Thursday, August 06, 2009

PKS Tolak Kontraksi Koalisi di Kabinet SBY

PKS Tolak Kontraksi Koalisi di Kabinet SBY
Inilah.com 06/08/2009 - 00:15


INILAH.COM, Jakarta – Presiden SBY telah memberi sinyal bahwa penyusunan kabinet mendatang akan berpijak pada profesionalisme. Selain akan memudahkan kerjanya, langkah ini juga untuk menghidari dikte oleh partai politik peserta koalisi. Inikah isyarat adanya kontraksi politik dalam koalisi SBY-Boediono?

Secara normatif, sebenarnya PKS tidak berkebaratan dengan pernyataan SBY. Karena, bagi PKS, profesionalisme kabinet menjadi keniscayaan. Termasuk tidak ada dikte kepada presiden terpilih sebagai manifestasi dari hak prerogatif presiden.

“Tetapi dalam profesionalisme itu jangan juga diparadoks-kan dengan parpol. Sehingga ada tafsiran, bahwa kalau parpol berarti tidak profesional,” tegas Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq kepada INILAH.COM, di Jakarta, Rabu (5/8).

Mahfudz pun berharap, dalam koalisi 2009-2014 terjadi komunikasi dua arah antara partai peserta koalisi dengan Presiden. Menurut dia, spirit yang dibangun dalam membangun koalisi SBY-Boediono adalah perbaikan manajemen koalisi, khususnya komunikasi politik.

“Sehingga dalam pembentukan cabinet, termasuk dalam roda pemerintahan ke depan yang sifatnya koalisi, tidak terjadi kendala komunikasi yang berpotensi memunculkan kontraksi politik,” paparnya.

Apakah ini sinyal bahwa PKS telah mencium adanya komunikasi yang tidak sehat dalam koalisi SBY-Boediono? Berikut ini wawancara lengkapnya:

Presiden SBY dalam keterangannya menegaskan dirinya bersepakat untuk membentuk kabinet profesional. Apa komentar Anda atas pernyataan tersebut?

Profesionalisme itu suatu kemestian dalam cabinet. Tetapi dalam profesioanlisme itu jangan juga diparadoks-kan dengan parpol. Sehingga ada tafsiran, bahwa kalau parpol berarti tidak professional. Padahal parpol punya banyak aset SDM yang profesional. Jadi kalau profesionalisme prinisp yang kita sepakati, sepanjang itu tidak diparadoks-kan dengan partai politik.

Lalu bagaimana dengan pernyataan SBY yang tidak mau didikte oleh partai politik?

Soal dikte, saya sepakat. Bahwa pembentukan cabinet, walaupun ini hasil dari koalisi, memang pendekatannya bukan dikte-mendikte atau tuntut-mentutut, tetapi pendekatan komunikasi dua arah. Presiden dengan segala hak prerogatifnya menyampaikan pikiran dan rencananya dan secara timbal balik setiap partai politik peserta koalisi diminta pandangannya, sehingga nanti ada rumusan yang disepakati bersama tanpa ada ganjalan-ganjalan apa pun.

Bagaimana dengan rumors yang berkembang, bahwa saat ini kalangan parpol peserta koalisi SBY-Boediono cukup sulit menembus ke SBY untuk menyodorkan nama kabinet. Ini tidak terlepas dengan adanya tiga jalur pengajuan nama, jalur tentara, jalur lulusan AS, dan jalur partai politik. Nah, jalur parpol disebut-sebut paling lemah daya tawarnya?

Saya kira satu spirit yang disepakati ketika koalisi pilpres dibangun sejak awal adalah prinsip perbaikan manajamen koalisi. Karena belajar dari pengalaman 2004-2009 ternyata ada hal yang perlu diperbaiki dalam manajemen koalisi, terutama faktor komunikasi.

Saya yakin spirit itu akan dipegang dan dijalankan oleh SBY, sehingga dalam pembentukan cabinet, termasuk dalam roda pemerintahan ke depan yang sifatnya koalisi, tidak terjadi kendala komunkasi yang berpotensi memunculkan kontraksi politik.

Sejauh ini bagaimana komunikasi partai politik, khususnya PKS dengan SBY sebagai presiden terpilih?

Sejauh ini komunikasi masih berjalan baik. Karena memang pembicaraan pembentukan kabinet belum dilakukan, karena masih menunggu hasil MK. Memang kami berharap, setelah sidang MK selesai, komunikasi SBY dengan parpol koalisi ini sudah bisa berjalan dengan lebih baik dan efektif. [P1]

No comments: