24 Oktober 2010 | 09:18 wib
Berita Aktual » Nasional
Jakarta, CyberNews. Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengatakan, jajaran TNI harus segera mengungkap kasus ini secara tuntas terkait keterlibatan oknum TNI dalam kekerasan terhadap warga Papua.
Menurut Mahfudz, bukan semata karena sudah menjadi perhatian dunia internasional, namun lebih jauh TNI harus menjadi kekuatan militer yang menjunjung tinggi nilai-nilai HAM. "Sesuai dengan keterangan Menko Polhukam, memang harus segera ditegakkan kedisiplinan terhadap oknum prajurit yang melanggar SOP dalam melaksanakan tugasnya," ujarnya, Minggu (24/10).
Menurutnya, TNI sebagaimana ditegaskan Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono, harus menegakkan perspektif HAM, baik dalam perang, bahkan dalam kondisi tidak perang sekalipun. "Tetapi di satu sisi harus dipahami tugas dan fungsi TNI untuk mengendalikan gerakan separatis, dalam hal ini terhadap Organisasi Papua Merdeka (OPM). Mereka juga seringkali melakukan tindakan kekerasan dan serangan bersenjata terhadap sipil dan TNI," imbuh Mahfudz.
Karena itu, dia meminta semua pihak untuk sabar menunggu penyelidikan yang dilakukan TNI, sehingga permasalahannya menjadi jelas. "Kita tunggi saja. Kami juga sedang menunggu. Apa pun hasilnya tentu harus diungkap dengan tuntas," pungkasnya.
( OKZ /CN27 )
Monday, October 25, 2010
PKS sesalkan Ruhut di koalisi
Sunday, 24 October 2010 15:23
WASPADA ONLINE
JAKARTA - Politisi Partai Demokrat Ruhut kembali membuat ulah dalam koalisi partai politik pendukung pemerintah. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai bukan kapasitas Ruhut untuk meminta menteri agar tidak menyusahkan Presiden SBY.
"Bukan kapasitas dia untuk mengomentari menteri. Kalau mau mengkritisi menteri, kritisi saja sebagai anggota DPR. Boleh aja. Tapi bukan seolah-olah sebagai juru bicaranya presiden atau Menko. Ini kan nggak jelas," kata Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (DPP PKS) Mahfudz Siddiq hari ini.
Menurut Mahfudz, pernyataan itu juga tidak tepat bila kapasitas Ruhut sebagai pengurus Demokrat yang tidak terima presidennya dibebani. "Sebab, pemerintah ini kan pemerintah bersama, bukan hanya Demokrat. Ada Golkar, PKS, PAN, PPP, dan PKB," ujarnya.
Mahfudz tak habis pikir dengan peran yang dimainkan Ruhut selama ini yang memerankan diri sebagai 'humas' Istana, padahal ia anggota dewan.
"Saya nggak ngerti pernyataan-pernyataan Pak Ruhut. Kalau permintaan itu datangnya dari presiden, wakil presiden, menko, supaya para menteri tidak lamban itu saya bisa ngerti. Tapi kalau yang bicara Ruhut sebagai anggota DPR, bikin bingung aja," pungkas Mahfudz.
Editor: MUHAMMAD MUHARRAM LUBIS
WASPADA ONLINE
JAKARTA - Politisi Partai Demokrat Ruhut kembali membuat ulah dalam koalisi partai politik pendukung pemerintah. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai bukan kapasitas Ruhut untuk meminta menteri agar tidak menyusahkan Presiden SBY.
"Bukan kapasitas dia untuk mengomentari menteri. Kalau mau mengkritisi menteri, kritisi saja sebagai anggota DPR. Boleh aja. Tapi bukan seolah-olah sebagai juru bicaranya presiden atau Menko. Ini kan nggak jelas," kata Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (DPP PKS) Mahfudz Siddiq hari ini.
Menurut Mahfudz, pernyataan itu juga tidak tepat bila kapasitas Ruhut sebagai pengurus Demokrat yang tidak terima presidennya dibebani. "Sebab, pemerintah ini kan pemerintah bersama, bukan hanya Demokrat. Ada Golkar, PKS, PAN, PPP, dan PKB," ujarnya.
Mahfudz tak habis pikir dengan peran yang dimainkan Ruhut selama ini yang memerankan diri sebagai 'humas' Istana, padahal ia anggota dewan.
"Saya nggak ngerti pernyataan-pernyataan Pak Ruhut. Kalau permintaan itu datangnya dari presiden, wakil presiden, menko, supaya para menteri tidak lamban itu saya bisa ngerti. Tapi kalau yang bicara Ruhut sebagai anggota DPR, bikin bingung aja," pungkas Mahfudz.
Editor: MUHAMMAD MUHARRAM LUBIS
Wednesday, October 20, 2010
Anggaran Pertahanan Minus Rp 50 T
Wakil Rakyat Bicara
sp/charles ulag
Mahfudz Siddiq
Pemerintah belum mendapatkan solusi untuk menutupi kekurangan anggaran untuk modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista). Diperlukan kebijakan terobosan dari pemerintah untuk memenuhi kekurangan sebesar Rp 50 triliun.
Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengatakan, sebenarnya arahan bahkan instruksi Presiden di beberapa forum sudah jelas. Presiden sudah menyatakan tentang perlunya penyegaran modernisasi alutsista. “Tapi, dari pihak Menkeu dan Bappenas belum bisa memberi solusi alternatif. Kalau dibiarkan tidak ada langkah terobosan, hingga 2014 praktis kebutuhan modernisasi alutsista tidak akan terpenuhi,” ujar Mahfudz di Jakarta, Senin (18/10).
Menurutnya, jika tidak ada terobosan, maka berimplikasi pada persoalan pertahanan yang akan terus berlarut-larut, tidak selesai. Bahkan, masalah kedaulatan pun akan terganggu. Berdasarkan rencana strategis (renstra) tahap pertama 2010-2014 Kementerian Pertahanan untuk modernisasi pemeliharaan dan perawatan alutsista, membutuhkan Rp 150 triliun. Sedangkan, dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2010-2014, dianggarkan pemerintah sebesar Rp 100 triliun. [D-12]
sp/charles ulag
Mahfudz Siddiq
Pemerintah belum mendapatkan solusi untuk menutupi kekurangan anggaran untuk modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista). Diperlukan kebijakan terobosan dari pemerintah untuk memenuhi kekurangan sebesar Rp 50 triliun.
Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengatakan, sebenarnya arahan bahkan instruksi Presiden di beberapa forum sudah jelas. Presiden sudah menyatakan tentang perlunya penyegaran modernisasi alutsista. “Tapi, dari pihak Menkeu dan Bappenas belum bisa memberi solusi alternatif. Kalau dibiarkan tidak ada langkah terobosan, hingga 2014 praktis kebutuhan modernisasi alutsista tidak akan terpenuhi,” ujar Mahfudz di Jakarta, Senin (18/10).
Menurutnya, jika tidak ada terobosan, maka berimplikasi pada persoalan pertahanan yang akan terus berlarut-larut, tidak selesai. Bahkan, masalah kedaulatan pun akan terganggu. Berdasarkan rencana strategis (renstra) tahap pertama 2010-2014 Kementerian Pertahanan untuk modernisasi pemeliharaan dan perawatan alutsista, membutuhkan Rp 150 triliun. Sedangkan, dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2010-2014, dianggarkan pemerintah sebesar Rp 100 triliun. [D-12]
Bila Terbukti Siksa OPM, Ditindak Tegas
Penyiksaan di Papua
Rabu, 20 Oktober 2010 | 00:41 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Markas Besar TNI tengah menyelidiki video yang menampilkan aksi kekerasan oleh oknum TNI terhadap anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM).
"Bila terbukti terdapat oknum TNI yang terlibat dalam tindakan kekerasan tersebut, dipastikan pimpinan TNI akan mengambil tindakan tegas sesuai hukum yang berlaku."
-- Markas Besar Tentara Nasional Indonesia
Juru bicara TNI, Mayjen TNI Aslizar Tandjung di Jakarta, Selasa (19/10/2010) dalam pernyataannya mengatakan, penyelidikan meliputi tempat dan tempat kejadian, serta keaslian dari video tersebut.
"Penyelidikan dilakukan agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat luas," katanya. "Bila terbukti terdapat oknum TNI yang terlibat dalam tindakan kekerasan tersebut, dipastikan pimpinan TNI akan mengambil tindakan tegas sesuai hukum yang berlaku."
Sementara itu, Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq, menyayangkan jika aksi penyiksaan dalam kegiatan interogasi itu benar-benar dilakukan oleh oknum TNI. Pasalnya, interogasi hanya boleh dilakukan oleh aparat kepolisian dalam ranah pro-yustisia.
Sementara, anggota Komisi I DPR, Effendi Choiri, menegaskan, TNI dipercaya untuk bertugas menjaga kedaulatan negara secara umum dan bukan menjaga orang per orang setiap warga negara.
"Enggak boleh memperlakukan orang semena-mena. Kalau ada pelanggaran hukum, itu bagian polisi, bukan bagian TNI," katanya.
Seperti diberitakan, selama 22 jam hingga sekitar pukul 11.30 WIB, video yang menggambarkan kekerasan dan penganiayaan yang diduga dilakukan aparat TNI terhadap sejumlah orang Papua beredar di situs web YouTube.
Video itu menggambarkan aksi tak berperikemanusiaan terhadap mereka yang dituduh terlibat OPM. Kini YouTube telah menutup akses terhadap video tersebut.
Rabu, 20 Oktober 2010 | 00:41 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Markas Besar TNI tengah menyelidiki video yang menampilkan aksi kekerasan oleh oknum TNI terhadap anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM).
"Bila terbukti terdapat oknum TNI yang terlibat dalam tindakan kekerasan tersebut, dipastikan pimpinan TNI akan mengambil tindakan tegas sesuai hukum yang berlaku."
-- Markas Besar Tentara Nasional Indonesia
Juru bicara TNI, Mayjen TNI Aslizar Tandjung di Jakarta, Selasa (19/10/2010) dalam pernyataannya mengatakan, penyelidikan meliputi tempat dan tempat kejadian, serta keaslian dari video tersebut.
"Penyelidikan dilakukan agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat luas," katanya. "Bila terbukti terdapat oknum TNI yang terlibat dalam tindakan kekerasan tersebut, dipastikan pimpinan TNI akan mengambil tindakan tegas sesuai hukum yang berlaku."
Sementara itu, Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq, menyayangkan jika aksi penyiksaan dalam kegiatan interogasi itu benar-benar dilakukan oleh oknum TNI. Pasalnya, interogasi hanya boleh dilakukan oleh aparat kepolisian dalam ranah pro-yustisia.
Sementara, anggota Komisi I DPR, Effendi Choiri, menegaskan, TNI dipercaya untuk bertugas menjaga kedaulatan negara secara umum dan bukan menjaga orang per orang setiap warga negara.
"Enggak boleh memperlakukan orang semena-mena. Kalau ada pelanggaran hukum, itu bagian polisi, bukan bagian TNI," katanya.
Seperti diberitakan, selama 22 jam hingga sekitar pukul 11.30 WIB, video yang menggambarkan kekerasan dan penganiayaan yang diduga dilakukan aparat TNI terhadap sejumlah orang Papua beredar di situs web YouTube.
Video itu menggambarkan aksi tak berperikemanusiaan terhadap mereka yang dituduh terlibat OPM. Kini YouTube telah menutup akses terhadap video tersebut.
PKS: SBY tak Bisa Kurangi Menteri PKS Tanpa Ubah Kontrak Politik
Selasa, 19 Oktober 2010, 18:15 WIB
Mahfudz Siddiq
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Wakil Sekretaris Jenderal PKS, Mahfudz Siddik, menyatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak bisa me-reshuffle menteri dari PKS tanpa mengubah kontrak politik yang selama ini ada. Kontrak politik itu adalah jatah empat menteri bagi PKS di Kabinet Indonesia Bersatu Kedua.
“Kalau ganti partai dari partai harus membuat kontrak politik baru,” kata Mahfudz, kepada wartawan di gedung DPR, Jakarta, Selasa (19/10).
Dengan dasar kontrak politik tersebut, menurut Mahfudz, SBY tidak bisa seenaknya mengurangi jatah menteri dari PKS. Sebagai partai yang paling berkomitmen mendukung pasangan SBY- Boediono, kata Mahfudz, PKS pantas mendapat jatah menteri paling banyak di kabinet SBY.
Hingga kini, lanjut Mahfudz, SBY belum pernah mengajak bicara PKS soal reshuffle kabinet. Mahfudz kembali menegaskan, kontrak politik PKS langsung dengan SBY bukan dengan Partai Demokrat. Karenannya, Mahfudz yakin, keputusan yang diambil SBY terhadap PKS tidak dipengaruhi partai koalisi lain termasuk Demokrat. “Nanti pasti Presiden bicara langsung dengan PKS,” tambah Mahfudz.
Red: Budi Raharjo
Rep: Andri Saubani
Mahfudz Siddiq
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Wakil Sekretaris Jenderal PKS, Mahfudz Siddik, menyatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak bisa me-reshuffle menteri dari PKS tanpa mengubah kontrak politik yang selama ini ada. Kontrak politik itu adalah jatah empat menteri bagi PKS di Kabinet Indonesia Bersatu Kedua.
“Kalau ganti partai dari partai harus membuat kontrak politik baru,” kata Mahfudz, kepada wartawan di gedung DPR, Jakarta, Selasa (19/10).
Dengan dasar kontrak politik tersebut, menurut Mahfudz, SBY tidak bisa seenaknya mengurangi jatah menteri dari PKS. Sebagai partai yang paling berkomitmen mendukung pasangan SBY- Boediono, kata Mahfudz, PKS pantas mendapat jatah menteri paling banyak di kabinet SBY.
Hingga kini, lanjut Mahfudz, SBY belum pernah mengajak bicara PKS soal reshuffle kabinet. Mahfudz kembali menegaskan, kontrak politik PKS langsung dengan SBY bukan dengan Partai Demokrat. Karenannya, Mahfudz yakin, keputusan yang diambil SBY terhadap PKS tidak dipengaruhi partai koalisi lain termasuk Demokrat. “Nanti pasti Presiden bicara langsung dengan PKS,” tambah Mahfudz.
Red: Budi Raharjo
Rep: Andri Saubani
Kursi Menteri PKS Tak Bisa Diisi Orang Lain
Selasa, 19 Oktober 2010 , 13:50:00 WIB
Laporan: Aldi Gultom
MAHFUD SIDDIQ/IST
RMOL. Partai Keadilan Sejahtera menyerahkan sepenuhnya kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bila akan merombak Kabinet Indonesia Bersatu II. Karena itu merupakan hak prerogatif Presiden.
Demikian dikatakan Wakil Sekretaris DPP PKS Mahfudz Siddiq kepada wartawan , di gedung DPR, Jakarta (Selasa, 19/10).
Namun, dia mengingatkan, bila kader PKS yang di-reshuffle, maka penggantinya juga harus berasal dari partai PKS juga. Hal itu berdasarkan kontrak kinerja yang telah disepakati. Kalau seperti itu konteksnya, itu bukan reshuffle, tapi evaluasi.
"Kalau mau evaluasi (koalisi) dibicarakan ke pimpinan. Sampai saat ini belum ada," ucapnya. [zul]
Laporan: Aldi Gultom
MAHFUD SIDDIQ/IST
RMOL. Partai Keadilan Sejahtera menyerahkan sepenuhnya kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bila akan merombak Kabinet Indonesia Bersatu II. Karena itu merupakan hak prerogatif Presiden.
Demikian dikatakan Wakil Sekretaris DPP PKS Mahfudz Siddiq kepada wartawan , di gedung DPR, Jakarta (Selasa, 19/10).
Namun, dia mengingatkan, bila kader PKS yang di-reshuffle, maka penggantinya juga harus berasal dari partai PKS juga. Hal itu berdasarkan kontrak kinerja yang telah disepakati. Kalau seperti itu konteksnya, itu bukan reshuffle, tapi evaluasi.
"Kalau mau evaluasi (koalisi) dibicarakan ke pimpinan. Sampai saat ini belum ada," ucapnya. [zul]
PKS Nilai Kinerja Kadernya di Kabinet Bagus
INILAH.COM, Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengklaim kader partai itu di Kabinet Indonesia Bersatu II dalam setahun pertama pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Wapres Boediono berkinerja baik..
"Sejauh ini dari hasil evaluasi DPP dan menteri PKS berkinerja baik, dalam arti target yang dicapai telah terpenuhi," kata Wakil Sekjen PKS Mahfudz Siddiq kepada INILAH.COM, Jakarta, Rabu (20/10).
Kalaupun belum maksimal, menurut dia, itu karena terkendala urusan teknis dan bukan prinsip. Karena itu, PKS tidak khawatir menterinya akan diganti. Mahfudz yang juga Ketua Komisi I DPR menilai reshuffle yang mencuat seiring dengan setahun pemerintahan SBY-Boediono yang jatuh pada hari ini merupakan isu pinggiran dan dihembuskan pihak tertentu, bukan dari Presiden.
"Kalau ada pergantian, beliau pasti akan komunikasikan dengan partai. Sampai semalam tidak ada pembicaraan," kata dia.
Anggota KIB II yang berasal dari PKS ialah Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring, Menteri Sosial Salim Segaf Aljufri, Menteri Pertanian Suswono, dan Menteri Riset dan Teknologi Suharna Surapranata. [nic]
"Sejauh ini dari hasil evaluasi DPP dan menteri PKS berkinerja baik, dalam arti target yang dicapai telah terpenuhi," kata Wakil Sekjen PKS Mahfudz Siddiq kepada INILAH.COM, Jakarta, Rabu (20/10).
Kalaupun belum maksimal, menurut dia, itu karena terkendala urusan teknis dan bukan prinsip. Karena itu, PKS tidak khawatir menterinya akan diganti. Mahfudz yang juga Ketua Komisi I DPR menilai reshuffle yang mencuat seiring dengan setahun pemerintahan SBY-Boediono yang jatuh pada hari ini merupakan isu pinggiran dan dihembuskan pihak tertentu, bukan dari Presiden.
"Kalau ada pergantian, beliau pasti akan komunikasikan dengan partai. Sampai semalam tidak ada pembicaraan," kata dia.
Anggota KIB II yang berasal dari PKS ialah Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring, Menteri Sosial Salim Segaf Aljufri, Menteri Pertanian Suswono, dan Menteri Riset dan Teknologi Suharna Surapranata. [nic]
Tuesday, October 19, 2010
BUMN Kaji Pola Pembiayaan Industri Pertahanan
Presiden SBY, telah meminta kementerian BUMN segera merevitalisasi industri strategis.
Jum'at, 6 November 2009, 08:44 WIB Antique, Syahid Latif
Kendaraan tempur Kodam Iskandar Muda, Aceh. (ANTARA/Azhari)
VIVAnews - Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bakal mengkaji pola pembiayaan untuk industri pertahanan agar bisa memudahkan pendanaan dari lembaga keuangan.
"Kalau kita mau membuat suatu blue print baru, pasti itu termasuk didalamnya aspek pola pembiayaan," ujar Menteri Negara BUMN Mustafa Abubakar di kantornya, Jalan Medan Merdeka Selatan,Jakarta, Kamis, 5 November 2009.
Menurut Mustafa, kementerian akan mencari alternatif pola pembiayaan baru agar industri pertahanan tidak lagi mengalami kesulitan pembiayaan.
Namun, ketika disinggung apakah akan ada penjaminan dari pemerintah seperti proyek pembangkit listrik 10 ribu megawatt, dirinya menjawab bahwa alternatif pembiayaan tersebut belum mengarah kepada hal itu. "Itu belum disebut," katanya.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, lanjut Mustafa, telah meminta kementerian BUMN segera merevitalisasi industri strategis termasuk di dalamnya industri pertahanan dan persenjataan.
Untuk diketahui, pemerintah memiliki perusahaan negara yang berkaitan dengan industri persenjataan yaitu PT Pindad, PT PAL, dan PT Dirgantara Indonesia.
Dalam revitalisasi tersebut, kementerian rencananya akan mendorong industri persenjataan agar menghasilkan produk yang sesuai dengan standar serta kriteria yang dibutuhkan oleh konsumen di dalam dan luar negeri.
Kendati demikian, industri persenjataan milik BUMN saat ini sebenarnya sudah memenuhi standar yang diperlukan konsumen. Namun, masih diperlukan perbaikan-perbaikan untuk menghasilkan BUMN yang bisa berkompetisi misalnya dari segi manajemen. "Kalau standar sistem, prosedur sudah memenuhi syarat," kata Mustafa.
Mustafa menambahkan, dirinya juga tetap akan membuka keran ekspor senjata dengan tetap memperhatikan kebutuhan dalam negeri.
antique.putra@vivanews.com
Jum'at, 6 November 2009, 08:44 WIB Antique, Syahid Latif
Kendaraan tempur Kodam Iskandar Muda, Aceh. (ANTARA/Azhari)
VIVAnews - Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bakal mengkaji pola pembiayaan untuk industri pertahanan agar bisa memudahkan pendanaan dari lembaga keuangan.
"Kalau kita mau membuat suatu blue print baru, pasti itu termasuk didalamnya aspek pola pembiayaan," ujar Menteri Negara BUMN Mustafa Abubakar di kantornya, Jalan Medan Merdeka Selatan,Jakarta, Kamis, 5 November 2009.
Menurut Mustafa, kementerian akan mencari alternatif pola pembiayaan baru agar industri pertahanan tidak lagi mengalami kesulitan pembiayaan.
Namun, ketika disinggung apakah akan ada penjaminan dari pemerintah seperti proyek pembangkit listrik 10 ribu megawatt, dirinya menjawab bahwa alternatif pembiayaan tersebut belum mengarah kepada hal itu. "Itu belum disebut," katanya.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, lanjut Mustafa, telah meminta kementerian BUMN segera merevitalisasi industri strategis termasuk di dalamnya industri pertahanan dan persenjataan.
Untuk diketahui, pemerintah memiliki perusahaan negara yang berkaitan dengan industri persenjataan yaitu PT Pindad, PT PAL, dan PT Dirgantara Indonesia.
Dalam revitalisasi tersebut, kementerian rencananya akan mendorong industri persenjataan agar menghasilkan produk yang sesuai dengan standar serta kriteria yang dibutuhkan oleh konsumen di dalam dan luar negeri.
Kendati demikian, industri persenjataan milik BUMN saat ini sebenarnya sudah memenuhi standar yang diperlukan konsumen. Namun, masih diperlukan perbaikan-perbaikan untuk menghasilkan BUMN yang bisa berkompetisi misalnya dari segi manajemen. "Kalau standar sistem, prosedur sudah memenuhi syarat," kata Mustafa.
Mustafa menambahkan, dirinya juga tetap akan membuka keran ekspor senjata dengan tetap memperhatikan kebutuhan dalam negeri.
antique.putra@vivanews.com
Presiden Panggil Pimpinan BUMN Bahas Alutsista TNI
Senin, 11 Oktober 2010 , 12:58:00 WIB
Laporan: Marula Sardi
RMOL. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono minggu (10/10) memanggil sejumlah pimpinan Badan Usaha Milik Negara untuk membicarakan penguatan alat utama sistem senjata Tentara Nasional Indonesia.
"Hari Minggu saya lakukan pertemuan informal. Saya bertemu dengan PT DI (Dirgantara Indonesia), PAL (Penataran Angkatan Laut) dan PINDAD untuk telaah secara lebih dalam kebutuhan riil, terutama alutsista," kata Presiden SBY saat membuka sidang terbatas di Kantor Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Senin (11/10).
Menurut SBY, dengan kalkulasi yang tepat, TNI bisa menambah alutsista. Kemudian, untuk pengembangan persenjataan dalam negeri bisa dilakukan joint production dengan negara sahabat..
"Yang nyata-nyata dilakukan di dalam negeri akan kita gerakkan, tenaga kerja kita," tambahnya.
SBY berharap apa yang dibahas dalam tahap pertemuan informal kemarin bisa ditiindaklanjuti. Dengan demikian program penguatan dan modernitas alutsista bisa terwujud. [zul]
Laporan: Marula Sardi
RMOL. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono minggu (10/10) memanggil sejumlah pimpinan Badan Usaha Milik Negara untuk membicarakan penguatan alat utama sistem senjata Tentara Nasional Indonesia.
"Hari Minggu saya lakukan pertemuan informal. Saya bertemu dengan PT DI (Dirgantara Indonesia), PAL (Penataran Angkatan Laut) dan PINDAD untuk telaah secara lebih dalam kebutuhan riil, terutama alutsista," kata Presiden SBY saat membuka sidang terbatas di Kantor Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Senin (11/10).
Menurut SBY, dengan kalkulasi yang tepat, TNI bisa menambah alutsista. Kemudian, untuk pengembangan persenjataan dalam negeri bisa dilakukan joint production dengan negara sahabat..
"Yang nyata-nyata dilakukan di dalam negeri akan kita gerakkan, tenaga kerja kita," tambahnya.
SBY berharap apa yang dibahas dalam tahap pertemuan informal kemarin bisa ditiindaklanjuti. Dengan demikian program penguatan dan modernitas alutsista bisa terwujud. [zul]
Kenapa Presiden dan Kemenkeu Beda Pandangan Soal Alutsista?
Senin, 18 Oktober 2010 , 16:41:00 WIB
Laporan: Aldi Gultom
RMOL. Deadlock-nya Rapat Kerja (Raker) Komisi I DPR, Kemenhan, dan Kemenkeu harus disikapi dengan baik. Ketua Komisi I DPR, Mafhudz Siddiq adalah orang yang mengambil hikmah hal tersebut.
"Mudah-mudahan penundaan ini dimanfaatkan Menkeu, Menhan dan Kepala Bapenas untuk berkonsultasi dengan presiden, sehingga presiden bisa mengambil langkah terobosan politik, hingga dana optimalisasi anggaran minimal 2011 untuk kebutuhan modernisasi alutsista dapat terpenuhi," ujarnya selepas Raker di Gedung DPR, Senayan, Jalan Gatot Subroto, Senayan, Jakarta, Senin (18/10).
Apakah Kemenkeu berbeda komitmen dengan Presiden soal anggaran alutsista?
"Karena arahan presiden sudah jelas, dan sudah disampaikan pada beberapa forum bahwa pemerintah akan memenuhi anggaran kebutuhan alutsista sebesar 50 triliun. Lalu kenapa di level menteri tidak bisa diterjemahkan dan di eksekusi, ini yang komisi I pertanyakan pada menteri," jawabnya. [arp]
Laporan: Aldi Gultom
RMOL. Deadlock-nya Rapat Kerja (Raker) Komisi I DPR, Kemenhan, dan Kemenkeu harus disikapi dengan baik. Ketua Komisi I DPR, Mafhudz Siddiq adalah orang yang mengambil hikmah hal tersebut.
"Mudah-mudahan penundaan ini dimanfaatkan Menkeu, Menhan dan Kepala Bapenas untuk berkonsultasi dengan presiden, sehingga presiden bisa mengambil langkah terobosan politik, hingga dana optimalisasi anggaran minimal 2011 untuk kebutuhan modernisasi alutsista dapat terpenuhi," ujarnya selepas Raker di Gedung DPR, Senayan, Jalan Gatot Subroto, Senayan, Jakarta, Senin (18/10).
Apakah Kemenkeu berbeda komitmen dengan Presiden soal anggaran alutsista?
"Karena arahan presiden sudah jelas, dan sudah disampaikan pada beberapa forum bahwa pemerintah akan memenuhi anggaran kebutuhan alutsista sebesar 50 triliun. Lalu kenapa di level menteri tidak bisa diterjemahkan dan di eksekusi, ini yang komisi I pertanyakan pada menteri," jawabnya. [arp]
Anggaran Alutsista Butuh Terobosan
Tuesday, 19 October 2010
JAKARTA (SINDO) – Pemenuhan anggaran untuk modernisasi, pemeliharaan, dan perawatan alat utama sistem senjata (alutsista) membutuhkan terobosan dari Kementerian Keuangan.
Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengatakan, tanpa terobosan akan berimplikasi pada berlarutlarutnya persoalan-persoalan pertahanan dengan tidak terpenuhinya target modernisasi alat utama sistem persenjataan. ”Harus ada langkah-langkah terobosan dari Menteri Keuangan. Kalau ini kita biarkan praktis kebutuhan untuk modernisasi alutsista tidak akan terpenuhi.
Implikasinya pada persoalan pertahanan yang tidak selesai sekaligus nantinya masalah kedaulatan akan terganggu,” ujarnya usai rapat kerja tertutup Komisi I dengan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Menteri Keuangan Agus Martowardjojo, Menteri PPN/ Kepala Bappenas Armida Alisjahbana, dan Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono di Jakarta, kemarin.
Mahfudz mengatakan, berdasarkan rencana strategi (renstra) tahap pertama (2011–2014) Kementerian Pertahanan, untuk modernisasi, pemeliharaan dan perawatan alat utama sistem persenjataan membutuhkan 150 triliun. Sementara dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN ) 2010–2014, pemerintah menganggarkan Rp100 triliun untuk pemeliharaan dan pengadaan alutsista.”Skenario kebijakan politik anggaran pemerintah untuk menutup kekurangan anggaran modernisasi alutsista sebesar Rp50 triliun seperti apa,” ujarnya.
Kekurangan tersebut direncanakan akan ditutupi secara bertahap selama lima tahun dan untuk tahun 2011 ditentukan anggaran sebesar Rp11 triliun.Namun,Kementerian Keuangan hanya menyanggupi tambahan anggaran sebesar Rp2 triliun. Dengan begitu akan menggeser skenario renstra tahap pertama dan akan menumpuk pada tahun-tahun berikutnya.
”Rp2 triliun itu pun untuk anggaran pertahanan, bukan khusus persenjataan. Jadi masih harus dibagibagi lagi, misalnya untuk intelijen,” katanya. Karena itu,lanjut politikus Partai Keadilan Sejahtera itu dibutuhkan inisiatif politik dari Presiden sehingga ada terobosan kebijakan untuk tambahan anggaran alutsista sebesar Rp11 triliun. ”Bisa dengan menggeser atau realokasi beberapa variabel di RAPBN 2011,”katanya. Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono mengatakan, penambahan anggaran merupakan kewenangan Menteri Keuangan.
TNI mengharapkan program pemenuhan kekuatan pokok minimal yang telah disusun dalam renstra dapat terealisasi. ”Programnya sudah ada, sekarang tinggal apakah Menteri Keuangan bisa mengalokasikan atau tidak,”ujarnya. Sementara ketika ditanyakan terkait anggaran untuk alat utama sistem persenjataan, Menteri Keuangan Agus Martomardojo memilih tidak banyak berkomentar. ”Untuk hari ini belum ada kesimpulan,” katanya. (pasti liberti)
JAKARTA (SINDO) – Pemenuhan anggaran untuk modernisasi, pemeliharaan, dan perawatan alat utama sistem senjata (alutsista) membutuhkan terobosan dari Kementerian Keuangan.
Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengatakan, tanpa terobosan akan berimplikasi pada berlarutlarutnya persoalan-persoalan pertahanan dengan tidak terpenuhinya target modernisasi alat utama sistem persenjataan. ”Harus ada langkah-langkah terobosan dari Menteri Keuangan. Kalau ini kita biarkan praktis kebutuhan untuk modernisasi alutsista tidak akan terpenuhi.
Implikasinya pada persoalan pertahanan yang tidak selesai sekaligus nantinya masalah kedaulatan akan terganggu,” ujarnya usai rapat kerja tertutup Komisi I dengan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Menteri Keuangan Agus Martowardjojo, Menteri PPN/ Kepala Bappenas Armida Alisjahbana, dan Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono di Jakarta, kemarin.
Mahfudz mengatakan, berdasarkan rencana strategi (renstra) tahap pertama (2011–2014) Kementerian Pertahanan, untuk modernisasi, pemeliharaan dan perawatan alat utama sistem persenjataan membutuhkan 150 triliun. Sementara dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN ) 2010–2014, pemerintah menganggarkan Rp100 triliun untuk pemeliharaan dan pengadaan alutsista.”Skenario kebijakan politik anggaran pemerintah untuk menutup kekurangan anggaran modernisasi alutsista sebesar Rp50 triliun seperti apa,” ujarnya.
Kekurangan tersebut direncanakan akan ditutupi secara bertahap selama lima tahun dan untuk tahun 2011 ditentukan anggaran sebesar Rp11 triliun.Namun,Kementerian Keuangan hanya menyanggupi tambahan anggaran sebesar Rp2 triliun. Dengan begitu akan menggeser skenario renstra tahap pertama dan akan menumpuk pada tahun-tahun berikutnya.
”Rp2 triliun itu pun untuk anggaran pertahanan, bukan khusus persenjataan. Jadi masih harus dibagibagi lagi, misalnya untuk intelijen,” katanya. Karena itu,lanjut politikus Partai Keadilan Sejahtera itu dibutuhkan inisiatif politik dari Presiden sehingga ada terobosan kebijakan untuk tambahan anggaran alutsista sebesar Rp11 triliun. ”Bisa dengan menggeser atau realokasi beberapa variabel di RAPBN 2011,”katanya. Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono mengatakan, penambahan anggaran merupakan kewenangan Menteri Keuangan.
TNI mengharapkan program pemenuhan kekuatan pokok minimal yang telah disusun dalam renstra dapat terealisasi. ”Programnya sudah ada, sekarang tinggal apakah Menteri Keuangan bisa mengalokasikan atau tidak,”ujarnya. Sementara ketika ditanyakan terkait anggaran untuk alat utama sistem persenjataan, Menteri Keuangan Agus Martomardojo memilih tidak banyak berkomentar. ”Untuk hari ini belum ada kesimpulan,” katanya. (pasti liberti)
SBY Harus Keluarkan Inisiatif Politik
Alutsista TNI
Senin, 18 Oktober 2010 | 17:15 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq mengatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus mengeluarkan inisiatif politik atau kebijakan terobosan agar cita-cita modernisasi alutsista TNI hingga 2014 dapat terwujud secara bertahap. Pasalnya, rapat kerja pemerintah dengan DPR yang digelar pada hari Senin (18/10/2010) ditunda karena Menteri Keuangan belum dapat menunjukkan model penyediaan anggaran alternatif untuk memenuhi kekurangan anggaran Rp 11 triliun pada 2011 dan Rp 50 triliun hingga 2014.
"Kita butuh konsensus nasional, harusnya bisa diambil di forum ini karena instruksi presiden jelas." -- Mahfudz Siddiq
"Kita butuh konsensus nasional, harusnya bisa diambil di forum ini karena instruksi presiden jelas. Lalu kenapa di level menteri belum bisa dieksekusi? Ini kami pertanyakan. Meski pemerintah dengan Banggar sudah selesai, mudah-mudahan ada inisiatif politik dan kebijakan terobosan dari Presiden, jadi paling tidak pada 2011 ada tambahan alokasi Rp 11 triliun," katanya seusai rapat berlangsung.
Mahfudz mengatakan, dana yang tersedia ada untuk 2011, yaitu sebesar Rp 2 triliun. Hanya, untuk memenuhi hingga Rp 11 triliun, perlu ada tambahan pendapatan negara. "Untuk menambah itu harus mengubah variabel dan harus ada keputusan politik. Karena ini sudah instruksi Presiden, (Menkeu harus) bicarakan masalah ini dengan Presiden," tambahnya.
Mahfud menegaskan, DPR nantinya akan terus memantau penggunaan anggaran ini sesuai dengan rencana yang sudah disusun oleh Kementerian Pertahanan. "Kita harus pastikan, anggaran ini tepat berdasarkan prioritas. Pertama, soal perencanaan, kadang masih terjadi perbedaan-perbedaan. Dalam hal serapan anggaran, kita pastikan juga tidak ada keterlambatan," tandasnya.
Senin, 18 Oktober 2010 | 17:15 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq mengatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus mengeluarkan inisiatif politik atau kebijakan terobosan agar cita-cita modernisasi alutsista TNI hingga 2014 dapat terwujud secara bertahap. Pasalnya, rapat kerja pemerintah dengan DPR yang digelar pada hari Senin (18/10/2010) ditunda karena Menteri Keuangan belum dapat menunjukkan model penyediaan anggaran alternatif untuk memenuhi kekurangan anggaran Rp 11 triliun pada 2011 dan Rp 50 triliun hingga 2014.
"Kita butuh konsensus nasional, harusnya bisa diambil di forum ini karena instruksi presiden jelas." -- Mahfudz Siddiq
"Kita butuh konsensus nasional, harusnya bisa diambil di forum ini karena instruksi presiden jelas. Lalu kenapa di level menteri belum bisa dieksekusi? Ini kami pertanyakan. Meski pemerintah dengan Banggar sudah selesai, mudah-mudahan ada inisiatif politik dan kebijakan terobosan dari Presiden, jadi paling tidak pada 2011 ada tambahan alokasi Rp 11 triliun," katanya seusai rapat berlangsung.
Mahfudz mengatakan, dana yang tersedia ada untuk 2011, yaitu sebesar Rp 2 triliun. Hanya, untuk memenuhi hingga Rp 11 triliun, perlu ada tambahan pendapatan negara. "Untuk menambah itu harus mengubah variabel dan harus ada keputusan politik. Karena ini sudah instruksi Presiden, (Menkeu harus) bicarakan masalah ini dengan Presiden," tambahnya.
Mahfud menegaskan, DPR nantinya akan terus memantau penggunaan anggaran ini sesuai dengan rencana yang sudah disusun oleh Kementerian Pertahanan. "Kita harus pastikan, anggaran ini tepat berdasarkan prioritas. Pertama, soal perencanaan, kadang masih terjadi perbedaan-perbedaan. Dalam hal serapan anggaran, kita pastikan juga tidak ada keterlambatan," tandasnya.
Anggaran Alutsista belum Bisa Terpenuhi
Senin, 18 Oktober 2010 22:21 WIB
Penulis : Nurulia Juwita Sari
JAKARTA--MICOM: Pemerintah masih belum menemukan solusi untuk menutupi kekurangan anggaran modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista). Keadaan ini bertentangan dengan semangat Presiden yang menyatakan modernisasi dan penyegaran alutsista sangat diperlukan.
Rapat kerja yang digelar Komisi I DPR RI bersama Menteri Pertahanan, Menteri Keuangan, Kepala Bappenas, dan Panglima TNI tidak mendapatkan titik temu untuk memenuhi kekurangan anggaran. "Belum ada kesimpulan. Kalau hal ini kita biarkan dan tidak ada langkah-langkah terobosan bahkan sampai tahun 2014, praktis kebutuhan untuk modernisasi alutsista tidak akan terpenuhi," ujar Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq ditemui seusai rapat di gedung Parlemen, Senin (18/10).
Ia khawatir, keadaan ini akan berimplikasi pada berbagai persoalan pertahanan yang akan semakin berlarut-larut. "Nantinya masalah kedaulatan akan terganggu."
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah melalui Kementerian Pertahanan menyatakan membutuhkan Rp150 triliun rupiah untuk pemeliharaan dan penganggaran alutsista.
Dari jumlah tersebut, pemerintah masih kekurangan dana sebesar Rp50 triliun. Kementerian Keuangan, menjadi pihak yang bertanggungjawab untuk mencari solusi alternatif agar kebutuhan itu terpenuhi. Pemenuhan dilakukan secara bertahap, untuk tahun 2011, seharusnya pemerintah dapat menambal kekurangan dana sebesar Rp11 triliun.
Namun dalam Rapat Kerja tersebut, Menteri Keuangan menyatakan pihaknya hanya mampu menyisihkan tambahan sekitar Rp2 triliun. "Mereka masih terbelenggu oleh postur anggaran. Misalnya untuk tahun 2011 hanya bisa menyisakan tambahan kurang lebih Rp2 triliun untuk pertahanan. Sementara kebutuhannya sekitar Rp11 triliun," keluhnya. (NJ/OL-2)
Penulis : Nurulia Juwita Sari
JAKARTA--MICOM: Pemerintah masih belum menemukan solusi untuk menutupi kekurangan anggaran modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista). Keadaan ini bertentangan dengan semangat Presiden yang menyatakan modernisasi dan penyegaran alutsista sangat diperlukan.
Rapat kerja yang digelar Komisi I DPR RI bersama Menteri Pertahanan, Menteri Keuangan, Kepala Bappenas, dan Panglima TNI tidak mendapatkan titik temu untuk memenuhi kekurangan anggaran. "Belum ada kesimpulan. Kalau hal ini kita biarkan dan tidak ada langkah-langkah terobosan bahkan sampai tahun 2014, praktis kebutuhan untuk modernisasi alutsista tidak akan terpenuhi," ujar Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq ditemui seusai rapat di gedung Parlemen, Senin (18/10).
Ia khawatir, keadaan ini akan berimplikasi pada berbagai persoalan pertahanan yang akan semakin berlarut-larut. "Nantinya masalah kedaulatan akan terganggu."
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah melalui Kementerian Pertahanan menyatakan membutuhkan Rp150 triliun rupiah untuk pemeliharaan dan penganggaran alutsista.
Dari jumlah tersebut, pemerintah masih kekurangan dana sebesar Rp50 triliun. Kementerian Keuangan, menjadi pihak yang bertanggungjawab untuk mencari solusi alternatif agar kebutuhan itu terpenuhi. Pemenuhan dilakukan secara bertahap, untuk tahun 2011, seharusnya pemerintah dapat menambal kekurangan dana sebesar Rp11 triliun.
Namun dalam Rapat Kerja tersebut, Menteri Keuangan menyatakan pihaknya hanya mampu menyisihkan tambahan sekitar Rp2 triliun. "Mereka masih terbelenggu oleh postur anggaran. Misalnya untuk tahun 2011 hanya bisa menyisakan tambahan kurang lebih Rp2 triliun untuk pertahanan. Sementara kebutuhannya sekitar Rp11 triliun," keluhnya. (NJ/OL-2)
TNI Minta Rp100 T Beli Pesawat, Kapal & Tank
Anggaran Rp100 triliun diajukan untuk membangun alat sistem utama persenjataan TNI.
Senin, 18 Oktober 2010, 16:21 WIB
Heri Susanto, Agus Dwi Darmawan
Pesawat tempur Shukoi TNI (globalaircraft.org)
VIVAnews - Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono yang baru dilantik pekan lalu, hari ini langsung memperjuangkan haknya sebagai panglima tertinggi di Tentara Nasional Indonesia. Kepada Menteri Keuangan bersama beberapa menteri lain, ia menyampaikan permintaan ini di Komisi I DPR RI. Total dana yang dibutuhkan sekitar Rp100 triliun hingga 2014.
Didampingi oleh Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Agus mengusulkan alokasi anggaran pertahanan dalam rangka memenuhi kebutuhan Minimum Essential Force (MEF). Anggaran ini diajukan untuk memenuhi segala bentuk kekurangan dan pemeliharaan alat utama sistem persenjataan (alutista).
"Programnya sudah kita ajukan ke Menteri Keuangan," kata Agus di Komisi I DPR, Senin 18 Oktober 2010. Tapi berapa kebutuhan dana itu, Agus tidak menyebutnya. Hanya saja seperangkat keperluan yang dimaksud itu antara lain untuk membangun alutista seperti kapal, pesawat, tank dan sebagainya.
Rapat yang digelar secara tertutup sejak pukul 10.00 WIB dan selesai pukul 14.56 WIB ini, belum menghasilkan keputusan. Dipimpin oleh Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq, rapat ikut menghadirkan Menteri Keuangan Agus DW Martowardojo, Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Armida S Alisjahbana, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dan Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono
Menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Armida S Alisjahbana, jumlah dana MEF yang diajukan saat ini cukup besar dan semuanya masih dalam proses.
Tapi dalam RPJMN (rencana pembangunan jangka menengah nasional) 2010-2014, range MEF yang diperkirakan adalah sebesar Rp100 triliun. Ini adalah baseline (dasar) kebutuhan alutista Indonesia. Dalam penganggaran sampai saat ini sudah terpenuhi Rp53 triliun.
"Jadi kurangnya masih Rp57 triliun," kata Armida.
Kebutuhan dana sebesar akan dibagi yakni untuk 2011 mencapai Rp11 triliun, dan sisanya dialokasikan pada tahun berikutnya. "Semuanya dilakukan secara bertahap," katanya.
• VIVAnews
Senin, 18 Oktober 2010, 16:21 WIB
Heri Susanto, Agus Dwi Darmawan
Pesawat tempur Shukoi TNI (globalaircraft.org)
VIVAnews - Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono yang baru dilantik pekan lalu, hari ini langsung memperjuangkan haknya sebagai panglima tertinggi di Tentara Nasional Indonesia. Kepada Menteri Keuangan bersama beberapa menteri lain, ia menyampaikan permintaan ini di Komisi I DPR RI. Total dana yang dibutuhkan sekitar Rp100 triliun hingga 2014.
Didampingi oleh Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Agus mengusulkan alokasi anggaran pertahanan dalam rangka memenuhi kebutuhan Minimum Essential Force (MEF). Anggaran ini diajukan untuk memenuhi segala bentuk kekurangan dan pemeliharaan alat utama sistem persenjataan (alutista).
"Programnya sudah kita ajukan ke Menteri Keuangan," kata Agus di Komisi I DPR, Senin 18 Oktober 2010. Tapi berapa kebutuhan dana itu, Agus tidak menyebutnya. Hanya saja seperangkat keperluan yang dimaksud itu antara lain untuk membangun alutista seperti kapal, pesawat, tank dan sebagainya.
Rapat yang digelar secara tertutup sejak pukul 10.00 WIB dan selesai pukul 14.56 WIB ini, belum menghasilkan keputusan. Dipimpin oleh Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq, rapat ikut menghadirkan Menteri Keuangan Agus DW Martowardojo, Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Armida S Alisjahbana, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dan Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono
Menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Armida S Alisjahbana, jumlah dana MEF yang diajukan saat ini cukup besar dan semuanya masih dalam proses.
Tapi dalam RPJMN (rencana pembangunan jangka menengah nasional) 2010-2014, range MEF yang diperkirakan adalah sebesar Rp100 triliun. Ini adalah baseline (dasar) kebutuhan alutista Indonesia. Dalam penganggaran sampai saat ini sudah terpenuhi Rp53 triliun.
"Jadi kurangnya masih Rp57 triliun," kata Armida.
Kebutuhan dana sebesar akan dibagi yakni untuk 2011 mencapai Rp11 triliun, dan sisanya dialokasikan pada tahun berikutnya. "Semuanya dilakukan secara bertahap," katanya.
• VIVAnews
Kemhan dan TNI Harus Selidiki Video Kekerasan
VIDEO KEKERASAN TNI?
Senin, 18 Oktober 2010 , 17:50:00 WIB
Laporan: Aldi Gultom
RMOL. Video dugaan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh oknum aparat TNI terhadap orang yang dicurigai aktivis Organisasi Papua Merdeka (OPM) beredar di situs youtube.
Terkait hal ini, Ketua Komisi I DPR RI, Mahfudz Siddiq menjelaskan Kemhan dan TNI harus membentuk tim investigasi untuk memverifikasi kebenaran berita tersebut.
"Saya kira Kemhan dengan TNI harus segera membentuk tim investigasi untuk memverifikasai kebenaran video itu," ujar politisi PKS ini di Gedung DPR, Jalan Gatot Subroto, Senayan, Jakarta, Senin (18/20).
Apalagi, lanjut Mahfudz, kita sama-sama mendengar bagaimana Panglima TNI pada saat fit and proper test di Komisi I menyatakan komitmen untuk memperkuat perspektif penegakan HAM dalam setiap operasi TNI, baik perang ataupun non perang.
"Jadi, sangat disayangkan kalau kejadian ini betul-betul terjadi," lanjutnya. [arp]
Senin, 18 Oktober 2010 , 17:50:00 WIB
Laporan: Aldi Gultom
RMOL. Video dugaan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh oknum aparat TNI terhadap orang yang dicurigai aktivis Organisasi Papua Merdeka (OPM) beredar di situs youtube.
Terkait hal ini, Ketua Komisi I DPR RI, Mahfudz Siddiq menjelaskan Kemhan dan TNI harus membentuk tim investigasi untuk memverifikasi kebenaran berita tersebut.
"Saya kira Kemhan dengan TNI harus segera membentuk tim investigasi untuk memverifikasai kebenaran video itu," ujar politisi PKS ini di Gedung DPR, Jalan Gatot Subroto, Senayan, Jakarta, Senin (18/20).
Apalagi, lanjut Mahfudz, kita sama-sama mendengar bagaimana Panglima TNI pada saat fit and proper test di Komisi I menyatakan komitmen untuk memperkuat perspektif penegakan HAM dalam setiap operasi TNI, baik perang ataupun non perang.
"Jadi, sangat disayangkan kalau kejadian ini betul-betul terjadi," lanjutnya. [arp]
Wednesday, October 13, 2010
Mahfudz: Ironis, Calon Kapolri Penuh Kontroversi Saat Polri Butuh Pemimpin Sejati
CALON KAPOLRI
Selasa, 12 Oktober 2010 , 11:26:00 WIB
Laporan: Aldi Gultom
RMOL. Kekecewaan masyarakat kepada Polisi tidak lagi dilampiaskan lewat umpatan atau obrolan di warung kopi. Kekecewaan masyarakat sudah sampai ubun-ubun sehingga dilampiaskan lewat serangkaian aksi penyerangan terhadap pos-pos polisi.
Demikian dikatakan Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq kepada Rakyat Merdeka Online di gedung DPR, Jakarta (Selasa, 12/10).
"Serangkaian kasus yang menimpa Kepolisian dan pada puncaknya pada kasus Susno, telah mendegradasi kredibilitas polisi ke titik nadir dan membuat kepercayaan pada polisi sudah sangat minim. Dan itu kontras dengan jargon polisi melindung dan mengayaomi masyarakat," ujar Mahfudz Siddiq.
Dengan keadaan seperti itu, lanjut politisi PKS ini, otomatis semua fungsi dan elemen yang ada di tubuh Kepolisian menjadi lemah, termasuk bagian intelijen.
Karena itu, polisi tidak bisa mengantisipasi beberapa penyerangan dari masyarakat. Makanya, ini semua menjadi tugas Kapolri mendatang mengembalikan kepercayaan masyatakat dan memperkuat organ-organ yang ada di tubuh korps bhayangkara itu.
"Saat ini Polri memerlukan leaderhip yang betul-betul kuat. Ironisnya calon Kapolri (Komjen Timur) sekarang penuh kontroversi. Mulai dari kenaikan pangkat yang dipercepat dan kasus pelanggaran HAM," tandasnya. [zul]
Selasa, 12 Oktober 2010 , 11:26:00 WIB
Laporan: Aldi Gultom
RMOL. Kekecewaan masyarakat kepada Polisi tidak lagi dilampiaskan lewat umpatan atau obrolan di warung kopi. Kekecewaan masyarakat sudah sampai ubun-ubun sehingga dilampiaskan lewat serangkaian aksi penyerangan terhadap pos-pos polisi.
Demikian dikatakan Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq kepada Rakyat Merdeka Online di gedung DPR, Jakarta (Selasa, 12/10).
"Serangkaian kasus yang menimpa Kepolisian dan pada puncaknya pada kasus Susno, telah mendegradasi kredibilitas polisi ke titik nadir dan membuat kepercayaan pada polisi sudah sangat minim. Dan itu kontras dengan jargon polisi melindung dan mengayaomi masyarakat," ujar Mahfudz Siddiq.
Dengan keadaan seperti itu, lanjut politisi PKS ini, otomatis semua fungsi dan elemen yang ada di tubuh Kepolisian menjadi lemah, termasuk bagian intelijen.
Karena itu, polisi tidak bisa mengantisipasi beberapa penyerangan dari masyarakat. Makanya, ini semua menjadi tugas Kapolri mendatang mengembalikan kepercayaan masyatakat dan memperkuat organ-organ yang ada di tubuh korps bhayangkara itu.
"Saat ini Polri memerlukan leaderhip yang betul-betul kuat. Ironisnya calon Kapolri (Komjen Timur) sekarang penuh kontroversi. Mulai dari kenaikan pangkat yang dipercepat dan kasus pelanggaran HAM," tandasnya. [zul]
Tuesday, October 12, 2010
Presiden: Gunakan Alutsista Sendiri
Senin, 11 Oktober 2010 | 21:22 WIB
KOMPAS/DWI BAYU RADIUS
Panser Anoa buatan PT Pindad diuji di jalur menanjak, datar, dan turun, di Bandung, Jumat (15/1/2010). Selain sudah digunakan pasukan perdamaian di Lebanon, panser berbobot 14 ton ini juga menarik minat Malaysia.
JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengingatkan agar bangsa Indonesia memiliki kemandirian mengembangkan alat utama sistem persenjataan agar Indonesia tidak kalah dari negara lainnya.
Hal itu diingatkan Presiden Yudhoyono, sebagaimana disampaikan Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono kepada pers, seusai mengikuti rapat terbatas di Kantor Presiden, Kompleks Istana, Jakarta, Senin (11/10/2010) sore tadi.
"Pertemuan Presiden, Minggu (10/10/2010) kemarin, intinya adalah agar TNI ke depan menggunakan sepenuhnya produk dalam negeri. Dengan demikian, industri strategis kita akan semakin maju sehingga kita mempunyai kemandirian pertahanan dan Indonesia tidak kalah dari negara lain," tandas Agus.
Menurut Agus, industri strategis Indonesia saat ini sudah mampu membangun kapal, helikopter, panser, dan senjata tempur lainnya. "Semua itu diwujudkan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimal TNI," tandasnya.
Sebelumnya, saat mengawali pembukaan rapat terbatas di tempat yang sama, Presiden Yudhoyono mengaku telah mengadakan pertemuan informal dengan menteri terkait dan sejumlah pimpinan BUMN untuk membahas masalah pengembangan alat utama sistem persenjataan milik TNI untuk jangka waktu lima tahun mendatang. Pertemuan dilakukan di rumah pribadi Presiden di Puri Indah Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Minggu siang.
Selain dihadiri Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto dan menteri terkait lainnya, juga hadir Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, Panglima TNI beserta tiga Kepala Staf Angkatan, serta tiga pimpinan BUMN PT Dirgantara Indonesia, PT Pindad, dan PT PAL.
Presiden Yudhoyono menambahkan, pertemuan tersebut untuk menindaklanjuti rapat terbatas bidang politik, hukum, dan keamanan yang pernah diadakan pada Senin (4/10/2010) lalu, serta pidato Presiden Yudhoyono saat peringatan ulang tahun ke-65 TNI.
Restrukturisasi
Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan, pihaknya akan melakukan restrukturisasi pada industri strategis nasional. Sebab, industri strategis merupakan aset besar di masa datang secara nasional.
"Kalau PT Pindad kan sehat, sedangkan PT PAL hanya memerlukan restrukturisasi. PT DI juga akan direstrukturisasi. Keduanya itu memang mempunyai tagihan, tetapi terlambat sehingga terjadi ketidakseimbangan anggaran (mismacth). Namun, keduanya memiliki masa depan yang bagus. Jadi mempunyai prospek," kata Hatta.
Ketidakseimbangan terjadi karena adanya pesanan produksi yang harus dikerjakan. Akan tetapi, APBN-nya terlambat membayar sehingga modal kerjanya habis. "Namun, Presiden tidak membicarakan sampai soal ketidakseimbangan anggaran di masing-masing industri strategis tersebut," ujar Hatta.
Hatta mengaku, untuk memenuhi kebutuhan pokok minimal, pemerintah melakukan secara bertahap. "Volume APBN kita kan naik terus, dan itu berjalan sambil kita menghemat anggaran. Bayangkan jika kita bisa menghemat sampai 10 persen dari dana-dana non untuk keperluan barang modal. Berarti, kita bisa menghemat sekitar Rp 60 triliun. Tentu, sebagian dana yang kita hemat itu bisa disisihkan untuk memperkuat pertahanan kita," lanjut Hatta.
Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha menambahkan, pada pertemuan lalu, ketiga direksi BUMN industri strategis memberikan pemaparan mengenai perkembangan BUMN-nya masing-masing di hadapan Presiden Yudhoyono dan menteri terkait.
KOMPAS/DWI BAYU RADIUS
Panser Anoa buatan PT Pindad diuji di jalur menanjak, datar, dan turun, di Bandung, Jumat (15/1/2010). Selain sudah digunakan pasukan perdamaian di Lebanon, panser berbobot 14 ton ini juga menarik minat Malaysia.
JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengingatkan agar bangsa Indonesia memiliki kemandirian mengembangkan alat utama sistem persenjataan agar Indonesia tidak kalah dari negara lainnya.
Hal itu diingatkan Presiden Yudhoyono, sebagaimana disampaikan Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono kepada pers, seusai mengikuti rapat terbatas di Kantor Presiden, Kompleks Istana, Jakarta, Senin (11/10/2010) sore tadi.
"Pertemuan Presiden, Minggu (10/10/2010) kemarin, intinya adalah agar TNI ke depan menggunakan sepenuhnya produk dalam negeri. Dengan demikian, industri strategis kita akan semakin maju sehingga kita mempunyai kemandirian pertahanan dan Indonesia tidak kalah dari negara lain," tandas Agus.
Menurut Agus, industri strategis Indonesia saat ini sudah mampu membangun kapal, helikopter, panser, dan senjata tempur lainnya. "Semua itu diwujudkan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimal TNI," tandasnya.
Sebelumnya, saat mengawali pembukaan rapat terbatas di tempat yang sama, Presiden Yudhoyono mengaku telah mengadakan pertemuan informal dengan menteri terkait dan sejumlah pimpinan BUMN untuk membahas masalah pengembangan alat utama sistem persenjataan milik TNI untuk jangka waktu lima tahun mendatang. Pertemuan dilakukan di rumah pribadi Presiden di Puri Indah Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Minggu siang.
Selain dihadiri Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto dan menteri terkait lainnya, juga hadir Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, Panglima TNI beserta tiga Kepala Staf Angkatan, serta tiga pimpinan BUMN PT Dirgantara Indonesia, PT Pindad, dan PT PAL.
Presiden Yudhoyono menambahkan, pertemuan tersebut untuk menindaklanjuti rapat terbatas bidang politik, hukum, dan keamanan yang pernah diadakan pada Senin (4/10/2010) lalu, serta pidato Presiden Yudhoyono saat peringatan ulang tahun ke-65 TNI.
Restrukturisasi
Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan, pihaknya akan melakukan restrukturisasi pada industri strategis nasional. Sebab, industri strategis merupakan aset besar di masa datang secara nasional.
"Kalau PT Pindad kan sehat, sedangkan PT PAL hanya memerlukan restrukturisasi. PT DI juga akan direstrukturisasi. Keduanya itu memang mempunyai tagihan, tetapi terlambat sehingga terjadi ketidakseimbangan anggaran (mismacth). Namun, keduanya memiliki masa depan yang bagus. Jadi mempunyai prospek," kata Hatta.
Ketidakseimbangan terjadi karena adanya pesanan produksi yang harus dikerjakan. Akan tetapi, APBN-nya terlambat membayar sehingga modal kerjanya habis. "Namun, Presiden tidak membicarakan sampai soal ketidakseimbangan anggaran di masing-masing industri strategis tersebut," ujar Hatta.
Hatta mengaku, untuk memenuhi kebutuhan pokok minimal, pemerintah melakukan secara bertahap. "Volume APBN kita kan naik terus, dan itu berjalan sambil kita menghemat anggaran. Bayangkan jika kita bisa menghemat sampai 10 persen dari dana-dana non untuk keperluan barang modal. Berarti, kita bisa menghemat sekitar Rp 60 triliun. Tentu, sebagian dana yang kita hemat itu bisa disisihkan untuk memperkuat pertahanan kita," lanjut Hatta.
Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha menambahkan, pada pertemuan lalu, ketiga direksi BUMN industri strategis memberikan pemaparan mengenai perkembangan BUMN-nya masing-masing di hadapan Presiden Yudhoyono dan menteri terkait.
RUU Intelijen Banyak Kelemahan
Selasa, 12 Oktober 2010
JAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) Intelijen yang sedang dibahas Komisi I dinilai masih perlu banyak perbaikan. Paling tidak, ada sepuluh kelemahan dari draf RUU Intelijen yang saat ini dibahas. Satu di antaranya adalah RUU ini masih terfokus pada tugas Badan Intelijen Nasional.
“RUU ini juga belum membagi wilayah kerja antara intelijen luar negeri, intelijen dalam negeri, intelijen militer, dan intelijen penegakan hukum,” kata pengamat intelijen dari Imparsial, Al Araf, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum bersama Komisi I di Gedung DPR, Jakarta, Senin (11/10).
Dia memberi masukan agar RUU Intelijen dapat menjaga keseimbangan dalam menjaga keamanan sekaligus hak asasi manusia. Harus ada penegasan dalam RUU itu agar tidak melanggar HAM sesuai dengan prinsip-prinsip Pasal 28i Perubahan Kedua UUD, seperti hak untuk hidup dan hak untuk tak mendapatkan siksaan.
“Keseimbangan bisa dilakukan dengan meletakkan kontra- intelijen dan tugasnya tidak ditujukan untuk warga negara sendiri,” ujarnya. Pengamat militer dari Universitas Indonesia Makmur Keliat melihat intelijen memiliki tugas yang khusus menyangkut keamanan negara.
Keinginan anggota Komisi I agar intelijen menangani kejahatan valuta asing dan obatobatan terlarang dipandang tidak perlu. Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq mengatakan masukan dari berbagai pihak, termasuk dari pengamat, sangat penting untuk menyempurnakan RUU Intelijen sebelum ditetapkan menjadi UU. Saat ini, RUU Intelijen baru sampai pada meminta pandangan masing-masing fraksi.
way/P-3
http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=64836
JAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) Intelijen yang sedang dibahas Komisi I dinilai masih perlu banyak perbaikan. Paling tidak, ada sepuluh kelemahan dari draf RUU Intelijen yang saat ini dibahas. Satu di antaranya adalah RUU ini masih terfokus pada tugas Badan Intelijen Nasional.
“RUU ini juga belum membagi wilayah kerja antara intelijen luar negeri, intelijen dalam negeri, intelijen militer, dan intelijen penegakan hukum,” kata pengamat intelijen dari Imparsial, Al Araf, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum bersama Komisi I di Gedung DPR, Jakarta, Senin (11/10).
Dia memberi masukan agar RUU Intelijen dapat menjaga keseimbangan dalam menjaga keamanan sekaligus hak asasi manusia. Harus ada penegasan dalam RUU itu agar tidak melanggar HAM sesuai dengan prinsip-prinsip Pasal 28i Perubahan Kedua UUD, seperti hak untuk hidup dan hak untuk tak mendapatkan siksaan.
“Keseimbangan bisa dilakukan dengan meletakkan kontra- intelijen dan tugasnya tidak ditujukan untuk warga negara sendiri,” ujarnya. Pengamat militer dari Universitas Indonesia Makmur Keliat melihat intelijen memiliki tugas yang khusus menyangkut keamanan negara.
Keinginan anggota Komisi I agar intelijen menangani kejahatan valuta asing dan obatobatan terlarang dipandang tidak perlu. Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq mengatakan masukan dari berbagai pihak, termasuk dari pengamat, sangat penting untuk menyempurnakan RUU Intelijen sebelum ditetapkan menjadi UU. Saat ini, RUU Intelijen baru sampai pada meminta pandangan masing-masing fraksi.
way/P-3
http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=64836
Di Uncen, Dubes AS ‘Disuguhi‘ Wacana Referendum
Waktu Dialog Hanya Sejam, Mahasiswa Uncen tak Puas
@October 08, 2010 http://papuapost.com/2010/10/2860/
Dubes AS di Uncen, Abepura, Port Numbay
Dubes Amerika Serikat Scot Marciel saat berbincang-bincang dengan sejumlah staf LSM dari USAID dan Unicef di Poltekes padang BulanJayapura—Duta Besar Amerika Serikat (Dubes AS) untuk Indonesia, Scot Marciel, dalam lawatannya ke Jayapura, melakukan serangkaian kegiatan antara lain berkunjung ke Politeknik Kesehatan Padang Bulan dan sejumlah kantor pemerintahan, yakni MRP dan Gubernur Papua. Yang menarik dalam rangkaian kunjungan Rabu (6/10) kemarin saat berdialog dengan mahasiswa Uncen. Dalam suasana dialog ini Dubes As, sempat ‘disuguhi’ wacana referendum dan teriakan Papua Merdeka oleh mahasiswa Uncen dalam sesi tanya jawab.
Para mahasiswa pun merasa kurang puas karena pertemuan yang terbilang singkat, yakni hanya satu jam tersebut, tidak sepatah katapun keluar dari Dubes yang baru bertugas di Indonesia selama dua bulan terkait dengan isu referendum dan isu-isu senada.
Scot Marciel yang datang ke Papua bersama Atase Pertahanan Russ Bailey, dan sejumlah stafnya hanya menjawab bahwa ia masih baru dan belum banyak tahu. ‘’Saya masih baru dan perlu banyak belajar. Semua akan saya pelajari dulu,’’ jawabnya mengakhiri dialog.
Di dalam ruang makan usai istirahat sejenak, Scot Marciel kepada wartawan mengungkapkan dengan bahasa Inggris bahwa maksud dari kunjungannya ke Papua dengan mengunjungi Poltekes dan Uncen, serta sejumlah kantor seperti MRP dan Gubernur Papua, yakni salah satunya terkait kerjasama antara Amerika Serikat dengan Indonesia di bidang pendidikan.
Dan terkait dengan isu referendum dan kemerdekaan Papua, Scot Marciel menegaskan bahwa Pemerintah Amerika Serikat tetap mendukung Papua dengan status Otonomi Khusus di dalam NKRI. Ditegaskan juga bahwa Amerika tidak pernah mendukung gerakan sparatisme di Papua.
Kunjungan Dubes Amerika yang diawali dengan mengunjungi Politeknik Kesehatan (Poltekes) Jayapura, yakni bertemu dengan bidan-bidan yang menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan ibu dan anak di lapangan.
“Saya berkunjung ke Papua untuk melihat pembangunan yang, sekaligus bertemu kebidanan serta pimpinan daerah yang ada,” ujar Marciel di Poltekes Padang Bulan, Jayapura.
Duta Besar Marciel berdiskusi tentang cara-cara inovatif untuk menggabungkan perawatan pra-kelahiran dengan pengobatan malaria, dalam sebuah program yang telah didanai oleh USAID sejak tahun 2006.
Sementara, dalam pertemuan Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia dengan Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Agus Alue Alua antara lain membicarakan masalah pelaksanaan otonomi khusus di Papua.
Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar 1 jam tersebut, menurut Agus Alua membicarakan tentang implementasi Otonomi Khusus (Otsus) di Papua yang telah berjalan selama sembilan tahun.
Menurutnya, kepada Scot Marciel diceritakan tentang wacana pengembalian UU Otsus yang dibilang gagal. ‘’Yang bilang Otsus gagal itu masyarakat. Sedangkan kami (MRP, red) hanya memfasilitasi,’’ ungkapnya.
Dikatakannya kepada Scot Marciel tentang alasan kenapa masyarakat mengatakan Otsus gagal, yakni selain kesejahteraan masyarakat kampung yang belum nampak banyak berubah juga terkait munculnya keputusan pemerintah yang tidak sesuai dengan Otsus, seperti pemekaran Provinsi Papua Barat.
Tentang perbedaan pandangan pemerintah yang menyatakan Otsus berhasil dan masyarakat yang menyatakan Otsus gagal juga diungkapkannya kepada rombongan dubes. Atas informasi yang diberikannya, menurut Agus Alua, pihak Scot Marciel hanya menyatakan menampung informasi untuk dipelajari lebih lanjut. (aj)
@October 08, 2010 http://papuapost.com/2010/10/2860/
Dubes AS di Uncen, Abepura, Port Numbay
Dubes Amerika Serikat Scot Marciel saat berbincang-bincang dengan sejumlah staf LSM dari USAID dan Unicef di Poltekes padang BulanJayapura—Duta Besar Amerika Serikat (Dubes AS) untuk Indonesia, Scot Marciel, dalam lawatannya ke Jayapura, melakukan serangkaian kegiatan antara lain berkunjung ke Politeknik Kesehatan Padang Bulan dan sejumlah kantor pemerintahan, yakni MRP dan Gubernur Papua. Yang menarik dalam rangkaian kunjungan Rabu (6/10) kemarin saat berdialog dengan mahasiswa Uncen. Dalam suasana dialog ini Dubes As, sempat ‘disuguhi’ wacana referendum dan teriakan Papua Merdeka oleh mahasiswa Uncen dalam sesi tanya jawab.
Para mahasiswa pun merasa kurang puas karena pertemuan yang terbilang singkat, yakni hanya satu jam tersebut, tidak sepatah katapun keluar dari Dubes yang baru bertugas di Indonesia selama dua bulan terkait dengan isu referendum dan isu-isu senada.
Scot Marciel yang datang ke Papua bersama Atase Pertahanan Russ Bailey, dan sejumlah stafnya hanya menjawab bahwa ia masih baru dan belum banyak tahu. ‘’Saya masih baru dan perlu banyak belajar. Semua akan saya pelajari dulu,’’ jawabnya mengakhiri dialog.
Di dalam ruang makan usai istirahat sejenak, Scot Marciel kepada wartawan mengungkapkan dengan bahasa Inggris bahwa maksud dari kunjungannya ke Papua dengan mengunjungi Poltekes dan Uncen, serta sejumlah kantor seperti MRP dan Gubernur Papua, yakni salah satunya terkait kerjasama antara Amerika Serikat dengan Indonesia di bidang pendidikan.
Dan terkait dengan isu referendum dan kemerdekaan Papua, Scot Marciel menegaskan bahwa Pemerintah Amerika Serikat tetap mendukung Papua dengan status Otonomi Khusus di dalam NKRI. Ditegaskan juga bahwa Amerika tidak pernah mendukung gerakan sparatisme di Papua.
Kunjungan Dubes Amerika yang diawali dengan mengunjungi Politeknik Kesehatan (Poltekes) Jayapura, yakni bertemu dengan bidan-bidan yang menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan ibu dan anak di lapangan.
“Saya berkunjung ke Papua untuk melihat pembangunan yang, sekaligus bertemu kebidanan serta pimpinan daerah yang ada,” ujar Marciel di Poltekes Padang Bulan, Jayapura.
Duta Besar Marciel berdiskusi tentang cara-cara inovatif untuk menggabungkan perawatan pra-kelahiran dengan pengobatan malaria, dalam sebuah program yang telah didanai oleh USAID sejak tahun 2006.
Sementara, dalam pertemuan Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia dengan Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Agus Alue Alua antara lain membicarakan masalah pelaksanaan otonomi khusus di Papua.
Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar 1 jam tersebut, menurut Agus Alua membicarakan tentang implementasi Otonomi Khusus (Otsus) di Papua yang telah berjalan selama sembilan tahun.
Menurutnya, kepada Scot Marciel diceritakan tentang wacana pengembalian UU Otsus yang dibilang gagal. ‘’Yang bilang Otsus gagal itu masyarakat. Sedangkan kami (MRP, red) hanya memfasilitasi,’’ ungkapnya.
Dikatakannya kepada Scot Marciel tentang alasan kenapa masyarakat mengatakan Otsus gagal, yakni selain kesejahteraan masyarakat kampung yang belum nampak banyak berubah juga terkait munculnya keputusan pemerintah yang tidak sesuai dengan Otsus, seperti pemekaran Provinsi Papua Barat.
Tentang perbedaan pandangan pemerintah yang menyatakan Otsus berhasil dan masyarakat yang menyatakan Otsus gagal juga diungkapkannya kepada rombongan dubes. Atas informasi yang diberikannya, menurut Agus Alua, pihak Scot Marciel hanya menyatakan menampung informasi untuk dipelajari lebih lanjut. (aj)
Friday, October 08, 2010
Indonesia Tak Perlu Berdialog dengan RMS
SBY Batal ke Belanda
Rabu, 6 Oktober 2010 | 12:56 WIB
Anggota Republik Maluku Selatan (RMS) mengibarkan bendera pada 26 April 2010 di Apeldoorn, Belanda. AFP
JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq menyatakan, Pemerintah Indonesia tidak perlu membuka pintu dialog dengan kelompok Republik Maluku Selatan karena jika hal itu dilakukan, akan mendatangkan musibah bagi Indonesia.
Sekali buka pintu dialog dengan RMS, berarti kita buka pintu musibah bagi negeri ini. Dialog dengan RMS sama artinya menghidupkan orang mati.
-- Mahfudz Siddiq
Hal itu dikatakannya terkait dengan pernyataan Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar bahwa Pemerintah Indonesia membuka pintu dialog bagi kelompok Republik Maluku Selatan (RMS) yang bermukim di negara Belanda. "Pernyataan itu terlalu terburu-buru dan mengecilkan Indonesia sebagai negara yang berdaulat," kata Mahfudz kepada di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (6/10/2010).
Ia menyebutkan, bila Pemerintah melakukan perundingan atau dialog dengan RMS, sama artinya Pemerintah membuka pintu kehancuran bagi negeri ini. "Sekali buka pintu dialog dengan RMS, berarti kita buka pintu musibah bagi negeri ini. Dialog dengan RMS sama artinya menghidupkan orang mati," kata politisi PKS itu.
Menurut dia, musibah yang akan dialami oleh Indonesia adalah masuknya tangan-tangan asing dalam dialog tersebut. "Tangan-tangan internasional akan masuk dan akan bergentayangan. Kita harus bercermin kepada kasus Gerakan Aceh Merdeka (GAM)," ujar Mahfudz.
Mahfudz juga mengingatkan adanya informasi yang didapatkan dari Ambon bahwa saat ini sudah ada jalur penerbangan langsung dari Amsterdam-Ambon. "Saya dapat informasi dari teman-teman di Ambon bahwa sudah ada penerbangan langsung dari Amsterdam-Ambon. Tingkat kunjungan orang-orang Maluku dari Amsterdam sangat tinggi. Itu perlu juga menjadi perhatian," kata Mahfudz.
Selain itu, Pemerintah Belanda masih menganggap Indonesia sebagai negara jajahan seperti waktu lalu. Hal itu terkesan dari pernyataan Menteri Luar Negeri Belanda Martin Verhagen kepada Duta Besar Indonesia untuk Belanda Fanny Habibie.
"Menlu Belanda memanggil Fanny Habibie dan mengatakan bahwa orang Indonesia jangan banyak bicara soal RMS. Sikap itu menunjukkan bahwa Indonesia masih dianggap sebagai negara jajahan," kata Wakil Sekretaris Jenderal PKS itu.
Ia menambahkan, saat ini RMS yang ada di Belanda seolah-olah dilindungi oleh Pemerintah Belanda sehingga RMS bisa bergentayangan dan memperkuat diri. "RMS ibarat ruh, badannya sekarat tapi ruhnya bergentayangan karena diberikan keleluasaan. Pemerintah Belanda memberikan peluang kepada RMS," kata dia.
Menurut dia, Pemerintah Indonesia harus memberikan penekanan terhadap Pemerintah Belanda agar tidak lagi memberikan peluang atau kesempatan kepada RMS. "Penting bagi Indonesia untuk menekan Belanda agar memberantas RMS. Batalnya kunjungan SBY adalah peringatan kepada Belanda untuk tidak main-main dengan RMS," kata Mahfudz.
Pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar menyatakan, pintu dialog selalu terbuka untuk kelompok RMS yang bermukim di negara Belanda. Pemerintah siap menerima mereka kembali menjadi warga negara Indonesia. "Saya kira Pemerintah tidak pernah menutup pintu untuk dialog," kata Patrialis.
Menurut Patrialis, aksi gugatan RMS tersebut dilakukan lantaran kelompok tersebut tidak mengetahui kemajuan pesat Indonesia saat ini. Mereka masih hidup di pengasingan dan tidak mau kembali menjadi WNI. "Ya sebetulnya mereka tidak tahu saja, banyak perkembangan yang bagus di negara kita ini," kata dia.
Rabu, 6 Oktober 2010 | 12:56 WIB
Anggota Republik Maluku Selatan (RMS) mengibarkan bendera pada 26 April 2010 di Apeldoorn, Belanda. AFP
JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq menyatakan, Pemerintah Indonesia tidak perlu membuka pintu dialog dengan kelompok Republik Maluku Selatan karena jika hal itu dilakukan, akan mendatangkan musibah bagi Indonesia.
Sekali buka pintu dialog dengan RMS, berarti kita buka pintu musibah bagi negeri ini. Dialog dengan RMS sama artinya menghidupkan orang mati.
-- Mahfudz Siddiq
Hal itu dikatakannya terkait dengan pernyataan Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar bahwa Pemerintah Indonesia membuka pintu dialog bagi kelompok Republik Maluku Selatan (RMS) yang bermukim di negara Belanda. "Pernyataan itu terlalu terburu-buru dan mengecilkan Indonesia sebagai negara yang berdaulat," kata Mahfudz kepada di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (6/10/2010).
Ia menyebutkan, bila Pemerintah melakukan perundingan atau dialog dengan RMS, sama artinya Pemerintah membuka pintu kehancuran bagi negeri ini. "Sekali buka pintu dialog dengan RMS, berarti kita buka pintu musibah bagi negeri ini. Dialog dengan RMS sama artinya menghidupkan orang mati," kata politisi PKS itu.
Menurut dia, musibah yang akan dialami oleh Indonesia adalah masuknya tangan-tangan asing dalam dialog tersebut. "Tangan-tangan internasional akan masuk dan akan bergentayangan. Kita harus bercermin kepada kasus Gerakan Aceh Merdeka (GAM)," ujar Mahfudz.
Mahfudz juga mengingatkan adanya informasi yang didapatkan dari Ambon bahwa saat ini sudah ada jalur penerbangan langsung dari Amsterdam-Ambon. "Saya dapat informasi dari teman-teman di Ambon bahwa sudah ada penerbangan langsung dari Amsterdam-Ambon. Tingkat kunjungan orang-orang Maluku dari Amsterdam sangat tinggi. Itu perlu juga menjadi perhatian," kata Mahfudz.
Selain itu, Pemerintah Belanda masih menganggap Indonesia sebagai negara jajahan seperti waktu lalu. Hal itu terkesan dari pernyataan Menteri Luar Negeri Belanda Martin Verhagen kepada Duta Besar Indonesia untuk Belanda Fanny Habibie.
"Menlu Belanda memanggil Fanny Habibie dan mengatakan bahwa orang Indonesia jangan banyak bicara soal RMS. Sikap itu menunjukkan bahwa Indonesia masih dianggap sebagai negara jajahan," kata Wakil Sekretaris Jenderal PKS itu.
Ia menambahkan, saat ini RMS yang ada di Belanda seolah-olah dilindungi oleh Pemerintah Belanda sehingga RMS bisa bergentayangan dan memperkuat diri. "RMS ibarat ruh, badannya sekarat tapi ruhnya bergentayangan karena diberikan keleluasaan. Pemerintah Belanda memberikan peluang kepada RMS," kata dia.
Menurut dia, Pemerintah Indonesia harus memberikan penekanan terhadap Pemerintah Belanda agar tidak lagi memberikan peluang atau kesempatan kepada RMS. "Penting bagi Indonesia untuk menekan Belanda agar memberantas RMS. Batalnya kunjungan SBY adalah peringatan kepada Belanda untuk tidak main-main dengan RMS," kata Mahfudz.
Pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar menyatakan, pintu dialog selalu terbuka untuk kelompok RMS yang bermukim di negara Belanda. Pemerintah siap menerima mereka kembali menjadi warga negara Indonesia. "Saya kira Pemerintah tidak pernah menutup pintu untuk dialog," kata Patrialis.
Menurut Patrialis, aksi gugatan RMS tersebut dilakukan lantaran kelompok tersebut tidak mengetahui kemajuan pesat Indonesia saat ini. Mereka masih hidup di pengasingan dan tidak mau kembali menjadi WNI. "Ya sebetulnya mereka tidak tahu saja, banyak perkembangan yang bagus di negara kita ini," kata dia.
Komisi I DPR Akan Panggil Menlu
07/10/2010 - 11:10
Mevi Linawati
INILAH.COM, Jakarta - Komisi I DPR (bidang pertahanan luar negeri)akan mengundang Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa terkait pembatalan kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Belanda dan kedatangan Presiden Amerika Serikat Barrack Obama ke Indonesia, November mendatang.
"Soal Belanda dan rencana kedatangan Obama. Ngapain Obama angkat isu Papua, ngapain Dubes datang ke Papua," kata Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (7/10).
Mahfudz mengaku agak menyayangkan sikap AS yang mengatakan tidak mendukung separatisme di Papua, tapi mengangkat isu Papua. "Itu kan isu domestik, isu lokal nasional. Apa perlu Obama diundang ke Komisi II DPR menjelaskan soal Otsus (Otonomi Khusus)," kata dia.
Menurut Mahfudz dijadwalkan pemanggilan pada Selasa (12/10).
Untuk Belanda, Komisi I ingin mengetahui jalan cerita situasi Belanda seperti apa. Misalnya, terkait rencana pengakuan pemerintah Belanda terhadap kemerdekaan Indonesia dan lainnya.
"Indonesia tidak butuh-butuh amat," katanya. [bar/nic]
Mevi Linawati
INILAH.COM, Jakarta - Komisi I DPR (bidang pertahanan luar negeri)akan mengundang Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa terkait pembatalan kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Belanda dan kedatangan Presiden Amerika Serikat Barrack Obama ke Indonesia, November mendatang.
"Soal Belanda dan rencana kedatangan Obama. Ngapain Obama angkat isu Papua, ngapain Dubes datang ke Papua," kata Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (7/10).
Mahfudz mengaku agak menyayangkan sikap AS yang mengatakan tidak mendukung separatisme di Papua, tapi mengangkat isu Papua. "Itu kan isu domestik, isu lokal nasional. Apa perlu Obama diundang ke Komisi II DPR menjelaskan soal Otsus (Otonomi Khusus)," kata dia.
Menurut Mahfudz dijadwalkan pemanggilan pada Selasa (12/10).
Untuk Belanda, Komisi I ingin mengetahui jalan cerita situasi Belanda seperti apa. Misalnya, terkait rencana pengakuan pemerintah Belanda terhadap kemerdekaan Indonesia dan lainnya.
"Indonesia tidak butuh-butuh amat," katanya. [bar/nic]
Obama ke Papua, DPR "Gelisah"
Komisi I Rapat dengan Menlu
Laporan wartawan KOMPAS.com Inggried Dwi Wedhaswary
Kamis, 7 Oktober 2010 | 10:52 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Jika tak ada pembatalan, Presiden Amerika Serikat Barack Obama akan melawat ke Indonesia pada November mendatang. Kabarnya, salah satu agenda Obama adalah berkunjung ke Provinsi Papua.
Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq mengatakan, agenda Obama ke Papua akan menjadi salah satu materi yang dipertanyakan dalam rapat dengan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, pekan depan.
Menurut Mahfudz, tak ada kepentingan Obama dengan isu Papua. "Mengapa Obama memberikan perhatian yang sangat spesifik soal Papua? Ngapain Obama bawa isu Papua? Jauh amat," ujar Mahfudz di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (7/10/2010).
Mahfudz mengatakan, isu Papua merupakan isu domestik nasional Indonesia dan bukan isu internasional yang harus jadi bahan perhatian Obama. "Urusannya Komisi II, soal otonomi khusus dan sebagainya. Apa perlu Obama kita undang rapat dengar pendapat ke Komisi II bicara soal otonomi khusus?" ujarnya.
Oleh karena itu, kata Mahfudz, komisinya akan meminta penjelasan terperinci dari Kementerian Luar Negeri atas urgensi rencana Obama tersebut.
Laporan wartawan KOMPAS.com Inggried Dwi Wedhaswary
Kamis, 7 Oktober 2010 | 10:52 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Jika tak ada pembatalan, Presiden Amerika Serikat Barack Obama akan melawat ke Indonesia pada November mendatang. Kabarnya, salah satu agenda Obama adalah berkunjung ke Provinsi Papua.
Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq mengatakan, agenda Obama ke Papua akan menjadi salah satu materi yang dipertanyakan dalam rapat dengan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, pekan depan.
Menurut Mahfudz, tak ada kepentingan Obama dengan isu Papua. "Mengapa Obama memberikan perhatian yang sangat spesifik soal Papua? Ngapain Obama bawa isu Papua? Jauh amat," ujar Mahfudz di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (7/10/2010).
Mahfudz mengatakan, isu Papua merupakan isu domestik nasional Indonesia dan bukan isu internasional yang harus jadi bahan perhatian Obama. "Urusannya Komisi II, soal otonomi khusus dan sebagainya. Apa perlu Obama kita undang rapat dengar pendapat ke Komisi II bicara soal otonomi khusus?" ujarnya.
Oleh karena itu, kata Mahfudz, komisinya akan meminta penjelasan terperinci dari Kementerian Luar Negeri atas urgensi rencana Obama tersebut.
Thursday, October 07, 2010
Ini Harga Diri Bangsa
Berita Utama
Rabu, 06 Oktober 2010 pukul 08:03:00
M Ikhsan Shiddieqy, Indah Wulandari
DPR meminta Pemerintah Belanda jangan memelihara RMS.
JAKARTA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membatalkan kunjungan kenegaraannya ke Belanda dengan alasan harga diri bangsa, Selasa (5/10). Pembatalan ini merupakan kejutan, karena Presiden beserta rombongan sudah berada di Bandara Halim Perdanakusuma.
"Yang tidak bisa saya terima adalah ketika Presiden RI berkunjung ke Den Haag, Belanda, atas undangan Ratu Belanda dan Perdana Menteri Belanda, pada saat itulah digelar sebuah pengadilan yang, antara lain, untuk memutus tuntutan ditangkapnya Presiden RI," kata Presiden saat jumpa pers di bandara.
Kepala Negara menjelaskan dalam beberapa hari terakhir ada pergerakan di Den Haag dari sejumlah kelompok untuk menggugat Pemerintah RI dan Presiden SBY terkait isu HAM. Presiden mengatakan yang menggugat ada individu warga negara Belanda, organisasi, termasuk yang menamakan dirinya RMS. Presiden tidak menjelaskan lebih rinci soal RMS ini. Namun, RMS selalu diasosiasikan sebagai gerakan separatis Republik Maluku Selatan.
"Kalau tetap saya lakukan kunjungan ke negeri Belanda justru akan menimbulkan salah persepsi, salah pengertian, dan situasi psikologis yang tidak baik. Saya tidak ingin justru hubungan baik dengan negara manapun, termasuk negara Belanda yang dalam perkembangannya justru meningkat kerja samanya, diganggu dengan situasi psikologi seperti ini," sambung Presiden.
Bagi Indonesia, ujarnya, hal itu berkaitan dengan harga diri. "Kalau sampai seperti itu, digelar pengadilan pada saat saya berkunjung ke sana, itu menyangkut harga diri kita sebagai bangsa, menyangkut kehormatan kita sebagai bangsa."
Presiden menegaskan, baru mau mengunjungi Belanda kalau situasi sudah jelas dan jernih. Kunjungan ke Belanda membawa sejumlah agenda, seperti peningkatan kerja sama di bidang investasi, perdagangan, dan pariwisata, pendidikan, lingkungan hidup, serta pertanian.
Presiden dan rombongan dijadwalkan bertolak ke Belanda pada Selasa (5/10) pukul 13.00 WIB. Namun, hingga pukul 14.00 WIB tidak ada tanda-tanda Presiden akan berangkat. Malah, di landasan bandara, sejumlah staf Garuda Indonesia mengeluarkan kembali barang-barang dari perut pesawat. Beberapa anggota Paspampres pun tampak membawa tas-tas besar dan pakaian ke luar pesawat.
Juru bicara RMS di Belanda, Wim Sopacua, menuding Presiden SBY bersalah atas tewasnya aktivis RMS di Maluku Juni lalu oleh Detasemen Khusus 88. RMS menuding aktivis itu dianiaya Densus. "Kasus kami sudah diterima pengadilan Belanda. Itu memang dimungkinkan di sini. Namun, belum ada keputusan apakah SBY untuk ditangkap dari pengadilan Belanda," katanya saat dihubungi Republika.
Ketua Komisi Hubungan Internasional DPR Mahfudz Siddiq menilai tindakan Presiden tepat. "SBY harus memberikan sikap apa pun bentuknya kepada Belanda agar mereka tidak memelihara RMS," kata Mahfudz. andri saubani/indira rezkisari/de volkskrant/NRC handelsblad ed:stevy maradona
SEJUMLAH INDIKATOR PEMBATALAN
Faktor Eksternal
* Ancaman RMS
Republik Maluku Selatan (RMS) mendapat angin di Belanda. Mendompleng kunjungan Presiden SBY ke Belanda, RMS mengajukan penangkapan terhadap SBY karena pelanggaran HAM. RMS mengajukan kort geding (prosedur dipercepat) ke pengadilan atas masalah ini.
* Demo RMS
Sejumlah aktivis RMS dijadwalkan akan melakukan demonstrasi di Den Haag ketika SBY berada di sana.
* Faktor Geert Wilders
Geert Wilders dikenal anti-Islam dan membenci imigran. Partai Kebebasan yang diusungnya kini menjadi bagian penting pemerintahan. Dalam lawatan ke Belanda, direncanakan SBY akan berpidato di parlemen yang di dalamnya ada Wilders--sesuatu yang ingin dihindari Jakarta.
* Pengakuan Kemerdekaan Indonesia
Sampai saat ini, secara tertulis Belanda belum mengakui kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Padahal, secara de facto mereka sudah mengakui itu sejak 2005 di mana menlu mereka saat itu, Ben Bot, menghadiri upacara Kemerdekaan RI di Istana Presiden. Kalangan veteran masih mempersoalkan ini di mana mereka bersikeras tahun 1949 sebagai kemerdekaan Indonesia.
Faktor Internal
Kisruh legalitas tata cara pencalonan Komjen Timur Pradopo
sebagai kepala Polri
Situasi keamanan pascameledaknya bom berdaya ledak
rendah di Pondok Kelapa Jakarta Timur.
Situasi keamanan pascabentrokan berdarah kasus Blowfish
di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Situasi keamanan di Sumatra Utara dengan maraknya
penyerangan polisi oleh kelompok bersenjata
Situasi politik menjelang evaluasi Kabinet Indonesia Bersatu
Jilid II
(-)
Rabu, 06 Oktober 2010 pukul 08:03:00
M Ikhsan Shiddieqy, Indah Wulandari
DPR meminta Pemerintah Belanda jangan memelihara RMS.
JAKARTA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membatalkan kunjungan kenegaraannya ke Belanda dengan alasan harga diri bangsa, Selasa (5/10). Pembatalan ini merupakan kejutan, karena Presiden beserta rombongan sudah berada di Bandara Halim Perdanakusuma.
"Yang tidak bisa saya terima adalah ketika Presiden RI berkunjung ke Den Haag, Belanda, atas undangan Ratu Belanda dan Perdana Menteri Belanda, pada saat itulah digelar sebuah pengadilan yang, antara lain, untuk memutus tuntutan ditangkapnya Presiden RI," kata Presiden saat jumpa pers di bandara.
Kepala Negara menjelaskan dalam beberapa hari terakhir ada pergerakan di Den Haag dari sejumlah kelompok untuk menggugat Pemerintah RI dan Presiden SBY terkait isu HAM. Presiden mengatakan yang menggugat ada individu warga negara Belanda, organisasi, termasuk yang menamakan dirinya RMS. Presiden tidak menjelaskan lebih rinci soal RMS ini. Namun, RMS selalu diasosiasikan sebagai gerakan separatis Republik Maluku Selatan.
"Kalau tetap saya lakukan kunjungan ke negeri Belanda justru akan menimbulkan salah persepsi, salah pengertian, dan situasi psikologis yang tidak baik. Saya tidak ingin justru hubungan baik dengan negara manapun, termasuk negara Belanda yang dalam perkembangannya justru meningkat kerja samanya, diganggu dengan situasi psikologi seperti ini," sambung Presiden.
Bagi Indonesia, ujarnya, hal itu berkaitan dengan harga diri. "Kalau sampai seperti itu, digelar pengadilan pada saat saya berkunjung ke sana, itu menyangkut harga diri kita sebagai bangsa, menyangkut kehormatan kita sebagai bangsa."
Presiden menegaskan, baru mau mengunjungi Belanda kalau situasi sudah jelas dan jernih. Kunjungan ke Belanda membawa sejumlah agenda, seperti peningkatan kerja sama di bidang investasi, perdagangan, dan pariwisata, pendidikan, lingkungan hidup, serta pertanian.
Presiden dan rombongan dijadwalkan bertolak ke Belanda pada Selasa (5/10) pukul 13.00 WIB. Namun, hingga pukul 14.00 WIB tidak ada tanda-tanda Presiden akan berangkat. Malah, di landasan bandara, sejumlah staf Garuda Indonesia mengeluarkan kembali barang-barang dari perut pesawat. Beberapa anggota Paspampres pun tampak membawa tas-tas besar dan pakaian ke luar pesawat.
Juru bicara RMS di Belanda, Wim Sopacua, menuding Presiden SBY bersalah atas tewasnya aktivis RMS di Maluku Juni lalu oleh Detasemen Khusus 88. RMS menuding aktivis itu dianiaya Densus. "Kasus kami sudah diterima pengadilan Belanda. Itu memang dimungkinkan di sini. Namun, belum ada keputusan apakah SBY untuk ditangkap dari pengadilan Belanda," katanya saat dihubungi Republika.
Ketua Komisi Hubungan Internasional DPR Mahfudz Siddiq menilai tindakan Presiden tepat. "SBY harus memberikan sikap apa pun bentuknya kepada Belanda agar mereka tidak memelihara RMS," kata Mahfudz. andri saubani/indira rezkisari/de volkskrant/NRC handelsblad ed:stevy maradona
SEJUMLAH INDIKATOR PEMBATALAN
Faktor Eksternal
* Ancaman RMS
Republik Maluku Selatan (RMS) mendapat angin di Belanda. Mendompleng kunjungan Presiden SBY ke Belanda, RMS mengajukan penangkapan terhadap SBY karena pelanggaran HAM. RMS mengajukan kort geding (prosedur dipercepat) ke pengadilan atas masalah ini.
* Demo RMS
Sejumlah aktivis RMS dijadwalkan akan melakukan demonstrasi di Den Haag ketika SBY berada di sana.
* Faktor Geert Wilders
Geert Wilders dikenal anti-Islam dan membenci imigran. Partai Kebebasan yang diusungnya kini menjadi bagian penting pemerintahan. Dalam lawatan ke Belanda, direncanakan SBY akan berpidato di parlemen yang di dalamnya ada Wilders--sesuatu yang ingin dihindari Jakarta.
* Pengakuan Kemerdekaan Indonesia
Sampai saat ini, secara tertulis Belanda belum mengakui kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Padahal, secara de facto mereka sudah mengakui itu sejak 2005 di mana menlu mereka saat itu, Ben Bot, menghadiri upacara Kemerdekaan RI di Istana Presiden. Kalangan veteran masih mempersoalkan ini di mana mereka bersikeras tahun 1949 sebagai kemerdekaan Indonesia.
Faktor Internal
Kisruh legalitas tata cara pencalonan Komjen Timur Pradopo
sebagai kepala Polri
Situasi keamanan pascameledaknya bom berdaya ledak
rendah di Pondok Kelapa Jakarta Timur.
Situasi keamanan pascabentrokan berdarah kasus Blowfish
di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Situasi keamanan di Sumatra Utara dengan maraknya
penyerangan polisi oleh kelompok bersenjata
Situasi politik menjelang evaluasi Kabinet Indonesia Bersatu
Jilid II
(-)
DPR segera Panggil Menlu Bahas Belanda dan Papua
Polkam / Kamis, 7 Oktober 2010 11:36 WIB
Metrotvnews.com, Jakarta: Komisi I DPR akan memanggil Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa pada Selasa (12/10) pekan depan. Mereka akan membahas pembatalan keberangkatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Belanda dan masalah otonomi khusus Papua yang sempat diusung Presiden Amerika Serikat Barack Obama.
"Ngapain Obama angkat isu Papua, Duta Besarnya (AS) datang ke Papua. Mereka bilang enggak dukung saparatisme Papua. Ngapain AS dalam kongresnya ngusung Papua? Itu kan isu lokal dan nasional," tanya Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Kamis (7/10).
Mahfudz pun sampai heran dan bertanya apakah perlu Komisi II DPR bahas operasi khusus Papua yang diusung AS. Dan akan sangat lucu apabila DPR sampai memanggil Obama.
"Masa harus panggil Obama. Hebat betul," kata dia sambil tersenyum.
Terkait masalah Belanda, Komisi I DPR ingin mendengarkan penjelasan Menlu soal situasi sebenarnya di Negeri Kincir Angin. Termasuk soal pengakuan Pemerintah Belanda atas kemerdekaan Indonesia. Pasalnya selama ini negeri penghasil keju itu hanya mengaku kemerdekaan Indonesia versi 1949.
"Kalau Belanda mengakui kemerdekaan 1945 akan ada kredit poin di mata Indonesia. Meskipun kita tidak butuh-butuh amat. Tapi apa implikasi politik dan wilayah atas pengakuan Belanda terhadap kemerdekaan 1945," cetus dia.
Persoalan Republik Maluku Selatan, lanjut Mahfudz, mesti dicermati dengan saksama. Pasalnya sejak jalur penerbangan Ambon-Amsterdam dibuka, banyak orang Belanda bolak-balik ke Indonesia.
"RMS pasti belajar dari kasus GAM. Persoalan bukan di RMS, tetapi atas sikap objektif pemerintah Belanda atas RMS," tandas dia.(Andhini)
Metrotvnews.com, Jakarta: Komisi I DPR akan memanggil Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa pada Selasa (12/10) pekan depan. Mereka akan membahas pembatalan keberangkatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Belanda dan masalah otonomi khusus Papua yang sempat diusung Presiden Amerika Serikat Barack Obama.
"Ngapain Obama angkat isu Papua, Duta Besarnya (AS) datang ke Papua. Mereka bilang enggak dukung saparatisme Papua. Ngapain AS dalam kongresnya ngusung Papua? Itu kan isu lokal dan nasional," tanya Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Kamis (7/10).
Mahfudz pun sampai heran dan bertanya apakah perlu Komisi II DPR bahas operasi khusus Papua yang diusung AS. Dan akan sangat lucu apabila DPR sampai memanggil Obama.
"Masa harus panggil Obama. Hebat betul," kata dia sambil tersenyum.
Terkait masalah Belanda, Komisi I DPR ingin mendengarkan penjelasan Menlu soal situasi sebenarnya di Negeri Kincir Angin. Termasuk soal pengakuan Pemerintah Belanda atas kemerdekaan Indonesia. Pasalnya selama ini negeri penghasil keju itu hanya mengaku kemerdekaan Indonesia versi 1949.
"Kalau Belanda mengakui kemerdekaan 1945 akan ada kredit poin di mata Indonesia. Meskipun kita tidak butuh-butuh amat. Tapi apa implikasi politik dan wilayah atas pengakuan Belanda terhadap kemerdekaan 1945," cetus dia.
Persoalan Republik Maluku Selatan, lanjut Mahfudz, mesti dicermati dengan saksama. Pasalnya sejak jalur penerbangan Ambon-Amsterdam dibuka, banyak orang Belanda bolak-balik ke Indonesia.
"RMS pasti belajar dari kasus GAM. Persoalan bukan di RMS, tetapi atas sikap objektif pemerintah Belanda atas RMS," tandas dia.(Andhini)
"Kita Sih Nggak Butuh-Butuh Amat Pengakuan Belanda"
Kamis, 7 Oktober 2010 - 11:15 wib
JAKARTA - Agenda utama kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Belanda, adalah memenuhi undangan Ratu Beatrix. Rencananya Belanda akan melakukan penandatangan pengakuan kedaulatan dan kemerdekaan Indonesia.
Namun apakah Indonesia perlu pengakuan tersebut dari Pemerintah Belanda?
"Kalau Pemerintah Belanda akui kemerdekaan 1945, akan menjadi kredit poin di mata Indonesia. Kita sih nggak butuh-butuh amat," kata Ketua Komisi I Mahfud Siddiq di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (7/10/2010).
Selama hampir 60 tahun, Belanda memang tidak bersedia mengakui kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Belanda menganggap kemerdekaan Indonesia baru terjadi pada 27 Desember 1949, yaitu ketika penyerahan kedaulatan ditandatangani di Istana Dam, Amsterdam.
Alasan Belanda tidak mau mengakui kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, dilatarbelakangi sejarah kelamnya melakukan agresi militer selama 1945-1949. Jika Belanda mengakui kemerdekaan di tahun 1945, sama saja mengakui tindakan agresi militernya adalah ilegal.(hri)
JAKARTA - Agenda utama kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Belanda, adalah memenuhi undangan Ratu Beatrix. Rencananya Belanda akan melakukan penandatangan pengakuan kedaulatan dan kemerdekaan Indonesia.
Namun apakah Indonesia perlu pengakuan tersebut dari Pemerintah Belanda?
"Kalau Pemerintah Belanda akui kemerdekaan 1945, akan menjadi kredit poin di mata Indonesia. Kita sih nggak butuh-butuh amat," kata Ketua Komisi I Mahfud Siddiq di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (7/10/2010).
Selama hampir 60 tahun, Belanda memang tidak bersedia mengakui kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Belanda menganggap kemerdekaan Indonesia baru terjadi pada 27 Desember 1949, yaitu ketika penyerahan kedaulatan ditandatangani di Istana Dam, Amsterdam.
Alasan Belanda tidak mau mengakui kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, dilatarbelakangi sejarah kelamnya melakukan agresi militer selama 1945-1949. Jika Belanda mengakui kemerdekaan di tahun 1945, sama saja mengakui tindakan agresi militernya adalah ilegal.(hri)
"Roh RMS Gentayangan di Belanda"
Rabu, 6 Oktober 2010 - 08:43 wib
(Dok: Radio Netherlands Worldwide)
JAKARTA - Meski gerakannya kecil, namun jaringan Republik Maluku Selatan (RMS) di Belanda, terbilang solid. Tak tanggung-tanggung, kini mereka percaya diri menggugat Presiden RI atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengatakan RMS kini tengah membangun jaringan di Belanda. Politisi dari Fraksi PKS ini juga mempertanyakan manuver yang digunakan RMS dengan mengajukan gugatan yang waktu persidangannya bersamaan dengan kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Negeri Kincir Angin itu.
“Yang menjadi tanda tanya, mengapa RMS itu seperti orang yang jasadnya mati di Indonesia tapi rohnya gentayangan di Belanda. Roh RMS itu masih leluasa bergentayangan, mereka merekrut orang dan membangun jaringan. Pertanyaannya, mengapa mereka bermanuver seperti itu,” ungkap Mahfudz saat berbincang dengan okezone melalui sambungan telepon, Rabu (5/10/2010).
Mahfudz meyakini gerakan RMS akan meniru gaya Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang dinilai sukses dalam bernegosiasi dengan pemerintah, meski tidak dapat mewujudkan cita-cita memisahkan Aceh dari NKRI.
“Bisa saja upaya GAM itu ditiru sama mereka (RMS). Sangat mungkin RMS belajar dari GAM. Makanya aktivitas mereka di luar negeri berkembang. Apalagi kini ada jalur penerbangan Amsterdam ke Ambon, kini lalu lintas semakin terbuka. Mereka akan memanfaatkan ini,” jelas Mahfudz.
Mahfudz menilai, Pemerintah Belanda harus bertanggung jawab dengan tumbuh kembangnya RMS. “Menurut saya, secara historis, seharusnya mereka (Pemerintah Belanda) bertanggung jawab terhadap keberadaan orang-orang Maluku yang dibawa ke Belanda sejak puluhan tahun lalu. Mereka seharusnya membangun sikap politik yang tepat dan hubungan yang baik dengan Indonesia,” tandas Mahfudz.
Mahfudz juga mendukung keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menunda kunjungannya hingga situasi politik kondusif. “Menurut saya ditunda sampai sikap politik Belanda jelas,” pungkasnya.
(ton)
(Dok: Radio Netherlands Worldwide)
JAKARTA - Meski gerakannya kecil, namun jaringan Republik Maluku Selatan (RMS) di Belanda, terbilang solid. Tak tanggung-tanggung, kini mereka percaya diri menggugat Presiden RI atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengatakan RMS kini tengah membangun jaringan di Belanda. Politisi dari Fraksi PKS ini juga mempertanyakan manuver yang digunakan RMS dengan mengajukan gugatan yang waktu persidangannya bersamaan dengan kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Negeri Kincir Angin itu.
“Yang menjadi tanda tanya, mengapa RMS itu seperti orang yang jasadnya mati di Indonesia tapi rohnya gentayangan di Belanda. Roh RMS itu masih leluasa bergentayangan, mereka merekrut orang dan membangun jaringan. Pertanyaannya, mengapa mereka bermanuver seperti itu,” ungkap Mahfudz saat berbincang dengan okezone melalui sambungan telepon, Rabu (5/10/2010).
Mahfudz meyakini gerakan RMS akan meniru gaya Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang dinilai sukses dalam bernegosiasi dengan pemerintah, meski tidak dapat mewujudkan cita-cita memisahkan Aceh dari NKRI.
“Bisa saja upaya GAM itu ditiru sama mereka (RMS). Sangat mungkin RMS belajar dari GAM. Makanya aktivitas mereka di luar negeri berkembang. Apalagi kini ada jalur penerbangan Amsterdam ke Ambon, kini lalu lintas semakin terbuka. Mereka akan memanfaatkan ini,” jelas Mahfudz.
Mahfudz menilai, Pemerintah Belanda harus bertanggung jawab dengan tumbuh kembangnya RMS. “Menurut saya, secara historis, seharusnya mereka (Pemerintah Belanda) bertanggung jawab terhadap keberadaan orang-orang Maluku yang dibawa ke Belanda sejak puluhan tahun lalu. Mereka seharusnya membangun sikap politik yang tepat dan hubungan yang baik dengan Indonesia,” tandas Mahfudz.
Mahfudz juga mendukung keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menunda kunjungannya hingga situasi politik kondusif. “Menurut saya ditunda sampai sikap politik Belanda jelas,” pungkasnya.
(ton)
Belanda Masih Anggap RI Negara Jajahan
06 Oktober 2010 | 12:50 wib | Nasional
Jakarta, CyberNews. Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq mengatakan, Belanda masih menganggap Indonesia sebagai negara jajahannya. Hal itu terkesan dari pernyataan Menteri Luar Negeri Belanda Martin Verhagen kepada Duta Besar Indonesia untuk Belanda, Fanny Habibie. "Menlu Belanda memanggil Fanny Habibie dan mengatakan bahwa orang Indonesia jangan banyak bicara soal RMS. Sikap itu menunjukkan bahwa Indonesia masih dianggap sebagai negara jajahan," kata Mahfudz di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (6/10).
Ia menambahkan, saat ini RMS yang ada di Belanda seolah-olah dilindungi oleh pemerintah Belanda sehingga RMS bisa bergentayangan dan memperkuat diri mereka. "RMS ibarat roh, badannya sekarat tapi rohnya bergentanyangan karena diberikan keleluasaan. Pemerintah Belanda memberikan peluang kepada RMS," ujarnya.
Menurut dia, Pemerintah Indonesia harus memberikan penekanan terhadap pemerintah Belanda agar tidak lagi memberikan peluang atau kesempatan kepada RMS. "Penting bagi Indonesia untuk menekan Belanda agar berantas RMS. Batalnya kunjungan SBY adalah peringatan kepada Belanda untuk tidak main-main dengan RMS," kata Mahfudz.
( Wisnu Wijanarko /CN14 )
Jakarta, CyberNews. Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq mengatakan, Belanda masih menganggap Indonesia sebagai negara jajahannya. Hal itu terkesan dari pernyataan Menteri Luar Negeri Belanda Martin Verhagen kepada Duta Besar Indonesia untuk Belanda, Fanny Habibie. "Menlu Belanda memanggil Fanny Habibie dan mengatakan bahwa orang Indonesia jangan banyak bicara soal RMS. Sikap itu menunjukkan bahwa Indonesia masih dianggap sebagai negara jajahan," kata Mahfudz di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (6/10).
Ia menambahkan, saat ini RMS yang ada di Belanda seolah-olah dilindungi oleh pemerintah Belanda sehingga RMS bisa bergentayangan dan memperkuat diri mereka. "RMS ibarat roh, badannya sekarat tapi rohnya bergentanyangan karena diberikan keleluasaan. Pemerintah Belanda memberikan peluang kepada RMS," ujarnya.
Menurut dia, Pemerintah Indonesia harus memberikan penekanan terhadap pemerintah Belanda agar tidak lagi memberikan peluang atau kesempatan kepada RMS. "Penting bagi Indonesia untuk menekan Belanda agar berantas RMS. Batalnya kunjungan SBY adalah peringatan kepada Belanda untuk tidak main-main dengan RMS," kata Mahfudz.
( Wisnu Wijanarko /CN14 )
Label:
Komisi 1: Luar negri,
Politik Nasional
SBY Batal ke Belanda, DPR Panggil Menlu
"RMS itu ibarat orang, tubuhnya sudah mati, rohnya gentayangan."
Kamis, 7 Oktober 2010, 11:01 WIB
VIVAnews - Pembatalan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Belanda menimbulkan kontroversi. Dewan Perwakilan Rakyat ingin mengklarifikasi soal itu dengan bertanya langsung pada Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa.
Komisi I DPR yang membidangi luar negeri akan mengundang Marty untuk rapat dengar pendapat pada pekan depan. Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq menyatakan, ingin tahu jalan cerita sebenarnya situasi di sana.
Mahfudz menyampaikan, salah satu agenda Presiden ke sana adalah menerima pengakuan secara tertulis kemerdekaan Indonesia. "Sebenarnya kalau kita, tidak perlu tapi kalau pemerintah Belanda mengakui, ini menjadi credit point," kata Mahfudz. "Kita sih tidak butuh-butuh amat," ujarnya di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis 7 Oktober 2010.
Komisi I, kata politisi Partai Keadilan Sejahtera itu, juga ingin tahu perihal kelompok yang mengklaim Republik Maluku Selatan (RMS). Mahfudz sendiri berpendapat, persoalannya sebenarnya bukan di RMS. Ia menduga ada hal lain. "RMS itu ibarat orang, tubuhnya sudah mati, rohnya gentayangan."
"Yang perlu disayangkan sikap politik pemerintah belanda terhadap RMS. Mereka tidak mengakui tapi memberi kesempatan aktivitas leluasa di Belanda. Di Belanda itu, RMS bebas melakukan kegiatan, pengumpulan dana, dan macam-macam," katanya.
Selain soal Belanda ini, Komisi I juga ingin mendengar penjelasan Marty soal rencana kedatangan Presiden Amerika Serikat Barack Obama ke Indonesia. Komisi I ingin Marty menjelaskan sikap Kongres Amerika yang masih mengungkit masalah di Papua.
"Pernyataan resmi, mereka tidak mendukung separatisme Papua. Tapi mengapa mereka repot-repot mengurus isu lokal begitu," kata Mahfudz.
Pada Selasa lalu, SBY membatalkan kunjungan ke Belanda karena ada persidangan yang menyidangkan tuntutan RMS agar SBY ditangkap. Kemarin, Pengadilan Den Haag menyatakan Presiden tak bisa ditangkap karena selaku tamu negara memiliki imunitas diplomatik.
Presiden SBY menegaskan bahwa sebagai presiden suatu negara yang berdaulat, tuntutan hukum dari kelompok pemberontak RMS yang masih diproses sidang pengadilan di Den Haag itu sudah melecehkan kehormatan bangsa. "Itu menyangkut harga diri dan kehormatan kita sebagai bangsa. Saya tahu itu adalah pengadilan biasa, tapi ini menyangkut harga diri," kata Yudhoyono dalam jumpa pers dadakan di Bandara Halim.
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto menyatakan, Presiden ingin menunggu semua proses itu selesai di Belanda sehingga tak mengganggu kunjungan kenegaraan atau sebaliknya urusan dalam negeri Belanda. (umi)
• VIVAnews
Kamis, 7 Oktober 2010, 11:01 WIB
VIVAnews - Pembatalan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Belanda menimbulkan kontroversi. Dewan Perwakilan Rakyat ingin mengklarifikasi soal itu dengan bertanya langsung pada Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa.
Komisi I DPR yang membidangi luar negeri akan mengundang Marty untuk rapat dengar pendapat pada pekan depan. Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq menyatakan, ingin tahu jalan cerita sebenarnya situasi di sana.
Mahfudz menyampaikan, salah satu agenda Presiden ke sana adalah menerima pengakuan secara tertulis kemerdekaan Indonesia. "Sebenarnya kalau kita, tidak perlu tapi kalau pemerintah Belanda mengakui, ini menjadi credit point," kata Mahfudz. "Kita sih tidak butuh-butuh amat," ujarnya di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis 7 Oktober 2010.
Komisi I, kata politisi Partai Keadilan Sejahtera itu, juga ingin tahu perihal kelompok yang mengklaim Republik Maluku Selatan (RMS). Mahfudz sendiri berpendapat, persoalannya sebenarnya bukan di RMS. Ia menduga ada hal lain. "RMS itu ibarat orang, tubuhnya sudah mati, rohnya gentayangan."
"Yang perlu disayangkan sikap politik pemerintah belanda terhadap RMS. Mereka tidak mengakui tapi memberi kesempatan aktivitas leluasa di Belanda. Di Belanda itu, RMS bebas melakukan kegiatan, pengumpulan dana, dan macam-macam," katanya.
Selain soal Belanda ini, Komisi I juga ingin mendengar penjelasan Marty soal rencana kedatangan Presiden Amerika Serikat Barack Obama ke Indonesia. Komisi I ingin Marty menjelaskan sikap Kongres Amerika yang masih mengungkit masalah di Papua.
"Pernyataan resmi, mereka tidak mendukung separatisme Papua. Tapi mengapa mereka repot-repot mengurus isu lokal begitu," kata Mahfudz.
Pada Selasa lalu, SBY membatalkan kunjungan ke Belanda karena ada persidangan yang menyidangkan tuntutan RMS agar SBY ditangkap. Kemarin, Pengadilan Den Haag menyatakan Presiden tak bisa ditangkap karena selaku tamu negara memiliki imunitas diplomatik.
Presiden SBY menegaskan bahwa sebagai presiden suatu negara yang berdaulat, tuntutan hukum dari kelompok pemberontak RMS yang masih diproses sidang pengadilan di Den Haag itu sudah melecehkan kehormatan bangsa. "Itu menyangkut harga diri dan kehormatan kita sebagai bangsa. Saya tahu itu adalah pengadilan biasa, tapi ini menyangkut harga diri," kata Yudhoyono dalam jumpa pers dadakan di Bandara Halim.
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto menyatakan, Presiden ingin menunggu semua proses itu selesai di Belanda sehingga tak mengganggu kunjungan kenegaraan atau sebaliknya urusan dalam negeri Belanda. (umi)
• VIVAnews
Indonesia Tidak Perlu Dialog dengan RMS
06 Oktober 2010 | 15:36 wib | Nasional
Jakarta, CyberNews. Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia tidak perlu membuka pintu dialog dengan kelompok Republik Maluku Selatan (RMS) karena hanya akan mendatangkan musibah.
Pernyataan Mahfudz disampaikan terkait pernyataan Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar yang menyebutkan bahwa Pemerintah Indonesia membuka pintu dialog bagi kelompok RMS yang bermukim di negara Belanda. "Pernyataan itu terlalu terburu-buru dan mengecilkan Indonesia sebagai negara yang berdaulat," kata Mahfudz kepada wartawan di Gedung DPR di Jakarta, Rabu (6/10).
Ia menyebutkan, bila pemerintah melakukan perundingan atau dialog dengan RMS, sama artinya pemerintah membuka pintu kehancuran bagi negeri ini. "Sekali buka pintu dialog dengan RMS, berarti kita buka pintu musibah bagi negeri ini. Dialog dengan RMS, sama artinya menghidupkan orang mati," kata politisi PKS itu.
Menurut dia, musibah yang akan dialami oleh Indonesia adalah masuknya tangan-tangan asing dalam dialog tersebut. "Tangan-tangan internasional akan masuk dan akan bergentayangan. Kita harus bercermin kepada kasus Gerakan Aceh Merdeka (GAM)," ujar Mahfudz.
Mahfudz juga mengingatkan adanya informasi yang didapatkan dari Ambon bahwa saat ini sudah ada jalur penerbangan langsung dari Amsterdam-Ambon. "Saya dapat informasi dari teman-teman di Ambon bahwa sudah ada penerbangan langsung dari Amsterdam-Ambon. Tingkat kunjungan orang-orang Maluku dari Amsterdam sangat tinggi. Itu perlu juga menjadi perhatian," kata Mahfudz.
Selain itu, Pemerintah Belanda masih menganggap Indonesia sebagai negara jajahan seperti waktu lalu. Hal itu terkesan dari pernyataan Menteri Luar Negeri Belanda Martin Verhagen kepada Duta Besar Indonesia untuk Belanda Fanny Habibie. "Menlu Belanda memanggil Fanny Habibie dan mengatakan bahwa orang Indonesia jangan banyak bicara soal RMS. Sikap itu menunjukan bahwa Indonesia masih dianggap sebagai negara jajahan," kata Wakil Sekretaris Jenderal PKS itu.
Ia menambahkan, sekarang RMS yang ada di Belanda seolah-olah dilindungi oleh pemerintah Belanda sehingga RMS bisa bergentayangan dan memperkuat diri. "RMS ibarat ruh, badannya sekarat tapi ruhnya bergentanyangan karena diberikan keleluasaan. Pemerintah Belanda memberikan peluang kepada RMS," kata dia.
Menurut dia, Pemerintah Indonesia harus memberikan penekanan terhadap Pemerintah Belanda agar tidak lagi memberikan peluang atau kesempatan kepada RMS. "Penting bagi Indonesia untuk menekan Belanda agar memberantas RMS. Batalnya kunjungan SBY adalah peringatan kepada Belanda untuk tidak main-main dengan RMS," kata Mahfudz.Indonesia Tidak Perlu Dialog dengan RMS
Jakarta, CyberNews. Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia tidak perlu membuka pintu dialog dengan kelompok Republik Maluku Selatan (RMS) karena hanya akan mendatangkan musibah.
Pernyataan Mahfudz disampaikan terkait pernyataan Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar yang menyebutkan bahwa Pemerintah Indonesia membuka pintu dialog bagi kelompok RMS yang bermukim di negara Belanda. "Pernyataan itu terlalu terburu-buru dan mengecilkan Indonesia sebagai negara yang berdaulat," kata Mahfudz kepada wartawan di Gedung DPR di Jakarta, Rabu (6/10).
Ia menyebutkan, bila pemerintah melakukan perundingan atau dialog dengan RMS, sama artinya pemerintah membuka pintu kehancuran bagi negeri ini. "Sekali buka pintu dialog dengan RMS, berarti kita buka pintu musibah bagi negeri ini. Dialog dengan RMS, sama artinya menghidupkan orang mati," kata politisi PKS itu.
Menurut dia, musibah yang akan dialami oleh Indonesia adalah masuknya tangan-tangan asing dalam dialog tersebut. "Tangan-tangan internasional akan masuk dan akan bergentayangan. Kita harus bercermin kepada kasus Gerakan Aceh Merdeka (GAM)," ujar Mahfudz.
Mahfudz juga mengingatkan adanya informasi yang didapatkan dari Ambon bahwa saat ini sudah ada jalur penerbangan langsung dari Amsterdam-Ambon. "Saya dapat informasi dari teman-teman di Ambon bahwa sudah ada penerbangan langsung dari Amsterdam-Ambon. Tingkat kunjungan orang-orang Maluku dari Amsterdam sangat tinggi. Itu perlu juga menjadi perhatian," kata Mahfudz.
Selain itu, Pemerintah Belanda masih menganggap Indonesia sebagai negara jajahan seperti waktu lalu. Hal itu terkesan dari pernyataan Menteri Luar Negeri Belanda Martin Verhagen kepada Duta Besar Indonesia untuk Belanda Fanny Habibie. "Menlu Belanda memanggil Fanny Habibie dan mengatakan bahwa orang Indonesia jangan banyak bicara soal RMS. Sikap itu menunjukan bahwa Indonesia masih dianggap sebagai negara jajahan," kata Wakil Sekretaris Jenderal PKS itu.
Ia menambahkan, sekarang RMS yang ada di Belanda seolah-olah dilindungi oleh pemerintah Belanda sehingga RMS bisa bergentayangan dan memperkuat diri. "RMS ibarat ruh, badannya sekarat tapi ruhnya bergentanyangan karena diberikan keleluasaan. Pemerintah Belanda memberikan peluang kepada RMS," kata dia.
Menurut dia, Pemerintah Indonesia harus memberikan penekanan terhadap Pemerintah Belanda agar tidak lagi memberikan peluang atau kesempatan kepada RMS. "Penting bagi Indonesia untuk menekan Belanda agar memberantas RMS. Batalnya kunjungan SBY adalah peringatan kepada Belanda untuk tidak main-main dengan RMS," kata Mahfudz.
( Ant /CN13 )
Jakarta, CyberNews. Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia tidak perlu membuka pintu dialog dengan kelompok Republik Maluku Selatan (RMS) karena hanya akan mendatangkan musibah.
Pernyataan Mahfudz disampaikan terkait pernyataan Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar yang menyebutkan bahwa Pemerintah Indonesia membuka pintu dialog bagi kelompok RMS yang bermukim di negara Belanda. "Pernyataan itu terlalu terburu-buru dan mengecilkan Indonesia sebagai negara yang berdaulat," kata Mahfudz kepada wartawan di Gedung DPR di Jakarta, Rabu (6/10).
Ia menyebutkan, bila pemerintah melakukan perundingan atau dialog dengan RMS, sama artinya pemerintah membuka pintu kehancuran bagi negeri ini. "Sekali buka pintu dialog dengan RMS, berarti kita buka pintu musibah bagi negeri ini. Dialog dengan RMS, sama artinya menghidupkan orang mati," kata politisi PKS itu.
Menurut dia, musibah yang akan dialami oleh Indonesia adalah masuknya tangan-tangan asing dalam dialog tersebut. "Tangan-tangan internasional akan masuk dan akan bergentayangan. Kita harus bercermin kepada kasus Gerakan Aceh Merdeka (GAM)," ujar Mahfudz.
Mahfudz juga mengingatkan adanya informasi yang didapatkan dari Ambon bahwa saat ini sudah ada jalur penerbangan langsung dari Amsterdam-Ambon. "Saya dapat informasi dari teman-teman di Ambon bahwa sudah ada penerbangan langsung dari Amsterdam-Ambon. Tingkat kunjungan orang-orang Maluku dari Amsterdam sangat tinggi. Itu perlu juga menjadi perhatian," kata Mahfudz.
Selain itu, Pemerintah Belanda masih menganggap Indonesia sebagai negara jajahan seperti waktu lalu. Hal itu terkesan dari pernyataan Menteri Luar Negeri Belanda Martin Verhagen kepada Duta Besar Indonesia untuk Belanda Fanny Habibie. "Menlu Belanda memanggil Fanny Habibie dan mengatakan bahwa orang Indonesia jangan banyak bicara soal RMS. Sikap itu menunjukan bahwa Indonesia masih dianggap sebagai negara jajahan," kata Wakil Sekretaris Jenderal PKS itu.
Ia menambahkan, sekarang RMS yang ada di Belanda seolah-olah dilindungi oleh pemerintah Belanda sehingga RMS bisa bergentayangan dan memperkuat diri. "RMS ibarat ruh, badannya sekarat tapi ruhnya bergentanyangan karena diberikan keleluasaan. Pemerintah Belanda memberikan peluang kepada RMS," kata dia.
Menurut dia, Pemerintah Indonesia harus memberikan penekanan terhadap Pemerintah Belanda agar tidak lagi memberikan peluang atau kesempatan kepada RMS. "Penting bagi Indonesia untuk menekan Belanda agar memberantas RMS. Batalnya kunjungan SBY adalah peringatan kepada Belanda untuk tidak main-main dengan RMS," kata Mahfudz.Indonesia Tidak Perlu Dialog dengan RMS
Jakarta, CyberNews. Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia tidak perlu membuka pintu dialog dengan kelompok Republik Maluku Selatan (RMS) karena hanya akan mendatangkan musibah.
Pernyataan Mahfudz disampaikan terkait pernyataan Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar yang menyebutkan bahwa Pemerintah Indonesia membuka pintu dialog bagi kelompok RMS yang bermukim di negara Belanda. "Pernyataan itu terlalu terburu-buru dan mengecilkan Indonesia sebagai negara yang berdaulat," kata Mahfudz kepada wartawan di Gedung DPR di Jakarta, Rabu (6/10).
Ia menyebutkan, bila pemerintah melakukan perundingan atau dialog dengan RMS, sama artinya pemerintah membuka pintu kehancuran bagi negeri ini. "Sekali buka pintu dialog dengan RMS, berarti kita buka pintu musibah bagi negeri ini. Dialog dengan RMS, sama artinya menghidupkan orang mati," kata politisi PKS itu.
Menurut dia, musibah yang akan dialami oleh Indonesia adalah masuknya tangan-tangan asing dalam dialog tersebut. "Tangan-tangan internasional akan masuk dan akan bergentayangan. Kita harus bercermin kepada kasus Gerakan Aceh Merdeka (GAM)," ujar Mahfudz.
Mahfudz juga mengingatkan adanya informasi yang didapatkan dari Ambon bahwa saat ini sudah ada jalur penerbangan langsung dari Amsterdam-Ambon. "Saya dapat informasi dari teman-teman di Ambon bahwa sudah ada penerbangan langsung dari Amsterdam-Ambon. Tingkat kunjungan orang-orang Maluku dari Amsterdam sangat tinggi. Itu perlu juga menjadi perhatian," kata Mahfudz.
Selain itu, Pemerintah Belanda masih menganggap Indonesia sebagai negara jajahan seperti waktu lalu. Hal itu terkesan dari pernyataan Menteri Luar Negeri Belanda Martin Verhagen kepada Duta Besar Indonesia untuk Belanda Fanny Habibie. "Menlu Belanda memanggil Fanny Habibie dan mengatakan bahwa orang Indonesia jangan banyak bicara soal RMS. Sikap itu menunjukan bahwa Indonesia masih dianggap sebagai negara jajahan," kata Wakil Sekretaris Jenderal PKS itu.
Ia menambahkan, sekarang RMS yang ada di Belanda seolah-olah dilindungi oleh pemerintah Belanda sehingga RMS bisa bergentayangan dan memperkuat diri. "RMS ibarat ruh, badannya sekarat tapi ruhnya bergentanyangan karena diberikan keleluasaan. Pemerintah Belanda memberikan peluang kepada RMS," kata dia.
Menurut dia, Pemerintah Indonesia harus memberikan penekanan terhadap Pemerintah Belanda agar tidak lagi memberikan peluang atau kesempatan kepada RMS. "Penting bagi Indonesia untuk menekan Belanda agar memberantas RMS. Batalnya kunjungan SBY adalah peringatan kepada Belanda untuk tidak main-main dengan RMS," kata Mahfudz.
( Ant /CN13 )
Wednesday, October 06, 2010
PKS: Tindakan SBY Shock Terapi untuk Belanda
Polkam / Selasa, 5 Oktober 2010 17:17 WIB
Metrotvnews.com, Jakarta: Partai Keadilan Sejahtera menyatakan mendukung tindakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang membatalkan kunjungan lawatan ke Belanda. Bagi PKS, sikap SBY ini akan memberikan shock terapi untuk negeri kincir angin.
"Ini bukan soal keamanan kalau keamanan enggak krusial. Kita tahu Republik Maluku Selatan ini di Belanda melakukan penggalangan dana, dukungan politik. Ketika ada pembiaran ini sama saja memberi ruang kedapa RMS," kata Wakil Sekretaris Jenderal PKS Mahfudz Siddiq di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Selasa (5/10).
Menurut Mahfudz, tindakan Pemerintah Belanda yang membiarkan RMS melakukan aksi demonstrasi sama saja membenturkan Indonesia di negeri keju. Ia pun meminta semua orang membayangkan kepala negara diundang Ratu Belanda, tetapi di sana diadu dengan orang Indonesia yang melakukan gerakan separatis.
Mahfudz menilai sikap Belanda ini terjadi karena mereka masih menganggap Indonesia sebagai negara bekas jajahan mereka. Ini terbukti atas komentar pemimpin kelompok ultranasionalis Wilder Geertz agar Pemerintah Belanda memanggil Menteri Luar Negeri Indonesia hanya karena dikritik Dubes RI untuk Belanda.
"Mereka bilang agar kita jangan banyak cakap. Kenapa sih kita tidak salahkan Belanda kenapa harus salahkan pemimpin sendiri,"tanya Mahfudz.
Ketua Komisi I DPR ini menegaskan, Komisi Bidang Hubungan Internasional, Komunikasi dan Informasi akan segera melakukan rapat dengan Menlu Marty Natalegwa guna membahas RMS dan Papua. Terlebih Presiden AS Barrack Obama juga akan bahas Papua. Komisi I DPR, lanjut Mahfudz menyarankan agar SBY menunda kunjungannya sampai waktu yang belum ditentukan.(Andhini)
Metrotvnews.com, Jakarta: Partai Keadilan Sejahtera menyatakan mendukung tindakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang membatalkan kunjungan lawatan ke Belanda. Bagi PKS, sikap SBY ini akan memberikan shock terapi untuk negeri kincir angin.
"Ini bukan soal keamanan kalau keamanan enggak krusial. Kita tahu Republik Maluku Selatan ini di Belanda melakukan penggalangan dana, dukungan politik. Ketika ada pembiaran ini sama saja memberi ruang kedapa RMS," kata Wakil Sekretaris Jenderal PKS Mahfudz Siddiq di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Selasa (5/10).
Menurut Mahfudz, tindakan Pemerintah Belanda yang membiarkan RMS melakukan aksi demonstrasi sama saja membenturkan Indonesia di negeri keju. Ia pun meminta semua orang membayangkan kepala negara diundang Ratu Belanda, tetapi di sana diadu dengan orang Indonesia yang melakukan gerakan separatis.
Mahfudz menilai sikap Belanda ini terjadi karena mereka masih menganggap Indonesia sebagai negara bekas jajahan mereka. Ini terbukti atas komentar pemimpin kelompok ultranasionalis Wilder Geertz agar Pemerintah Belanda memanggil Menteri Luar Negeri Indonesia hanya karena dikritik Dubes RI untuk Belanda.
"Mereka bilang agar kita jangan banyak cakap. Kenapa sih kita tidak salahkan Belanda kenapa harus salahkan pemimpin sendiri,"tanya Mahfudz.
Ketua Komisi I DPR ini menegaskan, Komisi Bidang Hubungan Internasional, Komunikasi dan Informasi akan segera melakukan rapat dengan Menlu Marty Natalegwa guna membahas RMS dan Papua. Terlebih Presiden AS Barrack Obama juga akan bahas Papua. Komisi I DPR, lanjut Mahfudz menyarankan agar SBY menunda kunjungannya sampai waktu yang belum ditentukan.(Andhini)
Bahas Teroris, DPR Rapat Bersama Panglima TNI & Kapolri
Rabu, 6 Oktober 2010 - 06:05 wib
JAKARTA - Penanganan kasus terorisme diharapkan tidak hanya ditangani kepolisian. Perlu adanya pola kerja sama yang terpadu antar-berbagai lembaga, termasuk dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Untuk mewujudkan hal itu, Komisi I DPR yang membidangi pertahanan mengajak Komisi III yang menangani hukum, melakukan rapat gabungan dengan Menteri Pertahanan, Panglima TNI, Kapolri, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kepala Badan Intelijen Negara (BIN).
“Untuk menyepakati formula kerja sama,” kata Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq di Gedung DPR Jakarta, Selasa (5/10/2010).
Menurut dia, eskalasi aksi terorisme sudah harus ditangani secara terpadu, apabila Indonesia tidak ingin menjadi ladang munculya aksi terorisme.
Dia mengungkapkan, instruksi Presiden kepada menteri keuangan dan menteri pertahanan untuk mewujudkan kesejahteraan prajurit dalam RAPBN 2011 yang akan disahkan pada 30 Oktober 2010, harus ditindaklanjuti.
“Jika tidak, maka Instruksi Presiden hanya jadi angin surga,” kata anggota Fraksi PKS itu.
Menurut dia, peningkatan kesejahteraan praurit meliputi kebijakan renumerasi, pelengkapan sarana perumahan, dan peningkatan jaminan kesehatan
"Serta peningkatan tunjangan khusus bagi pajurit yang ditugaskan di daerah perbatasan, daerah konflik, dan misi luar negeri,” katanya.
Dia mengakui, Komisi I akan segera mengundang Menhan, Panglima TNI, Menkeu, dan Bappenas untuk membahas soal ini.
Mahfudz juga menyambut baik arahan Presiden yang menginstruksikan Menkeu dan Kepala Bappenas terkait upaya modernisasi alat utama sistem pertahanan (alutsista) pada rencana strategi (renstra) I (2010-2014).
(Adam Prawira/Koran SI/ton)
JAKARTA - Penanganan kasus terorisme diharapkan tidak hanya ditangani kepolisian. Perlu adanya pola kerja sama yang terpadu antar-berbagai lembaga, termasuk dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Untuk mewujudkan hal itu, Komisi I DPR yang membidangi pertahanan mengajak Komisi III yang menangani hukum, melakukan rapat gabungan dengan Menteri Pertahanan, Panglima TNI, Kapolri, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kepala Badan Intelijen Negara (BIN).
“Untuk menyepakati formula kerja sama,” kata Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq di Gedung DPR Jakarta, Selasa (5/10/2010).
Menurut dia, eskalasi aksi terorisme sudah harus ditangani secara terpadu, apabila Indonesia tidak ingin menjadi ladang munculya aksi terorisme.
Dia mengungkapkan, instruksi Presiden kepada menteri keuangan dan menteri pertahanan untuk mewujudkan kesejahteraan prajurit dalam RAPBN 2011 yang akan disahkan pada 30 Oktober 2010, harus ditindaklanjuti.
“Jika tidak, maka Instruksi Presiden hanya jadi angin surga,” kata anggota Fraksi PKS itu.
Menurut dia, peningkatan kesejahteraan praurit meliputi kebijakan renumerasi, pelengkapan sarana perumahan, dan peningkatan jaminan kesehatan
"Serta peningkatan tunjangan khusus bagi pajurit yang ditugaskan di daerah perbatasan, daerah konflik, dan misi luar negeri,” katanya.
Dia mengakui, Komisi I akan segera mengundang Menhan, Panglima TNI, Menkeu, dan Bappenas untuk membahas soal ini.
Mahfudz juga menyambut baik arahan Presiden yang menginstruksikan Menkeu dan Kepala Bappenas terkait upaya modernisasi alat utama sistem pertahanan (alutsista) pada rencana strategi (renstra) I (2010-2014).
(Adam Prawira/Koran SI/ton)
"Ini Bukan Soal Keamanan, Tapi Martabat Bangsa"
Rabu, 6 Oktober 2010 - 07:19 wib
Anton Suhartono - Okezone
Mahfudz Siddiq (Foto: Koran SI)
JAKARTA - Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengatakan, keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menunda kunjungan ke Belanda, merupakan langkah yang tepat.
Mahfudz menilai penundaan itu untuk menunjukkan kewibawaan dan harga diri bangsa, meski Pemerintah Belanda sudah menjamin keamanan Presiden.
“Saya sangat mendukung. Ini bukan soal keamanan, tapi lebih kepada martabat dan harga diri Presiden yang akan berkunjung. Masak, lalu dipermalukan,” ujar Mahfudz saat berbincang dengan okezone melalui sambungan telepon, Rabu (6/10/2010).
Mahfudz juga menyesalkan sikap Pemerintah Belanda soal gugatan yang dilayangkan tokoh Repubik Maluku Selatan (RMS) kepada Presiden atas tuduhan pelanggaran HAM terhadap sekira 90 tahanan RMS di Indonesia.
Politisi dari Fraksi PKS ini justru mempertanyakan mengapa Pemerintah Belanda mengundang Presiden bersamaan dengan pengadilan yang berlangsung di Kota Den Haag tersebut.
Mahfudz menilai Pemerintah Belanda seharusnya bisa menjaga sikap dan kondisi menjelang kedatangan Presiden dengan mengkondisikan pengadilan tersebut.
“Ini justru yang menjadi pertanyaan, mengapa waktunya bersamaan. Pemerintah Belanda kan yang mengundang, seharusnya mereka bisa menciptakan kondisi. RMS itu kan sudah berpuluh-puluh tahun ada di Belanda. Pemerintahnya yang berkewajiban menjaga kondisi dan menjaga agar tidak mengganggu kepentingan tamu,” tandasnya.
(ton)
Komisi I DPR Dukung Keputusan Presiden SBY
05/10/2010 - 17:46
Mevi Linawati & Bayu Hermawan
INILAH.COM, Jakarta - Ketua Komisi I DPR RI mendukung keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang membatalkan kunjungan ke Belanda. Menurut Mahfudz Siddiq karena hal ini menyangkut persoalan harga diri Bangsa.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi I dari Fraksi Partai Keadilan Sejahterah (PKS) Mahfudz Siddiq saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (05/10). Menurutnya secara pribadi dirinya mendukung keputusan yang diambil oleh Presiden, bukan karena persoalan keamanan tapi lebih pada masalah harga diri bangsa.
"Keputusan presiden membatalkan kunjungan ke Belanda. Bukan karena persoalan keamanan, kalau keamanan pasti sudah secara ofisial pemerintah belanda akan memberikan jaminan keamanan, karena itu kewajiban mereka. Tapi ini lebih dari itu, persoalan harga diri bangsa," tegas Mahfudz Siddiq.
Dirinya juga mengatakan karena seharusnya Belanda tahu, bahwa RMS adalah gerakan separatis. Namun di Belanda, RMS ternyata justru bisa bergerak bebas dan mengembangkan jaringan. "Selama ini kita juga tahu bahwa NKRI adalah harga mati. Kita juga tahu banyak aktivis RMS yang bergerak bebas di luar negeri khususnya di Belanda. mereka lakukan pengembangan jaringan, penggalangan dana, lobi-lobi politik, sampai melakukan advokasi, termasuk yang terakhir tuntutan mereka ke pengadilan Den Haag itu," jelasnya.
Presiden SBY mendadak membatalkan kunjungan kenegaraan ke Belanda karena mendapat kabar pengadilan setempat menggelar pengadilan pelanggaran HAM di Maluku dan Papua.
"Ini menyangkut harga diri dan kehormatan bangsa," ujar Presiden dalam jumpa pers di ruang VIP landasan udara Halim Perdanakusumah, Jakarta, Selasa (5/10). [mah]
Mevi Linawati & Bayu Hermawan
INILAH.COM, Jakarta - Ketua Komisi I DPR RI mendukung keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang membatalkan kunjungan ke Belanda. Menurut Mahfudz Siddiq karena hal ini menyangkut persoalan harga diri Bangsa.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi I dari Fraksi Partai Keadilan Sejahterah (PKS) Mahfudz Siddiq saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (05/10). Menurutnya secara pribadi dirinya mendukung keputusan yang diambil oleh Presiden, bukan karena persoalan keamanan tapi lebih pada masalah harga diri bangsa.
"Keputusan presiden membatalkan kunjungan ke Belanda. Bukan karena persoalan keamanan, kalau keamanan pasti sudah secara ofisial pemerintah belanda akan memberikan jaminan keamanan, karena itu kewajiban mereka. Tapi ini lebih dari itu, persoalan harga diri bangsa," tegas Mahfudz Siddiq.
Dirinya juga mengatakan karena seharusnya Belanda tahu, bahwa RMS adalah gerakan separatis. Namun di Belanda, RMS ternyata justru bisa bergerak bebas dan mengembangkan jaringan. "Selama ini kita juga tahu bahwa NKRI adalah harga mati. Kita juga tahu banyak aktivis RMS yang bergerak bebas di luar negeri khususnya di Belanda. mereka lakukan pengembangan jaringan, penggalangan dana, lobi-lobi politik, sampai melakukan advokasi, termasuk yang terakhir tuntutan mereka ke pengadilan Den Haag itu," jelasnya.
Presiden SBY mendadak membatalkan kunjungan kenegaraan ke Belanda karena mendapat kabar pengadilan setempat menggelar pengadilan pelanggaran HAM di Maluku dan Papua.
"Ini menyangkut harga diri dan kehormatan bangsa," ujar Presiden dalam jumpa pers di ruang VIP landasan udara Halim Perdanakusumah, Jakarta, Selasa (5/10). [mah]
Mahfudz Siddiq Dukung Presiden Batalkan Kunjungan ke Belanda
5/10/2010 | 26 Syawal 1431 H | Hits: 441
Oleh: Tim dakwatuna.com
dakwatuna.com – Jakarta. Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Sidik mendukung sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang membatalkan kunjungan kenegaraannya ke Belanda, pada Selasa ini.
“Saya secara pribadi mendukung keputusan Presiden Yudhoyono membatalkan kunjungan kenegaraan ke Belanda,” kata Mahfudz Sidik kepada pers di Gedung DPR RI di Jakarta, Selasa.
Mahfudz menjelaskan, pembatalan kunjungan Presiden Yudhoyono bukan persoalan keamanan atau keselamatan jiwanya di Belanda, tapi persoalan harga diri bangsa Indonesia.
Menurut dia, kalau persoalan keamanan secara official Pemerintah Belanda akan memberikan perlindungan kepada Presiden Yudhoyono yang melakukan kunjungan resmi ke negara kincir angin tersebut. “Karena hal itu sudah menjadi kewajiban tuan rumah Belanda,” katanya.
Menurut Mahfudz, persoalannya terkait dengan harga diri bangsa Indonesia, yakni soal keberadaan kelompok separatis Republik Maluku Selatan (RMS).
“Bagi bangsa Indonesia Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah menjadi harga mati yang tidak bisa diubah lagi,” katanya.
Munculnya gerakan separatis RMS yang akan memisahkan bagian wilayah Indonesia dari NKRI sama sekali tidak bisa ditolerir oleh Pemerintah Indonesia.
Namun, katanya, RMS bergerak bebas di Belanda, seperti membangun jaringan, penggalangan dana, melakukan lobi-lobi politik termasuk melakukan tuntutan ke pengadilan di Denhaag Belanda.
Mahfudz menilai, ada semacam pembiaran dan pemberian ruang gerak yang leluasa kepada RMS dan ada informasi yang menyebutkan agar Presiden Yudhoyono yang akan berkunjung ke Belanda, ditangkap.
“Ini sama saja akan membenturkan. Presiden Yudhoyono berkunjung ke Belanda, tapi dihadapkan dengan RMS yang melakukan tuntutan di Pengadilan di Denhaag,” katanya.
Menurut dia, pembatalan kunjungan Presiden Yudhoyono ke Belanda bukan persoalan ancaman, tapi lebih kepada persoalan harga diri bangsa.
Ketika ditanya bagaimana hubungan diplomatik antara Indonesia dan Belanda, menurut dia, di Belanda masih ada pihak yang berpandangan bahwa Indonesia adalah negara bekas jajahan mereka.
Mahfudz juga menegaskan, pembatalan kunjungan kenegaraan Presiden Yudhono ke Belanda adalah tindakan yang luar biasa dan akan memberikan efek politik yang kuat.
“Pembatalan ini menjadi sinyal bagi Pemerintah Belanda bahwa Pemerintah Indonesia tidak main-main soal RMS,” kata Mahfudz. (R024/H-KWR/S026/ant)
Oleh: Tim dakwatuna.com
dakwatuna.com – Jakarta. Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Sidik mendukung sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang membatalkan kunjungan kenegaraannya ke Belanda, pada Selasa ini.
“Saya secara pribadi mendukung keputusan Presiden Yudhoyono membatalkan kunjungan kenegaraan ke Belanda,” kata Mahfudz Sidik kepada pers di Gedung DPR RI di Jakarta, Selasa.
Mahfudz menjelaskan, pembatalan kunjungan Presiden Yudhoyono bukan persoalan keamanan atau keselamatan jiwanya di Belanda, tapi persoalan harga diri bangsa Indonesia.
Menurut dia, kalau persoalan keamanan secara official Pemerintah Belanda akan memberikan perlindungan kepada Presiden Yudhoyono yang melakukan kunjungan resmi ke negara kincir angin tersebut. “Karena hal itu sudah menjadi kewajiban tuan rumah Belanda,” katanya.
Menurut Mahfudz, persoalannya terkait dengan harga diri bangsa Indonesia, yakni soal keberadaan kelompok separatis Republik Maluku Selatan (RMS).
“Bagi bangsa Indonesia Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah menjadi harga mati yang tidak bisa diubah lagi,” katanya.
Munculnya gerakan separatis RMS yang akan memisahkan bagian wilayah Indonesia dari NKRI sama sekali tidak bisa ditolerir oleh Pemerintah Indonesia.
Namun, katanya, RMS bergerak bebas di Belanda, seperti membangun jaringan, penggalangan dana, melakukan lobi-lobi politik termasuk melakukan tuntutan ke pengadilan di Denhaag Belanda.
Mahfudz menilai, ada semacam pembiaran dan pemberian ruang gerak yang leluasa kepada RMS dan ada informasi yang menyebutkan agar Presiden Yudhoyono yang akan berkunjung ke Belanda, ditangkap.
“Ini sama saja akan membenturkan. Presiden Yudhoyono berkunjung ke Belanda, tapi dihadapkan dengan RMS yang melakukan tuntutan di Pengadilan di Denhaag,” katanya.
Menurut dia, pembatalan kunjungan Presiden Yudhoyono ke Belanda bukan persoalan ancaman, tapi lebih kepada persoalan harga diri bangsa.
Ketika ditanya bagaimana hubungan diplomatik antara Indonesia dan Belanda, menurut dia, di Belanda masih ada pihak yang berpandangan bahwa Indonesia adalah negara bekas jajahan mereka.
Mahfudz juga menegaskan, pembatalan kunjungan kenegaraan Presiden Yudhono ke Belanda adalah tindakan yang luar biasa dan akan memberikan efek politik yang kuat.
“Pembatalan ini menjadi sinyal bagi Pemerintah Belanda bahwa Pemerintah Indonesia tidak main-main soal RMS,” kata Mahfudz. (R024/H-KWR/S026/ant)
Subscribe to:
Posts (Atom)