Friday, November 21, 2008

Setelah Massa Soeharto, PKS Bidik Kaum Muda

Setelah Massa Soeharto, PKS Bidik Kaum Muda
"Penghargaan dan iklan kontroversial tak efektif."

JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera menyerahkan penghargaan bagi 100 pemimpin muda di Sabuga Institut Teknologi Bandung, Jawa Barat. Langkah ini dinilai sebagai upaya Partai menjaring suara kaum muda dan menjajaki koalisi partai.

Ketua Operasi Tim Pemenangan Pemilu Nasional PKS Mahfudz Siddiq mengatakan tokoh muda itu dinilai memiliki kontribusi terhadap bangsa dan negara. Para tokoh yang dianugerahi penghargaan itu berasal dari partai politik, tokoh agama, dan aktivis hak asasi. "Mereka sudah confirm namanya dimasukkan," kata dia ketika dihubungi kemarin.

Sejumlah nama politikus yang masuk daftar antara lain Anas Urbaningrum (Partai Demokrat), Lukman Hakiem Syaifuddin (Partai Persatuan Pembangunan), Ganjar Pranowo (PDI Perjuangan), Yuddy Chrisnandi (Partai Golkar), dan sejumlah tokoh muda PKS. Kalangan rohaniwan di antaranya Abdulah Gymnastiar. Aktivis Usman Hamid pun masuk daftar.

Namun, Mahfudz mengatakan acara tersebut hanya dihadiri sekitar 60 orang dari 100 tokoh itu. "Mungkin karena halangan teknis," kata Mahfudz. Mereka, kata dia, bersedia menerima penghargaan tapi tak bisa hadir karena menilai lokasi penyerahan di Bandung terlalu jauh.

Dua di antara nama penerima penghargaan yang tak hadir adalah mantan aktivis mahasiswa Fajroel Rachman dan Ketua Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Fajroel menolak hadir karena penghargaan ini dinilai sebagai cara menjaring massa kaum muda. "Ini kan untuk menyuarakan PKS partai terbuka dan menggalang kaum muda," kata Fajroel. "PKS melakukannya sangat rapi."

Alasan lain, kata Fajroel, PKS mengkhianati perjuangan reformasi melalui iklan yang menempatkan penguasa Orde Baru, Soeharto, dalam deretan guru dan pahlawan bangsa. "Ini merupakan pengkhianatan terhadap perjuangan reformasi," katanya. Fajroel mengaku pernah meminta PKS mencabut iklan dan meminta maaf.

Adapun Anas tak hadir karena masih berada di Jawa Timur. Anas menilai penghargaan ini sebagai upaya membangun mutual respect di antara berbagai elemen bangsa. Pemberian ini, kata dia, perlu dihormati sebagai niat baik membangun kebersamaan dan optimisme. Ia mengatakan partai lebih baik membangun optimisme di kalangan kader muda. "Sebagai energi bagi kemajuan bangsa," kata dia.

Namun, pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menilai pemberian penghargaan ini sebagai langkah awal penjajakan koalisi partai. "Seperti kehabisan akal (mencapai target suara)," kata pengamat politik LIPI, Syamsuddin Haris. "Segala upaya dilakukan."

Langkah PKS ini dinilai tak akan efektif mempengaruhi perolehan suara pemilihan 2009. Dia mencontohkan iklan yang menampilkan sosok Soeharto sebagai salah satu guru bangsa dan pahlawan. Iklan itu dinilai menjadi bumerang bagi PKS. Iklan ini tak meningkatkan popularitas, tapi menciptakan keraguan publik terhadap misi partai.

Syamsuddin menilai PKS terlalu percaya diri. Padahal, kata dia, seperti partai lain, PKS tak memiliki agenda yang jelas. "Yang dilakukan hanya pembodohan kepada publik."

Soal penolakan penghargaan dan kehadiran, Mahfudz menilai itu bukan masalah. Penghargaan, katanya, bukan untuk menggaet suara kaum muda. "Bukan untuk PKS sebagai partai, tapi untuk kepentingan bangsa akan pemimpin muda," kata Mahfudz. EKO ARI | DWI RIYANTO A | NININ DAMAYANTI

No comments: