Pengesahan Rancangan Pemilihan Presiden Tertunda
"Ada semangat untuk menghindari voting."
Koran Tempo, 22 Okt 2008
JAKARTA--Rancangan Undang-Undang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, yang semula dijadwalkan disahkan dalam rapat paripurna besok, ditunda. Menurut Ketua Panitia Khusus RUU Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Ferry Mursyidan Baldan, pengesahan rancangan itu diundurkan menjadi pada 28 Oktober mendatang.
Molornya pengesahan Rancangan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, kata Ferry, berdasarkan usulan empat fraksi, yaitu Golkar, Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Amanat Nasional. "Keempat fraksi itu mengirim surat kepada pimpinan Panitia Khusus agar pengesahan dimundurkan karena dua materi krusial masih alot dibahas," ujar Ferry saat rapat kerja dengan pemerintah di gedung MPR/DPR kemarin.
Kedua materi krusial itu adalah syarat minimal dukungan yang harus diperoleh partai atau gabungan partai politik untuk bisa mencalonkan presiden dan wakil presiden. Serta, larangan terhadap presiden merangkap jabatan sebagai ketua umum partai politik.
Perihal syarat minimal dukungan, kecuali Fraksi Partai Amanat Nasional, Golkar, dan PDI Perjuangan, semua sepakat mematok 20 persen kursi. Sedangkan Golkar mensyaratkan 25 persen kursi dan PDI Perjuangan 26 persen kursi. Pemerintah sendiri mematok 15 persen kursi atau 20 persen suara.
Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Mahfudz Siddiq mengatakan permintaan mundur atas pengesahan rancangan itu agar fraksi-fraksi memiliki lebih banyak waktu melakukan lobi. "Ada semangat untuk menghindari voting," ujarnya kemarin. Perwakilan keempat fraksi, kata Mahfudz, bertemu pada Minggu malam dan sepakat meminta agar pengesahan ditunda. Selain dua materi krusial dalam rancangan belum disepakati, kata Mahfudz, juga karena mulai ada titik temu dalam pembahasan dua materi krusial tersebut.
Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional Zulkifli Hassan mengatakan fraksinya masih mematok syarat dukungan minimal 15 persen kursi atau 20 persen suara. Ia berharap penundaan pengesahan bisa melahirkan titik temu. "Ini upaya terakhir agar tidak voting."
Hal senada diungkapkan Ketua Fraksi Partai Demokrat Syarifuddin Hasan. Penundaan pengesahan, kata Syarifuddin, karena syarat minimal dukungan yang diajukan fraksi-fraksi saat ini terlalu bervariasi. Selain sulit mencari titik temu, variasi syarat dukungan menyulitkan perumusan formulasi voting. "Jadi lebih baik ditunda." Kendati begitu, kata Syarifuddin, Demokrat siap berkompromi.
Namun, Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Effendy Choirie memprotes pengunduran ini. Rapat kerja, kata Effendy, tak berwenang membatalkan pengesahan rancangan undang-undang yang telah ditetapkan Badan Musyawarah pada 22 Oktober lalu. "Kalau tidak ada titik temu, voting saja," kata Effendy.
Hal senada disampaikan anggota Fraksi Bintang Reformasi, Bahran Andang. Pengunduran pengesahan rancangan undang-undang ini akan membuat masyarakat menilai negatif kinerja Panitia Khusus. Apalagi, kata Bahran, "Tidak ada jaminan 28 Oktober rancangan undang-undang itu bisa disahkan."
Ferry memastikan pengesahan rancangan undang-undang ini bisa dilakukan sebelum masa reses DPR berakhir. Ia optimistis syarat dukungan minimal akan menemui titik temu sebelum dibawa ke rapat paripurna. "Kami alokasikan pada Rabu malam ada lobi lagi," kata Ferry.
Menteri-Sekretaris Negara Hatta Rajasa mengatakan pemerintah tak mempersoalkan pengesahan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden diundurkan. Ia berharap syarat dukungan minimal bisa disepakati pada lobi terakhir pada Rabu malam nanti. "Jika lobi gagal, harus dirumuskan formulasi voting," ujarnya. Pemerintah, kata Hatta, siap menaikkan syarat dukungan 20 persen jika fraksi-fraksi sepakat pada angka tersebut. "Kalau fraksi sepakat 20 persen, kami ikut," ujarnya kemarin.SUKMA | DWI RIYANTO AGUSTIAR
No comments:
Post a Comment