Thursday, October 07, 2010

Indonesia Tidak Perlu Dialog dengan RMS

06 Oktober 2010 | 15:36 wib | Nasional

Jakarta, CyberNews. Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia tidak perlu membuka pintu dialog dengan kelompok Republik Maluku Selatan (RMS) karena hanya akan mendatangkan musibah.

Pernyataan Mahfudz disampaikan terkait pernyataan Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar yang menyebutkan bahwa Pemerintah Indonesia membuka pintu dialog bagi kelompok RMS yang bermukim di negara Belanda. "Pernyataan itu terlalu terburu-buru dan mengecilkan Indonesia sebagai negara yang berdaulat," kata Mahfudz kepada wartawan di Gedung DPR di Jakarta, Rabu (6/10).

Ia menyebutkan, bila pemerintah melakukan perundingan atau dialog dengan RMS, sama artinya pemerintah membuka pintu kehancuran bagi negeri ini. "Sekali buka pintu dialog dengan RMS, berarti kita buka pintu musibah bagi negeri ini. Dialog dengan RMS, sama artinya menghidupkan orang mati," kata politisi PKS itu.

Menurut dia, musibah yang akan dialami oleh Indonesia adalah masuknya tangan-tangan asing dalam dialog tersebut. "Tangan-tangan internasional akan masuk dan akan bergentayangan. Kita harus bercermin kepada kasus Gerakan Aceh Merdeka (GAM)," ujar Mahfudz.

Mahfudz juga mengingatkan adanya informasi yang didapatkan dari Ambon bahwa saat ini sudah ada jalur penerbangan langsung dari Amsterdam-Ambon. "Saya dapat informasi dari teman-teman di Ambon bahwa sudah ada penerbangan langsung dari Amsterdam-Ambon. Tingkat kunjungan orang-orang Maluku dari Amsterdam sangat tinggi. Itu perlu juga menjadi perhatian," kata Mahfudz.

Selain itu, Pemerintah Belanda masih menganggap Indonesia sebagai negara jajahan seperti waktu lalu. Hal itu terkesan dari pernyataan Menteri Luar Negeri Belanda Martin Verhagen kepada Duta Besar Indonesia untuk Belanda Fanny Habibie. "Menlu Belanda memanggil Fanny Habibie dan mengatakan bahwa orang Indonesia jangan banyak bicara soal RMS. Sikap itu menunjukan bahwa Indonesia masih dianggap sebagai negara jajahan," kata Wakil Sekretaris Jenderal PKS itu.

Ia menambahkan, sekarang RMS yang ada di Belanda seolah-olah dilindungi oleh pemerintah Belanda sehingga RMS bisa bergentayangan dan memperkuat diri. "RMS ibarat ruh, badannya sekarat tapi ruhnya bergentanyangan karena diberikan keleluasaan. Pemerintah Belanda memberikan peluang kepada RMS," kata dia.

Menurut dia, Pemerintah Indonesia harus memberikan penekanan terhadap Pemerintah Belanda agar tidak lagi memberikan peluang atau kesempatan kepada RMS. "Penting bagi Indonesia untuk menekan Belanda agar memberantas RMS. Batalnya kunjungan SBY adalah peringatan kepada Belanda untuk tidak main-main dengan RMS," kata Mahfudz.Indonesia Tidak Perlu Dialog dengan RMS
Jakarta, CyberNews. Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia tidak perlu membuka pintu dialog dengan kelompok Republik Maluku Selatan (RMS) karena hanya akan mendatangkan musibah.

Pernyataan Mahfudz disampaikan terkait pernyataan Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar yang menyebutkan bahwa Pemerintah Indonesia membuka pintu dialog bagi kelompok RMS yang bermukim di negara Belanda. "Pernyataan itu terlalu terburu-buru dan mengecilkan Indonesia sebagai negara yang berdaulat," kata Mahfudz kepada wartawan di Gedung DPR di Jakarta, Rabu (6/10).

Ia menyebutkan, bila pemerintah melakukan perundingan atau dialog dengan RMS, sama artinya pemerintah membuka pintu kehancuran bagi negeri ini. "Sekali buka pintu dialog dengan RMS, berarti kita buka pintu musibah bagi negeri ini. Dialog dengan RMS, sama artinya menghidupkan orang mati," kata politisi PKS itu.

Menurut dia, musibah yang akan dialami oleh Indonesia adalah masuknya tangan-tangan asing dalam dialog tersebut. "Tangan-tangan internasional akan masuk dan akan bergentayangan. Kita harus bercermin kepada kasus Gerakan Aceh Merdeka (GAM)," ujar Mahfudz.

Mahfudz juga mengingatkan adanya informasi yang didapatkan dari Ambon bahwa saat ini sudah ada jalur penerbangan langsung dari Amsterdam-Ambon. "Saya dapat informasi dari teman-teman di Ambon bahwa sudah ada penerbangan langsung dari Amsterdam-Ambon. Tingkat kunjungan orang-orang Maluku dari Amsterdam sangat tinggi. Itu perlu juga menjadi perhatian," kata Mahfudz.

Selain itu, Pemerintah Belanda masih menganggap Indonesia sebagai negara jajahan seperti waktu lalu. Hal itu terkesan dari pernyataan Menteri Luar Negeri Belanda Martin Verhagen kepada Duta Besar Indonesia untuk Belanda Fanny Habibie. "Menlu Belanda memanggil Fanny Habibie dan mengatakan bahwa orang Indonesia jangan banyak bicara soal RMS. Sikap itu menunjukan bahwa Indonesia masih dianggap sebagai negara jajahan," kata Wakil Sekretaris Jenderal PKS itu.

Ia menambahkan, sekarang RMS yang ada di Belanda seolah-olah dilindungi oleh pemerintah Belanda sehingga RMS bisa bergentayangan dan memperkuat diri. "RMS ibarat ruh, badannya sekarat tapi ruhnya bergentanyangan karena diberikan keleluasaan. Pemerintah Belanda memberikan peluang kepada RMS," kata dia.

Menurut dia, Pemerintah Indonesia harus memberikan penekanan terhadap Pemerintah Belanda agar tidak lagi memberikan peluang atau kesempatan kepada RMS. "Penting bagi Indonesia untuk menekan Belanda agar memberantas RMS. Batalnya kunjungan SBY adalah peringatan kepada Belanda untuk tidak main-main dengan RMS," kata Mahfudz.

( Ant /CN13 )

No comments: