Thursday, October 30, 2008

Lobi Teh di Widya Chandra

Lobi Teh di Widya Chandra
Partai-partai tarik-ulur dalam membahas batas minimum pencalonan presiden. Pemerintah berharap tak ada voting.

TENGAH malam telah lewat ketika lobi tingkat tinggi itu berakhir. Digelar di rumah dinas Menteri-Sekretaris Negara Hatta Rajasa, di kompleks perumahan Widya Chandra, Jakarta Selatan, Ahad dua pekan lalu, pertemuan diikuti sejumlah politikus. Mereka antara lain Priyo Budi Santoso (Golkar), Zulkifli Hasan (Partai Amanat Nasional), Syarifuddin Hasan (Partai Demokrat), Agus Purnomo (Partai Keadilan Sejahtera), dan Hatta sang tuan rumah.

Hanya satu kesepakatan yang bisa diambil dalam pertemuan itu: menunda sepekan sidang paripurna pengesahan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Presiden, yang sedianya dilakukan pada Rabu pekan lalu.

Perbedaan pandangan tentang syarat pencalonan presiden, yang membuat pembahasan rancangan berlarut-larut, tak dapat diselesaikan dalam pertemuan tiga jam dengan sajian teh panas itu. ”Semua tetap pada posisi semula,” kata sumber Tempo, yang mengetahui pertemuan tersebut.

Partai Golkar tak bersedia menurunkan angka 25 persen kursi Dewan Perwakilan Rakyat, sebagai syarat minimum pencalonan. Partai Amanat Nasional, melalui Zulkifli, berkukuh pada 15 persen kursi atau 20 persen suara. Partai Demokrat, diwakili Syarifuddin, serta Partai Keadilan Sejahtera, melalui Agus Purnomo, condong ke 20 persen kursi.

Hatta, menurut sumber yang sama, mewanti-wanti agar pengambilan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat atas Undang-Undang Pemilihan Presiden tak dilakukan melalui voting. Untuk itu pemerintah bersedia beranjak dari posisi semula 15 persen menjadi maksimal 20 persen kursi Dewan.

Zulkifli Hasan tak mengakui adanya pertemuan itu. Ia hanya membenarkan adanya pertemuan para pemimpin fraksi di sela-sela peringatan ulang tahun ke-7 Partai Demokrat di arena Pekan Raya Jakarta, Kemayoran, Ahad malam dua pekan lalu. ”Ada Pak Priyo, Pak Syarifuddin, dan saya,” ujarnya. ”Kami sebenarnya juga mengundang Effendy Choirie (Partai Kebangkitan Bangsa) dan Pak Mahfudz Siddiq (Partai Keadilan Sejahtera), tapi mereka sedang di luar kota.”

Lobi di Kemayoran, menurut Zulkifli, membuahkan kesepakatan pengunduran jadwal pengambilan putusan. Tujuannya, memberikan kesempatan lobi sekali lagi. Ia sepakat membuat surat permintaan pengunduran jadwal kepada Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemilihan Presiden, Ferry Mursidan Baldan.

Zulkifli meminta Golkar, Partai Demokrat, juga Partai Keadilan Sejahtera membuat surat yang sama. ”Mereka setuju,” ujar Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional itu.

l l l

PEMILIHAN presiden langsung pertama kali dilakukan pada 2004, berdasarkan amendemen Undang-Undang Dasar 1945. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden, pencalonan bisa dilakukan oleh partai atau gabungan partai yang memiliki 15 persen kursi Dewan atau 20 persen suara pemilu. Namun aturan peralihan undang-undang yang sama memberikan kelonggaran untuk pemilihan 2004 menjadi 3 persen kursi Dewan atau 5 persen suara.

Dengan aturan itu, muncul empat pasangan calon. Mereka adalah Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), Wiranto-Salahuddin Wahid (Partai Golkar), Amien Rais-Siswono Yudohusodo (Partai Amanat Nasional, Partai Keadilan Sejahtera, dan sejumlah partai kecil), Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia), serta Hamzah Haz-Agum Gumelar (Partai Persatuan Pembangunan).

Untuk pemilihan tahun depan, pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Presiden. Syarat pencalonannya sesuai dengan Undang-Undang Tahun 2003, yakni 15 persen kursi Dewan atau 20 persen suara.

Dengan alasan agar terbentuk pemerintahan yang kuat, dua partai besar mematok persyaratan yang lebih tinggi. Golkar mengusulkan 30 persen dan PDI Perjuangan mengajukan 25-30 persen kursi Dewan. ”Kami berharap sistem koalisi yang sudah terbentuk sejak awal mendorong pemerintahan yang lebih baik. Itu sebabnya kami mendorong 30 persen,” ujar Yasona Hamonongan Laoly, Wakil Ketua Panitia Khusus Rancangan dari PDI Perjuangan.

Partai menengah seperti Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional, Partai Keadilan Sejahtera, juga Partai Kebangkitan Bangsa, sebaliknya, mendukung usul pemerintah.

Perdebatan syarat minimal pengajuan calon ini pun berlarut-larut. Perselisihan juga terjadi pada aturan yang melarang presiden atau wakil presiden memimpin partai politik.

Buat mencari titik temu, para pemimpin fraksi menggelar beberapa kali pertemuan di gedung Dewan dan di tempat lain, seperti Hotel Santika di kawasan Petamburan, Jakarta. Sering dilakukan hingga larut malam, lobi-lobi itu gagal menghasilkan titik temu. Yang ada adalah sejumlah pergeseran: Golkar menurunkan usulnya menjadi 25 persen kursi, demikian juga PDI Perjuangan. Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera pun menaikkan usulnya menjadi 20 persen.

Mahfudz Siddiq mengatakan, petinggi partainya merekomendasikan penyederhanaan pemilihan presiden. Melihat kondisi ekonomi dan keuangan negara, ia menjelaskan, pemilihan presiden 2009 sebaiknya diupayakan selesai dalam satu putaran. Artinya, Partai Keadilan Sejahtera masih membuka peluang naiknya angka persyaratan. ”Kalau harus bergerak, kami akan bergerak ke atas,” ujarnya.

Satu-satunya yang belum beranjak dari posisi semula adalah Partai Amanat Nasional. Mereka tetap pada pendapat awal, yaitu 15 persen kursi Dewan. ”Ketentuan dalam Undang-Undang Tahun 2003 ini belum dilaksanakan, kenapa harus diubah lagi?” ujar Zulkifli Hasan.

Sejauh ini Partai Amanat Nasional, yang berkukuh pada angka 15 persen, belum mengumumkan calon presidennya. Namun Soetrisno Bachir, ketua umum partai itu, telah giat beriklan untuk meningkatkan popularitasnya. Dalam pemilu empat tahun silam, partai ini memperoleh 6,44 persen.

Baru dua partai yang sudah memastikan calonnya, yakni PDI Perjuangan dengan Megawati Soekarnoputri serta Partai Demokrat yang akan kembali mengajukan Susilo Bambang Yudhoyono. PDI Perjuangan dalam Pemilu 2004 memperoleh 18,53 persen, adapun Partai Demokrat 7,45 persen.

Ferry Mursidan Baldan, ketua panitia khusus, menilai alotnya pertentangan disebabkan keinginan partai-partai menengah mengajukan calon presiden. Dengan persyaratan 30 persen, ia memperkirakan, hanya akan ada dua calon presiden. Pada angka 20-25 persen, akan muncul dua atau tiga calon. Sedangkan pada 15-20 persen, kata Ferry, bisa muncul tiga atau empat calon.

Melihat posisi hingga Jumat pekan lalu, pengambilan keputusan pada Rabu ini ada kemungkinan dilakukan dengan pemungutan suara. Panitia khusus menyiapkan tiga alternatif: 15 persen kursi Dewan atau 20 persen suara, 20 persen kursi atau 20 persen suara, dan 25 persen kursi.

Zulkifli memperkirakan, kelompoknya memiliki peluang menang jika Golkar dan PDI Perjuangan tetap pada 25 persen. Alasannya, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Demokrat, juga partai menengah lainnya akan turun ke posisi 15 persen. ”Tapi, kalau Golkar turun menjadi 20 persen, dan PDI Perjuangan pasti mengikutinya, yang menang 20 persen,” ujarnya.

Jika voting benar dilakukan, lobi tengah malam itu hampir tak ada gunanya alias hanya ajang menyeruput teh.

Budi Setyarso, Sahala Lumbanraja, Akbar Tri Kurniawan

No comments: