Wednesday, August 20, 2008

SEPUTAR PIDATO PRESIDEN

Waspada Online Saturday, 16 August 2008 00:00 WIB

R FERDIAN ANDI R & AHLUWALIA & ANTON ALIABBAS

indonesia_flag_w_garuda.jpgRefleksi Pidato Kenegaraan Presiden
Fantastis dan ambisius. Itulah potret pidato Presiden SBY di DPR-RI. Proyeksinya di berbagai bidang sangat optimistik. Banyak pihak menyebutnya pidato ini sebagai pertaruhan SBY menuju Pemilu 2009. Dalam pidato kenegaraan di DPR, Jumat (15/8), SBY menegaskan, pemerintah telah berhasil menurunkan angka pengangguran sejak 2006 hingga saat ini. "Tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2006 mencapai 10,5%, pada Februari 2008 menjadi 8,5%," katanya.

SBY juga menegaskan, tingkat kemiskinan menurun dari 17,7% pada 2006 menjadi 15,4% pada Maret 2008. "Angka kemiskinan 2008 adalah angka kemiskinan terendah, baik besaran maupun persentasenya selama 10 tahun terakhir," klaimnya.

SBY menyampaikan, pemerintah akan mengalokasikan anggaran Rp 46,1 triliun untuk pendidikan. "Ini untuk memenuhi amanat konstitusi," tegasnya. Anggaran itu, kata SBY, digunakan untuk meningkatkan penghasilan guru dan peneliti

Menanggapi hal itu, Ketua FPPP DPR Lukman Hakim Saifuddin menyambut positif pidato SBY. "Kami mengapresiasi tekad pemerintah untuk pemenuhan 20% anggaran pendidikan," tegasnya. Tapi, ia berharap Diknas dan Depag sebagai departemen yang bakal melonjak anggarannya agar lebih jelas konsep kerjanya sekaligus menghindari penyimpangan.

Meski demikian, pihaknya mencatat ada poin yang belum disampaikan SBY. "Ada poin yang belum kami dengar, yakni perihal pertambahan laju lapangan kerja. Kemiskinan absolut, misalnya, belum menurun signifikan," tandas Lukman.

Lukman menilai, ada kesan kuat pemerintah ingin mendorong pertumbuhan dengan asumsi membuka lapangan pekerjaan. "Pertanyaannya, apakah laju pertumbuhan itu simetris dengan pembukaan lapangan pekerjaan atau karena banyaknya konsumsi," ujarnya.

Kaitannya dengan hal itu, Lukman menilai, program Bantuan Langsung Tunai (BLT) cukup efektif untuk menekan kemiskinan. "Kami usul, ke depan BLT diatur di UU yang bersifat reguler agar ada akuntabilitas," jelasnya.

Fraksi Partai Golkar DPR menyambut positif pidato kenegaraan Presiden SBY di depan rapat paripurna DPR RI. Menurut Ketua Fraksi Partai Golkar Priyo Budi Santoso, pihaknya kaget atas sambutan SBY. "Baru kali ini saya merasa ada nuansa lain. Saya tidak menduga sedahsyat itu," katanya.

Priyo menegaskan, dalam sidang paripurna pembukaan masa persidangan I 2008-2009 itu, Fraksi Golkar tidak ragu untuk berdiri memberikan tepuk tangan penghormatan kepada SBY.

"Jadi, kegamangan selama ini telah ditepis. Telah berubah menjadi terompet opini prestasi pemerintahan," tandas Priyo seraya menyebutkan pihaknya mulai pekan depan akan mempelajari pidato SBY.

Priyo mengaku, pihaknya selama ini merasa agak galau terhadap pemerintah SBY. "Tapi, hari ini SBY menunjukkan hal luar biasa, ada sisi keberhasilan, seperti ketahanan swasembada pangan. Saya kira ini hal positif," tegasnya.

Meski demikian, Priyo menegaskan karena pidato SBY adalah RAPBN, sudah tentu ini tidak bisa diklaim sebagai prestasi pemerintah. "Golkar sendiri mendukung anggaran 20% pendidikan dan kami menghormati konstitusi," katanya. Ia menegaskan sikap Fraksi Partai Golkar yang akan tetap kritis di parlemen.

Senada dengan Fraksi Partai Golkar, Syarif Hasan Ketua Fraksi Partai Demokrat menilai pidato SBY menjawab semua permasalahan bangsa. "Pidato SBY menjawab semua permasalahan bangsa dan rakyat Indonesia yang selama ini sering dipertanyakan. Ini surprise. Apa yang disampaikan SBY sangat realistis," katanya.

Pendapat berbeda dilontarkan anggota FPAN Dradjad H Wibowo. Dalam penilaian Drajat, pidato SBY bukan pidato kenegaraan, melainkan pidato politik. "Ada pembelaan diri terhadap yang ia lakukan, ada janji politik karena semua ini belum terealisasi, ada retorika, dan ada data Asal Bapak Senang," tegasnya.

Dradjad mencontohkan data pengangguran dan kemiskinan yang turun menjadi 8,5% pada Februari 2008. Menurutnya, pemerintah sejak 2007 mengejar orang yang kerja serabutan dan didata sehingga kesannya jumlah pengangguran turun.

Dradjad juga menilai perihal swasembada beras juga terjadi data yang tidak tepat. "Saya kaget sekali, jangan-jangan ada laporan yang membuat laporan seperti itu. Kalau ada swasembada, harus ada pengamanan risiko kekeringan. Tapi, hal itu tidak terdengar," tegasnya.

Meski demikian, Drajad menilai ada juga poin positif dalam pemenuhan amanat konstitusi 20% di bidang pendidikan. Tapi, diharapkan jangan diambil dari utang, melainkan sumber yang suistanable seperti lifting minyak. Ia juga berharap, program sunset policy diperpanjang sampai 2009 agar ada tambahan APBN.

Angin segar yang diembuskan SBY di akhir pemerintahannya jadi langkah terakhir untuk memikat kembali hati rakyat. Ini bisa saja positif bagi SBY jika terealisasi. Sebaliknya, bisa juga jadi blunder jika setahun ke depan tidak ada perbaikan signifikan.

Kritik dan Suport Pidato Presiden
Pidato kenegaraan Presiden SBY mencoba menjelaskan program yang sudah, sedang, dan akan dikerjakan. Yang sudah dan sedang dikerjakan, fakta menunjukkan tidak semua berjalan mulus. Yang akan dikerjakan, targetnya tampak sangat tinggi.

Anggota DPR FPAN Dradjad H Wibowo dan Sri Adiningsih PhD, ekonom UGM, menilai kenaikan harga BBM belum bisa diimbangi dengan pembangunan sektor riil dan UKM serta pertanian dan kelautan yang memadai. Bahkan, sektor pertanian masih tertinggal, apalagi ratusan ribu hektare lahan pertanian mengalami konversi.

"Presiden harus fokus ke sektor pertanian, kelautan, dan UKM jika kita ingin memajukan ekonomi rakyat," kata Adiningsih.

Dradjad, sebaliknya, malah menilai pidato SBY terkesan seperti kampanye karena cenderung memaparkan yang baik-baik saja. Pidato itu tidak menggambarkan problem kemiskinan akut yang terjadi sejak harga BBM naik. "Pembangunan sektor pedesaan untuk mengatasi kemiskinan tak optimal, bahkan masih mengecewakan," ujarnya.

Dalam pemaparan SBY, tingkat kemiskinan di Indonesia dinyatakan menurun dari 17,7% pada 2006 menjadi 15,4% dari total jumlah penduduk Indonesia per Maret 2008. Angka kemiskinan 2008 merupakan yang terendah, baik besaran maupun persentasenya, dalam 10 tahun terakhir.

Dradjad menilai, angka kemiskinan sebetulnya jauh lebih tinggi dari apa yang dipaparkan SBY. "Kaum miskin melonjak jumlahnya, melebihi paparan SBY," kata ekonom itu.

SBY menyebutkan, pemerintah menyediakan Rp 691 triliun dalam RAPBN 2009 agar memberi dampak pada pergerakan sektor riil. Jumlah itu terdiri atas komponen konsumsi sebesar Rp 520,1 triliun dan komponen Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto Rp 171,1 triliun.

Dengan demikian, total dampak RAPBN 2009 pada sektor riil diperkirakan mencapai Rp 691 triliun atau 13,1% terhadap Produk Domestik Bruto. Jumlah itu meningkat 18,3% dari perkiraan realisasi 2008.

Saat menyampaikan keterangan pemerintah tentang RAPBN 2009 di hadapan Sidang Paripurna DPR, Jumat (15/8), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengungkapkan, untuk pertama kalinya pendapatan dan belanja negara menembus angka Rp 1.000 triliun. Hal itu menunjukkan makin pentingnya APBN dalam perekonomian nasional.

Pada tahun anggaran 2009, pemerintah merencanakan pendapatan negara dan hibah mencapai Rp 1.022,6 triliun, naik Rp 127,6 triliun dari APBN-P 2008. Sedangkan belanja negara tahun depan diperkirakan Rp 1.122,2 triliun, naik Rp 132,7 triliun dari APBN-P 2008. Jadi, terdapat defisit Rp 99,6 triliun pada 2009.

Sumber pendapatan negara masih mengandalkan dari penerimaan perpajakan, yang direncanakan sebesar Rp 726,3 triliun, naik Rp 117 triliun dari APBN-P 2008. Penerimaan negara bukan pajak direncanakan Rp 295,3 triliun dan hibah Rp 900 miliar.

Pembiayaan defisit direncanakan dari pembiayaan dalam negeri dengan jumlah Rp 110,7 triliun dan pembiayaan luar negeri netto

Adiningsih melihat pembangunan era SBY tumbuh 6% dengan laju inflasi mendekati dua digit sehingga pertumbuhan itu termakan oleh inflasi.

Beruntung faktor keamanan kondusif. Tak ada gejolak berarti. Pemerintah juga dinilai pengamat politik UGM Ary Dwipayana cukup tegas memberangus anarkisme dan terorisme.

Menanti Bukti Pidato Presiden SBY
Para pengamat ekonomi dan politik menilai pidato SBY menegaskan tentang apa yang sudah dikerjakan dan pencapaiannya. Di sektor pembangunan energi, misalnya, pemerintah sudah mencoba fokus, tapi ternyata masih membutuhkan waktu untuk mencapai hasil optimal. minus Rp 11,1 triliun.

Sejumlah pihak menyambut positif kelugasan pidato kenegaraan Presiden SBY di Gedung DPR-RI, Jumat (15/8). Tapi, ada juga yang menilainya sarat nuansa politik, bahkan dikaitkan dengan kepentingan Pilpres 2009. Dalam pidato Nota Keuangan RAPBN 2009, SBY tegas menyatakan dukungannya terhadap langkah KPK memberantas korupsi. Bagi SBY, KPK telah berhasil mengusut kasus korupsi di berbagai sektor, termasuk korupsi di lingkungan parlemen.

"KPK harus didukung, baik dengan perundang-undangan maupun sikap tanpa kompromi dalam menghadapi kasus korupsi. Dengan langkah ini, Indonesia dapat membangun martabatnya di mata dunia," kata SBY.

SBY juga menepis tudingan Ketua Umum Partai Hanura Wiranto bahwa angka kemiskinan terus meningkat. Menurutnya, tingkat kemiskinan di Indonesia menurun, dari 17,7% pada 2006 jadi 15,4% dari total jumlah penduduk Indonesia pada Maret 2008.

Angka pengangguran terbuka juga menurun, dari 10,5% pada Februari 2006 jadi 8,5% pada Februari 2008. "Tren penurunan angka kemiskinan ini juga terjadi meski kita menggunakan kriteria angka kemiskinan Bank Dunia. Ini suatu kemajuan yang nyata dan patut kita syukuri," tegas SBY.

Pemerintah juga mempersilakan DPR memaksimalkan hak angket terkait BBM dan energi. SBY menjelaskan, kenaikan harga minyak dunia selama enam tahun terakhir mengingatkan akan pentingnya keamanan energi.

Karena itu, pembangunan energi sepanjang 2007 hingga pertengahan 2008, antara lain difokuskan untuk meningkatkan kemampuan pasokan energi dan peningkatan efisiensi pemanfaatan energi.

"Saya membuka pintu lebar-lebar dan mempersilakan Dewan menggunakan hak angket menyangkut kebijakan energi, kenaikan harga BBM, manajemen usaha minyak dan gas negara, ataupun penyelidikan atas prosedur dan keputusan harga jual gas maupun BBM, termasuk ekspor impor minyak mentah dan BBM," ungkap SBY.

Di sisi lain, SBY mengajak para elit yang akan bertarung di Pemilu 2009 untuk siap menerima kenyataan politik. Ia mengimbau pesta demokrasi yang kini tinggal menghitung bulan tidak diganggu aksi anarki. "Kita harus berani menerima kemenangan dan berani menerima kekalahan dengan sikap kesatria serta menghargai ketertiban dan pranata hukum," pinta SBY.

Di mata politisi PAN Alvin Lie, pidato SBY lebih bertendensi kampanye ketimbang pidato kenegaraan. "Pidato itu sangat defensif dan untuk menepis tudingan rivalnya seperti Wiranto," cetusnya.

Effendy Choirie, Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) DPR, malah menduga pidato itu dibuat langsung SBY. "Kalimatnya dia tata betul. Bahkan, hal-hal yang terakhir cukup menyentuh dan membuat yang lain tepuk tangan. Jadi, beliau percaya diri dengan retorika yang luar biasa," nilai Effendy.

Wapres M Jusuf Kalla sendiri tidak menampik bila pidato itu bisa dikategorikan sebagai kampanye. "Kalau dibilang kampanye, ya memang begitu. Kami hanya menjelaskan apa yang memang telah kami lakukan dan apa yang telah diperbuat," kata JK.

Masalahnya kini, apakah pernyataan yang disebutkan SBY adalah serius dan benar-benar akan terealisasikan. Semua tergantung tindakan nyata SBY dalam waktu dekat.

Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq berharap ucapan mengenai dukungan terhadap hak angket BBM dapat diwujudkan dengan kesediaan dimintai keterangan oleh Pansus Hak Angket DPR. "Semoga ini berarti Presiden SBY siap memberi keterangan jika dipanggil dan membeberkan informasi yang dimilikinya," ujarnya.

Komitmen SBY mendukung penuh KPK mengusut korupsi juga sudah tentu harus dibuktikan. Terlebih, salah satu orang yang kerap disebut terlibat dalam aliran dana BI adalah besan SBY sendiri, yakni Aulia Pohan.

Dukungan terhadap KPK tentu saja tidak bisa berhenti di atas kertas pidato semata. Dukungan itu harus nyata.

Kini, tinggal masyarakat menunggu untuk melihat, pidato itu sekadar kampanye dan retorika atau memang bisa dibuktikan oleh SBY lewat aksi nyata.
(j01/ini)

No comments: