Wednesday, May 18, 2011

Mekanisme Pengaduan Sipil Korban Intelijen sangat Penting

RUU Intelijen
Penulis : Amahl Sharif Azwar
Selasa, 17 Mei 2011 19:00 WIB


JAKARTA--MICOM: Memasukkan aturan teknis pengumpulan data intelijen ke dalam rancangan Undang-Undang (RUU) Intelijen merupakan hal yang sia-sia. Pasalnya, sepak terjang intelijen bersifat tertutup, sehingga peraturan apa pun pasti akan dilanggar. Hal itu diungkapkan Pakar intelijen Universitas Indonesia (UI) Andi Widjajanto.

Andi justru menegaskan hal yang jauh lebih penting adalah mengatur mekanisme pengaduan bagi masyarakat sipil yang menjadi korban dari intelijen. Ia pun mengatakan badan intelijen tetap akan senang meski RUU Intelijen tidak jadi disahkan pada tahun ini.

"Kalau (RUU Intelijen) diundur, intelijen senang. Walau tidak ada kewenangan khusus, tidak ada aturan apa pun untuk mengontrol mereka," tutur Andi saat dihubungi Media Indonesia, Selasa (17/5).

Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq menjamin pengesahan RUU Intelijen pada tahun ini. Politisi PKS itu mengatakan saat ini DPR tengah mengkaji daftar invetarisasi masalah (DIM) dari pemerintah yang cenderung ingin menguatkan fungsi intelijen.

Menurut Andi, keinginan pemerintah untuk menguatkan intelijen sebetulnya wajar saja. Permasalahan justru terletak pada DPR yang kehilangan momentum pada saat mengajukan RUU Intelijen pada Desember 2010.

"DPR tidak mengusulkan prinsip HAM di dalam RUU Intelijen dan larangan untuk memolitisasi intelijen. Sekarang, apabila pemerintah ingin menguatkan BIN dan memberi kewenangan khusus, DPR harus menahan supaya intelijen tidak terlalu menguat tanpa pengimbangan dari masyarakat sipil," cetus Andi.

Menanggapi aspek lembaga pengawas intelijen yang menjadi perhatian banyak pihak, Andi mengatakan hampir semua negara demokrasi menyerahkan fungsi itu berada di DPR. Walau ada banyak kekhawatiran akan ada politisasi dari parlemen terhadap intelijen, pembentukan komisi independen tidak akan menyelesaikan masalah.

Fakta bahwa presiden selaku puncak komando intelijen, parlemen selaku pemilik fungsi check and balance harus berperan sebagai pengawas. "Selama ini kan ada subkomisi intelijen di Komisi I DPR RI. Saya tidak pernah melihat ada penolakan dari BIN kalau dipanggil rapat kerja," sambung dia.

Andi pun menyarankan penguatan dari lembaga-lembaga yang sudah ada selama ini untuk menghindari adanya penyalahgunaan kekuasaan dari intelijen. Beberapa lembaga yang mesti diperkuat, antara lain Komnas HAM, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan Ombudsman RI.

Khusus untuk penguatan Komnas HAM melalui RUU Komnas HAM, RUU Intelijen dapat memasukkan pasal yang bersifat peralihan. Komisi I DPR RI dapat dijadikan tempat mengadu untuk pelanggaran HAM oleh intelijen sampai Komnas HAM memiliki kewenangan tersebut.

"Tanpa harus menciptakan yang baru, menggunakan yang ada saja. Lebih baik lembaga yang sudah ada dijadikan tempat untuk mengadu," pungkasnya. (SZ/OL-11)

1 comment:

mz arifin said...

intelijen harus dikontrol oleh, terbuka pada rakyat, dpr, sebagai wujud kedaulatan rakyat.