21/08/2008 16:29
INILAH.COM, Jakarta – Panitia Angket DPR-RI kecewa. Laporan BPK belum menukik dan hanya berkutat pada permukaan masalah. Padahal, BPK siap memberikan data yang dibutuhkan. Perjalanan hak angket DPR soal BBM pun bak jalan di tempat.
Seperti mitraliur, anggota Panitia Anket DPR meluncurkan protes dan gugatan terhadap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sambung-menyambung, suara tak puas bergema di Gedung Wakil Rakyat dalam rapat konsultasi, Kamis (21/8). Mereka menganggap, data yang dibuka BPK tak banyak mengalami kemajuan.
Soetan Batoegana, anggota FPD, menilai pemaparan BPK tak memberikan informasi yang baru. "Apa yang dipaparkan BPK, ujung-ujungnya soal cost recovery dan penerimaan negara. Kalau hanya sekadar itu, tidak perlu ada panitia angket," cetusnya kesal.
Yang diinginkan DPR adalah BPK bisa membuka hasil investigasinya, termasuk perihal kebijakan pemerintah yang berpotensi merugikan negara. Jadi, bukan laporan yang sifatnya datar-datar saja.
Dengan paparan yang disodorkan BPK, Rama Pratama, anggota FPKS, menilai tak ada kesalahan di level kebijakan perminyakan nasional. Padahal, dia yakin BPK memilikinya. "Harus ada level kebijakan seperti kontrak kerja. Saya yakin pasti ada temuan dari BPK," tegasnya.
Seperti apa sebenarnya paparan BPK? Tiga bahasan yang hendak diusung: industri minyak dan gas bumi di Indonesia, hasil pemeriksaan BPK, dan rencana aksi BPK.
Anggota BPK, Warsito, menyebutkan ada tiga soal yang mereka temukan dalam pemeriksaan, yakni cost recovery, pengendalian internal, dan identifikasi pengendalian internal. "Dalam cost recovery terdapat perhitungan tidak akurat,” katanya.
Warsito menambahkan, BPK juga menemukan soal dalam pengendalian internal pengawasan, pengendalian lifting BBM, dan pengawasan produksi. "Termasuk pengendalian biaya oleh BP Migas," tambahnya.
Disamping itu, BPK juga memaparkan perihal pemeriksaan susbsidi BBM Jenis BBM Tertentu (JBT). JBT adalah pengeluaran negara yang dihitung dari selisih antara harga jual eceran per liter JBT setelah dikurangi pajak-pajak, dengan harga patokan per liter JBT.
Dalam laporan BPK, terdapat koreksi subsidi JBT pada 2006 sebesar Rp 1,169 miliar dan 2007 sebesar Rp 6,6 miliar. "Ada koreksi karena ada kesalahan perhitungan harga patokan, koreksi harga eceran, dan koreksi volume JBT," tandas Warsito.
Dalam rencana aksinya, BPK membagi atas tiga area pemeriksaan. Area pemeriksaan I perihal kebijakan KPS dan pengendaliannya. Sasarannya, kinerja BP Migas dan Departemen ESDM. Area II, peningkatan produksi minyak dan gas bumi. Sedangkan area III perihal optimalisasi penerimaan negara yang terdiri dari penjualan minyak mentah dan penjualan produk BBM. Di area III ini, BPK juga berencana memeriksa Pertamina dan Petral, anak perusahaan Pertamina yang berbasis di Singapura.
Anggota FPAN, Tjatur Sapto Edi, menilai JBT bukannya tak tepat sasaran, tapi tak pernah dihitung. "Cost recovery juga tidak ada laporan," cetus Tjatur.
Menurut dia, BPK juga harus menyelediki kebijakan yang berpotensi merugikan negara. Dengan rencana BPK memeriksa Petral, Tjatur menegaskan, selain Petral juga harus diperiksa pemain-pemain lainnya.
Karena cenderung datar itulah, muncul tudingan seolah-olah BPK menutup-nutupi sesutu. Itu sebabnya, anggota FPD Benny Harman menyatakan BPK harus menjadi bagian dari objek yang diselidiki. "BPK harus menjadi saksi ahli yang turut diselidiki," tegasnya.
Di tempat terpisah, Ketua FPKS, Mahfudz Siddiq menyarankan, agar produktif, Panitia Angket harus minta BPK segera melakukan audit investigatif persoalan kebijakan pengelolaan sektor migas dari hulu ke hilir. Di samping itu, Mahfudz mengusulkan agar Panitia memanggil menteri ESDM di era tiga pemerintahan (Gus Dur, Megawati dan SBY). "Finalisasi dengan memanggil mantan presiden Megawati dan Presiden SBY untuk mengkonfirmasi kebijakan pemerintahan mereka di bidang migas," tandasnya.
Soal keberatan dan interupsi anggota DPR, anggota BPK, Udji Djauhari berkilah. Udji menegaskan, pihaknya sangat siap untuk memberikan data yang dibutuhkan sepanjang Panitia Angket menyebutkan data apa saja yang harus disampaikan. [I4]
No comments:
Post a Comment