Wednesday, 26 January 2011
JAKARTA(SINDO) – Komisi I DPR menilai,fasilitas kredit ekspor untuk pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) paling rentan dimanipulasi, khususnya rentan tindak pidana penggelembungan harga.
Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengatakan,fasilitas kredit ekspor ini merupakan pos yang paling rentan di-mark up meski di pos pos lain tidak tertutup kemungkinan terjadi juga. Sebab, pos ini berkaitan dengan pihak asing.Karena itu,tegas Mahfudz,DPR akan mendorong pemerintah mulai 2011 untuk mengurangi penggunaan fasilitas pembiayaan kredit ekspor untuk pengadaan alutsista. Anggaran untuk modernisasi dan pemeliharaan alutsista yang direncanakan sebesar Rp150 triliun hingga tahun 2014,ujarnya,sebaiknya digunakan untuk mengembangkan industri pertahanan nasional melalui penggunaan produk dalam negeri.
“Kurangi fasilitas kredit ekspor sekaligus untuk berdayakan industri dalam negeri,” tegas Mahfudz di Jakarta kemarin. Mahfudz menyatakan,DPR melalui Panitia Kerja Alutsista Komisi I akan memantau semua pembelian alutsista,mulai dari proses tender hingga pembelian.Langkah ini dilakukan untuk memastikan tidak akan terjadi praktik penggelembungan anggaran pertahanan.“Sekarang sudah tahap tender, kami akan monitor agar sesuai perencanaan, dan dari sisi anggaran kami juga akan kontrol,”tandasnya. Menanggapi hal ini,Kepala Pusat Informasi Publik Kementerian Pertahanan (Kemhan) Brigjen TNI I Wayan Midhio menyatakan,penekanan presiden terkait penghentian penggelembungan biaya pengadaan bukan berarti karena masih ada penyimpangan- penyimpangan dalam pengadaan alutsista maupun non-alutsista.
Namun,merupakan penekanan dan tuntutan agar anggaran yang sudah ditingkatkan oleh pemerintah dapat dioptimalkan dan dipastikan penggunaannya tepat sasaran. “Pihak Kemhan dan TNI telah berupaya mencegah penyimpangan penggunaan anggaran dengan menerapkan fungsi kontrol dan pengawasan yang dimulai sejak proses perencanaan sampai dengan pelaksanaan dan hasil serta pertanggungjawaban anggaran sesuai dengan prosedur dan peraturan yang berlaku,”tegasnya. Kemhan dan TNI,jelasnya,juga telah melakukan pembenahan dalam pengadaan alutsista dengan membentuk Dealing Center Management (DCM), yaitu tim bersama dalam kementerian untuk membahas dan memutuskan pengadaan alutsista.
Belum lama ini,pada awal 2011,Kemhan dan TNI juga telah membentuk lembaga yang mengawasi proses pengadaan barang dan jasa. Pengawas ini bernama Tim Konsultasi Pencegahan Penyalahgunaan Pengadaan Barang dan Jasa (KP3B). “Tim tersebut dianggotai Inspektorat Jenderal di Kemhan,TNI AD,TNI AL,TNI AU, serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dan memiliki koneksi langsung ke Komisi Pemberantasan Korupsi,”ujarnya. Tiga angkatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) juga mengklaim tidak ditemukan adanya indikasi penggelembungan biaya dalam pengadaan alutsista.
Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Imam Sufaat mengatakan, proses pengadaan alutsista TNI AU selama ini diadakan sesuai prosedur. Setiap pengadaan, lanjutnya, dilakukan melalui proses tender terbuka dan melalui Tim Evaluasi Pengadaan di Kementerian Pertahanan.“ Kami selalu laksanakan sesuai prosedur,” tegasnya saat dihubungi harian SINDO kemarin. Senada diungkapkan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Soeparno.Dia menegaskan, pihaknya belum menemukan adanya penggelembungan biaya untuk pengadaan alutsista dan non-alutsista di institusi TNI AL.
Instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam Rapat Pimpinan TNI dan Polri Jumat (21/1), kata Soeparno, merupakan peringatan agar tidak terjadi penyelewengan.
No comments:
Post a Comment