Indopos, Rabu, 30 Jan 2008,
Pembahasan RUU Pemilu Macet
FPKS dan FPAN Tolak Voting
JAKARTA - Pimpinan Fraksi menengah, minus Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB), menanggapi dingin desakan agar dilakukan voting untuk mengatasi kemacetan pembahasan RUU Pemilu. Mereka justru mengharapkan keputusan diambil melalui musyawarah.
"Kompromi masih terbuka lebar, voting belum perlu dilakukan," ungkap Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Mahfudz Siddiq di Jakarta kemarin (30/1).
Menurut Mahfudz, meski ada enam poin dalam pembahasan RUU Pemilu yang masih buntu, dirinya optimistis DPR akan mampu menyelesaikan cukup dengan cara musyawarah mufakat.
Dia mengatakan, sejumlah kemajuan dalam pembahasan telah dicapai. Misalnya, terkait jumlah kursi DPR. Sebagian besar fraksi cenderung siap berkompromi dengan mendekat ke usul pemerintah, yaitu tetap 550 kursi. "Tanpa voting, saya optimistis akan tuntas setidaknya sepekan atau dua pekan ini," tegasnya.
Ketua DPP PAN Hakam Naja juga tak menginginkan pembahasan RUU Pemilu diakhiri dengan voting. Menurut dia, peluang mencapai kesepakatan melalui musyawarah mufakat masih terbuka lebar. "Demi hasil yang maksimal, kita tidak usah terburu-buru," ujarnya.
Fraksi-fraksi menengah memang pantas khawatir jika keputusan RUU Pemilu ditempuh dengan cara voting. Sebab, mereka akan berhadapan dengan koalisi PDIP, Golkar, dan PKB yang merasa banyak dirugikan aturan dalam Pemilu 2004.
Hitungan di atas kertas, usul yang diajukan ketiganya tentu akan unggul dalam setiap voting. "Kalau memang terlalu lama, tidak ada jalan selain harus voting," tegas anggota Pansus RUU Pemilu dari FKB Syaifullah Maksum di gedung DPR Senayan kemarin (29/1).
Menurut dia, ketimbang pembahasan RUU Pemilu berlarut-larut, fraksinya siap mendorong pengambilan suara terbanyak dalam pengambilan keputusan. "Kasihan KPU kalau terus seperti ini. Bukankah pada 2004 juga ada dua poin yang juga divoting," ungkapnya.
Sejak pertengahan November 2007, pembahasan enam poin krusial mulai masuk dalam tahap lobi. Target awal, pembahasan seharusnya selesai pada 5 Desember 2007. Enam poin itu dianggap lebih berhubungan dengan kepentingan parpol saat pemilu ketimbang kepentingan masyarakat.
Faktanya, hingga kini, tarik-menarik terhadap masalah penentuan jumlah kursi, mekanisme sisa suara, jumlah dapil, penentuan caleg terpilih, mekanisme parliamentary threshold dan electoral threshold, dan tata cara pemberian suara memang belum selesai. (dyn/mk)
No comments:
Post a Comment