Thursday, February 14, 2008

Hujan Interupsi di Senayan

Republika, Rabu, 13 Februari 2008

Hujan Interupsi di Senayan

JAKARTA -- Hujan interupsi dari awal sampai akhir. Itulah yang terjadi dalam rapat paripurna DPR dengan agenda penjelasan Presiden soal BLBI, Selasa (12/2). Para menteri yang diutus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, nyaris tak bisa memberi penjelasan.

Pangkal soal kekisruhan itu adalah ketidakhadiran Presiden serta tidak adanya tanda tangan Presiden dalam naskah penjelasan yang disampaikan ke DPR.

Rapat Paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR, Muhaimin Iskandar, itu dibuka pukul 10.00 WIB. Baru dibuka, anggota DPR dari FPDIP, FPKB, FPKS, dan FBPD, langsung melakukan interupsi. ''Ketidakhadiran ini menunjukkan SBY tidak siap menjadi Presiden,'' kata Arya Bima (FPDIP).

Untuk memberikan penjelasan, Presiden mengutus sejumlah menteri. Di antaranya Menko Perekonomian, Boediono; Menko Kesra, Aburizal Bakrie; Menko Polhukkam, Widodo AS; Menteri Keuangan, Sri Mulyani; Jaksa Agung, Hendarman Supanji; Menkumham, Andi Matallatta; Mensesneg, Hatta Rajasa; dan Kapolri, Jenderal Sutanto.

Satu-satunya angota Fraksi Partai Golkar (FPG) yang melakukan interupsi adalah Yuddy Chrisnandi. Dia mempertanyakan ketidakhadiran Presiden dan tidak adanya naskah penjelasan yang dibagikan kepada anggota dewan. Yuddy tidak termasuk yang diikutkan dalam rapat tertutup FPG pukul 08.00 WIB.

Tak lama kemudian naskah penjelasan pemerintah dibagikan. Tapi, muncul lagi persoalan baru. Sebab, naskah itu tidak diteken Presiden. Juga tak berkop surat Istana, tapi kantor Menko Perekonomian. Mereka menilai hal itu menandakan jawaban bukan diberikan oleh Presiden, tapi menteri.

''Tidak layak kalau menteri yang menjawab interpelasi. Karena yang kita minta adalah Presiden,'' kata Suryama (FPKS). Dia kemudian walk out. Azlaini Agus (FPAN) mengatakan boleh saja Presiden tak hadir. Tapi, ''Seharusnya jawaban yang disampaikan tetap merupakan jawaban Presiden,'' katanya.

Fraksi Partai Demokrat (FPD) pontang-panting melakukan pembelaan. Mereka menilai jawaban itu sudah resmi dari Presiden, sehingga tak perlu dipersoalkan lagi.

''Ketika interpelasi Sipadan-Ligitan, yang bertanda tangan juga menko polkam, bukan Megawati (yang saat itu presiden). Apa bedanya?'' kata anggota FPD, Max Sopacua.

Ketua FPG, Priyo Budi Santoso, kemudian angkat bicara dengan meminta dewan memberi kesempatan Presiden memberi penjelasan lewat para menteri. Bila tidak memuaskan, dia mengatakan masih ada hak dewan untuk menyampaikan pendapat, bahkan diteruskan dengan penggunaan hak angket atau penyelidikan.

Saat itulah Muhaimin mengetuk palu sidang, dan meminta Boediono membacakan penjelasan pemerintah. Tapi, sejumlah anggota DPR tetap tak puas. Mereka kemudian maju ke depan menyerahkan naskah penjelasan pemerintah kepada Muhaimin. Ada yang kemudian langsung keluar ruang sidang.

Boediono dan para menteri hanya duduk terpaku di bangkunya masing-masing. Keadaan menjadi buntu, karena Boediono tak kunjung bisa tampil di podium.

Ketua FPKB, Effendi Choirie, mengusulkan kebuntuan itu diselesaikan lewat lobi antarpimpinan fraksi. Usul itu disetujui. Rapat sepakat melakukan lobi 30 menit. Tapi, lobi molor hingga satu jam.

Hasil lobi, fraksi-fraksi mempersilakan pemerintah membacakan jawaban interpelasi. Masalah-masalah yang muncul dinilai hanya bersifat teknis yang bisa diperbaiki kemudian. Namun, FPKB dan FBPD yang tetap meminta sidang ditunda sampai naskah diperbaiki.

Sekitar pukul 13.00, barulah Boediono bisa tampil di atas podium membacakan penjelasan pemerintah, bergantian dengan Sri Mulyani. Setelah pembacaan, interupsi kembali ramai terdengar.

Tapi, akhirnya disepakati jawaban itu akan diperdalam lagi oleh fraksi-fraksi. Badan Musyawarah DPR juga diminta menjadwalkan sebuah paripurna yang khusus dibuat dengan agenda mendengarkan pandangan fraksi-fraksi atas jawaban Presiden.

Soal maraknya interupsi, puas-tidaknya anggota DPR, pemerintah tak merisaukannya. Hendarman Supandji dan Hatta Rajasa mengatakan yang penting pemerintah sudah menyampaikan penjelasan.

Soal naskah penjelasan yang diteken menteri, Hatta mengatakan memang demikianlah konvensinya. Dia menunjuk empat interpelasi terakhir yang naskah penjelasannya diteken menteri. Yang terpenting, kata dia, Presiden sudah mengeluarkan surat penugasan atau amanat Presiden.

Andi Matalatta mengatakan paripurna yang sempat buntu berlanjut lagi setelah dalam rapat, dia dan Hatta menjelaskan bahwa surat tugas dari Presiden itu sudah dikirimkan ke Setjen DPR. ''Mestinya Setjen DPR menyampaikan itu,'' katanya.

Juru Bicara Presiden, Andi Mallarangeng, membantah ketidakhadiran Presiden merupakan upaya 'cuci tangan'. Sebab yang terpenting, kata Andi, adalah penyampaian substansi. Tata tertib DPR pun, kata Andi, membolehkan Presiden diwakili menterinya.

Andi mengatakan dalam interpelasi Sipadan-Ligitan di era Megawati pun, yang maju ke DPR adalah SBY yang saat itu menko polkam. Karena itu, dia meminta tidak ada standar ganda.

Penyampaian jawaban, kata dia, tak perlu dihalangi. ''Jangan-jangan ada yang takut dengan jawaban pemerintah,'' kata Andi. Andi mengatakan pemerintah saat ini tak ingin menyalahkan pemerintah sebelumnya, tapi juga tak ingin memberi justifikasi. ''Hanya, berikan kesempatan kami untuk menjawab dengan sebaik-baiknya apa yang sudah disusun dengan kerja keras. Yang dipaparkan adalah fakta-faktanya secara kronologis apa situasi yang terjadi, pemerintahan yang mana mengambil kebijakan apa. Lalu, konsekuensi terhadap keuangan negara apa yang dirasakan sampai sekarang,'' paparnya.

Dalam masalah BLBI, Andi mengatakan pemerintahan SBY melakukan 'cuci piring', bukan 'cuci tangan'. SBY, kata Andi, tak punya beban dalam masalah BLBI. Sebab semua kebijakan, termasuk skema penyelesaiannya BLBI, KLBI, dan rekapitulasi perbankan, dibuat oleh pemerintahan Megawati. ''Kalau ada pertanyaan soal Surat Keterangan Lunas (SKL) atau mengapa jumlah utang yang bisa di-recover begitu rendah, tanya sama pemerintah sebelumnya yang mengeluarkan release and discharge,'' katanya.

Tapi, sejumlah fraksi di DPR belum puas atas jawaban Presiden. Ketua FPAN, Zulkifli Hasan, mengatakan terbuka peluang fraksinya menolak. ''Tapi, kami akan bahas dulu di internal fraksi,'' katanya.

Ketua FPKS, Mahfudz Siddiq, menganggap keterangan Presiden yang akan mengedepankan proses hukum perlu diapresiasi. Namun, dia menilai masih perlu kejelasan skenario penanganan dan waktu penyelesaian.

Ketua FPKS, Lukman Hakim Saifuddin, mengatakan fraksinya akan menggelar rapat. Dia berharap pemerintahan SBY-JK konsisten dalam masalah BLBI, karena menjadi ukuran kinerjanya.

No comments: