Republika Online Rabu, 05 Mei 2010 pukul 10:30:00
JAKARTA -- PKS bisa menyepakati usulan wakil kepala daerah ditunjuk kepala daerah terpilih, asalkan ada otorisasi dari partai politik kepada kepala daerah. Selain itu, harus ada persyaratan yang lebih ketat dalam pemilukada.
Anggota Komisi II, Agus Purnomo, sepakat dengan wacana wakil kepala daerah dipilih langsung oleh kepala daerah terpilih. Namun, Agus menekankan adanya persyaratan yang ketat dalam pemilihan langsung kepala daerah tersebut dan adanya otorisasi dari partai politik kepada kepala daerah terpilih. ''Ketimbang dari PNS, wakil kepala daerah dipilih langsung harus ada otorisasi dari partai politik,'' kata Agus, di gedung DPR, Jakarta, Senin (3/5).
Menurut Agus, wacana kepala daerah dipilih langsung memiliki untung ruginya sendiri. Untungnya, akan ada penghematan biaya dan tidak akan ada konflik internal dalam pemerintahan. Adapun kerugiannya, adalah adanya risiko pencalonan dalam pemilihan kepala daerah dan biaya kampanye yang makin mahal bagi partai politik.
Terkait wacana ini, Agus mengingatkan istilah pejabat yang dipilih (elected official --Red) dan pejabat yang ditunjuk ( appointed official --Red). Pejabat yang dipilih adalah pejabat politik yang biasa disebut pejabat negara. Sedangkan, pejabat yang ditunjuk merujuk pada birokrat profesional. ''Syarat dan ketententuan masing-masing berbeda,'' tambah Agus.
Adapun anggota Komisi II DPR dari PKS lainnya, Mahfudz Siddiq, menjelaskan, selain keuntungan adanya efisiensi biaya dalam pemilukada, kerugian yang ditimbulkan dari wakil kepala daerah dipilih langsung adalah masalah representasi dan akuntabilitas wakil kepala daerah tersebut. ''Pemerintah harus melakukan kajian khusus yang komprehensif atas usulan wakil kepala daerah dipilih langsung ini.''
Sementara anggota Komisi II DPR, Abdul Malik Harmain, justru lebih menekankan pengaturan otoritas dan kewenangan wakil kepala daerah, ketimbang mendukung wacana wakil kepala daerah dipilih langsung kepala daerah terpilih. ''Perjelas otoritas dan wewenang wakil kepala daerah, atau hapus sekalian jabatan itu,'' tegas Abdul.
Konflik yang muncul antara kepala daerah dan wakilnya, menurut dia, disebabkan tidak jelasnya otoritas dan wewenang mereka. Dalam UU No 32 Tahun 2004, kata Abdul, wakil kepala daerah cuma disebut sebagai pembantu kepala daerah.
Wacana wakil kepala daerah dipilih langsung oleh kepala daerah, kata Abdul, malah menambah masalah pemerintahan daerah. ''Apalagi status wakil kepala daerah berasal dari PNS, tambah kompleks lagi masalahnya,'' ungkapnya.
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Andi Nurpati, mengatakan, wacana tersebut di atas bisa membuat pemilukada lebih efisien. ''Verifikasi berkas lebih mudah karena harusnya dua, tapi sekarang satu." andri s/rosyid nh, ed: sadewo
No comments:
Post a Comment