Wednesday, April 16, 2008

Penguatan BK Masih Pro Kontra

Sindo, Minggu, 13 Apr 2008,
Penguatan BK Masih Pro Kontra


JAKARTA - Dugaan kasus suap yang menimpa anggota DPR Al Amin Nasution menjadi tamparan keras buat Badan Kehormatan (BK) DPR. BK yang menjadi pengawasnya DPR itu, terkesan kurang bertaji. Buktinya, beragam ’dosa’ anggota DPR yang terungkap ke publik, tak pernah berawal dari kerja BK.

Wakil Ketua BK dari PDIP Gayus Lumbun mengakui peran lembaga penjaga etik dan moral DPR itu masih lemah. Sehingga, kata Gayus, BK hanya mengupayakan meminimalkan keburukan yang mungkin muncul. "Peran BK harus dikuatkan. Sebab, tanpa BK yang berdaya, kasus-kasus kode etik kedewanan akan terus bermunculan," ujar Gayus di Jakarta, kemarin (12/4).

Anggota Komisi III DPR itu mengusulkan, BK harus diberi kewenangan yang lebih. Misalnya, dapat menjatuhkan keputusan yang bersifat final. "Supaya kekuatan fraksi untuk intervensi juga makin terbatas," jelasnya.

Selain itu, BK juga harus membuka kerja sama dengan lembaga hukum lain. Menurut Gayus, berdasar pengalaman menangani sejumlah kasus terkait dengan etika dewan, kerja sama dengan Polri, kejaksaan, KPK, dan lembaga hukum lainnya sangatlah penting.

Menurut Gayus, penanganan kasus etika dewan oleh BK akan masih sulit ditangani tanpa penguatan kewenangan BK tersebut. Sebab, lembaga DPR memiliki keunikan tersendiri dibanding lembaga negara lainnya. "Di DPR ini punya solidaritas yang heterogen dan organis, ini yang tidak ada di tempat lain," tandasnya.

Lolos tidaknya, tuntutan penguatan kewenangan BK tersebut akan ditentukan di pembahasan perubahan Tatib DPR dan UU Susduk mendatang. Namun, hingga saat ini, hal tersebut masih menjadi pro-kontra di antara anggota DPR.

Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq termasuk yang kurang setuju dengan penguatan tersebut. "Kami selalu mendorong perbaikan citra DPR, tapi tidak dengan memperkuat peran BK secara berlebihan," ujarnya.

Menurut Mahfudz, penegakan etika kedewanan seharusnya lebih dibebankan pada peningkatan peran fraksi untuk memonitor anggotanya masing-masing.

"Kontrol fraksi sudah seharusnya tidak hanya pada pendapat anggota, tapi juga pada pendapatan anggota," ujarnya, sambil tersenyum. Bahkan, menurut dia, peran BK sudah terlalu besar. "Nanti kalau ditambah lagi, orang-orang di BK seperti Pak Gayus malah jadi tidak pernah datang di rapat komisi nanti," sindirnya, lagi.

Mahfudz mengatakan, jika peran BK ditambah, maka potensi campur aduk prosedur hukum dan politik dalam penegakan etika di DPR akan makin besar. Justru menurut dia, BK harus diberi batasan tegas, jika keputusan yang akan diambil terhadap anggota hanya saat yang bersangkutan menjadi dewan saja. "Ini yang lebih penting untuk diperjelas," katanya.

Pendapat tersebut didukung oleh Wakil Ketua Umum DPP PPP Chozin Chumaidy. Menurut dia, partai politik harusnya memang mengambil peran lebih besar untuk menegakkan etika kedewanan. Partai lah yang seharusnya mengembangkan idealisme anggota DPR.(dyn/yun)

No comments: