Koran Tempo, 28/8/08
“Jika begini undang-undang hanya seperti mainan.”
JAKARTA - Sebanyak 60 anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari lima fraksi dalam sidang paripurna DPR kemarin mengusulkan perubahan Pasal 214 mengenai cara penetapan calon terpilih dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Agung Laksono mengatakan perubahan cara penetapan calon terpilih dalam undang-undang tak mengganggu tahapan pemilihan 2009. “Dari skala waktu, masih dimungkinkan,” kata Agung di gedung MPR/DPR, Jakarta, kemarin.
Usul itu disampaikan anggota dari Partai Golongan Karya, Partai Amanat Nasional, PDI Perjuangan, Partai Demokrat, Fraksi Bintang Reformasi, dan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi. Usul tersebut akan dibahas di Badan Musyawarah.
Menurut Agung, revisi itu penting agar penetapan calon Dewan terpilih tak melahirkan konflik hukum. Sesuai dengan Pasal 214, calon ditetapkan sebagai legislator apabila memenuhi sedikitnya 30 persen bilangan pembagi pemilih atau jumlah suara senilai satu kursi. Jika tak ada calon yang mendapat 30 persen, penetapan didasarkan pada nomor urut.
Persoalannya, sejumlah partai, antara lain Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional, dan Partai Hanura, memutuskan bahwa calon terpilih didasarkan pada suara terbanyak. Dua aturan ini dinilai bisa memunculkan komplikasi hukum antara putusan sengketa pemilihan dan sengketa perdata. Menurut Agung, konflik bisa terjadi manakala calon nomor urut kecil menolak mundur saat memperoleh dukungan lebih sedikit. Revisi, kata Agung, “Untuk menghindari masalah hukum di kemudian hari.”
Ketua Fraksi PAN Zulkifli Hasan mengusulkan menambahkan satu klausul yang bisa berbunyi “calon terpilih berdasarkan suara terbanyak sesuai dengan ketentuan internal partai politik”. Artinya, kata dia, penetapan bisa dilakukan berdasarkan suara terbanyak atau nomor urut apabila calon tak memenuhi syarat.
Ketua Komisi Pemilihan Umum Abdul Hafiz Anshary mendukung penambahan klausul baru dalam penetapan calon terpilih. "Lebih baik undang-undangnya direvisi daripada menyulitkan KPU," kata Hafiz.
Adapun PKS menilai fraksi pengusul tak konsisten. "Khususnya partai yang pada pembahasan menolak suara terbanyak," kata Ketua Fraksi Mahfudz Siddiq. "Terkesan kuat ketidakmampuan partai mengelola konflik kepentingan dalam pencalegan. Jika begini, undang-undang hanya seperti mainan." PURWANTO | DWI RIYANTO | ANTON APRIANTO | PRAMONO | KURNIASIH
No comments:
Post a Comment