeda dengan respons SBY terhadap surat Nazaruddin.
"Surat pengunduran diri Pak Prakosa itu surat kenegaraan. Masak surat kenegaraan tak dijawab tapi surat non kenegaraan dijawab?" ujar Mahfudz di Gedung DPR, Rabu (24/8/2011).
Menurut Mahfudz, surat pengunduran diri M Prakosa itu hendaknya segera ditindaklanjuti. Hal ini mengingat waktu fit and proper test terhadap calon duta besar terbatas.
"Kalau sampai malam, surat tentang mundurnya Pak M Prakosa tidak masuk (ke DPR) berarti kami beranggapan M Prakosa tidak hadir atau mangkir. Cuma kan kasihan nama baiknya tercoreng di mata publik," kata politisi PKS ini.
Seperti diketahui politisi PDIP, M Prakosa diajukan SBY sebagai calon duta besar RI untuk Italia. Namun Prakosa menolak dan telah menyampaikan surat pengunduran dirinya ke presiden, menteri luar negeri dengan tembusan ke Fraksi PDIP DPR RI.
"Yang saya baca di suratnya karena alasan keluarga," kata Ketua Fraksi PDIP Tjahjo Kumolo di tempat yang sama.
(adi/rdf)
PKS: Rencana Pembubaran Banggar DPR Tak Tepat
Rabu, 24 Agustus 2011
JAKARTA - Fraksi PKS tak sependapat dengan usulan Fraksi PDI Perjuangan dan Hanura yang berencana akan mengusulkan pembubaran Badan Anggaran (Banggar) DPR.
Menurut anggota Fraksi PKS Mahfudz Siddiq, jika Banggar DPR dipersoalkan oleh banyak pihak, maka pihak eksekutif akan semakin lepas dari kontrol legislatif.
"Sebenarnya yang tersenyum ketika hak budget DPR dipersoalkan adalah eksekutif. Karena kue besar APBN yang mereka kelola akan makin kecil disentuh oleh DPR. Ini akan berdampak melemahnya fungsi pengawasan," ujar Mahfudz kepada wartawan saat dihubunginya, Rabu (24/8/2011).
Kata Mahfudz, Banggar dan Komisi memiliki tugas pokok kerja masing-masing dan keduanya memiliki tugas kerja yang saling bersinambungan. "Banggar dan Komisi di DPR punya tupoksi masing-masing dan saling bersinergi," kata dia.
Seharusnya, kata dia yang lebih tepat adalah perbaikan sistem penganggaran sehingga tidak terjadi kebocoran anggaran. Maka, kata dia, tidak tepat langkah pembubaran Banggar itu.
"Jika ingin benahi sistem anggaran dan cegah korupsi, isu ini harus dialihkan ke Eksekutif. Periksa hulu sampai ke hilir dan proses penganggaran di eksekutif," pungkasnya.
(ful)
JAKARTA - Fraksi PKS tak sependapat dengan usulan Fraksi PDI Perjuangan dan Hanura yang berencana akan mengusulkan pembubaran Badan Anggaran (Banggar) DPR.
Menurut anggota Fraksi PKS Mahfudz Siddiq, jika Banggar DPR dipersoalkan oleh banyak pihak, maka pihak eksekutif akan semakin lepas dari kontrol legislatif.
"Sebenarnya yang tersenyum ketika hak budget DPR dipersoalkan adalah eksekutif. Karena kue besar APBN yang mereka kelola akan makin kecil disentuh oleh DPR. Ini akan berdampak melemahnya fungsi pengawasan," ujar Mahfudz kepada wartawan saat dihubunginya, Rabu (24/8/2011).
Kata Mahfudz, Banggar dan Komisi memiliki tugas pokok kerja masing-masing dan keduanya memiliki tugas kerja yang saling bersinambungan. "Banggar dan Komisi di DPR punya tupoksi masing-masing dan saling bersinergi," kata dia.
Seharusnya, kata dia yang lebih tepat adalah perbaikan sistem penganggaran sehingga tidak terjadi kebocoran anggaran. Maka, kata dia, tidak tepat langkah pembubaran Banggar itu.
"Jika ingin benahi sistem anggaran dan cegah korupsi, isu ini harus dialihkan ke Eksekutif. Periksa hulu sampai ke hilir dan proses penganggaran di eksekutif," pungkasnya.
(ful)
Calon Dubes Terganjal Kemampuan Bahasa
Rabu, 24 Agustus 2011
JAKARTA, KOMPAS.com — Dari 33 calon duta besar yang menjalani uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di Komisi I DPR RI, Rabu (24/8/2011), hampir 80 persen calon terkendala kemampuan bahasa asing terkait negara yang tujuan mereka.
Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq mengatakan, hanya 20 persen calon yang bisa diakui kemampuan bahasa dan pemahamannya akan negara-negara di mana mereka akan ditempatkan.
"Diplomasi itu kan butuh bahasa. Bayangkan ada calon dubes untuk negara Arab, bahasa Inggrisnya ketika kami tes enggak begitu baik, bahasa Arabnya juga enggak baik. Itu yang menurut kami tak memenuhi kualifikasi," katanya di depan ruang komisi, Rabu malam.
Menurut Mahfudz, bahasa bagi seorang perwakilan negara di negara lain bagaikan seragam bagi seorang serdadu yang mutlak diperlukan. Oleh karena itu, lanjutnya, calon-calon dengan pengayaan yang masih minim masih bisa diberikan kesempatan, sementara calon-calon yang kemampuan bahasanya rendah perlu ditinjau ulang.
"Kalau masih ada lagi yang kita setuju dengan catatan ya masih bisa, penajaman dan pengayaan wilayah. Tapi kalau kelemahan bahasa itu fatal. Itu ibarat tentara, seragam aja enggak punya," tambahnya.
Karena jumlah calon yang tak memenuhi kompetensi begitu besar, Komisi I DPR RI mengundang Wakil Menteri Luar Negeri Triyono Wibowo dan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Michael Tene untuk menyampaikan kondisi tersebut.
Komisi juga menggelar rapat internal untuk merumuskan keputusan komisi. Hampir seluruh anggota komisi, lanjut politisi PKS ini, menilai para calon belum memenuhi harapan komisi dan kualifikasi kompetensi yang telah ditetapkan, meliputi masa pengabdian serta kredibilitas dan kemampuan bahasanya.
Mahfudz mengatakan, mayoritas calon juga belum bisa menjelaskan secara jernih mengenai pemahaman akan kondisi sosial politik negara yang akan dituju dan cara untuk memperjuangkan kepentingan Indonesia di negara tersebut.
"Yang memenuhi kualifikasi dan ekspektasi baru 20 persen. Tapi, ini baru penilaian, keputusan komisi baru akan kita bahas," tandasnya.
Sementara itu, dari 33 calon yang sudah diuji, empat calon berasal dari jalur non-karier. Dari keempat calon ini, satu calon berasal dari kalangan militer. Sisanya, dari partai politik.
JAKARTA, KOMPAS.com — Dari 33 calon duta besar yang menjalani uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di Komisi I DPR RI, Rabu (24/8/2011), hampir 80 persen calon terkendala kemampuan bahasa asing terkait negara yang tujuan mereka.
Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq mengatakan, hanya 20 persen calon yang bisa diakui kemampuan bahasa dan pemahamannya akan negara-negara di mana mereka akan ditempatkan.
"Diplomasi itu kan butuh bahasa. Bayangkan ada calon dubes untuk negara Arab, bahasa Inggrisnya ketika kami tes enggak begitu baik, bahasa Arabnya juga enggak baik. Itu yang menurut kami tak memenuhi kualifikasi," katanya di depan ruang komisi, Rabu malam.
Menurut Mahfudz, bahasa bagi seorang perwakilan negara di negara lain bagaikan seragam bagi seorang serdadu yang mutlak diperlukan. Oleh karena itu, lanjutnya, calon-calon dengan pengayaan yang masih minim masih bisa diberikan kesempatan, sementara calon-calon yang kemampuan bahasanya rendah perlu ditinjau ulang.
"Kalau masih ada lagi yang kita setuju dengan catatan ya masih bisa, penajaman dan pengayaan wilayah. Tapi kalau kelemahan bahasa itu fatal. Itu ibarat tentara, seragam aja enggak punya," tambahnya.
Karena jumlah calon yang tak memenuhi kompetensi begitu besar, Komisi I DPR RI mengundang Wakil Menteri Luar Negeri Triyono Wibowo dan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Michael Tene untuk menyampaikan kondisi tersebut.
Komisi juga menggelar rapat internal untuk merumuskan keputusan komisi. Hampir seluruh anggota komisi, lanjut politisi PKS ini, menilai para calon belum memenuhi harapan komisi dan kualifikasi kompetensi yang telah ditetapkan, meliputi masa pengabdian serta kredibilitas dan kemampuan bahasanya.
Mahfudz mengatakan, mayoritas calon juga belum bisa menjelaskan secara jernih mengenai pemahaman akan kondisi sosial politik negara yang akan dituju dan cara untuk memperjuangkan kepentingan Indonesia di negara tersebut.
"Yang memenuhi kualifikasi dan ekspektasi baru 20 persen. Tapi, ini baru penilaian, keputusan komisi baru akan kita bahas," tandasnya.
Sementara itu, dari 33 calon yang sudah diuji, empat calon berasal dari jalur non-karier. Dari keempat calon ini, satu calon berasal dari kalangan militer. Sisanya, dari partai politik.
Thursday, August 11, 2011
Penentuan Capres dari PKS, Tunggu Keputusan Majelis Syuro
Kamis, 11 Agustus 2011
Surabaya - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) masih belum tertarik membicarakan soal calon presiden (capres) yang akan diusung atau didukung pada Pilpres 2014 mendatang. Penentuan capres akan menunggu keputusan Majelis Syuro PKS.
"Kita belum pernah membicarakan apapun terkait dengan capres. Jadi kita bukan bicara serius atau tidak serius, karena memang belum pernah ada pembicaraan apapun tentang siapa yang akan dijagokan dari PKS," ujar Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq kepada wartawan di sela-sela acara safari ramadan di Surabaya, Senin (8/8/2011).
Pada Jumat (5/8) lalu, Wakil Ketua DPP PKS bidang Kepemimpinan, Zulkieflimansyah pernah menyatakan, Menko Polhukam Djoko Suyanto dinilai sebagai sosok yang relatif bersih dan layak menjadi pesaing tangguh bagi capres lainnya kelak. Menanggapi hal itu, Luthfi kembali menegaskan, PKS belum pernah membahas masalah capres sedikitpun.
"Ya silakan tanya ke yang bersangkutan. Secara official, PKS belum pernah membahas, karena masih lama," tuturnya.
Luthfi menyatakan, penentuan capres merupakan kewenangan Majelis Syuro PKS. Menurutnya, semua tokoh baik dari internal maupun eksternal PKS bisa saja menjadi capres PKS nantinya.
"Semua kemungkinan bisa saja terjadi, karena ini adalah politik. Mencalonkan atau bergabung, sangat bergantung pada perolehan suara di 2014 nanti, berapa nanti, posisi PKS seperti apa," ucap Luthfi.
"Negeri ini tidak mungkin dikelola sendirian, karena negeri ini sangat besar, rakyatnya banyak dan tersebar luas, sehingga harus melibatkan beragam komponen dan tidak bisa sendiri," imbuh Luthfi, yang juga menyebut target PKS pada Pileg 2014 mendatang adalah posisi tiga besar.
Kendati demikian, Luthfi sendiri belum bisa memastikan kapan Majelis Syuro PKS akan membahas pencapresan. "Ya kita lihat dinamika politik, kapan memutuskan sidang untuk membicarakan hal itu, sampai sekarang belum ada agenda," ujarnya.
Sementara itu, mengenai hadirnya Partai Serikat Rakyat Independen (SRI), PKS menyambut positif. "Kami welcome. Ini era demokrasi dan era kebebasan. Kami welcome dengan semua upaya tampil menjadi partai politik," terangnya.
Mengenai Sri Mulyani disebut-sebut menjadi salah satu calon presiden 2014 nanti, Luthfi enggan menanggapi. Menurutnya, penilaian layak atau tidak atas seorang kandidat, berada di tangan rakyat.
"Yang menilai ideal atau tidak, itu domain publik. Semua orang boleh mencalonkan dan boleh memunculkan dan bisa mencalonkan diri, tapi uji publik itu yang diperlukan," jelas dia.
"Jadi layak tidaknya, diserahkan ke masyarakat. Karena apapun yang diinginkan masyarakat, hasilnya masyarakat juga yang merasakannya," tandas Luthfi.
(roi/nvc)
Surabaya - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) masih belum tertarik membicarakan soal calon presiden (capres) yang akan diusung atau didukung pada Pilpres 2014 mendatang. Penentuan capres akan menunggu keputusan Majelis Syuro PKS.
"Kita belum pernah membicarakan apapun terkait dengan capres. Jadi kita bukan bicara serius atau tidak serius, karena memang belum pernah ada pembicaraan apapun tentang siapa yang akan dijagokan dari PKS," ujar Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq kepada wartawan di sela-sela acara safari ramadan di Surabaya, Senin (8/8/2011).
Pada Jumat (5/8) lalu, Wakil Ketua DPP PKS bidang Kepemimpinan, Zulkieflimansyah pernah menyatakan, Menko Polhukam Djoko Suyanto dinilai sebagai sosok yang relatif bersih dan layak menjadi pesaing tangguh bagi capres lainnya kelak. Menanggapi hal itu, Luthfi kembali menegaskan, PKS belum pernah membahas masalah capres sedikitpun.
"Ya silakan tanya ke yang bersangkutan. Secara official, PKS belum pernah membahas, karena masih lama," tuturnya.
Luthfi menyatakan, penentuan capres merupakan kewenangan Majelis Syuro PKS. Menurutnya, semua tokoh baik dari internal maupun eksternal PKS bisa saja menjadi capres PKS nantinya.
"Semua kemungkinan bisa saja terjadi, karena ini adalah politik. Mencalonkan atau bergabung, sangat bergantung pada perolehan suara di 2014 nanti, berapa nanti, posisi PKS seperti apa," ucap Luthfi.
"Negeri ini tidak mungkin dikelola sendirian, karena negeri ini sangat besar, rakyatnya banyak dan tersebar luas, sehingga harus melibatkan beragam komponen dan tidak bisa sendiri," imbuh Luthfi, yang juga menyebut target PKS pada Pileg 2014 mendatang adalah posisi tiga besar.
Kendati demikian, Luthfi sendiri belum bisa memastikan kapan Majelis Syuro PKS akan membahas pencapresan. "Ya kita lihat dinamika politik, kapan memutuskan sidang untuk membicarakan hal itu, sampai sekarang belum ada agenda," ujarnya.
Sementara itu, mengenai hadirnya Partai Serikat Rakyat Independen (SRI), PKS menyambut positif. "Kami welcome. Ini era demokrasi dan era kebebasan. Kami welcome dengan semua upaya tampil menjadi partai politik," terangnya.
Mengenai Sri Mulyani disebut-sebut menjadi salah satu calon presiden 2014 nanti, Luthfi enggan menanggapi. Menurutnya, penilaian layak atau tidak atas seorang kandidat, berada di tangan rakyat.
"Yang menilai ideal atau tidak, itu domain publik. Semua orang boleh mencalonkan dan boleh memunculkan dan bisa mencalonkan diri, tapi uji publik itu yang diperlukan," jelas dia.
"Jadi layak tidaknya, diserahkan ke masyarakat. Karena apapun yang diinginkan masyarakat, hasilnya masyarakat juga yang merasakannya," tandas Luthfi.
(roi/nvc)
Setelah Tangkap Nazaruddin, PKS Persilakan KPK dan Polisi Tangkap Nunun
Kamis, 11 Agustus 2011
Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menegaskan tak pernah tersandera oleh kasus yang menimpa Nunun Nurbaetie. PKS pun mempersilakan kalau KPK hendak menangkap Nunun yang tengah buron di luar negeri.
"Kalau menurut saya silakan saja secara hukum. Pak Adang juga menyampaikan silakan secara hukum," ujar anggota Komisi III DPR dari PKS, Nasir Jamil.
Hal ini disampaikan Nasir kepada detikcom, Selasa (9/8/2011).
Menurut Nasir, secara struktural Nunun tak ada kaitan dengan PKS. Namun kemudian karena Nunun adalah istri petinggi PKS yang juga mantan Wakapolri Adang Daradjatun, kasus itu dihubung-hubungkan dengan PKS.
"PKS tidak tersandera Ibu Nunun. Kalau secara struktural tidak ada kaitannya dengan PKS," terang Nasir.
Namun ia berharap KPK tak lagi memohon PKS membantu memulangkan Nunun. Karena menurut Nasir penegakan hukum tak ada kaitannya dengan PKS.
"Nggak lah, nggak ada kaitannya," tandasnya.
Setelah polisi dan KPK sukses menangkap mantan bendahara umum PD Muhammad Nazaruddin, banyak pihak mendorong agar KPK dan polisi bekerjasama menangkap tersangka kasus dugaan suap pemilihan DGS BI Nunun Nurbaetie. Sayangnya hingga saat ini mereka belum dapat memastikan kapan Nunun dapat ditangkap.
(van/ndr)
Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menegaskan tak pernah tersandera oleh kasus yang menimpa Nunun Nurbaetie. PKS pun mempersilakan kalau KPK hendak menangkap Nunun yang tengah buron di luar negeri.
"Kalau menurut saya silakan saja secara hukum. Pak Adang juga menyampaikan silakan secara hukum," ujar anggota Komisi III DPR dari PKS, Nasir Jamil.
Hal ini disampaikan Nasir kepada detikcom, Selasa (9/8/2011).
Menurut Nasir, secara struktural Nunun tak ada kaitan dengan PKS. Namun kemudian karena Nunun adalah istri petinggi PKS yang juga mantan Wakapolri Adang Daradjatun, kasus itu dihubung-hubungkan dengan PKS.
"PKS tidak tersandera Ibu Nunun. Kalau secara struktural tidak ada kaitannya dengan PKS," terang Nasir.
Namun ia berharap KPK tak lagi memohon PKS membantu memulangkan Nunun. Karena menurut Nasir penegakan hukum tak ada kaitannya dengan PKS.
"Nggak lah, nggak ada kaitannya," tandasnya.
Setelah polisi dan KPK sukses menangkap mantan bendahara umum PD Muhammad Nazaruddin, banyak pihak mendorong agar KPK dan polisi bekerjasama menangkap tersangka kasus dugaan suap pemilihan DGS BI Nunun Nurbaetie. Sayangnya hingga saat ini mereka belum dapat memastikan kapan Nunun dapat ditangkap.
(van/ndr)
Thursday, August 04, 2011
Kasad: Tak Akan Gelar Operasi Militer di Papua
Kamis, 04 Agustus 2011
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo menegaskan tidak ada operasi militer di Papua menyikapi berbagai insiden penghadangan dan penyerangan oleh kelompok bersenjata terduga Organisasi Papua Merdeka (OPM) terhadap TNI, Polri dan masyarakat.
"Tidak ada. Yang ada hanyalah operasi pengamanan perbatasan dan kebetulan ada kegiatan rutin TNI Manunggal Masuk Desa(TMMD), maka dilakukan pengamanan," kata Kasad usai mendampingi Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro di RSPAD Gatot Soebroto di Jakarta, Kamis.
Pramono menjelaskan, kegiatan TMMD sengaja dilakukan di Puncak Jaya, Papua mengingat kondisi infrastruktur, sarana prasarana dan fasilitas umum dan sosialnya cukup memprihatinkan, seperti pangkalan ojek, gereja dan rumah-rumah adat mereka yakni "honai".
"Kegiatan TMMD di Papua, sama dengan yang dilakukan TNI di daerah lain di Indonesia seperti pembangunan dan perbaikan infrastruktur, sarana prasarana, fasilitas umum dan sosial, terutama di daerah terpencil, daerah tertinggal dan daerah yang rusak akibat bencana alam," tutur Pramono.
Jadi, lanjut dia, bukan operasi militer dan tidak ada operasi militer di Papua.
Kasad menambahkan, menyikapi perkembangan situasi keamanan di Papua disertai beberapa insiden penghadangan dan penyerangan terhadap pos dan anggota TNI, maka pihaknya meningkatkan kewaspadaan dan patroli.
"Upaya "pembersihan" kelompok bersenjata OPM cukup dilakukan intensif oleh satuan kewilayahan setempat," ujar Pramono.
Tentang jumlah kekuatan kelompok bersenjata yang diduga OPM, Kasad mengatakan hingga kini belum dapat diperkirakan karena keberadaan mereka yang terpencar dan mudah berbaur dengan masyarakat setempat.
"Mereka juga kadang muncul, kadang menghilang. Jadi, sampai saat ini data terakhir berapa kekuatan mereka belum dapat diprediksi," katanya, menegaskan.
Yang jelas, lanjut Pramono, TNI akan terus mengejar keberadaan OPM karena sudah menyangkut keamanan dan kedaulatan negara.
"Itu sudah otomatis, ada gangguan keamanan kedaulatan, ya kita akan terus kejar," ujarnya.
Kasad Pramono Edhie mendampingi Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menjenguk tiga anggota TNI yang menjadi korban penyerangan kelompok bersenjata OPM di Kabupaten Puncak Jaya, Papua.
Mereka dirawat di Unit Kedokteran Militer, Poliklinik Bedah RSPAD Gatot Soebroto. Ketiga anggota TNI itu, diserang OPM saat melakukan patroli keamanan di kawasan Puncak Jaya, Papua.
Akibat penyerangan itu, mereka ada yang mengalami luka tembak di bagian kepala hingga gendang telinganya pecah, tiga jari tangan kanan patah dan tulang tangan kanan pecah.
Redaktur: Siwi Tri Puji B
Sumber: Antara
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo menegaskan tidak ada operasi militer di Papua menyikapi berbagai insiden penghadangan dan penyerangan oleh kelompok bersenjata terduga Organisasi Papua Merdeka (OPM) terhadap TNI, Polri dan masyarakat.
"Tidak ada. Yang ada hanyalah operasi pengamanan perbatasan dan kebetulan ada kegiatan rutin TNI Manunggal Masuk Desa(TMMD), maka dilakukan pengamanan," kata Kasad usai mendampingi Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro di RSPAD Gatot Soebroto di Jakarta, Kamis.
Pramono menjelaskan, kegiatan TMMD sengaja dilakukan di Puncak Jaya, Papua mengingat kondisi infrastruktur, sarana prasarana dan fasilitas umum dan sosialnya cukup memprihatinkan, seperti pangkalan ojek, gereja dan rumah-rumah adat mereka yakni "honai".
"Kegiatan TMMD di Papua, sama dengan yang dilakukan TNI di daerah lain di Indonesia seperti pembangunan dan perbaikan infrastruktur, sarana prasarana, fasilitas umum dan sosial, terutama di daerah terpencil, daerah tertinggal dan daerah yang rusak akibat bencana alam," tutur Pramono.
Jadi, lanjut dia, bukan operasi militer dan tidak ada operasi militer di Papua.
Kasad menambahkan, menyikapi perkembangan situasi keamanan di Papua disertai beberapa insiden penghadangan dan penyerangan terhadap pos dan anggota TNI, maka pihaknya meningkatkan kewaspadaan dan patroli.
"Upaya "pembersihan" kelompok bersenjata OPM cukup dilakukan intensif oleh satuan kewilayahan setempat," ujar Pramono.
Tentang jumlah kekuatan kelompok bersenjata yang diduga OPM, Kasad mengatakan hingga kini belum dapat diperkirakan karena keberadaan mereka yang terpencar dan mudah berbaur dengan masyarakat setempat.
"Mereka juga kadang muncul, kadang menghilang. Jadi, sampai saat ini data terakhir berapa kekuatan mereka belum dapat diprediksi," katanya, menegaskan.
Yang jelas, lanjut Pramono, TNI akan terus mengejar keberadaan OPM karena sudah menyangkut keamanan dan kedaulatan negara.
"Itu sudah otomatis, ada gangguan keamanan kedaulatan, ya kita akan terus kejar," ujarnya.
Kasad Pramono Edhie mendampingi Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menjenguk tiga anggota TNI yang menjadi korban penyerangan kelompok bersenjata OPM di Kabupaten Puncak Jaya, Papua.
Mereka dirawat di Unit Kedokteran Militer, Poliklinik Bedah RSPAD Gatot Soebroto. Ketiga anggota TNI itu, diserang OPM saat melakukan patroli keamanan di kawasan Puncak Jaya, Papua.
Akibat penyerangan itu, mereka ada yang mengalami luka tembak di bagian kepala hingga gendang telinganya pecah, tiga jari tangan kanan patah dan tulang tangan kanan pecah.
Redaktur: Siwi Tri Puji B
Sumber: Antara
Pepera Papua Sah, Didukung Resolusi PBB
Kamis, 04 Agustus 2011
JAKARTA--MICOM: Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq menegaskan posisi Indonesia tak akan berubah mengenai wilayah Papua sebagai bagian dari NKRI. Hal itu berbasis kepada Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) yang sudah disahkan berdasar resolusi PBB.
"Hasil Pepera itu sah sesuai New York Agreement 1962 dan Pepera ini pun sudah disahkan oleh Sidang Majelis Umum PBB melalui Resolusi 2505, pada 19 November 1969," ujarnya, di Jakarta, Kamis (4/8).
Ini berarti, demikian Mahfudz Siddiq, kembalinya Papua ke pangkuan Indonesia sudah didukung penuh oleh masyarakat internasional dan PBB.
Ia mengatakan itu, mengomentari aksi sekelompok pejuang separatis Papua di Inggris yang antara lain mempermasalahkan keabsahan Pepera tersebut.
Sebagaimana diberitakan, Rabu (3/8) kemarin, seminar di London ini dimotori oleh Benny Wenda, Jennifer Robinson, dan Melinda Jankie yang tergabung dalam 'International Parliementarian for West Papua (IPWP) dan 'International Lawyer for West Papua (ILWP).
Isu bahasan seminar itu antara lain mengkaji mengenai keabsahan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969.
Sebagian peserta seminar yang merupakan simpatisan separatisme beranggapan Pepera ini tidak sah dan perlu diulang karena tak dilakukan sesuai standar internasional (one man one vote).
Hampir bersamaan, di Jayapura (ibu kota Provinsi Papua) dan Manokwari (ibu kota Provinsi Papua Barat), berlangsung aksi unjuk rasa yang menghendaki referendum serta mempersoalkan Pepera itu.
Sebagai Wakil Ketua Komisi I DPR RI yang membidangi Luar Negeri, Pertahanan, Intelijen, Komunikasi, dan Informatika, Mahfudz menegaskan prinsip dasar itu tak akan pernah diubah.
"Tetapi kami juga mengharapkan Pemerintah Pusat melakukan pendekatan yang lebih humanis, berbasis kultural, bahwa kita semua satu. Juga selalu konsisten saja pada amanat Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua," tandas Mahfudz Siddiq. (Ant/OL-10)
JAKARTA--MICOM: Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq menegaskan posisi Indonesia tak akan berubah mengenai wilayah Papua sebagai bagian dari NKRI. Hal itu berbasis kepada Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) yang sudah disahkan berdasar resolusi PBB.
"Hasil Pepera itu sah sesuai New York Agreement 1962 dan Pepera ini pun sudah disahkan oleh Sidang Majelis Umum PBB melalui Resolusi 2505, pada 19 November 1969," ujarnya, di Jakarta, Kamis (4/8).
Ini berarti, demikian Mahfudz Siddiq, kembalinya Papua ke pangkuan Indonesia sudah didukung penuh oleh masyarakat internasional dan PBB.
Ia mengatakan itu, mengomentari aksi sekelompok pejuang separatis Papua di Inggris yang antara lain mempermasalahkan keabsahan Pepera tersebut.
Sebagaimana diberitakan, Rabu (3/8) kemarin, seminar di London ini dimotori oleh Benny Wenda, Jennifer Robinson, dan Melinda Jankie yang tergabung dalam 'International Parliementarian for West Papua (IPWP) dan 'International Lawyer for West Papua (ILWP).
Isu bahasan seminar itu antara lain mengkaji mengenai keabsahan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969.
Sebagian peserta seminar yang merupakan simpatisan separatisme beranggapan Pepera ini tidak sah dan perlu diulang karena tak dilakukan sesuai standar internasional (one man one vote).
Hampir bersamaan, di Jayapura (ibu kota Provinsi Papua) dan Manokwari (ibu kota Provinsi Papua Barat), berlangsung aksi unjuk rasa yang menghendaki referendum serta mempersoalkan Pepera itu.
Sebagai Wakil Ketua Komisi I DPR RI yang membidangi Luar Negeri, Pertahanan, Intelijen, Komunikasi, dan Informatika, Mahfudz menegaskan prinsip dasar itu tak akan pernah diubah.
"Tetapi kami juga mengharapkan Pemerintah Pusat melakukan pendekatan yang lebih humanis, berbasis kultural, bahwa kita semua satu. Juga selalu konsisten saja pada amanat Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua," tandas Mahfudz Siddiq. (Ant/OL-10)
Wednesday, August 03, 2011
PKS Cibir Ajakan Demokrat Nonaktifkan Kader Bermasalah
Polkam / Jumat, 29 Juli 2011
Metrotvnews.com, Jakarta: Ajakan Partai Demokrat agar partai politik lain ikut menonaktifkan kadernya yang menjadi tersangka dalam kasus hukum dicibir Partai Keadilan Sejahtera. Bagi PKS sikap Demokrat yang memperluas masalah ke pihak lain hanya menghabiskan energi.
"Partai Demokrat sebaiknya fokus pada penyelesaian masalah internal mereka," kata Wakil Sekretaris Jenderal PKS Mahfudz Siddiq kepada metrotvnews.com, Jumat (29/7).
PKS menyarankan agar Partai Demokrat menonaktifkan kadernya yang tersangka secara menyeluruh. Jangan tebang pilih. "Mudah-mudahan bisa jadi contoh bagi partai lain," sindir Mahfudz.
Setelah memecat mantan Bendahara Umum M Nazaruddin, Partai Demokrat menjanjikan menonaktifkan semua kader yang mendapat status tersangka dalam kasus korupsi, narkoba atau kejahatan berat lainnya. Demokrat berharap langkahnya diikuti partai politik lain.(Andhini)
Parpol di DPR Klaim Sudah Transparan
Tuesday, 02 August 2011
SEJUMLAH parpol yang memiliki kursi di DPR membantah tudingan Indonesia Corruption Watch (ICW) bahwa mereka tidak transparan soal pengelolaan keuangan dan dana sumbangan dari APBN.
Politikus PDIP Arif Wibowo menyatakan, partainya rutin menyampaikan laporan keuangan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk diaudit sebagai pertanggungjawaban. UU Parpol pun mengamanatkan pertanggungjawaban keuangan parpol.
“Kami lapor ke BPK, bukan ke LSM.Kalau LSM mau data itu, minta ke BPK,”ujar Arif. Pertengahan pekan lalu Koordinator Bidang Politik ICW Apung Widadi menyatakan, surat permintaan salinan data keuangan yang diajukan kepada sembilan parpol di Parlemen hingga kini belum direspons.
Keterbukaan dan transparansi keuangan parpol diatur Pasal 34 A UU Nomor 2/2011 tentang Parpol, bahwa parpol wajib menyampaikan hasil audit penerimaan dan pengeluaran dana yang bersumber dari APBN.
Hal itu diperkuat dari UU No 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Pasal 15 huruf (d) yang menyebutkan laporan keuangan lembaga publik harus transparan sebagai bentuk keterbukaan informasi. Sekjen DPP Partai Golkar Idrus Marham menjamin sumber dan pengelolaan keuangan parpolnya jelas,tidak ada yang melanggar UU Parpol.
“Tanpa LSM minta, kami laporkan keuangan ke BPK karena itu kewajiban,” ungkapnya. Klaim transparansi juga disampaikan Wakil Sekjen DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mahfudz Siddiq. Dia menjamin bahwa akuntabilitas keuangannya sehat dan sudah dibuka sesuai peraturan yang berlaku.
“Ya,kalau selama ini parpol mengikuti UU Parpol yang sudah diakui.Kalau di PKS memang secara periodik menyerahkan laporan dan dilakukan audit. Kalau di PKS, kami merasa tidak ada masalah,” ungkapnya.
Menurut Mahfudz, tuntutan untuk transparansi masalah keuangan sudah dilakukan tanpa ada desakan dari LSM.Parpol punya kesadaran untuk tunduk pada aturan yang dibuat di mana perwakilan parpol di DPR juga ikut menyusunnya.
Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Tjatur Sapto Edy menyatakan bahwa UU sudah mengatur masalah pertanggungjawaban keuangan negara. Meski begitu, dia mengakui bahwa masih ada celah yang menyebabkan tidak semua keuangan partai bisa terungkap secara transparan. rahmat sahid
SEJUMLAH parpol yang memiliki kursi di DPR membantah tudingan Indonesia Corruption Watch (ICW) bahwa mereka tidak transparan soal pengelolaan keuangan dan dana sumbangan dari APBN.
Politikus PDIP Arif Wibowo menyatakan, partainya rutin menyampaikan laporan keuangan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk diaudit sebagai pertanggungjawaban. UU Parpol pun mengamanatkan pertanggungjawaban keuangan parpol.
“Kami lapor ke BPK, bukan ke LSM.Kalau LSM mau data itu, minta ke BPK,”ujar Arif. Pertengahan pekan lalu Koordinator Bidang Politik ICW Apung Widadi menyatakan, surat permintaan salinan data keuangan yang diajukan kepada sembilan parpol di Parlemen hingga kini belum direspons.
Keterbukaan dan transparansi keuangan parpol diatur Pasal 34 A UU Nomor 2/2011 tentang Parpol, bahwa parpol wajib menyampaikan hasil audit penerimaan dan pengeluaran dana yang bersumber dari APBN.
Hal itu diperkuat dari UU No 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Pasal 15 huruf (d) yang menyebutkan laporan keuangan lembaga publik harus transparan sebagai bentuk keterbukaan informasi. Sekjen DPP Partai Golkar Idrus Marham menjamin sumber dan pengelolaan keuangan parpolnya jelas,tidak ada yang melanggar UU Parpol.
“Tanpa LSM minta, kami laporkan keuangan ke BPK karena itu kewajiban,” ungkapnya. Klaim transparansi juga disampaikan Wakil Sekjen DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mahfudz Siddiq. Dia menjamin bahwa akuntabilitas keuangannya sehat dan sudah dibuka sesuai peraturan yang berlaku.
“Ya,kalau selama ini parpol mengikuti UU Parpol yang sudah diakui.Kalau di PKS memang secara periodik menyerahkan laporan dan dilakukan audit. Kalau di PKS, kami merasa tidak ada masalah,” ungkapnya.
Menurut Mahfudz, tuntutan untuk transparansi masalah keuangan sudah dilakukan tanpa ada desakan dari LSM.Parpol punya kesadaran untuk tunduk pada aturan yang dibuat di mana perwakilan parpol di DPR juga ikut menyusunnya.
Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Tjatur Sapto Edy menyatakan bahwa UU sudah mengatur masalah pertanggungjawaban keuangan negara. Meski begitu, dia mengakui bahwa masih ada celah yang menyebabkan tidak semua keuangan partai bisa terungkap secara transparan. rahmat sahid
PKS Minta Demokrat Jangan Perlebar Persoalan
Jumat, 29 Juli 2011 - 13:02 WIB
JAKARTA (Pos Kota) – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menantang Partai Demokrat (PD) untuk berani memecat semua kadernya yang bermasalah.
“Demokrat mau memecat kadernya yang bermasalah ya bagus. Sebaiknya harus dilakukan secara menyeluruh. Jangan cuma diambil sampel beberapa, tapi seolah menjadi sikap politiknya,” tutur Wakil Sekjen Partai Keadilan Sejahtera, Mahfudz Siddiq ketika dihubungi wartawan, Jumat(29/7).
Dijelaskan Mahfudz, jika PD memiliki persoalandengan kader-kadernya yang bermasalah, jangan diperlebar kemana-mana dan harus diselesaikan sendiri. “Yang pertama Demokrat punya persoalan sendiri, dia selesaikan saja sendiri. Jangan melempar ke yang lain,” tutur Mahfudz.
Jika PD dapat melakukan hal tersebut, mereka bisa menjadi contoh bagi partai politik lainnya. “Kalau dia merasa itu komitmennya ya itu harus berlaku pada semua kadernya. Jangan cuma pilih-pilih kadernya. Dan saya yakin jika itu dilakukan partai lain pun akan melakukan hal yang sama,” pungkasnya. (prihandoko/b)
JAKARTA (Pos Kota) – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menantang Partai Demokrat (PD) untuk berani memecat semua kadernya yang bermasalah.
“Demokrat mau memecat kadernya yang bermasalah ya bagus. Sebaiknya harus dilakukan secara menyeluruh. Jangan cuma diambil sampel beberapa, tapi seolah menjadi sikap politiknya,” tutur Wakil Sekjen Partai Keadilan Sejahtera, Mahfudz Siddiq ketika dihubungi wartawan, Jumat(29/7).
Dijelaskan Mahfudz, jika PD memiliki persoalandengan kader-kadernya yang bermasalah, jangan diperlebar kemana-mana dan harus diselesaikan sendiri. “Yang pertama Demokrat punya persoalan sendiri, dia selesaikan saja sendiri. Jangan melempar ke yang lain,” tutur Mahfudz.
Jika PD dapat melakukan hal tersebut, mereka bisa menjadi contoh bagi partai politik lainnya. “Kalau dia merasa itu komitmennya ya itu harus berlaku pada semua kadernya. Jangan cuma pilih-pilih kadernya. Dan saya yakin jika itu dilakukan partai lain pun akan melakukan hal yang sama,” pungkasnya. (prihandoko/b)
PKS Minta Ketua DPR Hati-hati Berbicara
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera (DPP PKS) mengimbau kepada Ketua DPR untuk berhati-hati berbicara. Terlebih, apa yang sudah ia katakan terkait wacana membubarkan lembaga penegak hukum independen, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK, bagi PKS masih sangat dibutuhkan dalam pemberantasan korupsi.
“Pesan saya, Marzuki Alie harus lebih berhati-hati lagi dalam membuat pernyataan. Karena sebagai Ketua DPR bisa dipersepsi sebagai sikap DPR, sikap lembaga,” kata Wakil Sekjen DPP PKS Mahfudz Siddiq, kepada Tribunnews.com, Minggu (31/07/2011).
Ditegaskan, yang diperlukan sekarang, bukanlah membubarkan KPK. Akan tetapi, membersihkan KPK dari oknum-oknum yang melakukan pelanggaran kode etik dan penyalahgunaan wewenang.
“Pengalaman di beberapa negara lain butuh waktu lebih dari 15 tahun berantas korupsi. Oleh karena itu, KPK harus lebih fokus pada upaya sistematis pencegahan tindak pidana korupsi,” Mahfudz menegaskan.
Sebelumnya, Ketua DPR Marzuki Alie mengungkap kekecewaannya terhadap KPK. Ia kemudian mewacanakan, apakah KPK dapat dipertahankan keberadaannya.
“Kalau terbukti, maka harus dipikirkan kembali apakah bedol desa lembaganya dihilangkan dan dikembalikan ke lembaga semula. Karena terbukti tidak membawa perubahan juga. Untuk itu, panitia seleksi KPK dapat menentukan masa depan KPK. Kalau Pansel tidak mampu. menemukan pimpinan KPK yang handal, saya kira tak ada gunanya keberadaan KPK dipertahankan,” kata Marzuki Alie.
sumber : http://www.tribunnews.com/2011/07/31/pks-minta-ketua-dpr-hati-hati-berbicara
PKS Tantang Demokrat Pecat Semua Kader Bermasalah
Jumat, 29 Juli 2011
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menantang Partai Demokrat untuk memecat semua kadernya yang bermasalah tanpa terkecuali.
"Demokrat mau memecat kadernya yang tersangka ya langsung dipecat ya bagus. Tapi itu harus dilakukan secara menyeluruh, jangan cuma diambil sampel beberapa terus seolah menjadi sikap politiknya," ujar Wakil Sekjen Partai Keadilan Sejahtera, Mahfudz Siddiq ketika dihubungi wartawan, Jumat(29/7/2011).
Menurut Mahfudz, apabila Partai Demokrat memiliki persoalan tersendiri mengenai kader-kadernya yang bermasalah, jangan diperlebar kemana-mana dan harus diselesaikan sendiri. "Yang pertama Demokrat punya persoalan sendiri, dia selesaikan saja sendiri,"jelasnya.
Lebih jauh Mahfudz mengatakan, apabila Partai Demokrat berhasil melakukan hal tersebut, mereka bisa menjadi contoh bagi partai politik lainnya. "Kalau dia merasa itu komitmennya ya itu harus berlaku pada semua kadernya jangan cuma tiga orang itu. Kalau itu dilakukan mungkin bisa menjadi contoh bagi parpol lainnya," pungkasnya.
Seperti diketahui sebelumnya, Partai Demokrat setuju apabila ada kadernya yang menjadi tersangka korupsi dinonaktifkan sementara. Hal itu juga harus ditiru oleh partai-partai politik lain. "Ya jawabnya tentu dan harus, Partai Demokrat mencoba menjadi pioneer atau pelopor untuk hal ini. Namun tentu akan lebih elok apabila langkah ini bisa diikuti partai politik lainnya," ujar Ketua DPP Bidang Pemberantasan Korupsi Partai Demokrat, Didi Irawadi Syamsuddin saat dihubungi oleh wartawan, Kamis (28/7/2011).
Dengan kata lain, menurut Didi perang terhadap koruptor dan mafia hukum mutlak harus dilakukan bersama-sama. Partai Demokrat yang hanya 21 persen di DPR lanjut Didi tanpa dukungan partai-partai lain yang ada di DPR tentu tidak akan bisa berbuat banyak.
"Setidaknya ada hal yang sudah dilakukan Partai Demokrat,terhadap siapapun yang sudah ditetapkan sebagai tersangka pada kejahatan tertentu, maka akan diberhentikan sementara.
Bagi kader Demokrat yang menjadi tersangka kasus korupsi, narkoba, dan kejahatan berat lainnya akan langsung diberhentikan sementara,"jelasnya.
Menurut Didi, untuk menonaktifkan sementara tidak perlu menunggu oknum-oknum tersebut harus jadi terdakwa atau bahkan terpidana terlebih dahulu.
"Sekali lagi hal ini harusnya dicontoh oleh kekuatan politik lainnya terutama yang sudah punya kursi di DPR. Sebab perang terhadap korupsi, mafia hukum dan berbagai tindakan a-moral lainnya haruslah dilakukan bersama-sama dan menjadi tekad bulat bersama.Tanpa tekad bersama oleh semua partai politik yang ada, maka omong kosong koruptor dan mafia hukum bisa diberantas,"pungkasnya.
Penulis: Willy Widianto | Editor: Yudie Thirzano
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menantang Partai Demokrat untuk memecat semua kadernya yang bermasalah tanpa terkecuali.
"Demokrat mau memecat kadernya yang tersangka ya langsung dipecat ya bagus. Tapi itu harus dilakukan secara menyeluruh, jangan cuma diambil sampel beberapa terus seolah menjadi sikap politiknya," ujar Wakil Sekjen Partai Keadilan Sejahtera, Mahfudz Siddiq ketika dihubungi wartawan, Jumat(29/7/2011).
Menurut Mahfudz, apabila Partai Demokrat memiliki persoalan tersendiri mengenai kader-kadernya yang bermasalah, jangan diperlebar kemana-mana dan harus diselesaikan sendiri. "Yang pertama Demokrat punya persoalan sendiri, dia selesaikan saja sendiri,"jelasnya.
Lebih jauh Mahfudz mengatakan, apabila Partai Demokrat berhasil melakukan hal tersebut, mereka bisa menjadi contoh bagi partai politik lainnya. "Kalau dia merasa itu komitmennya ya itu harus berlaku pada semua kadernya jangan cuma tiga orang itu. Kalau itu dilakukan mungkin bisa menjadi contoh bagi parpol lainnya," pungkasnya.
Seperti diketahui sebelumnya, Partai Demokrat setuju apabila ada kadernya yang menjadi tersangka korupsi dinonaktifkan sementara. Hal itu juga harus ditiru oleh partai-partai politik lain. "Ya jawabnya tentu dan harus, Partai Demokrat mencoba menjadi pioneer atau pelopor untuk hal ini. Namun tentu akan lebih elok apabila langkah ini bisa diikuti partai politik lainnya," ujar Ketua DPP Bidang Pemberantasan Korupsi Partai Demokrat, Didi Irawadi Syamsuddin saat dihubungi oleh wartawan, Kamis (28/7/2011).
Dengan kata lain, menurut Didi perang terhadap koruptor dan mafia hukum mutlak harus dilakukan bersama-sama. Partai Demokrat yang hanya 21 persen di DPR lanjut Didi tanpa dukungan partai-partai lain yang ada di DPR tentu tidak akan bisa berbuat banyak.
"Setidaknya ada hal yang sudah dilakukan Partai Demokrat,terhadap siapapun yang sudah ditetapkan sebagai tersangka pada kejahatan tertentu, maka akan diberhentikan sementara.
Bagi kader Demokrat yang menjadi tersangka kasus korupsi, narkoba, dan kejahatan berat lainnya akan langsung diberhentikan sementara,"jelasnya.
Menurut Didi, untuk menonaktifkan sementara tidak perlu menunggu oknum-oknum tersebut harus jadi terdakwa atau bahkan terpidana terlebih dahulu.
"Sekali lagi hal ini harusnya dicontoh oleh kekuatan politik lainnya terutama yang sudah punya kursi di DPR. Sebab perang terhadap korupsi, mafia hukum dan berbagai tindakan a-moral lainnya haruslah dilakukan bersama-sama dan menjadi tekad bulat bersama.Tanpa tekad bersama oleh semua partai politik yang ada, maka omong kosong koruptor dan mafia hukum bisa diberantas,"pungkasnya.
Penulis: Willy Widianto | Editor: Yudie Thirzano
Monday, July 18, 2011
RUU Intelijen Jalan di Tempat
Monday, 18 July 2011
JAKARTA– Pembahasan RUU Intelijen di Komisi I DPR jalan di tempat. Dipastikan RUU ini tidak akan disahkan pada masa sidang mendatang.Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengatakan, pembahasan ini memang alot karena pemerintah masih bersikukuh pada pendapatnya.
Hingga akhir masa sidang,kata dia,komisi di level Panitia Kerja (Panja) masih dalam proses mengonsolidasi sikap bersama terhadap daftar inventarisasi masalah (DIM) pemerintah. ”Berdasarkan jadwal, Komisi I baru akan bersama pemerintah melakukan pembahasan DIM pada masa sidang depan,”ujar dia kepada SINDO kemarin.
Ada dua perspektif berbeda yang penting dan menyebabkan alotnya pembahasan RUU Intelijen oleh Komisi I DPR dan pemerintah. Pertama, soal penyadapan. Komisi I tetap berpegang pada draf usulan DPR, di mana penyadapan diatur dalam undang-undang. Pasalnya, jelas dia,soal penangkapan itu bukan bidangnya intelijen.
Kedua, soal institusi di luar intelijen untuk mengawasi kinerja intelijen.Komisi I menginginkan dibentuknya institusi tersebut namun pemerintah tidak menginginkannya. Kalau saja pemerintah membuka DIM bagi akuntabilitas internal, lanjutnya, artinya ada satu institusi di luar intelijen untuk mengawasi kinerja mereka dan bisa memproses jika ada penyalahgunaan kekuasaan.
“Itu akan lebih mudah.Hanya,persoalannya lembaga pengawas semacam ini tidak disetujui oleh pemerintah. Kamiheran,disatusisi intelijen minta kewenangannya ditambah tapi di sisi lain pengawasan eksternal mereka tidak mau,”tegas politikus PKS ini.
Sementara itu,Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin membantah RUU Intelijen akan segera disahkan dalam Rapat Paripurna DPR mendatang. Menurutnya, Komisi I masih menyelesaikan dan membahas RUU Intelijen dan diperkirakan baru akan selesai pada masa sidang ini.
Selanjutnya pada masa sidang berikutnya,Panja DPR baru akan membahas bersama dengan Panja pemerintah. Jika semuanya lancar, diperkirakan tiga hingga empat bulan mendatang baru dibawa ke paripurna untuk disahkan. Tubagus mengutarakan, materi yang masih krusial adalah soal perbedaan pendapat antara lain masalah kewenangan menangkap dan kewenangan menyadap.
“Mari kita laksanakan secara terbuka agar publik tahu fraksi mana yang cenderung punya keinginan melanggar HAM melalui UU Intelijen,” pungkas politikus senior PDIP ini. radi saputro
JAKARTA– Pembahasan RUU Intelijen di Komisi I DPR jalan di tempat. Dipastikan RUU ini tidak akan disahkan pada masa sidang mendatang.Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengatakan, pembahasan ini memang alot karena pemerintah masih bersikukuh pada pendapatnya.
Hingga akhir masa sidang,kata dia,komisi di level Panitia Kerja (Panja) masih dalam proses mengonsolidasi sikap bersama terhadap daftar inventarisasi masalah (DIM) pemerintah. ”Berdasarkan jadwal, Komisi I baru akan bersama pemerintah melakukan pembahasan DIM pada masa sidang depan,”ujar dia kepada SINDO kemarin.
Ada dua perspektif berbeda yang penting dan menyebabkan alotnya pembahasan RUU Intelijen oleh Komisi I DPR dan pemerintah. Pertama, soal penyadapan. Komisi I tetap berpegang pada draf usulan DPR, di mana penyadapan diatur dalam undang-undang. Pasalnya, jelas dia,soal penangkapan itu bukan bidangnya intelijen.
Kedua, soal institusi di luar intelijen untuk mengawasi kinerja intelijen.Komisi I menginginkan dibentuknya institusi tersebut namun pemerintah tidak menginginkannya. Kalau saja pemerintah membuka DIM bagi akuntabilitas internal, lanjutnya, artinya ada satu institusi di luar intelijen untuk mengawasi kinerja mereka dan bisa memproses jika ada penyalahgunaan kekuasaan.
“Itu akan lebih mudah.Hanya,persoalannya lembaga pengawas semacam ini tidak disetujui oleh pemerintah. Kamiheran,disatusisi intelijen minta kewenangannya ditambah tapi di sisi lain pengawasan eksternal mereka tidak mau,”tegas politikus PKS ini.
Sementara itu,Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin membantah RUU Intelijen akan segera disahkan dalam Rapat Paripurna DPR mendatang. Menurutnya, Komisi I masih menyelesaikan dan membahas RUU Intelijen dan diperkirakan baru akan selesai pada masa sidang ini.
Selanjutnya pada masa sidang berikutnya,Panja DPR baru akan membahas bersama dengan Panja pemerintah. Jika semuanya lancar, diperkirakan tiga hingga empat bulan mendatang baru dibawa ke paripurna untuk disahkan. Tubagus mengutarakan, materi yang masih krusial adalah soal perbedaan pendapat antara lain masalah kewenangan menangkap dan kewenangan menyadap.
“Mari kita laksanakan secara terbuka agar publik tahu fraksi mana yang cenderung punya keinginan melanggar HAM melalui UU Intelijen,” pungkas politikus senior PDIP ini. radi saputro
Dua Fraksi Absen, Rapat Panja RUU Industri Pertahanan Batal
Senin, 18 Juli 2011 | 10:22 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta - Dua fraksi tidak hadir dalam rapat internal Panitia Kerja Rancangan Undang-undang Industri Strategis yang rencananya digelar Senin pagi ini. Akibatnya, rapat pun batal dilaksanakan oleh Komisi Pertahanan dan Luar Negeri Dewan Perwakilan Rakyat. "Digeser karena ada dua fraksi yang sedang rapat internal," kata Ketua Komisi, Mahfudz Shiddiq, ketika dihubungi, Senin, 18 Juli 2011.
Ketika ditanya fraksi mana saja yang absen dalam rapat tersebut, Mahfudz enggan menjawab secara gamblang. "Ada lah," kata dia. "Mereka sedang membahas soal RUU BPJS dan RUU Pemilu."
Rapat internal ini sedianya membahas tentang kompilasi pandangan fraksi-fraksi terhadap draf RUU tentang Pengembangan dan Pemanfaatan Industri Strategis untuk Pertahanan. "RUU ini akan menjadi rancangan inisiatif DPR," kata Mahfudz.
Menurut dia, rapat yang rencananya dilaksanakan pukul 10.00 WIB hanya dilakukan di internal Panja, tak lagi mengundang narasumber untuk memperkaya masukan. Panja akan melakukan finalisasi draf rancangan untuk selanjutnya dibawa ke rapat internal Komisi. "Karena ini tahap finalisasi draf, jadi lebih baik jika semua unsur fraksi bisa hadir," katanya.
MAHARDIKA SATRIA HADI
TEMPO Interaktif, Jakarta - Dua fraksi tidak hadir dalam rapat internal Panitia Kerja Rancangan Undang-undang Industri Strategis yang rencananya digelar Senin pagi ini. Akibatnya, rapat pun batal dilaksanakan oleh Komisi Pertahanan dan Luar Negeri Dewan Perwakilan Rakyat. "Digeser karena ada dua fraksi yang sedang rapat internal," kata Ketua Komisi, Mahfudz Shiddiq, ketika dihubungi, Senin, 18 Juli 2011.
Ketika ditanya fraksi mana saja yang absen dalam rapat tersebut, Mahfudz enggan menjawab secara gamblang. "Ada lah," kata dia. "Mereka sedang membahas soal RUU BPJS dan RUU Pemilu."
Rapat internal ini sedianya membahas tentang kompilasi pandangan fraksi-fraksi terhadap draf RUU tentang Pengembangan dan Pemanfaatan Industri Strategis untuk Pertahanan. "RUU ini akan menjadi rancangan inisiatif DPR," kata Mahfudz.
Menurut dia, rapat yang rencananya dilaksanakan pukul 10.00 WIB hanya dilakukan di internal Panja, tak lagi mengundang narasumber untuk memperkaya masukan. Panja akan melakukan finalisasi draf rancangan untuk selanjutnya dibawa ke rapat internal Komisi. "Karena ini tahap finalisasi draf, jadi lebih baik jika semua unsur fraksi bisa hadir," katanya.
MAHARDIKA SATRIA HADI
Friday, July 15, 2011
Mahfudz: Pidato SBY Justru Perluas Konflik
Jum'at, 15 Juli 2011
suarasurabaya.net| Mahfudz Siddiq Wakil Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai pidato Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) soal Nazaruddin justru memperluas konflik.
Mahfudz yang juga Ketua Komisi I DPR mengatakan SBY sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat justru membuka masalah baru waktu menyebut pers ikut berperan membuat panas masalah Partai Pemokrat.
Menurut Mahfudz, pidato SBY juga membuat reaksi balik, sampai dewan pers pun menanggapi pidato itu. Mahfudz melihat, sejauh ini pemberitaan pers soal kasus Muhammad Nazarudin masih sesuai kode etik jurnalistik.
Dilaporkan Fais reporter Suara Surabaya di Jakarta, kata Mahfudz pemberitaan media soal BlackBerry (BBM) Nazaruddin juga tidak salah dijadikan sumber, karena pers masih menyebut kata 'diduga'.
Rencananya Partai Demokrat akan menggelar Rakornas tanggal 23 Juli mendatang. Rakornas diantaranya membahas kasus Nazaruddin dan Andi Nurpati.
Partai demokrat akan mengambil sikap apakah akan memecat Nazarudin dari partai atau tidak tanggal 26 Juli mendatang.(faz/ipg)
suarasurabaya.net| Mahfudz Siddiq Wakil Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai pidato Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) soal Nazaruddin justru memperluas konflik.
Mahfudz yang juga Ketua Komisi I DPR mengatakan SBY sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat justru membuka masalah baru waktu menyebut pers ikut berperan membuat panas masalah Partai Pemokrat.
Menurut Mahfudz, pidato SBY juga membuat reaksi balik, sampai dewan pers pun menanggapi pidato itu. Mahfudz melihat, sejauh ini pemberitaan pers soal kasus Muhammad Nazarudin masih sesuai kode etik jurnalistik.
Dilaporkan Fais reporter Suara Surabaya di Jakarta, kata Mahfudz pemberitaan media soal BlackBerry (BBM) Nazaruddin juga tidak salah dijadikan sumber, karena pers masih menyebut kata 'diduga'.
Rencananya Partai Demokrat akan menggelar Rakornas tanggal 23 Juli mendatang. Rakornas diantaranya membahas kasus Nazaruddin dan Andi Nurpati.
Partai demokrat akan mengambil sikap apakah akan memecat Nazarudin dari partai atau tidak tanggal 26 Juli mendatang.(faz/ipg)
PKS: SBY Kembali Pasang Badan untuk Demokrat
Jum'at,15 Juli 2011
Jakarta - PKS melihat Ketua Dewan Pembina PD Presiden SBY sedang pasang badan untuk Partai Demokrat (PD). Padahal konflik internal PD yang timbul seiring kasus Nazaruddin harusnya dituntasnya Ketua Umum PD Anas Urbaningrum.
"SBY akhirnya kembali pasang badan buat PD. Secara moral adalah keharusan sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Tapi secara politik serangan publik bisa berbalik ke SBY," ujar Wasekjen DPP PKS, Mahfudz Siddik.
Hal ini disampaikan Mahfudz kepada detikcom, Selasa (12/7/2011).
Menurut Mahfud seharusnya Ketua Umum PD Anas Urbaningrum mengambil inisiatif menyelesaikan permasalahan internal PD ini. Sehingga SBY tak perlu repot-repot membentengi PD.
"Seharusnya Anas sebagai ketum DPP PD yang sekarang tampil di depan selesaikan persoalan ini dan bicara ke media,"tuturnya.
Alhasil, saat ini SBY yang disalahkan banyak pihak. Pengorbanan SBY untuk melindungi nama baik PD ini justru menurunkan reputasinya di depan masyarakat.
"Ya kalau menurut saya ya mungkin Pak SBY melihat DPP PD tidak bisa menghandle sehingga beliau harus bicara dan pasang badan dan implikasinya seperti yang terjadi sekarang," tegasnya.
(van/feb)
sumber:Detiknews.com
Jakarta - PKS melihat Ketua Dewan Pembina PD Presiden SBY sedang pasang badan untuk Partai Demokrat (PD). Padahal konflik internal PD yang timbul seiring kasus Nazaruddin harusnya dituntasnya Ketua Umum PD Anas Urbaningrum.
"SBY akhirnya kembali pasang badan buat PD. Secara moral adalah keharusan sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Tapi secara politik serangan publik bisa berbalik ke SBY," ujar Wasekjen DPP PKS, Mahfudz Siddik.
Hal ini disampaikan Mahfudz kepada detikcom, Selasa (12/7/2011).
Menurut Mahfud seharusnya Ketua Umum PD Anas Urbaningrum mengambil inisiatif menyelesaikan permasalahan internal PD ini. Sehingga SBY tak perlu repot-repot membentengi PD.
"Seharusnya Anas sebagai ketum DPP PD yang sekarang tampil di depan selesaikan persoalan ini dan bicara ke media,"tuturnya.
Alhasil, saat ini SBY yang disalahkan banyak pihak. Pengorbanan SBY untuk melindungi nama baik PD ini justru menurunkan reputasinya di depan masyarakat.
"Ya kalau menurut saya ya mungkin Pak SBY melihat DPP PD tidak bisa menghandle sehingga beliau harus bicara dan pasang badan dan implikasinya seperti yang terjadi sekarang," tegasnya.
(van/feb)
sumber:Detiknews.com
Selain Darsem, pemerintah akan membayar diyat untuk 7 TKI lain senilai total US$1,2 juta.
Nasional
Jawa Timur
Mahfudz: Pemerintah Bayar Diyat 7 TKI Lain
Rabu, 13 Juli 2011, 13:07 WIB
Anggi Kusumadewi, Suryanta Bakti Susila
VIVAnews – Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengungkapkan, pemerintah akan membayar diyat (uang ganti rugi atau santunan) bagi tujuh Tenaga Kerja Indonesia lain, selain Darsem yang pulang ke tanah air hari ini.
“Berdasarkan info dari Wakil Menteri Luar Negeri, saat ini ada sekitar tujuh TKI yang diputuskan akan dibayar diyatnya oleh pemerintah senilai total US$1,2 juta,” kata Mahfudz di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu, 13 Juli 2011.
Keputusan tersebut, ujar Mahfudz, disepakati setelah Komisi I DPR mendesak Kementerian Tenaga Kerja dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) untuk mengalokasikan anggaran guna membayar diyat tersebut.
Sementara diyat bagi Darsem, kata Mahfudz, dibayar dengan anggaran dari Kementerian Luar Negeri RI. “Diyat Darsem merupakan keputusan ad hoc, di mana Komisi I dan Kemenlu sepakat untuk membayarnya dari anggaran Kemenlu, akibat ketidakjelasan penyelesaian kasus Darsem dari Kemmenaker dan BNP2TKI yang sebenarnya punya pos anggaran bagi perlindungan TKI di luar negeri,” papar Wasekjen PKS itu.
Darsem binti Dawud Tawar, TKI asal Subang yang bekerja di Arab Saudi, hari ini diserahterimakan dari Kemenlu ke pihak keluarga. Darsem semula terancam hukum pancung karena ia membunuh majikannya yang asal Yaman pada Desember 2007 lalu. Darsem terpaksa membunuh sang majikan, karena majikannya itu mencoba untuk memperkosanya.
Berdasarkan keputusan pengadilan di Riyadh pada 6 Mei 2009, Darsem divonis pancung. Namun pada 7 Januari 2011, ia mendapat pengampunan dari keluarga korban, dengan syarat membayar diyat sebesar Rp4,7 miliar. Uang itu telah dibayarkan oleh pemerintah RI. Hari ini, Darsem pun kembali menginjakkan kaki di tanah air. (eh)
• VIVAnews
Jawa Timur
Mahfudz: Pemerintah Bayar Diyat 7 TKI Lain
Rabu, 13 Juli 2011, 13:07 WIB
Anggi Kusumadewi, Suryanta Bakti Susila
VIVAnews – Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengungkapkan, pemerintah akan membayar diyat (uang ganti rugi atau santunan) bagi tujuh Tenaga Kerja Indonesia lain, selain Darsem yang pulang ke tanah air hari ini.
“Berdasarkan info dari Wakil Menteri Luar Negeri, saat ini ada sekitar tujuh TKI yang diputuskan akan dibayar diyatnya oleh pemerintah senilai total US$1,2 juta,” kata Mahfudz di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu, 13 Juli 2011.
Keputusan tersebut, ujar Mahfudz, disepakati setelah Komisi I DPR mendesak Kementerian Tenaga Kerja dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) untuk mengalokasikan anggaran guna membayar diyat tersebut.
Sementara diyat bagi Darsem, kata Mahfudz, dibayar dengan anggaran dari Kementerian Luar Negeri RI. “Diyat Darsem merupakan keputusan ad hoc, di mana Komisi I dan Kemenlu sepakat untuk membayarnya dari anggaran Kemenlu, akibat ketidakjelasan penyelesaian kasus Darsem dari Kemmenaker dan BNP2TKI yang sebenarnya punya pos anggaran bagi perlindungan TKI di luar negeri,” papar Wasekjen PKS itu.
Darsem binti Dawud Tawar, TKI asal Subang yang bekerja di Arab Saudi, hari ini diserahterimakan dari Kemenlu ke pihak keluarga. Darsem semula terancam hukum pancung karena ia membunuh majikannya yang asal Yaman pada Desember 2007 lalu. Darsem terpaksa membunuh sang majikan, karena majikannya itu mencoba untuk memperkosanya.
Berdasarkan keputusan pengadilan di Riyadh pada 6 Mei 2009, Darsem divonis pancung. Namun pada 7 Januari 2011, ia mendapat pengampunan dari keluarga korban, dengan syarat membayar diyat sebesar Rp4,7 miliar. Uang itu telah dibayarkan oleh pemerintah RI. Hari ini, Darsem pun kembali menginjakkan kaki di tanah air. (eh)
• VIVAnews
Monday, June 27, 2011
PKS Anggap Wajar Kejatuhan Citra SBY dan Masih Berharap Khusnul Khotimah
Senin, 27 Juni 2011 , 11:07:00 WIB
Laporan: Ninding Julius Permana
MAHFUDZ SIDDIQ/IST
RMOL. Hasil riset Lingkaran Survei Indonesia yang menunjukkan popularitas SBY menurun ditanggapi oleh Partai Keadilan Sejahtera. Sebagai anggota koalisi, PKS menilai kejatuhan citra SBY disebabkan berbagai masalah yang bertubi-tubi.
"Terlepas dari adanya survei, kalau kita lihat secara kompeten, observasi, opini publik dan media, ada sejumlah masalah-masalah yang muncul belakangan yaitu bisa dipastikan berdampak negatif terhadap popularitas Presiden SBY," ujar Wakil Sekretaris Jenderal PKS, Mahfudz Siddiq, kepada wartawan di gedung DPR, Jakarta, sesaat lalu, (Senin 27/6).
Karena itu, Mahfudz menilai, terlepas siapa yang membuat survei dengan segala kontoversi dan motif politiknya, faktanya ada sejumlah kasus yang membuat opini publik dan media massa merendahkan popularitas Presiden SBY.
"Ini memang suatu warning yang sangat penting bagi pemerintahan bukan saja Pak SBY ya, untuk memicu kinerja mereka. Karena kan semuanya berharap pemerintahan ini bisa khusnul khotimah," pungkasnya.
Dari hasil survei terbaru Lingkaran Survei Indonesia (LSI), saat ini kepuasan pada kepemimpinan SBY hanya sebesar 47,2 persen. Survei ini dilakukan pada 1-7 Juni 2011 dengan jumlah responden sebanyak 1.200 orang di 33 provinsi. Metode survei dilakukan dengan wawancara tatap muka langsung. Margin error hasil survei ini diperkirakan sebesar plus-minus 2,9 persen.
Peneliti senior LSI Sunarto mengatakan, pada Januari 2010 kepuasan terhadap kepemimpinan SBY sangat tinggi, mencapai 63,1 persen. Kepuasan ini terus menurun pada periode berikutnya. Pada September 201, tingkat kepuasan tinggal 60,7 persen, dan Januari 2011 menjadi 56,7 persen.[ald]
Laporan: Ninding Julius Permana
MAHFUDZ SIDDIQ/IST
RMOL. Hasil riset Lingkaran Survei Indonesia yang menunjukkan popularitas SBY menurun ditanggapi oleh Partai Keadilan Sejahtera. Sebagai anggota koalisi, PKS menilai kejatuhan citra SBY disebabkan berbagai masalah yang bertubi-tubi.
"Terlepas dari adanya survei, kalau kita lihat secara kompeten, observasi, opini publik dan media, ada sejumlah masalah-masalah yang muncul belakangan yaitu bisa dipastikan berdampak negatif terhadap popularitas Presiden SBY," ujar Wakil Sekretaris Jenderal PKS, Mahfudz Siddiq, kepada wartawan di gedung DPR, Jakarta, sesaat lalu, (Senin 27/6).
Karena itu, Mahfudz menilai, terlepas siapa yang membuat survei dengan segala kontoversi dan motif politiknya, faktanya ada sejumlah kasus yang membuat opini publik dan media massa merendahkan popularitas Presiden SBY.
"Ini memang suatu warning yang sangat penting bagi pemerintahan bukan saja Pak SBY ya, untuk memicu kinerja mereka. Karena kan semuanya berharap pemerintahan ini bisa khusnul khotimah," pungkasnya.
Dari hasil survei terbaru Lingkaran Survei Indonesia (LSI), saat ini kepuasan pada kepemimpinan SBY hanya sebesar 47,2 persen. Survei ini dilakukan pada 1-7 Juni 2011 dengan jumlah responden sebanyak 1.200 orang di 33 provinsi. Metode survei dilakukan dengan wawancara tatap muka langsung. Margin error hasil survei ini diperkirakan sebesar plus-minus 2,9 persen.
Peneliti senior LSI Sunarto mengatakan, pada Januari 2010 kepuasan terhadap kepemimpinan SBY sangat tinggi, mencapai 63,1 persen. Kepuasan ini terus menurun pada periode berikutnya. Pada September 201, tingkat kepuasan tinggal 60,7 persen, dan Januari 2011 menjadi 56,7 persen.[ald]
'Transformasi' PKS Jelang 2014
Minggu, 26 Juni 2011 13:49 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Suhu politik jelang Pemilu 2014 kian memanas. Namun, hal ini tidak diimbangi dengan perubahan baik partai politk (Parpol). Tidak ada jaminan stabilitas politik hingga tidak terwakilinya masyarakat dengan keberadaan Parpol, semakin membuat citra buruk bagi Parpol itu sendiri.
Menurut Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mustafa Kamal, Parpol yang ada hanya mengadaptasi budaya masa lalu. Sehingga, tambahnya, Parpol yang ada kehilangan rencana poltik yang bersifat visioner.
Saat ini, ungkap Musatafa, PKS tengah melakukan perbaikan dalam menjawab persoalan tersebut. "Kita akan coba merubah mainset tersebut," ujarnya.
Lebih lanjut Musatafa mengatakan, PKS akan terus mengedapankan nilai-nilai ke-Islaman dalam penerapan pola politik PKS. "Namun, tidak mengacu pada Negara Islam seutuhnya," tuturnya.
Nilai agama tersebut, jelas Mustafa, nantinya akan memberikan sebuah jawaban terkait permasalahan radikalisme bangsa Indonesia. Menurutnya, perangkulan para tokoh agama dapat menjadi senjata melawan serangan radikalisme. "Tokoh agama bukan menjadi alat politik untuk mengkotak-kotakan agama," tuturnya.
Tak hanya Musatafa, Anggota Komisi VII Fraksi PKS, Sohibul Iman mengatakan, penerapan nilai keagaman menjadi hal penting untuk diterapkan oleh nagara. Selain penerapan hukum yang masih kurang, sambungnya, perilaku buruk masih menjadi sifat keseluruhan masyarakat.
Selain itu, jelasnya, ketidakmampuan kita untuk merambah sektor ekonomi membuat sektor poltik menjadi pelarian. "Nantinya, sektor ekonomi harus juga menjadi sektor yang dikuasai secara keseluruhan," ujarnya.
Ke depan, terangnya, PKS akan terus menjadi media yang menjaga kepercayaan masyarakat. "Kepercayaan masyarakat yang rendah menghasilkan pembangunan yang tidak efektif," kata Iman.
Saat ini, tambahnya, PKS berada pada posisi tengah. Hal ini, sambungnya, menjadikan PKS sebagai Parpol yang dapat mengedepankan aspirasi masyarakat untuk menjawab permasalahan kepercayaan masyarakat. "PKS akan selalu terbuka dengan masukan dari siapapun," tutur Iman.
Redaktur: Djibril Muhammad
Reporter: C17
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Suhu politik jelang Pemilu 2014 kian memanas. Namun, hal ini tidak diimbangi dengan perubahan baik partai politk (Parpol). Tidak ada jaminan stabilitas politik hingga tidak terwakilinya masyarakat dengan keberadaan Parpol, semakin membuat citra buruk bagi Parpol itu sendiri.
Menurut Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mustafa Kamal, Parpol yang ada hanya mengadaptasi budaya masa lalu. Sehingga, tambahnya, Parpol yang ada kehilangan rencana poltik yang bersifat visioner.
Saat ini, ungkap Musatafa, PKS tengah melakukan perbaikan dalam menjawab persoalan tersebut. "Kita akan coba merubah mainset tersebut," ujarnya.
Lebih lanjut Musatafa mengatakan, PKS akan terus mengedapankan nilai-nilai ke-Islaman dalam penerapan pola politik PKS. "Namun, tidak mengacu pada Negara Islam seutuhnya," tuturnya.
Nilai agama tersebut, jelas Mustafa, nantinya akan memberikan sebuah jawaban terkait permasalahan radikalisme bangsa Indonesia. Menurutnya, perangkulan para tokoh agama dapat menjadi senjata melawan serangan radikalisme. "Tokoh agama bukan menjadi alat politik untuk mengkotak-kotakan agama," tuturnya.
Tak hanya Musatafa, Anggota Komisi VII Fraksi PKS, Sohibul Iman mengatakan, penerapan nilai keagaman menjadi hal penting untuk diterapkan oleh nagara. Selain penerapan hukum yang masih kurang, sambungnya, perilaku buruk masih menjadi sifat keseluruhan masyarakat.
Selain itu, jelasnya, ketidakmampuan kita untuk merambah sektor ekonomi membuat sektor poltik menjadi pelarian. "Nantinya, sektor ekonomi harus juga menjadi sektor yang dikuasai secara keseluruhan," ujarnya.
Ke depan, terangnya, PKS akan terus menjadi media yang menjaga kepercayaan masyarakat. "Kepercayaan masyarakat yang rendah menghasilkan pembangunan yang tidak efektif," kata Iman.
Saat ini, tambahnya, PKS berada pada posisi tengah. Hal ini, sambungnya, menjadikan PKS sebagai Parpol yang dapat mengedepankan aspirasi masyarakat untuk menjawab permasalahan kepercayaan masyarakat. "PKS akan selalu terbuka dengan masukan dari siapapun," tutur Iman.
Redaktur: Djibril Muhammad
Reporter: C17
PKS: Popularitas SBY Turun
Senin, 27 Juni 2011 11:42 WIB
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Survei awal Juni ini yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia mengungkapkan popularitas Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merosot jauh. Namun, tanpa survei ini pun, Partai Keadilan Sejahtera telah melihat kemerosotan citra SBY dari sejumlah masalah yang muncul belakangan ini.
Sekalipun tidak merinci masalah yang dimaksudnya, Ketua Fraksi PKS di DPR, Mahfudz Shiddiq, mengatakan masalah tersebut telah beredar menjadi opini publik dan pembahasan di media. "Kalau kita melihat secara kompeten dan observasi, masalah yang muncul itu bisa dipastikan berdampak negatif pada popularitas Presiden SBY," ujar Mahfudz di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (27/6).
LSI mempublikasikan survei "Kepuasan Publik atas Kinerja SBY" awal Juni ini. Dari 56,7 persen pada Januari 2011, popularitas SBY turun menjadi 47,2 persen. Menurut LSI, popularitas yang di bawah 50 persen ini pertama kali sejak SBY terpilih kembali pada Pemilu 2009.
Terlepas dari penyelenggara survei maupun motif politiknya, Mahfudz mengatakan,"Faktanya memang ada sejumlah kasus yang men-down grade popularitas SBY." Hal ini harus menjadi peringatan bagi pemerintahan SBY untuk meningkatkan kinerjanya.
Redaktur: Didi Purwadi
Reporter: C41
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Survei awal Juni ini yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia mengungkapkan popularitas Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merosot jauh. Namun, tanpa survei ini pun, Partai Keadilan Sejahtera telah melihat kemerosotan citra SBY dari sejumlah masalah yang muncul belakangan ini.
Sekalipun tidak merinci masalah yang dimaksudnya, Ketua Fraksi PKS di DPR, Mahfudz Shiddiq, mengatakan masalah tersebut telah beredar menjadi opini publik dan pembahasan di media. "Kalau kita melihat secara kompeten dan observasi, masalah yang muncul itu bisa dipastikan berdampak negatif pada popularitas Presiden SBY," ujar Mahfudz di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (27/6).
LSI mempublikasikan survei "Kepuasan Publik atas Kinerja SBY" awal Juni ini. Dari 56,7 persen pada Januari 2011, popularitas SBY turun menjadi 47,2 persen. Menurut LSI, popularitas yang di bawah 50 persen ini pertama kali sejak SBY terpilih kembali pada Pemilu 2009.
Terlepas dari penyelenggara survei maupun motif politiknya, Mahfudz mengatakan,"Faktanya memang ada sejumlah kasus yang men-down grade popularitas SBY." Hal ini harus menjadi peringatan bagi pemerintahan SBY untuk meningkatkan kinerjanya.
Redaktur: Didi Purwadi
Reporter: C41
Wednesday, June 22, 2011
Muhaimin Iskandar Abaikan DPR
Misbahol Munir - Okezone
Rabu, 22 Juni 2011 14:22 wib
JAKARTA - Komisi I DPR mengaku tidak mendapat respons dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, terkait upaya penebusan Darsem, TKI di Arab Saudi.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq, kepada wartawan, Rabu (22/6/2011).
“Saya informasikan bahwa kami pimpinan Komisi I baru saja menghubungi Wakil Menlu untuk pastikan realisasi keputusan hasil raker Komisi I dengan Kemlu yang menyepakati bahwa uang tebusan saudara darsem Rp4,7 miliar itu sudah kita sepakati dibayar oleh pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri karena kami menunggu dari Kemenakertrans dan BNP2TKI tidak ada kejelasan,” ungkap Mahfudz.
Seperti diketahui, pascaeksekusi pancung terhadap Ruyati, Muhaimin Iskandar juga belum muncul di hadapan publik untuk memberikan penjelasan.
Terakhir, Muhaimin diketahui tengah berada di Tegal, Jawa Tengah, dalam rangka kunjungan kerja.
Apakah benar Muhaimin mengabaikan DPR?
(lam)
Rabu, 22 Juni 2011 14:22 wib
JAKARTA - Komisi I DPR mengaku tidak mendapat respons dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, terkait upaya penebusan Darsem, TKI di Arab Saudi.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq, kepada wartawan, Rabu (22/6/2011).
“Saya informasikan bahwa kami pimpinan Komisi I baru saja menghubungi Wakil Menlu untuk pastikan realisasi keputusan hasil raker Komisi I dengan Kemlu yang menyepakati bahwa uang tebusan saudara darsem Rp4,7 miliar itu sudah kita sepakati dibayar oleh pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri karena kami menunggu dari Kemenakertrans dan BNP2TKI tidak ada kejelasan,” ungkap Mahfudz.
Seperti diketahui, pascaeksekusi pancung terhadap Ruyati, Muhaimin Iskandar juga belum muncul di hadapan publik untuk memberikan penjelasan.
Terakhir, Muhaimin diketahui tengah berada di Tegal, Jawa Tengah, dalam rangka kunjungan kerja.
Apakah benar Muhaimin mengabaikan DPR?
(lam)
Ketemu Anggota DPR, Ayah Darsem Pingsan
Rabu, 22 Juni 2011 - 14:27 WIB
Ketemu Anggota DPR, Ayah Darsem Pingsan
JAKARTA (Pos Kota) – Bermaksud menemui anggota Komisi I DPR RI untuk minta dukungan, ayah TKW Darsem yang terancam hukuman mati di saudi Arabia, Dawud Tawar mendadak pingsan dan jatuh tiba-tiba begitu hendak masuk ke dalam ruang Komisi I DPR, Rabu (22/6).
Dawud sempat mendapat pelukan hangat dari Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq, serta sejumlah anggota dewan lainnya. Hanya Dawud tak kuasa menahan air mata, dan langsung jatuh ke lantai tiba-tiba.
“Pak, saya kangen sama anak saya. Tolong bantu saya untuk bebaskan anak saya,” ucap Dawud sebelum kemudian langsung terjatu karena pingsan..
Sementara Ketua Komisi I DPR RI Mahfud Siddiq sontak terkaget dan langsung mengangkat tubuh Dawud, dibantu beberapa anggota DPR lainnya. Tak beberapa lama, Pamdal langsung membawa Dawud ke klinik DPR. Dawud pun mendapatkan perawatan di klinik tersebut. (prihandoko/dms)
Ketemu Anggota DPR, Ayah Darsem Pingsan
JAKARTA (Pos Kota) – Bermaksud menemui anggota Komisi I DPR RI untuk minta dukungan, ayah TKW Darsem yang terancam hukuman mati di saudi Arabia, Dawud Tawar mendadak pingsan dan jatuh tiba-tiba begitu hendak masuk ke dalam ruang Komisi I DPR, Rabu (22/6).
Dawud sempat mendapat pelukan hangat dari Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq, serta sejumlah anggota dewan lainnya. Hanya Dawud tak kuasa menahan air mata, dan langsung jatuh ke lantai tiba-tiba.
“Pak, saya kangen sama anak saya. Tolong bantu saya untuk bebaskan anak saya,” ucap Dawud sebelum kemudian langsung terjatu karena pingsan..
Sementara Ketua Komisi I DPR RI Mahfud Siddiq sontak terkaget dan langsung mengangkat tubuh Dawud, dibantu beberapa anggota DPR lainnya. Tak beberapa lama, Pamdal langsung membawa Dawud ke klinik DPR. Dawud pun mendapatkan perawatan di klinik tersebut. (prihandoko/dms)
Temui Anggota DPR, Ayah Darsem Pingsan
Maria Natalia | Inggried | Rabu, 22 Juni 2011 | 13:57 WIB
TKI Terancam Dihukum MatiMaria Natalia
Ayah Darsem, Daud, tiba-tiba pingsan saat bertemu dengan anggota Komisi I DPR, Rabu (22/6/2011), di Gedung DPR, Jakarta.
JAKARTA, KOMPAS.com - Ayah Darsem, TKI yang terancam dihukum mati di Arab Saudi, Daud Tawar, tiba-tiba pingsan saat menyampaikan harapannya kepada sejumlah anggota Komisi I DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (22/6/2011). Saat itu, Daud meminta agar Dewan turut membantu upaya pembebasan putrinya.
"Tolong anak saya Pak, tolong jangan sampai dihukum mati oleh Arab Saudi," ujar Daud.
Saat berbicara, ia tiba-tiba jatuh pingsan di tengah kerumunan petugas keamanan DPR dan awak media yang tengah meliput kedatangannya. Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq dan anggota Komisi I Teguh Juwarno yang menemuinya, langsung membawa Daud ke sebuah ruangan. Sesekali, terdengar isak tangisnya saat disadarkan.
Petugas dan para anggota DPR kemudian berusaha menenangkannya dengan menggosokkan minyak kayu putih ke sekitar hidungnya. Saat ini, Daud dibawa ke Pelayanan Kesehatan DPR RI menggunakan kursi roda. Ia tampak lemas.
"Kami bawa ke Yankes dulu. Sepertinya beliau capek, jadi biar dirawat di sana dulu," jelas Teguh yang turut mengantarkan Daud.
Darsem merupakan TKI asal Subang, Jawa Barat. Pada bulan Desember 2007, ia terbukti bersalah di Pengadilan Riyadh karena melakukan pembunuhan terhadap majikannya seorang warga negara Yaman. Pada tanggal 6 Mei 2009, Darsem didakwa hukuman mati oleh Pengadilan Riyadh. Namun, berkat kerja sama antara pihak Lajnah Islah (Komisi Jasa Baik untuk Perdamaian dan Pemberian Maaf) Riyadh dan Pejabat Gubernur Riyadh, Darsem akhirnya mendapatkan maaf dari ahli waris korban dengan kompensasi membayar uang diyat sebesar 2 juta riyal atau sekitar Rp 4,7 miliar.
TKI Terancam Dihukum MatiMaria Natalia
Ayah Darsem, Daud, tiba-tiba pingsan saat bertemu dengan anggota Komisi I DPR, Rabu (22/6/2011), di Gedung DPR, Jakarta.
JAKARTA, KOMPAS.com - Ayah Darsem, TKI yang terancam dihukum mati di Arab Saudi, Daud Tawar, tiba-tiba pingsan saat menyampaikan harapannya kepada sejumlah anggota Komisi I DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (22/6/2011). Saat itu, Daud meminta agar Dewan turut membantu upaya pembebasan putrinya.
"Tolong anak saya Pak, tolong jangan sampai dihukum mati oleh Arab Saudi," ujar Daud.
Saat berbicara, ia tiba-tiba jatuh pingsan di tengah kerumunan petugas keamanan DPR dan awak media yang tengah meliput kedatangannya. Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq dan anggota Komisi I Teguh Juwarno yang menemuinya, langsung membawa Daud ke sebuah ruangan. Sesekali, terdengar isak tangisnya saat disadarkan.
Petugas dan para anggota DPR kemudian berusaha menenangkannya dengan menggosokkan minyak kayu putih ke sekitar hidungnya. Saat ini, Daud dibawa ke Pelayanan Kesehatan DPR RI menggunakan kursi roda. Ia tampak lemas.
"Kami bawa ke Yankes dulu. Sepertinya beliau capek, jadi biar dirawat di sana dulu," jelas Teguh yang turut mengantarkan Daud.
Darsem merupakan TKI asal Subang, Jawa Barat. Pada bulan Desember 2007, ia terbukti bersalah di Pengadilan Riyadh karena melakukan pembunuhan terhadap majikannya seorang warga negara Yaman. Pada tanggal 6 Mei 2009, Darsem didakwa hukuman mati oleh Pengadilan Riyadh. Namun, berkat kerja sama antara pihak Lajnah Islah (Komisi Jasa Baik untuk Perdamaian dan Pemberian Maaf) Riyadh dan Pejabat Gubernur Riyadh, Darsem akhirnya mendapatkan maaf dari ahli waris korban dengan kompensasi membayar uang diyat sebesar 2 juta riyal atau sekitar Rp 4,7 miliar.
Tuesday, June 21, 2011
"Kasus Ruyati Tidak Akan Rusak Hubungan Bilateral"
Kristian Ginting
20/06/2011 22:38
Liputan6.com, Jakarta: Kerja sama bilateral, khususnya bidang militer, antara pemerintah Indonesia dan Arab Saudi tidak akan terlalu terpengaruh kasus Ruyati. Pemerintah tidak boleh gegabah, terlalu emosional, atau bereaksi berlebihan.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq kepada wartawan, di gedung DPR RI, Jakarta, Senin (20/6). Mahfudz mewanti-wanti jangan sampai hubungan kedua negara rusak akibat kasus tenaga kerja Indonesia.
"Kita juga harus ingat dalam bidang sosial, pendidikan, dan lainnya. Hubungan kita (dengan Arab Saudi) cukup bagus," kata Mahfudz. Kendati begitu, kasus kekerasan terhadap TKI memang harus diselesaikan. Mahfudz berpendapat penyelesaiannya bisa dilakukan dengan memperbaiki sistem rekrutmen, pengiriman, dan pemulangan TKI.
Fungsi Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) juga perlu diperjelas. "Kalau ini kita selesaikan, maka persoalan TKI ini akan segera tuntas," katanya anggota dewan dari Fraksi PKS ini. (YUS)
20/06/2011 22:38
Liputan6.com, Jakarta: Kerja sama bilateral, khususnya bidang militer, antara pemerintah Indonesia dan Arab Saudi tidak akan terlalu terpengaruh kasus Ruyati. Pemerintah tidak boleh gegabah, terlalu emosional, atau bereaksi berlebihan.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq kepada wartawan, di gedung DPR RI, Jakarta, Senin (20/6). Mahfudz mewanti-wanti jangan sampai hubungan kedua negara rusak akibat kasus tenaga kerja Indonesia.
"Kita juga harus ingat dalam bidang sosial, pendidikan, dan lainnya. Hubungan kita (dengan Arab Saudi) cukup bagus," kata Mahfudz. Kendati begitu, kasus kekerasan terhadap TKI memang harus diselesaikan. Mahfudz berpendapat penyelesaiannya bisa dilakukan dengan memperbaiki sistem rekrutmen, pengiriman, dan pemulangan TKI.
Fungsi Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) juga perlu diperjelas. "Kalau ini kita selesaikan, maka persoalan TKI ini akan segera tuntas," katanya anggota dewan dari Fraksi PKS ini. (YUS)
DPR Minta Dubes RI untuk Arab Saudi Dicopot
Ia dinilai gagal melindungi Warga Negara Indonesia di Arab Saudi.
Senin, 20 Juni 2011, 13:12 WIB
Anggi Kusumadewi, Suryanta Bakti Susila
Dubes RI untuk Arab Saudi, Gatot Abdullah Mansyur. (kemenag.go.id)
VIVAnews – Komisi I DPR yang menangani isu luar negeri, meminta pemerintah mencopot Duta Besar RI untuk Aran Saudi, Gatot Abdullah Mansyur Sirnagalih. Sang Duta Besar dinilai gagal melindungi Ruyati binti Satubi, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Bekasi yang dipancung oleh pemerintahan Saudi pada Sabtu lalu, 18 Juni 2011.
“Saya minta secara resmi kepada Presiden untuk memberhentikan Dubes kita di Arab Saudi,” kata anggota Komisi I DPR Tjahjo Kumolo saat rapat kerja dengan Menteri Luar Negeri di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin 20 Juni 2011. Menurut Sekjen PDIP itu, Presiden harus memberi sanksi tegas kepada Gatot.
Anggota Komisi I lainnya, Muhammad Najib, menilai bahwa pemulangan Dubes RI untuk Saudi saja tidak cukup. Pemerintah, menurutnya, juga harus memanggil Dubes Arab Saudi untuk Indonesia untuk dimintai keterangan, dan meningkatkan posisi tawar Indonesia di mata Arab Saudi.
“Saya khawatir ada kasus-kasus Ruyati baru. Oleh karena itu kami berharap Kemenlu melakukan bargaining politik, sehingga posisi kita tidak kalah penting,” kata politisi PAN itu. Setelah Ruyati yang telah dieksekusi, saat ini memang ada TKI lain asal Subang bernama Darsem, yang juga terancam hukuman pancung.
Pemerintah masih kesulitan untuk mengumpulkan uang guna menebus Darsem, sementara batas waktu yang diberikan pengadilan Saudi semakin sempit, yakni 7 Juli 2011. Menlu Marty Natalegawa bahkan mengungkapkan, total masih ada 303 TKI dan WNI yang terancam hukuman mati.
Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq pun meminta Dubes RI untuk Saudi dihadirkan di DPR untuk dimintai keterangan. “Kalau sudah di Jakarta, bisa dihadirkan di sini,” kata Mahfudz kepada Menlu. “Hari Sabtu dipanggi pulang. Sekarang sepertinya sedang di perjalanan,” kata Natalegawa.
Ia menjelaskan, Gatot dipanggil pulang untuk konsultasi dengan Kemenlu. Pemanggilan Gatot itu, imbuh Natalegawa, nantinya diselaraskan dengan langkah-langkah diplomasi yang akan diambil pemerintah terkait kasus Ruyati. (eh)
• VIVAnews
Senin, 20 Juni 2011, 13:12 WIB
Anggi Kusumadewi, Suryanta Bakti Susila
Dubes RI untuk Arab Saudi, Gatot Abdullah Mansyur. (kemenag.go.id)
VIVAnews – Komisi I DPR yang menangani isu luar negeri, meminta pemerintah mencopot Duta Besar RI untuk Aran Saudi, Gatot Abdullah Mansyur Sirnagalih. Sang Duta Besar dinilai gagal melindungi Ruyati binti Satubi, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Bekasi yang dipancung oleh pemerintahan Saudi pada Sabtu lalu, 18 Juni 2011.
“Saya minta secara resmi kepada Presiden untuk memberhentikan Dubes kita di Arab Saudi,” kata anggota Komisi I DPR Tjahjo Kumolo saat rapat kerja dengan Menteri Luar Negeri di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin 20 Juni 2011. Menurut Sekjen PDIP itu, Presiden harus memberi sanksi tegas kepada Gatot.
Anggota Komisi I lainnya, Muhammad Najib, menilai bahwa pemulangan Dubes RI untuk Saudi saja tidak cukup. Pemerintah, menurutnya, juga harus memanggil Dubes Arab Saudi untuk Indonesia untuk dimintai keterangan, dan meningkatkan posisi tawar Indonesia di mata Arab Saudi.
“Saya khawatir ada kasus-kasus Ruyati baru. Oleh karena itu kami berharap Kemenlu melakukan bargaining politik, sehingga posisi kita tidak kalah penting,” kata politisi PAN itu. Setelah Ruyati yang telah dieksekusi, saat ini memang ada TKI lain asal Subang bernama Darsem, yang juga terancam hukuman pancung.
Pemerintah masih kesulitan untuk mengumpulkan uang guna menebus Darsem, sementara batas waktu yang diberikan pengadilan Saudi semakin sempit, yakni 7 Juli 2011. Menlu Marty Natalegawa bahkan mengungkapkan, total masih ada 303 TKI dan WNI yang terancam hukuman mati.
Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq pun meminta Dubes RI untuk Saudi dihadirkan di DPR untuk dimintai keterangan. “Kalau sudah di Jakarta, bisa dihadirkan di sini,” kata Mahfudz kepada Menlu. “Hari Sabtu dipanggi pulang. Sekarang sepertinya sedang di perjalanan,” kata Natalegawa.
Ia menjelaskan, Gatot dipanggil pulang untuk konsultasi dengan Kemenlu. Pemanggilan Gatot itu, imbuh Natalegawa, nantinya diselaraskan dengan langkah-langkah diplomasi yang akan diambil pemerintah terkait kasus Ruyati. (eh)
• VIVAnews
DPR: Segera Layangkan Nota Protes ke Saudi
Nasional
Arab Saudi diminta menghormati norma dan kebiasaan hukum internasional.
Senin, 20 Juni 2011, 14:39 WIB
Bayu Galih, Suryanta Bakti Susila
Demo dukung TKW Ruyati di Kedubes Arab Saudi (VIVAnews/Siti Ruqoyah)
VIVAnews - Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat mendesak pemerintah Indonesia segera melayangkan nota protes kepada Arab Saudi atas eksekusi pancung terhadap Ruyati. DPR menyesalkan pelaksanaan hukuman yang tertutup dan mengabaikan norma serta kebiasaan internasional.
"Pemerintah harus segera menyampaikan nota protes," kata Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq, Senin 20 Juni 2011.
Menurut Mahfudz, pemerintah juga harus menggalang kepedulian masyarakat internasional agar Arab Saudi menghornati norma dan kebiasaan hukum internasional.
"Kementerian Luar Negeri agar dapat fasilitasi keluarga almarhumah kunjungi makam Ruyati," ujarnya.
Komisi I juga mendesak Kemenlu segera mengevaluasi kinerja aparatnya di Arab Saudi dalam upaya melindungi warga di Arab Saudi.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PAN, Teguh Juwarno, juga mengkritisi kinerja aparat diplomasi Indonesia di Arab Saudi. Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi dianggap lemah dalam memberikan perlindungan kepada WNI di wilayahnya.
"Kinerja kekonsuleran masih lemah dalam upaya perlindungan tenaga kerja kita di luar negeri," ujarnya.
Teguh juga mengusulkan DPR memanggil Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia, agar dapat dimintai keterangannya. "Ya, Nanti kita atur," jawab Mahfudz.
• VIVAnews
Arab Saudi diminta menghormati norma dan kebiasaan hukum internasional.
Senin, 20 Juni 2011, 14:39 WIB
Bayu Galih, Suryanta Bakti Susila
Demo dukung TKW Ruyati di Kedubes Arab Saudi (VIVAnews/Siti Ruqoyah)
VIVAnews - Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat mendesak pemerintah Indonesia segera melayangkan nota protes kepada Arab Saudi atas eksekusi pancung terhadap Ruyati. DPR menyesalkan pelaksanaan hukuman yang tertutup dan mengabaikan norma serta kebiasaan internasional.
"Pemerintah harus segera menyampaikan nota protes," kata Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq, Senin 20 Juni 2011.
Menurut Mahfudz, pemerintah juga harus menggalang kepedulian masyarakat internasional agar Arab Saudi menghornati norma dan kebiasaan hukum internasional.
"Kementerian Luar Negeri agar dapat fasilitasi keluarga almarhumah kunjungi makam Ruyati," ujarnya.
Komisi I juga mendesak Kemenlu segera mengevaluasi kinerja aparatnya di Arab Saudi dalam upaya melindungi warga di Arab Saudi.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PAN, Teguh Juwarno, juga mengkritisi kinerja aparat diplomasi Indonesia di Arab Saudi. Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi dianggap lemah dalam memberikan perlindungan kepada WNI di wilayahnya.
"Kinerja kekonsuleran masih lemah dalam upaya perlindungan tenaga kerja kita di luar negeri," ujarnya.
Teguh juga mengusulkan DPR memanggil Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia, agar dapat dimintai keterangannya. "Ya, Nanti kita atur," jawab Mahfudz.
• VIVAnews
Wednesday, June 15, 2011
PKS: Sikap Adang Daradjatun Wajar Lindungi Istrinya
Minggu, 12 Juni 2011 05:22 WIB
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Wakil Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mahfudz Siddiq, memaklumi sikap Adang Daradjatun yang secara terang-terangan melindungi istrinya, Nunun Nurbaeti. Menurutnya, sebagai seorang suami dan seorang yang mengerti hukum hal itu dinilai wajar.
“Kalau saya secara pribadi bisa mengerti bagaimana posisi dan perasaan sikap Pak Adang,” ujarnya ketika dihubungi Republika.
Mahfudz menilai bahwa sikap Adang wajar begitu melihat tindakan hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menetapkan istrinya sebagai tersangka. Sementara, alat bukti yang disajikan itu belum cukup.
Selain itu, sikap KPK dan pemerintah yang mengeluarkan red notice dan menetapkan Nunun dalam daftar pencarian orang (DPO) dari berbagai negara seolah mempromosikan Nunun sebagai otak suap cek pelawat tersebut.
“Padahal, kader suap atau yang menerima suap kan sudah diproses. Sekarang yang harus dicari adalah siapa yang memberi suap,” tegasnya. “Kasihan kalau aktor utama pemberi suap diduga jadi Nunun Nurbaeti. Jadi, wajar jika Adang bersikap begini.''
Redaktur: Didi Purwadi
Reporter: C04
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Wakil Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mahfudz Siddiq, memaklumi sikap Adang Daradjatun yang secara terang-terangan melindungi istrinya, Nunun Nurbaeti. Menurutnya, sebagai seorang suami dan seorang yang mengerti hukum hal itu dinilai wajar.
“Kalau saya secara pribadi bisa mengerti bagaimana posisi dan perasaan sikap Pak Adang,” ujarnya ketika dihubungi Republika.
Mahfudz menilai bahwa sikap Adang wajar begitu melihat tindakan hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menetapkan istrinya sebagai tersangka. Sementara, alat bukti yang disajikan itu belum cukup.
Selain itu, sikap KPK dan pemerintah yang mengeluarkan red notice dan menetapkan Nunun dalam daftar pencarian orang (DPO) dari berbagai negara seolah mempromosikan Nunun sebagai otak suap cek pelawat tersebut.
“Padahal, kader suap atau yang menerima suap kan sudah diproses. Sekarang yang harus dicari adalah siapa yang memberi suap,” tegasnya. “Kasihan kalau aktor utama pemberi suap diduga jadi Nunun Nurbaeti. Jadi, wajar jika Adang bersikap begini.''
Redaktur: Didi Purwadi
Reporter: C04
Yusuf Supendi Buka Pintu Damai dengan Elite PKS
Selasa, 14/06/2011 18:43 WIB
Ari Saputra - detikNews
Jakarta - Sikap Yusuf Supendi, mantan pendiri Partai Keadilan Sejahtera (PKS) terlihat melunak. Dia bersedia melakukan upaya damai (islah) dengan elite PKS dalam sidang mediasi di PN Jakarta Selatan. Bila sebelumnya dia terlihat bersemangat dan menyatakan tidak ada tawar menawar untuk damai, kali ini tidak.
"Fleksibel saja, bukan harga mati. Lihat dari pihak sananya, nanti bagaimana," kata Dani Saliswijaya saat mendampingi Yusuf di PN Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Selasa (14/6/2011).
Atas ajakan damai tersebut, pengacara tergugat menyatakan akan berkonsultasi dulu. Sebab, menurut pengacara elite PKS, Yusuf masih berkeinginan kembali ke pangkuan PKS.
"Tentu kami akan menyampaikan pada klien saya apa-apa yang menjadi keinginan penggugat, beliau ingin islah, ingin kembali, ingin menjadi bagian dari PKS," ujar kuasa hukum tergugat Zainudin Paru saat berbarengan.
Keinginan Yusuf Supendi berdamai dengan elite PKS akan disampaikan kepada para petinggi partai Islam tersebut. "Karena memang belum pernah ada permintaan, kami akan menyampaikan, tentu sebagai kuasa hukum personal lawyer membawa pesan-pesan yang diinginkan penggugat," ucapnya.
Sidang mediasi antara Yusuf dan elite PKS berlangsung selama 40 hari, mediasi ini di mediatori oleh Hakim Aksir. Selaku mediator, Hakim Aksir telah meminta agar Yusuf dan elite PKS duduk bersama.
"Pak Aksir sudah memberikan arahan kepada kami untuk mediasi dan penggugat memang minta kita islah, kami sebagai kuasa hukum tergugat dengan 9 orang principal dan 3 ahli waris, tidak mudah untuk mengumpulkan dan bertemu dengan mereka, kami minta 2 pekan tanggal 28 Juni akan ada pertemuan," ucap Paru.
(Ari/ndr)
Ari Saputra - detikNews
Jakarta - Sikap Yusuf Supendi, mantan pendiri Partai Keadilan Sejahtera (PKS) terlihat melunak. Dia bersedia melakukan upaya damai (islah) dengan elite PKS dalam sidang mediasi di PN Jakarta Selatan. Bila sebelumnya dia terlihat bersemangat dan menyatakan tidak ada tawar menawar untuk damai, kali ini tidak.
"Fleksibel saja, bukan harga mati. Lihat dari pihak sananya, nanti bagaimana," kata Dani Saliswijaya saat mendampingi Yusuf di PN Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Selasa (14/6/2011).
Atas ajakan damai tersebut, pengacara tergugat menyatakan akan berkonsultasi dulu. Sebab, menurut pengacara elite PKS, Yusuf masih berkeinginan kembali ke pangkuan PKS.
"Tentu kami akan menyampaikan pada klien saya apa-apa yang menjadi keinginan penggugat, beliau ingin islah, ingin kembali, ingin menjadi bagian dari PKS," ujar kuasa hukum tergugat Zainudin Paru saat berbarengan.
Keinginan Yusuf Supendi berdamai dengan elite PKS akan disampaikan kepada para petinggi partai Islam tersebut. "Karena memang belum pernah ada permintaan, kami akan menyampaikan, tentu sebagai kuasa hukum personal lawyer membawa pesan-pesan yang diinginkan penggugat," ucapnya.
Sidang mediasi antara Yusuf dan elite PKS berlangsung selama 40 hari, mediasi ini di mediatori oleh Hakim Aksir. Selaku mediator, Hakim Aksir telah meminta agar Yusuf dan elite PKS duduk bersama.
"Pak Aksir sudah memberikan arahan kepada kami untuk mediasi dan penggugat memang minta kita islah, kami sebagai kuasa hukum tergugat dengan 9 orang principal dan 3 ahli waris, tidak mudah untuk mengumpulkan dan bertemu dengan mereka, kami minta 2 pekan tanggal 28 Juni akan ada pertemuan," ucap Paru.
(Ari/ndr)
Monday, June 06, 2011
DPR: Perjanjian Ekstradisi Harus Tanpa Syarat
"Kali ini pemerintah harus berani mendesak pemerintah Singapura."
Senin, 6 Juni 2011, 09:48 WIB
Muhammad Hasits
VIVAnews - Komisi I DPR mendesak pemerintah Indonesia kembali membuka pembicaraan dengan Singapura terkait perjanjian ektradisi antar kedua negara. Sebab, saat ini banyak koruptor yang melarikan diri ke Singapura.
"Namun, kali ini pemerintah harus berani mendesak pemerintah Singapura, perjanjian kerjasama tanpa syarat," kata Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq, kepada VIVAnews.com, Senin, 6 Juni 2011.
Perjanjian ektradisi kedua negara sempat mengalami jalan buntu setelah pihak Singapura mengajukan syarat yang memberatkan pihak Indonesia. Syarat itu meliputi kerjasama pertahanan (Defence Cooperation Agreement/DCA). Syarat ini waktu itu mendapatkan penolakan dari masyarakat luas.
"Pembicaraan antara pemerintah dan Singapura waktu itu macet karena Singapura mengajukan usulan untuk bisa menggunakan salah satu daerah Indonesia untuk kawasan militer mereka, karena itu pemerintah dan DPR belum bisa menyetujui," jelas Mahfudz.
Baik Indonesia dan Singapura belum menemukan kata sepakat atas area latihan Bravo di Laut Natuna. Waktu itu sikap Indonesia tetap menginginkan area latihan Bravo diatur layaknya seperti di area latihan Alpha I dan Alpha II, yakni melibatkan TNI. Namun, Singapura menolak permintaan Indonesia.
"Sejak saat itulah pembicaraannya menjadi macet. Namun, karena saat ini banyak koruptor yang melarikan diri ke Singapura, DPR kembali mendorong agar pemerintah melakukan pembicaraan kembali," terangnya.
Polemik seputar kerjasama ektradisi antara Indonesia dengan Singapura kembali mencuat dalam tiga pekan ini. Hal ini berawal dari pernyataan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD. "Karena penjahat-penjahat kita, koruptor-koruptor itu yang lari ke sana, aman semua," kata Mahfud.
Pernyataan ini langsung membuat pihak Singapura berang. Melalui kedutaannya di Indonesia, pihak Singapura tidak mau disalahkan atas gagalnya kerjasama ekstradisi antara kedua negara.
"Penandatanganan perjanjian tersebut juga disaksikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Lee Hsien Loong di Bali pada 27 April 2007," kata Sekretaris Pertama bidang Politik Kedutaan Besar Singapura di Indonesia, Herman Loh, dalam penjelasan tertulis yang diterima VIVAnews.com.
"Kali ini pemerintah harus berani mendesak pemerintah Singapura."
Senin, 6 Juni 2011, 09:48 WIB
Muhammad Hasits
VIVAnews - Komisi I DPR mendesak pemerintah Indonesia kembali membuka pembicaraan dengan Singapura terkait perjanjian ektradisi antar kedua negara. Sebab, saat ini banyak koruptor yang melarikan diri ke Singapura.
"Namun, kali ini pemerintah harus berani mendesak pemerintah Singapura, perjanjian kerjasama tanpa syarat," kata Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq, kepada VIVAnews.com, Senin, 6 Juni 2011.
Perjanjian ektradisi kedua negara sempat mengalami jalan buntu setelah pihak Singapura mengajukan syarat yang memberatkan pihak Indonesia. Syarat itu meliputi kerjasama pertahanan (Defence Cooperation Agreement/DCA). Syarat ini waktu itu mendapatkan penolakan dari masyarakat luas.
"Pembicaraan antara pemerintah dan Singapura waktu itu macet karena Singapura mengajukan usulan untuk bisa menggunakan salah satu daerah Indonesia untuk kawasan militer mereka, karena itu pemerintah dan DPR belum bisa menyetujui," jelas Mahfudz.
Baik Indonesia dan Singapura belum menemukan kata sepakat atas area latihan Bravo di Laut Natuna. Waktu itu sikap Indonesia tetap menginginkan area latihan Bravo diatur layaknya seperti di area latihan Alpha I dan Alpha II, yakni melibatkan TNI. Namun, Singapura menolak permintaan Indonesia.
"Sejak saat itulah pembicaraannya menjadi macet. Namun, karena saat ini banyak koruptor yang melarikan diri ke Singapura, DPR kembali mendorong agar pemerintah melakukan pembicaraan kembali," terangnya.
Polemik seputar kerjasama ektradisi antara Indonesia dengan Singapura kembali mencuat dalam tiga pekan ini. Hal ini berawal dari pernyataan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD. "Karena penjahat-penjahat kita, koruptor-koruptor itu yang lari ke sana, aman semua," kata Mahfud.
Pernyataan ini langsung membuat pihak Singapura berang. Melalui kedutaannya di Indonesia, pihak Singapura tidak mau disalahkan atas gagalnya kerjasama ekstradisi antara kedua negara.
"Penandatanganan perjanjian tersebut juga disaksikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Lee Hsien Loong di Bali pada 27 April 2007," kata Sekretaris Pertama bidang Politik Kedutaan Besar Singapura di Indonesia, Herman Loh, dalam penjelasan tertulis yang diterima VIVAnews.com.
"Kali ini pemerintah harus berani mendesak pemerintah Singapura."
Senin, 6 Juni 2011, 09:48 WIB
Muhammad Hasits
VIVAnews - Komisi I DPR mendesak pemerintah Indonesia kembali membuka pembicaraan dengan Singapura terkait perjanjian ektradisi antar kedua negara. Sebab, saat ini banyak koruptor yang melarikan diri ke Singapura.
"Namun, kali ini pemerintah harus berani mendesak pemerintah Singapura, perjanjian kerjasama tanpa syarat," kata Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq, kepada VIVAnews.com, Senin, 6 Juni 2011.
Perjanjian ektradisi kedua negara sempat mengalami jalan buntu setelah pihak Singapura mengajukan syarat yang memberatkan pihak Indonesia. Syarat itu meliputi kerjasama pertahanan (Defence Cooperation Agreement/DCA). Syarat ini waktu itu mendapatkan penolakan dari masyarakat luas.
"Pembicaraan antara pemerintah dan Singapura waktu itu macet karena Singapura mengajukan usulan untuk bisa menggunakan salah satu daerah Indonesia untuk kawasan militer mereka, karena itu pemerintah dan DPR belum bisa menyetujui," jelas Mahfudz.
Baik Indonesia dan Singapura belum menemukan kata sepakat atas area latihan Bravo di Laut Natuna. Waktu itu sikap Indonesia tetap menginginkan area latihan Bravo diatur layaknya seperti di area latihan Alpha I dan Alpha II, yakni melibatkan TNI. Namun, Singapura menolak permintaan Indonesia.
"Sejak saat itulah pembicaraannya menjadi macet. Namun, karena saat ini banyak koruptor yang melarikan diri ke Singapura, DPR kembali mendorong agar pemerintah melakukan pembicaraan kembali," terangnya.
Polemik seputar kerjasama ektradisi antara Indonesia dengan Singapura kembali mencuat dalam tiga pekan ini. Hal ini berawal dari pernyataan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD. "Karena penjahat-penjahat kita, koruptor-koruptor itu yang lari ke sana, aman semua," kata Mahfud.
Pernyataan ini langsung membuat pihak Singapura berang. Melalui kedutaannya di Indonesia, pihak Singapura tidak mau disalahkan atas gagalnya kerjasama ekstradisi antara kedua negara.
"Penandatanganan perjanjian tersebut juga disaksikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Lee Hsien Loong di Bali pada 27 April 2007," kata Sekretaris Pertama bidang Politik Kedutaan Besar Singapura di Indonesia, Herman Loh, dalam penjelasan tertulis yang diterima VIVAnews.com.
Senin, 6 Juni 2011, 09:48 WIB
Muhammad Hasits
VIVAnews - Komisi I DPR mendesak pemerintah Indonesia kembali membuka pembicaraan dengan Singapura terkait perjanjian ektradisi antar kedua negara. Sebab, saat ini banyak koruptor yang melarikan diri ke Singapura.
"Namun, kali ini pemerintah harus berani mendesak pemerintah Singapura, perjanjian kerjasama tanpa syarat," kata Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq, kepada VIVAnews.com, Senin, 6 Juni 2011.
Perjanjian ektradisi kedua negara sempat mengalami jalan buntu setelah pihak Singapura mengajukan syarat yang memberatkan pihak Indonesia. Syarat itu meliputi kerjasama pertahanan (Defence Cooperation Agreement/DCA). Syarat ini waktu itu mendapatkan penolakan dari masyarakat luas.
"Pembicaraan antara pemerintah dan Singapura waktu itu macet karena Singapura mengajukan usulan untuk bisa menggunakan salah satu daerah Indonesia untuk kawasan militer mereka, karena itu pemerintah dan DPR belum bisa menyetujui," jelas Mahfudz.
Baik Indonesia dan Singapura belum menemukan kata sepakat atas area latihan Bravo di Laut Natuna. Waktu itu sikap Indonesia tetap menginginkan area latihan Bravo diatur layaknya seperti di area latihan Alpha I dan Alpha II, yakni melibatkan TNI. Namun, Singapura menolak permintaan Indonesia.
"Sejak saat itulah pembicaraannya menjadi macet. Namun, karena saat ini banyak koruptor yang melarikan diri ke Singapura, DPR kembali mendorong agar pemerintah melakukan pembicaraan kembali," terangnya.
Polemik seputar kerjasama ektradisi antara Indonesia dengan Singapura kembali mencuat dalam tiga pekan ini. Hal ini berawal dari pernyataan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD. "Karena penjahat-penjahat kita, koruptor-koruptor itu yang lari ke sana, aman semua," kata Mahfud.
Pernyataan ini langsung membuat pihak Singapura berang. Melalui kedutaannya di Indonesia, pihak Singapura tidak mau disalahkan atas gagalnya kerjasama ekstradisi antara kedua negara.
"Penandatanganan perjanjian tersebut juga disaksikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Lee Hsien Loong di Bali pada 27 April 2007," kata Sekretaris Pertama bidang Politik Kedutaan Besar Singapura di Indonesia, Herman Loh, dalam penjelasan tertulis yang diterima VIVAnews.com.
"Kali ini pemerintah harus berani mendesak pemerintah Singapura."
Senin, 6 Juni 2011, 09:48 WIB
Muhammad Hasits
VIVAnews - Komisi I DPR mendesak pemerintah Indonesia kembali membuka pembicaraan dengan Singapura terkait perjanjian ektradisi antar kedua negara. Sebab, saat ini banyak koruptor yang melarikan diri ke Singapura.
"Namun, kali ini pemerintah harus berani mendesak pemerintah Singapura, perjanjian kerjasama tanpa syarat," kata Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq, kepada VIVAnews.com, Senin, 6 Juni 2011.
Perjanjian ektradisi kedua negara sempat mengalami jalan buntu setelah pihak Singapura mengajukan syarat yang memberatkan pihak Indonesia. Syarat itu meliputi kerjasama pertahanan (Defence Cooperation Agreement/DCA). Syarat ini waktu itu mendapatkan penolakan dari masyarakat luas.
"Pembicaraan antara pemerintah dan Singapura waktu itu macet karena Singapura mengajukan usulan untuk bisa menggunakan salah satu daerah Indonesia untuk kawasan militer mereka, karena itu pemerintah dan DPR belum bisa menyetujui," jelas Mahfudz.
Baik Indonesia dan Singapura belum menemukan kata sepakat atas area latihan Bravo di Laut Natuna. Waktu itu sikap Indonesia tetap menginginkan area latihan Bravo diatur layaknya seperti di area latihan Alpha I dan Alpha II, yakni melibatkan TNI. Namun, Singapura menolak permintaan Indonesia.
"Sejak saat itulah pembicaraannya menjadi macet. Namun, karena saat ini banyak koruptor yang melarikan diri ke Singapura, DPR kembali mendorong agar pemerintah melakukan pembicaraan kembali," terangnya.
Polemik seputar kerjasama ektradisi antara Indonesia dengan Singapura kembali mencuat dalam tiga pekan ini. Hal ini berawal dari pernyataan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD. "Karena penjahat-penjahat kita, koruptor-koruptor itu yang lari ke sana, aman semua," kata Mahfud.
Pernyataan ini langsung membuat pihak Singapura berang. Melalui kedutaannya di Indonesia, pihak Singapura tidak mau disalahkan atas gagalnya kerjasama ekstradisi antara kedua negara.
"Penandatanganan perjanjian tersebut juga disaksikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Lee Hsien Loong di Bali pada 27 April 2007," kata Sekretaris Pertama bidang Politik Kedutaan Besar Singapura di Indonesia, Herman Loh, dalam penjelasan tertulis yang diterima VIVAnews.com.
"Kali ini pemerintah harus berani mendesak pemerintah Singapura."
Senin, 6 Juni 2011, 09:48 WIB
Muhammad Hasits
VIVAnews - Komisi I DPR mendesak pemerintah Indonesia kembali membuka pembicaraan dengan Singapura terkait perjanjian ektradisi antar kedua negara. Sebab, saat ini banyak koruptor yang melarikan diri ke Singapura.
"Namun, kali ini pemerintah harus berani mendesak pemerintah Singapura, perjanjian kerjasama tanpa syarat," kata Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq, kepada VIVAnews.com, Senin, 6 Juni 2011.
Perjanjian ektradisi kedua negara sempat mengalami jalan buntu setelah pihak Singapura mengajukan syarat yang memberatkan pihak Indonesia. Syarat itu meliputi kerjasama pertahanan (Defence Cooperation Agreement/DCA). Syarat ini waktu itu mendapatkan penolakan dari masyarakat luas.
"Pembicaraan antara pemerintah dan Singapura waktu itu macet karena Singapura mengajukan usulan untuk bisa menggunakan salah satu daerah Indonesia untuk kawasan militer mereka, karena itu pemerintah dan DPR belum bisa menyetujui," jelas Mahfudz.
Baik Indonesia dan Singapura belum menemukan kata sepakat atas area latihan Bravo di Laut Natuna. Waktu itu sikap Indonesia tetap menginginkan area latihan Bravo diatur layaknya seperti di area latihan Alpha I dan Alpha II, yakni melibatkan TNI. Namun, Singapura menolak permintaan Indonesia.
"Sejak saat itulah pembicaraannya menjadi macet. Namun, karena saat ini banyak koruptor yang melarikan diri ke Singapura, DPR kembali mendorong agar pemerintah melakukan pembicaraan kembali," terangnya.
Polemik seputar kerjasama ektradisi antara Indonesia dengan Singapura kembali mencuat dalam tiga pekan ini. Hal ini berawal dari pernyataan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD. "Karena penjahat-penjahat kita, koruptor-koruptor itu yang lari ke sana, aman semua," kata Mahfud.
Pernyataan ini langsung membuat pihak Singapura berang. Melalui kedutaannya di Indonesia, pihak Singapura tidak mau disalahkan atas gagalnya kerjasama ekstradisi antara kedua negara.
"Penandatanganan perjanjian tersebut juga disaksikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Lee Hsien Loong di Bali pada 27 April 2007," kata Sekretaris Pertama bidang Politik Kedutaan Besar Singapura di Indonesia, Herman Loh, dalam penjelasan tertulis yang diterima VIVAnews.com.
Tuesday, May 31, 2011
SBY Dinilai Terlalu Reaktif
"Kasihan saja presiden harus menanggapi."
Senin, 30 Mei 2011, 17:33 WIB
Muhammad Hasits, Suryanta Bakti Susila
VIVAnews - Pandangan beragam muncul menanggapi pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang 'SMS Nazaruddin' tadi siang, Senin, 30 Mei 2011.
Kali ini pernyataan Yudhoyono ditanggapi serius oleh Ketua Komisi I Bidang Pertahanan, Luar Negeri dan Informasi DPR, Mahfudz Siddiq. Menurut Mahfudz, pernyataan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu berlebihan. "Over reaktif," kata Mahfudz singkat.
Menurut Wakil Sekjen PKS ini, SMS pembunuhan karakter juga sering diterima oleh partainya. Namun, partainya enggan menanggapi informasi seperti itu.
"PKS kan mengalami hal yang sama. Di media, di Twitter juga begitu. Sejak awal, kami ambil sikap tidak merespons. Yang merespons cukup satu dua orang. Saya kasihan saja Presiden harus menanggapi," ujar Mahfudz.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, dalam keterangan persnya hari ini menyesalkan sejumlah pihak yang menyebarkan fitnah tentang dirinya dan partainya.
"Saya tahu dalam keadaan seperti ini selalu ada penumpang gelap. Ini sering menimbulkan komplikasi masalah," ujar Yudhoyono.
Yudhoyono mengharapkan agar penyebaran fitnah itu dihentikan. "Janganlah negeri dan tanah air ini jadi tanah dan lautan fitnah. Karena, fitnah itu tidak akan mencerdaskan kehidupan bangsa," terangnya. (umi)
• VIVAnews
Senin, 30 Mei 2011, 17:33 WIB
Muhammad Hasits, Suryanta Bakti Susila
VIVAnews - Pandangan beragam muncul menanggapi pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang 'SMS Nazaruddin' tadi siang, Senin, 30 Mei 2011.
Kali ini pernyataan Yudhoyono ditanggapi serius oleh Ketua Komisi I Bidang Pertahanan, Luar Negeri dan Informasi DPR, Mahfudz Siddiq. Menurut Mahfudz, pernyataan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu berlebihan. "Over reaktif," kata Mahfudz singkat.
Menurut Wakil Sekjen PKS ini, SMS pembunuhan karakter juga sering diterima oleh partainya. Namun, partainya enggan menanggapi informasi seperti itu.
"PKS kan mengalami hal yang sama. Di media, di Twitter juga begitu. Sejak awal, kami ambil sikap tidak merespons. Yang merespons cukup satu dua orang. Saya kasihan saja Presiden harus menanggapi," ujar Mahfudz.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, dalam keterangan persnya hari ini menyesalkan sejumlah pihak yang menyebarkan fitnah tentang dirinya dan partainya.
"Saya tahu dalam keadaan seperti ini selalu ada penumpang gelap. Ini sering menimbulkan komplikasi masalah," ujar Yudhoyono.
Yudhoyono mengharapkan agar penyebaran fitnah itu dihentikan. "Janganlah negeri dan tanah air ini jadi tanah dan lautan fitnah. Karena, fitnah itu tidak akan mencerdaskan kehidupan bangsa," terangnya. (umi)
• VIVAnews
PKS Tanggapi Dingin Keputusan BK Tindak 10 Anggota DPR
Senin, 30 Mei 2011 , 17:23:00 WIB
Laporan: Ninding Julius Permana
RMOL. Keputusan Badan Kehormatan DPR menindak 10 anggota DPR yang terlibat kasus Century, cek pelawat, ijazah palsu, dan menonton video porno ditanggapi dingin oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Wasekjen DPP PKS Mahfudz Siddiq menilai, persoalan korupsi anggota DPR merupakan persoalan sistem yang harus diperbaiki. Sedangkan dalam kasus menonton video porno merupakan persoalan personal anggota DPR terkait.
Mahfudz yakin, sekeras apapun tindakan BK DPR tidak akan menghentikan aktor baru dalam praktek korupsi bila sistemnya tidak pernah dibenahi. Namun Mahfud juga bisa memahami keputusan BK DPR tersebut.
"Soal pemberhentian sementara, sepanjang acuan hukumnya ada, saya kira wajar saja," demikian Mahfudz.
Kata Mahfudz, pemberhentian sementara perlu diberikan kepada anggota DPR yang mengalami proses hukum. Sehingga publik tidak akan mempersoalkan karena anggota DPR tersebut tidak lagi menggunakan keuangan negara. [yan]
Laporan: Ninding Julius Permana
RMOL. Keputusan Badan Kehormatan DPR menindak 10 anggota DPR yang terlibat kasus Century, cek pelawat, ijazah palsu, dan menonton video porno ditanggapi dingin oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Wasekjen DPP PKS Mahfudz Siddiq menilai, persoalan korupsi anggota DPR merupakan persoalan sistem yang harus diperbaiki. Sedangkan dalam kasus menonton video porno merupakan persoalan personal anggota DPR terkait.
Mahfudz yakin, sekeras apapun tindakan BK DPR tidak akan menghentikan aktor baru dalam praktek korupsi bila sistemnya tidak pernah dibenahi. Namun Mahfud juga bisa memahami keputusan BK DPR tersebut.
"Soal pemberhentian sementara, sepanjang acuan hukumnya ada, saya kira wajar saja," demikian Mahfudz.
Kata Mahfudz, pemberhentian sementara perlu diberikan kepada anggota DPR yang mengalami proses hukum. Sehingga publik tidak akan mempersoalkan karena anggota DPR tersebut tidak lagi menggunakan keuangan negara. [yan]
PKS Dorong Ambang Parlemen 5%
"Kalau sepakat pilihan politik penyederhanaan partai, ya paling mungkin menaikkan."
Senin, 30 Mei 2011, 17:37 WIB
Arfi Bambani Amri, Suryanta Bakti Susila
VIVAnews - Posisi Partai Keadilan Sejahtera terkait ambang parlemen (parliamentary threshold) bisa jadi berubah mengikuti sejumlah partai-partai besar. Wakil Sekretaris Jenderal PKS Mahfudz Siddiq menyatakan konsolidasi demokrasi bisa lebih cepat jika ambang parlemen lebih tinggi.
"Setiap pilihan politik punya harga. Kalau sepakat pilihan politik penyederhanaan partai, ya memang salah satu instrumen paling mungkin menaikkan parliamentary threshold," kata Mahfudz. "Memang, ada suara tidak terpakai dalam placement anggota DPR, tapi suara mereka sudah menunjukkan peta dukungan politik. Jadi suara hilang itu tidak juga," katanya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin 30 Mei 2011.
Mahfudz menyebut, Turki menganut ambang 10 persen. "Mereka sistem parlementer, multipartai lebih banyak tapi konsolidasi demokrasi cepat," kata Mahfudz.
Dan gagasan menaikkan ke 5 persen itu logis, menurut Mahfudz. Namun, ujar Mahfudz, biarlah Badan Legislasi membahas tiga persen dulu angka yang disepakati. "Nanti di pembahasan bersama pemerintah dibuka lagi. Saya tetap dorong 5 persen," katanya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Legislasi Ida Fauziah menyatakan tiga partai terbesar berkukuh angka ambang parlemen di atas 3 persen. Sementara enam partai lainnya termasuk PKS sudah sepakat di angka 3 persen. (umi)
Senin, 30 Mei 2011, 17:37 WIB
Arfi Bambani Amri, Suryanta Bakti Susila
VIVAnews - Posisi Partai Keadilan Sejahtera terkait ambang parlemen (parliamentary threshold) bisa jadi berubah mengikuti sejumlah partai-partai besar. Wakil Sekretaris Jenderal PKS Mahfudz Siddiq menyatakan konsolidasi demokrasi bisa lebih cepat jika ambang parlemen lebih tinggi.
"Setiap pilihan politik punya harga. Kalau sepakat pilihan politik penyederhanaan partai, ya memang salah satu instrumen paling mungkin menaikkan parliamentary threshold," kata Mahfudz. "Memang, ada suara tidak terpakai dalam placement anggota DPR, tapi suara mereka sudah menunjukkan peta dukungan politik. Jadi suara hilang itu tidak juga," katanya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin 30 Mei 2011.
Mahfudz menyebut, Turki menganut ambang 10 persen. "Mereka sistem parlementer, multipartai lebih banyak tapi konsolidasi demokrasi cepat," kata Mahfudz.
Dan gagasan menaikkan ke 5 persen itu logis, menurut Mahfudz. Namun, ujar Mahfudz, biarlah Badan Legislasi membahas tiga persen dulu angka yang disepakati. "Nanti di pembahasan bersama pemerintah dibuka lagi. Saya tetap dorong 5 persen," katanya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Legislasi Ida Fauziah menyatakan tiga partai terbesar berkukuh angka ambang parlemen di atas 3 persen. Sementara enam partai lainnya termasuk PKS sudah sepakat di angka 3 persen. (umi)
Thursday, May 26, 2011
Anis: Tandatangani Piagam Koalisi, PKS Akan tetap Kritis
Rabu, 25 Mei 2011 17:04 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sekjen PKS, Anis Matta, berkomentar mengenai penandatangan piagam koalisi. Ia menyatakan hal tersebut hal yang bagus. Tetapi, ditegaskannya, meski sudah bersepakat, partai ini akan tetap kritis.
“PKS akan tetap kritis, otomatis. Itu kan kewajiban konstitusi,” katanya, Rabu (25/5). Ia mengakui proses sharing berlangsung cukup lama dan pihaknya merasa cukup diterima dengan baik di dalam kontrak tersebut.
Ia mengaku tak ada permasalahan dengan poin-poin yang disepakati. Namun, hal krusial yang disoroti dalam piagam itu yakni membedakan antara hak prerogratif presiden dengan konstitusi Dewan. “Itu (pembedaan) proporsinya sudah bagus,” katanya.
Sementara soal sanksi yang konon lebih tegas , Anis pun mengaku tak ada permasalahan dengan hal itu serta tidak takut dengan ‘ancaman’ yang diberikan dalam klausul piagam koalisi. Menurutnya, pihaknya akan lebih menjaga kepada keseimbangan antara hak prerografif presiden dan kewajiban konstitusi di DPR.
Sementara itu, Wasekjen DPP PKS, Mahfudz Siddiq menyakini jika mekanisme koalisi ini dijalankan semua pihak, maka tidak akan ada masalah. “Kalau mekanisme sudah diatur, terutama pertemuan periodik antara Presiden dengan pimpinan partai tidak berjalan ini implikasi akan macam-macam,” katanya.
Redaktur: Johar Arif
Reporter: Esthi Maharani
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sekjen PKS, Anis Matta, berkomentar mengenai penandatangan piagam koalisi. Ia menyatakan hal tersebut hal yang bagus. Tetapi, ditegaskannya, meski sudah bersepakat, partai ini akan tetap kritis.
“PKS akan tetap kritis, otomatis. Itu kan kewajiban konstitusi,” katanya, Rabu (25/5). Ia mengakui proses sharing berlangsung cukup lama dan pihaknya merasa cukup diterima dengan baik di dalam kontrak tersebut.
Ia mengaku tak ada permasalahan dengan poin-poin yang disepakati. Namun, hal krusial yang disoroti dalam piagam itu yakni membedakan antara hak prerogratif presiden dengan konstitusi Dewan. “Itu (pembedaan) proporsinya sudah bagus,” katanya.
Sementara soal sanksi yang konon lebih tegas , Anis pun mengaku tak ada permasalahan dengan hal itu serta tidak takut dengan ‘ancaman’ yang diberikan dalam klausul piagam koalisi. Menurutnya, pihaknya akan lebih menjaga kepada keseimbangan antara hak prerografif presiden dan kewajiban konstitusi di DPR.
Sementara itu, Wasekjen DPP PKS, Mahfudz Siddiq menyakini jika mekanisme koalisi ini dijalankan semua pihak, maka tidak akan ada masalah. “Kalau mekanisme sudah diatur, terutama pertemuan periodik antara Presiden dengan pimpinan partai tidak berjalan ini implikasi akan macam-macam,” katanya.
Redaktur: Johar Arif
Reporter: Esthi Maharani
PKS: Kami Akan Tetap Kritisi Pemerintah
"Otomatis. Itu kan kewajiban konstitusi," kata Anis Matta, Sekretaris Jenderal PKS
Rabu, 25 Mei 2011, 14:32 WIB
VIVAnews - Sekretariat Gabungan Koalisi Pemerintah sudah menandatangani kontrak baru yang mengatur lebih detail hak dan kewajiban anggota. Meski ikut meneken kontrak baru, Partai Keadilan Sejahtera menyatakan akan tetap kritis dengan pemerintahan.
"Otomatis. Itu kan kewajiban konstitusi," kata Anis Matta, Sekretaris Jenderal PKS, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu 25 Mei 2011.
Anis menyatakan, kontrak baru ini lebih baik. "Ini hal yang bagus, kami sudah menandatangani. Proses sharingnya sudah berlangsung cukup lama dan kami merasa ide-ide kami cukup diterima dengan baik dalam kontrak itu," katanya.
Menurut Anis, masalah mendasar yang awalnya dipertanyakan oleh PKS adalah mengenai perbedaan hak dan kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan dengan hak dan kewajiban anggota koalisi di parlemen. Pertanyaan itu, kata Anis, sudah terjawab dalam kontrak koalisi tersebut. "Proporsinya sudah bagus," kata Anis.
Ke depan, Anis menyatakan keseimbangan antara lembaga eksekutif dan legislatif dapat terpelihara. "Yang kita jaga kan lebih banyak kepada menjaga keseimbangan antara hak prerogatif Presiden dengan kewajiban konstitusi di DPR. Menjadi kritis itu kan memang menjadi kewajiban konstitusi kita di DPR. Karena itu tugas pengawasan dewan," kata Anis. (umi)
Rabu, 25 Mei 2011, 14:32 WIB
VIVAnews - Sekretariat Gabungan Koalisi Pemerintah sudah menandatangani kontrak baru yang mengatur lebih detail hak dan kewajiban anggota. Meski ikut meneken kontrak baru, Partai Keadilan Sejahtera menyatakan akan tetap kritis dengan pemerintahan.
"Otomatis. Itu kan kewajiban konstitusi," kata Anis Matta, Sekretaris Jenderal PKS, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu 25 Mei 2011.
Anis menyatakan, kontrak baru ini lebih baik. "Ini hal yang bagus, kami sudah menandatangani. Proses sharingnya sudah berlangsung cukup lama dan kami merasa ide-ide kami cukup diterima dengan baik dalam kontrak itu," katanya.
Menurut Anis, masalah mendasar yang awalnya dipertanyakan oleh PKS adalah mengenai perbedaan hak dan kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan dengan hak dan kewajiban anggota koalisi di parlemen. Pertanyaan itu, kata Anis, sudah terjawab dalam kontrak koalisi tersebut. "Proporsinya sudah bagus," kata Anis.
Ke depan, Anis menyatakan keseimbangan antara lembaga eksekutif dan legislatif dapat terpelihara. "Yang kita jaga kan lebih banyak kepada menjaga keseimbangan antara hak prerogatif Presiden dengan kewajiban konstitusi di DPR. Menjadi kritis itu kan memang menjadi kewajiban konstitusi kita di DPR. Karena itu tugas pengawasan dewan," kata Anis. (umi)
Wednesday, May 25, 2011
BIN dan DPR Dukung Penambahan Wewenang Intelijen
Selasa, 24 Mei 2011 22:59 WIB
JAKARTA--MICOM: Badan Intelijen Negara (BIN) mendukung pemasukan pasal pemeriksaan intensif dan penyadapan di dalam rancangan undang-undang (RUU) intelijen. Pada rapat kerja Komisi I DPR di kompleks Senayan, Jakarta, Selasa (24/5), Kepala BIN Sutanto menekankan pentingnya pasal-pasal itu bagi penggalian informasi intelijen sekaligus mencegah gangguan keamanan NKRI.
"Ini sudah reformasi, tentu beda dengan masa lalu. Sudah tidak ada UU antisubversif yang bisa digunakan menangkap orang semena-mena," ujar Sutanto, di hadapan komisi yang membidangi pertahanan, luar negeri, dan informasi tersebut.
Kewenangan intelijen, kata dia, terbatas pada kasus-kasus yang bisa mengganggu keamanan nasional, seperti terorisme, mata-mata atau spionase, sabotase keamanan, atau provokasi yang berujung pada gerakan subversif. Ia menegaskan BIN hanya akan menggunakan kewenangan-kewenangan itu pada keadaan terdesak.
"Tentu kami lebih senang kalau Polri yang menangani. Kami tetap koordinasi dengan pihak kepolisian selaku penegak hukum," sambung Sutanto.
Lebih jauh, Sutanto mengemukakan intelijen RI tidak punya taring tanpa kewenangan intersepsi atau penyadapan. Ia membandingkan intelijen di negara-negara seperti Amerika Serikat (AS), Selandia Baru, dan Australia yang punya kewenangan penyadapan. Sutanto menekankan penyadapan bagi intelijen tidak bisa disamakan dengan aparat penegak hukum.
"Penegak hukum bekerja setelah ada pengadilan, tentu berbeda dengan intelijen. Kami mendeteksi ada ancaman tetapi kami belum tahu siapa pelakunya. Jadi, tidak mungkin mengajukan izin," imbuh Sutanto, yang menjamin penyadapan itu akan diawasi ketat pimpinan badan intelijen.
Pendapat Sutanto didukung anggota Komisi I Effendy Choirie dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Gus Choi, sapaan akrabnya, mengaku tidak paham mengapa sebagian LSM memandang pasal pemeriksaan intensif sebagai momok yang melanggar demokrasi dan hak asasi manusia (HAM).
Menurut dia, pemberian wewenang itu kepada intelijen bisa mendeteksi adanya ancaman keamanan negara sejak dini. Gus Choi lalu mendesak pemerintah meyakinkan kepada publik tentang urgensi pasal pemeriksaan intensif.
"Keselamatan itu adalah segala-segalanya," sahut Gus Choi, pada rapat kerja membahas RUU Intelijen di kompleks Senayan, Jakarta, Selasa (24/5).
Lebih jauh, Gus Choi mengemukakan pemeriksaan intensif dan penyadapan sangat krusial bagi penggalian informasi badan intelijen. Ia lantas menyarankan adanya ayat kompensasi bagi terduga yang dipastikan tidak bersalah setelah 7x24 jam diperiksa.
Seperti diketahui, rancangan undang-undang (RUU) intelijen saat ini tengah digodok pemerintah dan DPR. Salah satu wacana yang diduga masuk ke dalam daftar invetarisasi masalah (DIM) dari pemerintah adalah peraturan penangkapan oleh badan intelijen. Meski dinamai 'pemeriksaan intensif' selama 7x24 jam, kelompok-kelompok lembaga swadaya masyarakat (LSM) menentang habis-habisan usulan tersebut.
Raker yang dimulai pukul 10.00 WIB itu diakhiri pada 13.00 WIB. Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq mengatakan Dewan akan segera membawa pembahasan DIM RUU Intelijen ke dalam panitia kerja (panja). (SZ/OL-11)
JAKARTA--MICOM: Badan Intelijen Negara (BIN) mendukung pemasukan pasal pemeriksaan intensif dan penyadapan di dalam rancangan undang-undang (RUU) intelijen. Pada rapat kerja Komisi I DPR di kompleks Senayan, Jakarta, Selasa (24/5), Kepala BIN Sutanto menekankan pentingnya pasal-pasal itu bagi penggalian informasi intelijen sekaligus mencegah gangguan keamanan NKRI.
"Ini sudah reformasi, tentu beda dengan masa lalu. Sudah tidak ada UU antisubversif yang bisa digunakan menangkap orang semena-mena," ujar Sutanto, di hadapan komisi yang membidangi pertahanan, luar negeri, dan informasi tersebut.
Kewenangan intelijen, kata dia, terbatas pada kasus-kasus yang bisa mengganggu keamanan nasional, seperti terorisme, mata-mata atau spionase, sabotase keamanan, atau provokasi yang berujung pada gerakan subversif. Ia menegaskan BIN hanya akan menggunakan kewenangan-kewenangan itu pada keadaan terdesak.
"Tentu kami lebih senang kalau Polri yang menangani. Kami tetap koordinasi dengan pihak kepolisian selaku penegak hukum," sambung Sutanto.
Lebih jauh, Sutanto mengemukakan intelijen RI tidak punya taring tanpa kewenangan intersepsi atau penyadapan. Ia membandingkan intelijen di negara-negara seperti Amerika Serikat (AS), Selandia Baru, dan Australia yang punya kewenangan penyadapan. Sutanto menekankan penyadapan bagi intelijen tidak bisa disamakan dengan aparat penegak hukum.
"Penegak hukum bekerja setelah ada pengadilan, tentu berbeda dengan intelijen. Kami mendeteksi ada ancaman tetapi kami belum tahu siapa pelakunya. Jadi, tidak mungkin mengajukan izin," imbuh Sutanto, yang menjamin penyadapan itu akan diawasi ketat pimpinan badan intelijen.
Pendapat Sutanto didukung anggota Komisi I Effendy Choirie dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Gus Choi, sapaan akrabnya, mengaku tidak paham mengapa sebagian LSM memandang pasal pemeriksaan intensif sebagai momok yang melanggar demokrasi dan hak asasi manusia (HAM).
Menurut dia, pemberian wewenang itu kepada intelijen bisa mendeteksi adanya ancaman keamanan negara sejak dini. Gus Choi lalu mendesak pemerintah meyakinkan kepada publik tentang urgensi pasal pemeriksaan intensif.
"Keselamatan itu adalah segala-segalanya," sahut Gus Choi, pada rapat kerja membahas RUU Intelijen di kompleks Senayan, Jakarta, Selasa (24/5).
Lebih jauh, Gus Choi mengemukakan pemeriksaan intensif dan penyadapan sangat krusial bagi penggalian informasi badan intelijen. Ia lantas menyarankan adanya ayat kompensasi bagi terduga yang dipastikan tidak bersalah setelah 7x24 jam diperiksa.
Seperti diketahui, rancangan undang-undang (RUU) intelijen saat ini tengah digodok pemerintah dan DPR. Salah satu wacana yang diduga masuk ke dalam daftar invetarisasi masalah (DIM) dari pemerintah adalah peraturan penangkapan oleh badan intelijen. Meski dinamai 'pemeriksaan intensif' selama 7x24 jam, kelompok-kelompok lembaga swadaya masyarakat (LSM) menentang habis-habisan usulan tersebut.
Raker yang dimulai pukul 10.00 WIB itu diakhiri pada 13.00 WIB. Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq mengatakan Dewan akan segera membawa pembahasan DIM RUU Intelijen ke dalam panitia kerja (panja). (SZ/OL-11)
Partai Koalisi Masih Boleh Mengkritik
Tidak ada yang mengejutkan dalam kontrak baru.
Selasa, 24 Mei 2011, 15:34 WIB
VIVAnews - Ketua DPP Partai Golkar, Priyo Budi Santoso mengatakan tidak ada hal yang mengejutkan dalam kontrak koalisi baru sudah ditanda tangani oleh peserta partai koalisi.
"Tanda tangan kontrak kemarin bukan hal yang mengejutkan dan baru, karena ini hanya penegasan terhadap keinginan koalisi rekatkan barisan," kata Priyo di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa, 24 Mei 2011.
Pandangan Golkar, lanjut Priyo, dalam kontrak tersebut masih ada ruang bagi anggota koalisi untuk menyampaikan perbedaan pandangan, sehingga identitas partai masing-masing tidak hilang. Mengenai sanksi yang diatur dalam kontrak itu, tambah Priyo, Golkar memandangnya sebagai hal yang memang merupakan kewenangan presiden.
"Kami tahu diri bahwa untuk merombak kabinet memang wewenang penuh presiden dan koalisi tak ada ruang untuk itu," kata Priyo.
Sebelumnya, partai-partai anggota koalisi telah menandatangani kesepakatan baru dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono. Ada empat poin pokok yang disepakati.
"Proses komunikasi politik antara ketua partai dengan wakil presiden dalam kesepakatan lama yang belum diakomodir dengan baik, sekarang diperkuat," kata Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Djoko Suyanto.
Komunikasi tersebut, kata dia, akan diatur lebih spesifik termasuk penjadwalan waktu dan periodisasi pertemuan. Selain itu, kesepakatan baru juga membahas soal komunikasi politik antar ketua umum partai politik.
Djoko mengatakan, kesepakatan itu juga menyebutkan tidak menutup ruang demokrasi bagi partai koalisi, termasuk dalam pembahasan APBN maupun lesgislasi dan pengawasan. "Wujud check and balance tetap dipelihara," ujar dia
Kemudian, kata Djoko, Koalisi sepakat mempekuat sistem presidensiil. Djoko menjelaskan Presiden memiliki kewenangan penuh untuk mengatur jumlah menteri. "Dalam hal ini parpol dapat memberikan nama kepada Presiden, tapi untuk menentukan nama dan posisi tergantung Presiden," ujarnya
Dia juga menjelaskan latar belakang penyempurnaan kesepakatan tersebut adalah evaluasi bahwa koalisi yang telah berlangsung selama 1,5 tahun ini belum menunjukkan efektivitas dan pola koalisi yang baik. "Lebih diramaikan oleh dinamika politik praktis yang mencuat di permukaan," ucap Djoko
Kesepakatan baru tersebut ditandatangani siang tadi di Wisma Negara. Semua ketua umum partai hadir, kecuali Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie yang berhalangan. Wakil Ketua Umum Golkar Agung Laksono mengatakan dalam kesepakatan tersebut juga diatur sanksi bagi partai yang melanggar kesepakatan koalisi. (umi)
• VIVAnews
Selasa, 24 Mei 2011, 15:34 WIB
VIVAnews - Ketua DPP Partai Golkar, Priyo Budi Santoso mengatakan tidak ada hal yang mengejutkan dalam kontrak koalisi baru sudah ditanda tangani oleh peserta partai koalisi.
"Tanda tangan kontrak kemarin bukan hal yang mengejutkan dan baru, karena ini hanya penegasan terhadap keinginan koalisi rekatkan barisan," kata Priyo di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa, 24 Mei 2011.
Pandangan Golkar, lanjut Priyo, dalam kontrak tersebut masih ada ruang bagi anggota koalisi untuk menyampaikan perbedaan pandangan, sehingga identitas partai masing-masing tidak hilang. Mengenai sanksi yang diatur dalam kontrak itu, tambah Priyo, Golkar memandangnya sebagai hal yang memang merupakan kewenangan presiden.
"Kami tahu diri bahwa untuk merombak kabinet memang wewenang penuh presiden dan koalisi tak ada ruang untuk itu," kata Priyo.
Sebelumnya, partai-partai anggota koalisi telah menandatangani kesepakatan baru dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono. Ada empat poin pokok yang disepakati.
"Proses komunikasi politik antara ketua partai dengan wakil presiden dalam kesepakatan lama yang belum diakomodir dengan baik, sekarang diperkuat," kata Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Djoko Suyanto.
Komunikasi tersebut, kata dia, akan diatur lebih spesifik termasuk penjadwalan waktu dan periodisasi pertemuan. Selain itu, kesepakatan baru juga membahas soal komunikasi politik antar ketua umum partai politik.
Djoko mengatakan, kesepakatan itu juga menyebutkan tidak menutup ruang demokrasi bagi partai koalisi, termasuk dalam pembahasan APBN maupun lesgislasi dan pengawasan. "Wujud check and balance tetap dipelihara," ujar dia
Kemudian, kata Djoko, Koalisi sepakat mempekuat sistem presidensiil. Djoko menjelaskan Presiden memiliki kewenangan penuh untuk mengatur jumlah menteri. "Dalam hal ini parpol dapat memberikan nama kepada Presiden, tapi untuk menentukan nama dan posisi tergantung Presiden," ujarnya
Dia juga menjelaskan latar belakang penyempurnaan kesepakatan tersebut adalah evaluasi bahwa koalisi yang telah berlangsung selama 1,5 tahun ini belum menunjukkan efektivitas dan pola koalisi yang baik. "Lebih diramaikan oleh dinamika politik praktis yang mencuat di permukaan," ucap Djoko
Kesepakatan baru tersebut ditandatangani siang tadi di Wisma Negara. Semua ketua umum partai hadir, kecuali Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie yang berhalangan. Wakil Ketua Umum Golkar Agung Laksono mengatakan dalam kesepakatan tersebut juga diatur sanksi bagi partai yang melanggar kesepakatan koalisi. (umi)
• VIVAnews
PKS Tidak Akan Minta Adang Bawa Pulang Istrinya
Headline
Oleh: Santi Andriani
Nasional - Rabu, 25 Mei 2011 | 08:30 WIB
INILAH.COM, Jakarta- Internal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tidak akan meminta kadernya, Adang Daradjatun membantu memudahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan membawa pulang istrinya, Nunun Nurbaeti kembali ke Indonesia guna menjalani proses hukum menyusul ditetapkannya sebagai tersangka.
"PKS, kita tidak dalam kapasitas mendorong atau menahan seseorang (untuk melakukan sesuatu)," ujar Wakil Sekretaris Jendral (Wasekjen) PKS, Mahfudz Siddiq kepada INILAH.COM, melalui telepon, Selasa (24/5/2011) malam.
Senada dengan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq sebelumnya yang menegaskan perkara Nunun Nurbaeti adalah perkara lama sebelum Adang Daradjatun bergabung ke PKS, sehingga PKS tak campur tangan, Mahfudz juga menegaskan PKS tidak memiliki kepentingan apapun dan tidak sama sekali terlibat.
"PKS tidak ada kaitan dengan perkara itu, bahwa hanya kebetulan yang bersangkutan adalah istri kader PKS tapi kejadian itu jauh sebelum bergabung dengan PKS. Baik secara organisai dan kasus PKS tidak punya kepentingan dan menyerahakan sepenuhnya ke KPK," ujar Mahfudz.
Namun demikian ditegaskan Mahfudz, PKS sebagai organisasi mendukung sepenuhnya langkah penegakan hukum yang dilakukan KPK untuk menuntaskan kasus penerimaan cek oleh anggota dewan periode 1999-2004 seusai pemilihan Miranda S Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior BI (DGS BI) itu. Termasuk menetapkan tersangka terhadap siapapun yang dinilai sudah memiliki alat bukti yang kuat.
Mahfudz pun meminta semua kadernya juga ikut mendukung upaya KPK dalam penegakan hukum untuk pemberantasan korupsi. "Jika sebagai organisasi, PKS mendukung langkah KPK dalam penegakan hukum, maka semua kader PKS juga harus mendukung langkah penegakan hukum yang diambil KPK," tegas Mahfudz.
Oleh: Santi Andriani
Nasional - Rabu, 25 Mei 2011 | 08:30 WIB
INILAH.COM, Jakarta- Internal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tidak akan meminta kadernya, Adang Daradjatun membantu memudahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan membawa pulang istrinya, Nunun Nurbaeti kembali ke Indonesia guna menjalani proses hukum menyusul ditetapkannya sebagai tersangka.
"PKS, kita tidak dalam kapasitas mendorong atau menahan seseorang (untuk melakukan sesuatu)," ujar Wakil Sekretaris Jendral (Wasekjen) PKS, Mahfudz Siddiq kepada INILAH.COM, melalui telepon, Selasa (24/5/2011) malam.
Senada dengan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq sebelumnya yang menegaskan perkara Nunun Nurbaeti adalah perkara lama sebelum Adang Daradjatun bergabung ke PKS, sehingga PKS tak campur tangan, Mahfudz juga menegaskan PKS tidak memiliki kepentingan apapun dan tidak sama sekali terlibat.
"PKS tidak ada kaitan dengan perkara itu, bahwa hanya kebetulan yang bersangkutan adalah istri kader PKS tapi kejadian itu jauh sebelum bergabung dengan PKS. Baik secara organisai dan kasus PKS tidak punya kepentingan dan menyerahakan sepenuhnya ke KPK," ujar Mahfudz.
Namun demikian ditegaskan Mahfudz, PKS sebagai organisasi mendukung sepenuhnya langkah penegakan hukum yang dilakukan KPK untuk menuntaskan kasus penerimaan cek oleh anggota dewan periode 1999-2004 seusai pemilihan Miranda S Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior BI (DGS BI) itu. Termasuk menetapkan tersangka terhadap siapapun yang dinilai sudah memiliki alat bukti yang kuat.
Mahfudz pun meminta semua kadernya juga ikut mendukung upaya KPK dalam penegakan hukum untuk pemberantasan korupsi. "Jika sebagai organisasi, PKS mendukung langkah KPK dalam penegakan hukum, maka semua kader PKS juga harus mendukung langkah penegakan hukum yang diambil KPK," tegas Mahfudz.
Subscribe to:
Posts (Atom)