Kamis, 13 Januari 2011 pukul 16:55:00
M Ikhsan Shiddieqy
Kisruh di antara anggota Setgab diperkirakan mewarnai situasi politik 2011.
Koalisi pemerintah memiliki sejarah tersendiri di berbagai negara. Salah satu yang sering dicatat tinta sejarah adalah koalisi pemerintah di Inggris yang justru digagas oleh partai oposisi.
Pada 1929, Perdana Menteri Inggris dari kalangan minoritas buruh, Ramsay McDonald, menghadapi krisis ekonomi yang berujung depresi besar-besaran, tetapi bangkit lewat koalisi.
Pemerintahan buruh yang direpresentasikan McDonald sempat terpecah dan tidak satu suara lagi ketika mengatasi krisis. Situasi politik tak kondusif, McDonald pun mundur sebagai pemimpin buruh. Pada 1931, dia lantas membentuk Pemerintahan Nasional yang berisi tokoh-tokoh dari partai konservatif, yang justru didukung rakyat dan memenangi dua kali pemilu.
Sebagai penganut sistem presidensial, Indonesia tidak mengenal oposisi. Namun, seiring dengan proses politik usai pemilu, mulai tampak parpol yang mendukung pemerintah. Mereka lantas mendapat posisi di kabinet. Sementara itu, parpol yang tidak memberi dukungan kepada pemerintah, lalu dicap sebagai oposisi.
Di tengah dinamika itu, muncul Sekretariat Gabungan Partai Koalisi (Setgab). Setgab dibentuk pada pertengahan 2010 sebagai forum komunikasi partai koalisi pendukung pemerintah pascameledaknya kasus bailout Bank Century. Banyak kalangan menilai Setgab dibentuk untuk “menjinakkan” manuver partai peserta koalisi, khususnya Golkar dan PKS, di Panitia Khusus (Pansus) Angket Bank Century.
Frasa Setgab cukup populer sepanjang 2010. Beberapa keputusan Setgab menjadi penentu keputusan yang diambil DPR. Sebut saja pemilihan Gubernur Bank Indonesia, calon Kapolri, atau calon Panglima TNI proses pengambilan keputusannya berjalan mulus di DPR setelah digodok dulu di Setgab. Padahal, para anggota Setgab selalu mengklaim Setgab sekadar forum komunikasi atau silaturahim partai koalisi.
Keharmonisan Setgab goyang ketika partai menengah anggota Setgab, yakni PPP dan PKS, menyampaikan otokritiknya akhir 2010 lalu. Sekretaris Fraksi PPP, Romahurmuziy (Romi), menilai pola komunikasi Setgab sepanjang 2010 diwarnai ketertutupan dan ketidakjujuran. Menurut Romi, ada beberapa keputus an penting diputuskan secara bilateral (Golkar dan Demokrat), bukan secara multilateral. “Ke depan, pola komuni kasi antaranggota Setgab harus mengedepankan kejujuran dan keterbukaan,” kata Romi.
Wakil Sekretaris Jenderal PKS, Mahfudz Siddiq, bersuara lebih keras. Menurut Mahfudz, Setgab selama ini hanya berlaku sebagai pemadam kebakaran atas konflik antara Golkar dan Demokrat. Setgab, kata Mahfudz, bahkan kerap mengerdilkan peran partai lain demi kepentingan Demokrat dan Golkar.
“Jadi, judul ceritanya, perlu kekuatan tengah untuk mengimbangi Demokrat dan Golkar,” kata Mahfudz. Kritik juga datang dari luar Setgab. Setgab dinilai telah mengooptasi DPR. Alasannya, banyak keputusan-keputusan politik yang seharusnya diambil di DPR malah diambil alih Setgab. “Jangan sampai hal-hal yang harusnya diselesaikan di DPR malahan selesai di Setgab, jangan terkooptasi,” kata Wakil Ketua DPR Pramono Anung.
Senada dengan Pramono, juru bicara Partai Hanura Suhandoyo menilai, Setgab mengecilkan peran DPR di mana setiap parpol sudah terwakili sesuai suaranya masing-masing. Suhandoyo khawatir, Setgab nantinya hanya sebagai produk jabatan dan mengganggu keputus an yang akan dibuat di DPR. Menurut Suhandoyo, Setgab tidak memiliki azas manfaat. Suhandoyo menilai, perlu ada kajian mendalam apakah Setgab perlu dipertahankan atau tidak. “Setgab itu sebenarnya merupakan cikal bakal konflik. Sudah ada koalisi, mengapa harus ada Setgab,” kata dia.
Sekretaris Setgab, Syarief Hasan, angkat bicara menanggapi kritikan itu. Dia mengatakan, sebenarnya semua pimpinan partai koalisi memiliki komitmen yang baik terhadap Setgab. Karena itu, dia heran dengan adanya suarasuara miring yang muncul dari parpol di tubuh Setgab. Syarif pun membantah jika Setgab memengaruhi sikap parpol koalisi di parlemen.
Dia mengatakan, Setgab merupakan komitmen antarparpol untuk saling berkomunikasi dan menyamakan per -sepsi dalam rangka mendukung kebijakan pemerintah. “Jadi, terminologinya itu komitmen di antara partai-partai koalisi untuk berkomunikasi, saling bertukar pikiran,” katanya. Menurut Syarief, Setgab berbeda dengan DPR. Pimpinan parpol koalisi diminta pandai menyosialisasikan Setgab ke anggotanya. Hal itu agar parpol memiliki pemahaman sama atas Setgab, mulai dari pimpinan hingga konstituen. “Jadi, kalau ada suara-suara miring di luar daripada itu (pimpinan partai), ya itu urusannya partai-partai untuk menyosialisasikan kepada anggotanya, kepada pengurus yang lain,” ujar Syarief.
Friksi Menguat pada 2011
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Hatta Rajasa, menegaskan, kinerja Setgab masih lama dibutuhkan, yaitu hingga 2014 mendatang. Untuk saat ini, kata Hatta, seluruh partai dalam Setgab harus bekerja sama dalam membangun bangsa.
Menurutnya, saat ini Setgab telah berada di jalur yang tepat, tinggal keterbukaan dan diskusi. “Kerja sama dalam Setgab untuk menyelaraskan sistem presidensial dengan sistem multipartai. Maka itu, kurangilah segala sesuatu yang kontraproduktif,” kata Hatta.
Namun, beberapa pengamat memperkirakan 2011 sebagai tahun berakhirnya keharmonisan Setgab. Direktur Eksekutif Political Literacy Institute, Gun Gun Heryanto, mendesak Setgab dibubarkan. Alasannya, Setgab merupakan residu demokrasi yang menimbulkan banyak paradoks dengan rasionalitas substantif demokrasi. “Ini merupakan model kartelisasi politik yang seolah dibenarkan dengan argumen menjaga stabilitas pemerintahan,” katanya.
Gun Gun menilai, Setgab menjadi alat untuk mereduksi hampir seluruh kebijakan formal yang dibahas DPR dan dimplementasikan eksekutif. Setgab, kata Gun Gun, justru melemahkan sistem presidensial. “Seharusnya lembaga kepresidenan lebih kuat, bukan dibebani politik transaksional berlebih antarpartai, terlebih partainya ada enam yang jelas-jelas akan membuat obesitas postur birokrasi dan kekuasaan.”
Diwawancarai terpisah, Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (Lima), Ray Rangkuti, meyakini, kisruh Setgab terus mewarnai situasi politik satu tahun ke depan karena setiap parpol anggota koalisi tidak mendapat porsi tepat di tubuh Setgab. “Setgab akan memanas. Sekalipun belum sampai pada perpecahan, tetapi kisruh di antara mereka akan mewarnai situasi politik 2011,” kata Ray.
Menurut Ray, Setgab memang tidak dibentuk untuk tujuan politik yang sama. Partai politik dalam Setgab hanya dipertemukan oleh situasi. Dan, situasi itu pulalah sekarang yang menghendaki adanya pembubaran. ed: andri saubani
(-)
No comments:
Post a Comment